
Dongeng tentang masuk ke dunia lain yang ajaib memang selalu menarik untuk diceritakan pada buah hati tersayang. Salah satunya adalah cerita dongeng Alice in the Wonderland yang telah kami siapkan berikut.
Kisahnya tak hanya lucu, tapi juga bisa memperluas khayalan jika diceritakan kepada buah hati tersayang. Apalagi, kamu bisa tetap mengajarkan pesan moral baik yang bisa didapatkan dari ceritanya.
Jadi tunggu apa lagi, langsung saja cek artikel seputar cerita dongeng Alice in the Wonderland dalam bahasa Indonesia yang telah kami siapkan di artikel berikut ini. Selain itu, kamu juga bisa mendapatkan ulasan seputar unsur intrinsik dan juga fakta menariknya. Selamat membaca!
Cerita Dongeng Alice in Wonderland
Alice merasa mulai bosan ketika duduk di samping kakaknya di tepi sungai tanpa melakukan apa-apa. Terkadang ia mengintip buku yang sedang dibaca oleh kakaknya, tapi ia terheran-heran karena tidak melihat adanya gambar di dalam buku tersebut.
“Apa gunanya sebuah buku kalau tak ada gambar atau pun percakapan di dalamnya?” pikir Alice.
Karena merasa bosan dan mengantuk, ia pun berpikiran untuk menyibukkan diri dengan membuat rangkaian bunga daisy. Ketika baru saja bangkit berdiri dan berniat memetik beberapa bunga daisy, mendadak seekor Kelinci Putih dengan mata berwarna merah muda berlari di dekatnya.
Sebenarnya tak ada yang aneh dengan keberadaan kelinci itu. Bahkan, entah kenapa Alice merasa wajar-wajar saja ketika kelinci itu terlihat sedang berbicara pada dirinya sendiri.
“Aduh! Aduh! Bagaimana ini aku terlambat?” ujar si Kelinci seraya mengeluarkan arloji dari saku rompinya, melihat ke arah arloji itu sebelum bergegas pergi.
Alice yang dipenuhi dengan rasa ingin tahu langsung lari menyeberangi padang ilalang dan mengejar Kelinci itu. Setelah berlari cukup jauh, ia melihat Kelinci itu terjun ke sebuah lubang kelinci yang besar, tepat di bawah semak-semak pagar.
Tanpa menunggu lama, Alice langsung melompat juga mengikuti si Kelinci. Ia sama sekali tak memikirkan apa yang terjadi jika nantinya ia tak bisa keluar lagi.
Setelah masuk ke dalam lubang kelinci, Alice berjalan menyusuri jalan lurus yang berbentuk seperti terowongan. Namun, mendadak terowongan itu menukik ke bawah dan sempat membuat Alice merasa ragu-ragu dan berpikiran untuk berhenti.
Menuruni Sumur yang Dalam
Karena keragu-raguan itu, Alice justru terjatuh ke dalam sesuatu yang terlihat seperti sumur yang sangat dalam. Entah karena sumur itu memang sangat dalam atau Alice yang jatuh secara perlahan, tapi Alice seolah bisa melihat ke sekelilingnya selama jatuh. Meskipun begitu, tetap saja ia tak bisa melihat banyak karena lingkungan sekitarnya terlihat terlalu gelap. Padahal, Alice hanya penasaran sebenarnya ia jatuh ke dalam apa.
Setelah akhirnya berhasil membiasakan matanya di dalam kegelapan, Alice pun berhasil memperhatikan sekelilingnya. Rupanya, dinding sumur itu terbuat dari lemari dan rak buku. Di beberapa tempat, ia juga melihat peta dan juga gambar yang digantung pada pasak kayu di dinding.
Sebelah tangannya terulur dan ia berhasil mengambil sebuah botol dengan tulisan selai jeruk dari salah satu rak buku. Sayangnya, botol itu ternyata kosong. Akhirnya Alice pun memutuskan untuk meletakkan botol kosong itu di salah satu lemari yang lain.
Setelah beberapa lama terjatuh menuruni sumur itu, Alice pun mulai berpikiran bahwa rupanya terguling-guling di tangga atau jatuh dari atap rumah itu tidaklah mengerikan. Pemikiran itu kemudian berganti. “Kira-kira sudah berapa jauh aku terjatuh ini? Apakah aku sudah cukup dekat dengan pusat bumi? Itu berarti aku sudah berada sekitar enam ribu empat ratus kilometer di bawah tanah. Lalu di garis bujur dan garis lintang berapakah aku akan muncul?”
Kemudian, ia kembali melanjutkan pemikirannya. “Apakah itu artinya aku akan jatuh menembus bumi? Berarti aku bisa saja muncul di Selandia Baru atau Australia. Haruskah aku bertanya dahulu apakah aku muncul di Australia atau Selandia Baru? Tidak, akan lebih baik kalau aku tidak bertanya dahulu. Karena pastinya akan ada tulisan di mana aku berada di suatu tempat.”
Akhirnya Tiba di Sebuah Ruangan
Sesudahnya, ia terus melanjutkan pemikirannya. Kini, ia teringat pada kucing kesayangannya, Dinah. Kucing itu pasti merindukannya. “Semoga saja orang-orang tidak lupa untuk memberinya secawan susu waktu minum teh nanti,” pikirnya mulai khawatir.
Namun, lama kelamaan gadis muda itu menjadi semakin mengantuk. Bahkan, rasanya ia mulai bermimpi berjalan bergandengan tangan dengan Dinah. Lalu mendadak, mimpi itu terbuyarkan ketika ia jatuh ke tumpukan ranting dan daun kering.
Anehnya, Alice sama sekali tak merasa sakit. Segera setelah terjatuh, ia langsung melompat berdiri dan mendongakkan kepalanya. Sumur tempatnya jatuh tadi kini terlihat sangat gelap. Sementara itu, ketika ia menurunkan pandangannya, tepat di hadapannya ada sebuah lorong panjang. Menariknya, Kelinci yang ia kejar masih terlihat sedang melompat bergegas di lorong tersebut.
Tentu saja, si gadis yang penuh dengan rasa ingin tahu ini langsung berlari secepat mungkin untuk mengejar sang Kelinci. Setelah berlari sekuat tenaga, akhirnya ia bisa cukup dekat untuk mendengar keluhan si Kelinci.
“Oh, demi kumis dan telingaku, aku benar-benar sudah terlambat,” keluh si Kelinci saat akan berbelok di sebuah tikungan.
Anehnya, ketika Alice berbelok di tikungan itu, si Kelinci sudah tak lagi terlihat. Yang ada, Alice justru sampai di sebuah ruangan panjang dengan langit-langit rendah. Ruangan itu diterangi oleh lampu yang digantung secara berjejer di langit-langit. Sementara itu, di sepanjang dinding terdapat banyak sekali pintu yang tertutup rapat.
Alice mencoba untuk membuka pintunya satu persatu dan berjalan di sepanjang ruangan. Namun, dari satu ujung ke ujung lain, semua pintunya tertutup dan terkunci. Alice pun kemudian kembali ke tengah ruangan dengan perasaan sedih. Ia sama sekali tak tahu bagaimana caranya bisa keluar dari ruangan tersebut.
Menemukan Sebuah Kunci Kecil
Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah meja kecil berkaki tiga yang terbuat dari kaca. Alice pun mendekati meja itu dan memperhatikannya baik-baik. Di atas meja itu, tak ada benda apa pun kecuali sebuah kunci pintu yang terbuat dari emas. Anehnya, kunci itu berukuran sangat kecil.
Awalnya, Alice mengira kalau kunci itu merupakan kunci dari salah satu pintu yang tertutup. Namun, kalau dipikir rasanya tak mungkin karena semua lubang kunci yang ada di pintu berukuran besar. Untuk memastikannya, Alice pun kemudian membawa kunci itu dan berkeliling ruangan memastikan kunci itu benar-benar tak bisa muat di lubang salah satu pintu.
Setelah dua kali berjalan berkeliling ruangan, mendadak Alice menemukan sebuah gorden rendah yang sebelumnya sama sekali tak ia perhatikan. Ketika menyibakkan gorden itu, gadis muda itu menemukan sebuah pintu kecil yang hanya setinggi 38 cm.
Tanpa menunggu lama, Alice pun mencoba memasukkan kunci di tangannya ke dalam lubang pintu berukuran kecil itu. Herannya, kunci itu benar-benar cocok dan Alice akhirnya berasal membuka pintunya.
Namun, setelah berhasil membuka pintu itu, di baliknya ia menemukan ada sebuah lorong kecil yang ukurannya tak lebih besar dari lubang tikus. Ketika Alice berlutut untuk mengintip ke dalam lorong itu, ia bisa melihat bahwa di ujung lorong itu terlihat ada taman yang sangat indah.
Tentu saja gadis muda itu ingin bisa keluar dari ruangan tempatnya berada sekarang agar bisa berjalan di antara bunga-bunga indah dan air mancur yang sejuk. Namun, ia sama sekali tak bisa menemukan bagaimana caranya.
Botol Bertuliskan ‘Minumlah Aku’
“Kalau kepalaku saja tak bisa masuk, bagaimana bisa aku melewati lorong kecil ini?” tanya Alice mengeluh. “Seandainya saja aku bisa menyusutkan tubuhku seperti halnya teleskop.”
Mendadak, setelah teringat bahwa ada banyak hal aneh baru yang ia alami, Alice merasa kalau hal itu mungkin saja bukanlah mustahil untuk bisa terjadi. “Mungkin sebenarnya aku bisa menyusut, kalau saja aku mengetahui bagaimana caranya!” ujarnya kembali ceria.
Alice kemudian kembali berdiri dan berjalan ke arah meja. Dengan setengah berharap ia bisa menemukan kunci lagi, atau setidaknya buku panduan yang bisa mengubah tubuh seseorang menjadi berukuran mini.
Namun, siapa sangka kalau kali ini ia menemukan sebuah botol di atas meja. Alice benar-benar yakin kalau botol itu sebelumnya tidak ada di sana. Setelah mengangkat botol itu, ia membaca selembar kertas yang tergantung di leher botol. Di dalam kertas tersebut, terdapat tulisan besar yang dicetak indah dan berbunyi, ‘minumlah aku’.
Meskipun tulisan di kertas itu jelas-jelas memberikan petunjuk padanya agar meminum isi botol itu, tapi Alice yang cerdas tak mau tergesa-gesa melakukannya. Ia berniat ingin memeriksa keseluruhan dari botol itu dahulu.
“Coba kulihat dahulu, adakah tulisan racun atau tidak di botolnya,” ujar Alice seraya memutar botol yang ada di tangannya. Namun, rupanya sama sekali tak ada tulisan racun di sisi mana pun. Sehingga Alice kemudian memberanikan diri untuk meminumnya.
Untungnya, cairan yang ada di dalam botol itu rasanya sangat enak. Jika harus menjelaskan, mungkin rasanya seperti campuran rasa kue tar ceri, puding susu manis, nanas, ayam kalkun panggang, permen, dan roti panggang panas yang dilapisi mentega. Sebegitu enaknya hingga Alice langsung menghabiskannya.
Tubuhnya Menyusut
Segera setelah Alice menghabiskan minuman yang ada di dalam botol itu, tubuhnya langsung menyusut hingga tingginya sekitar dua puluh lima senti saja. Ia pun merasa gembira setelah menyadari bahwa kini tinggi badannya sudah cukup untuk melalui pintu kecil tadi. Kini, ia bisa pergi menuju ke taman indah yang tadi sempat ia intip.
Namun, sekali lagi ia tak ingin terburu-buru. Alice ingin melihat dahulu apakah tubuhnya akan terus menyusut sampai habis seperti halnya lilin. Untungnya, setelah beberapa saat, rupanya tubuhnya tidak semakin menyusut. Betapa bahagianya Alice karena sekarang ia bisa pergi ke taman bunga yang indah itu.
Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama, khususnya ketika ia menyadari bahwa kunci emasnya masih tertinggal di atas meja. Dan ketika ia berpikiran untuk mengambilnya, hal itu tentu saja tak bisa dilakukan karena meja itu kini terlalu tinggi untuk tubuhnya yang mungil.
Alice bisa melihat kunci itu dengan jelas dari bawah, karena meja itu terbuat dari kaca. Namun, ia sama sekali tak bisa menemukan cara untuk bisa memanjatnya. Masalahnya, kaki meja itu terlalu licin. Tak peduli berapa kali ia mencoba untuk memanjatnya, tubuhnya pasti kembali meluncur turun.
Pada akhirnya, setelah lelah mencoba terlalu lama, Alice hanya bisa terduduk dan menangis.
Setelah lelah menangis selama beberapa lama, gadis berukuran mungil itu baru menyadari di bawah meja ada sebuah kotak kaca. Ia pun kemudian berjalan mendekati kotak itu dan membukanya. Di dalam kotak itu, terdapat sepotong kue kecil dengan tulisan ‘makanlah aku’ tertulis indah menggunakan butiran kismis.
Tidak Membesar atau Mengecil, Tapi Memanjang
Kali ini, tanpa berpikiran terlalu lama, Alice langsung membuat keputusan, “Baiklah, aku akan memakanmu. Kalau memang nantinya aku tumbuh besar, aku akan bisa mengambil kunci itu. Namun, kalau justru aku semakin kecil, aku bisa saja merayap di bawah pintu kecil itu. Apa pun yang terjadi padaku, aku pasti akan memastikan bisa keluar ke taman itu.”
Setelah berkata begitu pada dirinya sendiri, Alice langsung menggigit kue itu dan memegang puncak kepalanya. Ia mencoba memastikan ke arah manakah kepalanya akan bergerak, akankah ia menjadi semakin besar atau kecil.
Anehnya, ternyata tingginya sama sekali tidak berubah sama sekali. Rupanya, memang begitulah yang terjadi ketika seseorang memakan kue itu.
Betapa kecewanya Alice ketika menyadari tidak ada perubahan yang terjadi. Padahal ia sudah memikirkan kemungkinan paling aneh yang terjadi padanya setelah memakan kue berukuran mini itu. Kini, ia merasa kalau hidupnya terasa begitu membosankan karena segala sesuatu terjadi terlalu normal.
Dengan penuh kekesalan, ia pun menghabiskan kue itu.
Tepat setelah ia menghabiskan kue itu, barulah keanehan terjadi pada tubuhnya. Namun, bukannya ia semakin mengecil atau membesar, sekarang tubuhnya justru menjulur semakin panjang. Ketika menundukkan kepala, Alice bisa melihat kalau kakinya semakin lama semakin jauh dan nyaris tak terlihat karena saking jauhnya.
“Oh, kaki kecilku yang sangat malang. Nanti siapa yang akan memasangkan kaus kaki dan sepatu padamu? Tanganku terlalu jauh darimu sehingga aku tak akan mungkin bisa mengurusmu!” ujar Alice khawatir.
Alice yang Putus Asa dan Sedih
Mendadak, kepalanya terbentur langit-langit. Tinggi gadis muda itu mungkin kini mencapai tiga meter. Ia pun bergegas mengambil kunci yang ada di atas meja dan segera menuju ke pintu yang mengarah ke taman.
Sayangnya, karena tubuhnya kini terlalu tinggi, Alice kesulitan untuk melewati pintu berukuran kecil itu. Jangankan bisa melewati pintu itu, untuk berbaring miring dan melihat taman yang ada di balik pintu saja ia kesulitan. Betapa menyedihkannya.
Alice kini hanya bisa terduduk lemas dan kembali menangis.
“Seharusnya kau malu,” ucap Alice pada dirinya sendiri, “Sudah sebesar ini tapi masih saja menangis. Terus saja menangis. Berhenti menangis sekarang juga!” Meskipun begitu, tetap saja air mata mengalir di pipi gadis muda itu. Rasanya seolah berliter-liter air mata yang tercurah dengan begitu derasnya hingga airnya ia membentuk kolam sedalam sepuluh sentimeter di sekelilingnya.
Tak berapa lama kemudian, ia mendengar suara ketepak ketepuk langkah kaki di kejauhan. Alice pun langsung mengusap air matanya agar bisa melihat siapa yang datang. Rupanya, itu adalah si Kelinci Putih yang kini berpakaian lengkap dan membawa sepasang sarung tangan kulit berwarna putih di salah satu tangan dan kipas besar di tangan lainnya.
Kelinci itu terlihat berlari-lari kecil secara tergesa-gesa dan terus saja bergumam. “Oh, tidak! Yang mulia Duchess! Sang Duchess pasti akan sangat murka karena harus menungguku.”
Alice yang sudah merasa sangat putus asa saat itu pun tak segan untuk meminta tolong pada siapa pun, termasuk sang Kelinci. Oleh karena itu, ketika si Kelinci sudah dekat, Alice mulai berkata dengan malu-malu, “Permisi, Tuan Kelinci.”
Kipas yang Membuatnya Menjadi Lebih Kecil
Namun, mendadak Kelinci itu justru melonjak kaget lalu menjatuhkan sarung tangan dan kipasnya. Sesudahnya, ia lari terbirit-birit menuju ke arah kegelapan. Alice hanya bisa mengambil kipas dan sarung tangan itu.
Karena ruangannya mendadak terasa panas, Alice pun mengipasi dirinya sendiri sambil terus berbicara, “Ya ampun! Kenapa hari ini terasa begitu aneh? Padahal kemarin segalanya biasa aja dan sama sekali tak ada yang aneh. Jangan-jangan semalam aku berubah. Apakah aku yang sekarang masih sama seperti aku ketika bangun tidur tadi pagi?”
Ia pun mulai memikirkan anak-anak lain yang sebaya dengannya dan mulai menimbang-nimbang kemungkinan apakah ia tertukar dengan salah satu dari anak-anak itu.
Seraya berpikir keras, Alice menundukkan kepalanya dan melihat ke arah tangannya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari tangannya telah memakai salah satu sarung tangan si Kelinci yang berukuran kecil.
“Bagaimana bisa tanganku cukup mengenakan sarung tangan ini? Apakah tubuhku kembali menyusut lagi?” tanya Alice bertanya-tanya. Kemudian ia beranjak dan berjalan ke arah meja untuk mengukur tingginya.
Dan benar saja, sekarang tingginya hanya sekitar setengah meter. Bahkan, setelah itu tubuhnya masih saja terus menyusut. Alice pun mulai berpikiran bahwa tubuhnya menyusut karena kipas yang ia gunakan. Segera saja kipas itu ia jatuhkan. Untungnya, ia langsung berhenti menyusut.
“Hampir saja!” ujarnya karena ketakutan atas perubahan tubuhnya yang sangat cepat. Kini, ia sangat bersyukur karena akhirnya berhenti mengecil. “Kini saatnya aku pergi ke taman!” ujarnya seraya berlari ke pintu kecil itu.
Sayangnya, pintu itu sudah tertutup lagi sementara kunci emasnya terletak di atas meja seperti sebelumnya. Yang menjadikan situasinya lebih buruk, sekarang tubuhnya berukuran lebih kecil dibandingkan sebelumnya.
Kedatangan Tikus
Baru saja berkata begitu, mendadak kakinya terpeleset dan Alice terbenam ke dalam kolam air mata yang terasa asin itu. Awalnya, ia mengira kalau ia terjatuh ke dalam laut di pinggir pantai Inggris. Setelah beberapa saat, ia pun baru menyadari kalau air itu adalah air matanya yang terbentuk ketika tingginya nyaris tiga meter tadi.
“Seharusnya tadi aku tidak menangis terlalu lama,” ujarnya seraya berenang berkeliling mencari jalan keluar. “Nanti pasti aku akan dihukum kalau tenggelam di air mataku sendiri.”
Tak lama kemudian, ia bisa mendengar suara sesuatu yang berkecipak tak jauh darinya. Alice pun langsung mendatangi asal suara dan mendapati seekor tikus yang juga terpeleset seperti dirinya. Ia pun kemudian menyapa tikus itu.
“Wahai tikus, tahukah kau jalan keluar dari kolam ini? Aku sudah sangat lelah berenang sedari tadi!” ujar Alice setelah berenang mendekati si Tikus. Namun, hewan pengerat itu sama sekali tak menjawab pertanyaan gadis itu. Bahkan, hewan itu hanya menatap Alice dan mengedipkan salah satu mata kecilnya.
“Apakah dia tidak bisa bahasa Inggris? Mungkinkah sebenarnya ia adalah tikus Prancis yang datang menyeberang ke Inggris bersama William sang Penakluk?” tanya Alice penasaran. Kemudian, ia pun kembali bertanya dalam bahasa Prancis, “Ou est ma chatte?” yang memiliki arti ‘Di mana kucingku?’.
Rupanya, pertanyaan itu membuat si Tikus melompat sampai keluar dari air dan gemetar ketakutan.
“Ah, maafkan aku,” ujar Alice segera, “Aku lupa kalau tikus tidak menyukai kucing.”
Tikus yang Membenci Kucing
“Tentu saja aku tidak menyukai kucing!” teriak si Tikus dengan suara gusar, “Kalau kau menjadi seperti aku, apakah kau akan menyukai kucing?”
“Benar juga,” ucap Alice dengan tenang. “Kuharap kau tidak marah padaku. Tapi aku memiliki seorang kucing bernama Dinah yang sangat baik dan pendiam. Hobinya hanya duduk diam sambil mendengkur di dekat api seraya menjilati cakar dan mukanya. Dia sangat lembut dan sangat mahir menangkap tikus… oh, maaf, maaf!” Alice segera berseru ketika melihat bulu si Tikus terlihat berdiri tegak penuh amarah. Ia benar-benar yakin kalau si Tikus pasti sangat tersinggung.
“Maafkan aku. Aku berjanji kita tak akan membicarakan itu kalau kau memang tak suka,” ujar Alice kemudian.
“Kalau aku tak suka?” teriak si Tikus dengan penuh amarah, sehingga tubuhnya sampai gemetar sampai ke ujung ekornya. “Keluarga kami selalu membenci kucing yang rendahan, jahat, dan tidak sopan itu! Jangan sampai aku mendengar kata-kata itu!”
“Baiklah, baiklah.” Alice tergesa-gesa berusaha mengubah pembicaraan. Khususnya karena hewan pengerat itu sudah terlihat akan berenang menjauh. “Tikus, kumohon kembalilah. Aku berjanji tak akan membicarakan soal kucing lagi.”
Untungnya, Tikus langsung menoleh dan kembali berenang perlahan ke arah Alice. Kemudian, hewan pengerat itu berkata, “Baiklah, mari kita berenang ke arah pantai. Kemudian aku akan menceritakan sejarahku sehingga kau mengerti kenapa aku sangat membenci kucing dan anjing.”
Alice pun menurut karena sepertinya memang sekarang adalah waktunya untuk menyingkir. Kolam kecil itu kini terlihat penuh sesak dengan burung dan binatang yang jauh ke dalamnya. Mulai dari seekor Bebek, Dodo, Nuri, dan juga Anak Elang terlihat sedang berenang-renang.
Berusaha Mengeringkan Tubuh
Hari itu memang merupakan hari yang aneh bagi Alice. Dan kini, ia tengah berkumpul bersama kumpulan burung dengan bulu yang kotor dan basah karena lumpur di tepi kolam. Mereka bergerombol dan saling merasa tak nyaman.
Masing-masing dari mereka memiliki permasalahan yang ingin diselesaikan. Persoalan pertama tentunya adalah bagaimana caranya membuat mereka kembali kering. Mereka semua berbicara secara bersama-sama dan terkadang akan muncul pertengkaran yang panjang dan sengit yang membuka pertengkaran lain.
Pada akhirnya, si Tikus yang sepertinya lebih disegani di kelompok itu pun berseru, “Duduklah kalian semua dan dengarkan aku. Aku pasti akan membuat kalian semua kering.” Dengan ucapan itu, mereka semua langsung duduk membuat lingkaran besar yang mengelilingi si Tikus.
“Kalian semua sudah siap?” ucap si Tikus setelah berdeham dengan gaya sok penting, “Ini adalah hal paling kering yang aku ketahui. Jadi kalian semua harus tenang. William sang Penakluk, yang perjuangannya diberkati oleh Paus, kini disetujui untuk menjadi yang dipertuan oleh bangsa Inggris.”
Setelah itu, si Tikus terus saja melanjutkan ucapannya tentang penaklukkan Inggris dan perebutan takhta antara para earl yang membuat para burung menguap karena tak paham. Sementara Alice justru bersin.
“Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya si Tikus pada Alice.
“Masih tetap basah seperti tadi. Tidak kering sama sekali,” jawab si anak perempuan dengan sedih.
“Aku mengetahui cara untuk membuat kita kering lebih cepat,” ujar burung Dodo berusaha memberikan usul, “Yaitu dengan melakukan Lomba Caucus.”
“Apa itu Lomba Caucus?” tanya Alice karena burung Dodo tak menjelaskan lebih lanjut seperti apa lomba yang dimaksud.
Hadiah Lomba Caucus yang Tidak Masuk Akal
Berdasarkan penjelasan burung Dodo, Lomba Caucus adalah lomba yang memiliki jalur lomba yang berbentuk lingkaran. Kemudian, semua peserta bersiap-siap di sepanjang jalur lomba terserah di sebelah mana. Sesudahnya, mereka boleh mulai lari kapan saja mereka mau dan berhenti kapan saja yang mereka kehendaki.
Hal itu membuat perlombaan itu susah ditentukan kapan berakhirnya. Anehnya, setelah kurang lebih setengah jam lamanya dan setelah tubuh mereka semua menjadi kering, mendadak si Dodo berseru, “Lomba Caucus telah selesai.”
Semua orang langsung berhenti berlari dan mengerumuni si Dodo untuk mengetahui siapa pemenangnya. Pertanyaan itu tak langsung dijawab oleh si burung, dan akhirnya ia justru menyatakan kalau mereka semua menjadi pemenangnya dan Alice harus memberikan hadiahnya.
Ucapan burung Dodo itu tentu saja membuat Alice kebingungan. Karena ia tidak memiliki apa-apa yang bisa dijadikan sebagai hadiah. Untungnya, ketika ia memasukkan tangan ke dalam sakunya, ia masih bisa menemukan sekotak permen. Alice pun kemudian membagikan seluruh permen yang ada di dalam kotak tersebut. Anehnya, jumlahnya pas dan semua hewan yang ada di sana masing-masing bisa mendapatkan sebutir permen.
“Namun, dia sendiri juga seharusnya mendapatkan hadiah,” kata si Tikus menunjuk ke arah si gadis muda itu.
“Tentu saja,” jawab Dodo, “Benda apa lagi yang ada di sakumu?” tanyanya pada Alice.
“Hanya ada sebuah tudung jari,” jawab Alice sedih. Tudung jari adalah sebuah alat yang terbuat dari logam dan biasanya digunakan untuk melindungi jari saat menjahit.
“Berikan itu padaku,” ujar si Dodo. Kemudian, dengang bergaya resmi, ia memberikan tudung jari itu kepada Alice seraya berkata, “Kami mempersembahkan tudung jari anggun ini padamu, dan semoga kau bisa menerimanya.”
Si Tikus Mengambek dan Pergi
Alice benar-benar merasa kalau semua ini sangat konyol. Namun, semua hewan terlihat sangat bersungguh-sungguh sehingga ia merasa tak tega menertawakan mereka. Karena tak tahu harus menjawab apa, ia pun hanya membungkukkan tubuhnya memberi hormat dan menerima tudung jari itu.
Setelah itu mereka pun memakan butir-butir permen bersama. Sayangnya, beberapa burung besar mengeluhkan karena permennya terlalu kecil sehingga mereka tak bisa merasakannya. Sementara burung kecil mengeluh kalau permennya terlalu besar dan membuat mereka tersedak.
Setelah upacara yang terasa aneh dan konyol itu, akhirnya mereka semua duduk melingkari tikus. Alice menagih janji si Tikus untuk menceritakan alasannya membenci Kucing. Meskipun begitu, rupanya kisah yang diceritakan oleh si Tikus terlalu panjang dan rupanya Alice tidak benar-benar menyimak cerita itu.
“Kau tidak mendengarkan ceritaku, kan!” hardik si Tikus penuh amarah, “Apa yang sedang kau pikirkan?”
“Oh, maaf, maaf. Habisnya ceritamu berputar-putar dan rasanya seperti sekarang baru sampai ke belokan kelima,” jawab Alice dengan penuh penyesalan. Namun, rupanya jawaban itu justru semakin membakar amarah si Tikus.
“Kau ini sangat mudah tersinggung,” ucap Alice yang hanya ditanggapi dengan geraman si Tikus dan gerak langkah kaki menjauh. “Kembalilah kemari dan selesaikan ceritamu!” Meskipun begitu, si Tikus tetap berpegang teguh pada pendiriannya, menggelengkan kepala, lalu berjalan menjauh semakin cepat.
“Ah, seandainya saja Dinah ada di sini, pasti ia bisa membawa si Tikus kembali kemari,” ucap Alice pada dirinya sendiri.
“Siapakah Dinah itu?” tanya burung Nuri penasaran.
“Dia adalah kucingku yang sangat pintar menangkap tikus. Dia juga pintar menangkap burung. Dalam sekali lihat, burung kecil pasti langsung jatuh dan dilahapnya.”
Kelinci Putih Mencari Sarung Tangan dan Kipasnya
Namun, rupanya ucapan Alice itu justru menimbulkan kekacauan di antara perkumpulan itu. Beberapa burung langsung memutuskan pergi. Beberapa di antaranya berpamitan karena hari sudah semakin gelap, sementara yang lain membuat alasan yang berbeda.
Pada akhirnya, Alice kembali tinggal sendirian. Gadis muda itu pun langsung merasa sedih dan menyesali kisah tentang kucing kesayangannya itu. Sekali lagi ia hanya bisa menangis sendirian.
Tak lama kemudian, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Dengan segera, Alice mengangkat kepalanya seraya sedikit berharap suara itu berasal dari si Tikus yang berubah pikiran dan kembali untuk menyelesaikan ceritanya.
Namun, rupanya suara itu berasal dari si Kelinci Putih yang berlari seraya menoleh ke kanan dan kiri seolah sedang mencari sesuatu. Alice bisa mendengar si Kelinci Putih bergumam seolah sedang mencari sesuatu.
“Sang Duchess! Sang Duchess! Demi cakar, bulu, dan kumisku. Aku pasti akan langsung dihukum. Di mana aku menjatuhkannya?” gumam si Kelinci terdengar gelisah.
Alice menduga kalau si Kelinci pasti sedang mencari sarung tangan dan kipas yang ia temukan sebelumnya. Namun, kini ia sama sekali tak bisa menemukan kedua benda itu. Segala sesuatu yang ada di ruangan tersebut seolah telah berubah sejak dipenuhi air. Kini tak ada lagi ruangan besar, meja kaca, ataupun pintu kecil di sana.
Mendadak, pandangan mereka berdua bertemu. Si Kelinci pun langsung memanggilnya dengan penuh amarah.
“Hei, Mary Anna! Apa yang sedang kau lakukan di sana? Cepat pulang dan ambilkan sepasang sarung tangan dan kipas sekarang!” bentak si Kelinci.
Alice yang terkejut dan ketakutan pun langsung berlari ke arah yang ditunjuk oleh si Kelinci, tanpa terpikir untuk membenarkan kekeliruan yang terjadi.
Menemukan Sebuah Botol
Alice terus saja berlari hingga sampai di sebuah rumah kecil yang rapi. Di pintu rumah tersebut, terdapat sebuah keping tembaga yang bertuliskan kelinci p. Tanpa permisi terlebih dahulu, Alice langsung masuk ke dalam rumah tersebut bergegas naik ke lantai atas.
“Aneh sekali,” pikir Alice, “Kenapa aku mau-mau saja disuruh oleh seekor kelinci. Apalagi aku bukanlah Mary Ann yang dia kira. Pasti dia akan sangat terkejut kalau mengetahui siapa aku sebenarnya.”
Seraya berkata begitu, ia berjalan masuk ke sebuah kamar kecil yang rapi. Kemudian ia berjalan mendekati sebuah meja di dekat jendela dan melihat sebuah kipas dengan beberapa pasang sarung tangan kecil terbuat dari kulit di atasnya.
Alice kemudian mengambil kipas dan sepasang sarung tangan dari kulit lalu bersiap pergi dari rumah tersebut. Namun, sebelum ia sempat beranjak, ia melihat sebuah botol di dekat cermin. Sebenarnya, tak ada kertas dengan tulisan ‘minum aku’ di botol tersebut. Namun, Alice yakin kalau ia meminumnya, pasti sesuatu yang menarik akan terjadi.
Oleh karena itu, tanpa menunggu lama ia langsung membuka tutup botol itu dan mendekatkan ke mulutnya. Dan benar saja, baru saja ia menenggak separuh isi botol itu, puncak kepalanya kini telah menyentuh langit-langit rumah. Bahkan, ia sampai harus membungkuk agar lehernya tidak patah.
Dengan segera ia langsung meletakkan botol itu seraya berkata, “Sudah, cukup! Aku tak mau tumbuh menjadi lebih besar lagi. Nantinya aku pasti akan kesulitan keluar lewat pintu. Oh, tidak! Seharusnya aku tidak minum terlalu banyak!”
Mendadak si Kelinci Putih Datang
Sayangnya, semua itu sudah terlambat. Tubuh Alice terus saja membesar hingga akhirnya ia hanya bisa berlutut di lantai. Tak berapa lama kemudian, ia terpaksa harus berbaring dengan satu siku di pintu dan lengan satunya melingkari kepala. Lalu satu menit kemudian, tubuhnya masih terus tumbuh hingga akhirnya ia mengulurkan salah satu lengannya ke luar jendela, sementara salah satu kakinya masuk ke cerobong asap perapian.
“Bagaimana ini? Sekarang aku sama sekali tak bisa melakukan apa pun,” keluh Alice dengan penuh kesedihan.
Tepat setelah ia berkata begitu, mendadak khasiat dari ramuan ajaib di dalam botol itu berhenti. Gadis muda itu tak lagi bertambah besar. Meskipun merasa lega, tak bisa dipungkiri kalau ia juga merasa tak nyaman dengan posisinya sekarang. Ia berusaha melakukan cara apa pun untuk bisa keluar dari kamar itu.
Berbagai pemikiran dan penyesalan datang silih berganti. Pikirnya, pasti akan terasa lebih menyenangkan jika saja ia tetap di rumah dan tidak masuk ke dalam lubang kelinci. Ia tak akan berubah menjadi besar atau kecil, dan tentunya tak akan disuruh-suruh oleh tikus maupun kelinci. Ia bahkan merasa seperti sedang masuk ke dalam salah satu buku dongengnya.
Pemikiran itu kemudian terhenti ketika ia mendengar suara dari luar rumah. Ia bisa mendengar kalau itu adalah suara si Kelinci yang mencari seseorang bernama Mary Ann untuk mengambilkan sarung tangannya. Sesudahnya, Alice bisa mendengar suara langkah kaki si Kelinci.
Hal itu membuat gadis muda ini ketakutan hingga tubuhnya gemetar dan membuat seluruh rumah terguncang. Ia benar-benar lupa kalau tubuhnya sekarang mungkin seribu kali lebih besar daripada si Kelinci.
Ingin Bisa Segera Keluar
Rupanya, karena ukuran tubuh Alice yang terlalu besar dan sikunya menutupi pintu, si Kelinci tak bisa masuk melalui pintu. Ia pun kemudian memutuskan untuk berusaha masuk melalui jendela. Namun, tetap saja hal itu tak bisa dilakukan dengan mudah karena tangan Alice ada di sana.
Bahkan, setelah menunggu beberapa saat, dan suara si Kelinci terdengar dari bawah jendela, Alice pun mengulurkan tangannya berusaha untuk meraih sang Kelinci. Sayangnya, ia sama sekali tak bisa meraih apa pun di luar jendela. Meskipun begitu, ia bisa mendengar suara teriakan, sesuatu yang jatuh, dan kaca pecah.Alice menduga kalau si Kelinci jauh ke pagar penopang timun atau sejenisnya.
“Pat! Pat! Kau berada di mana?” mendadak terdengar suara si Kelinci yang sangat marah.
Kemudian, terdengar ada suara yang menjawab, “Saya di sini sedang menggali apel, Tuan!”
“Bisakah kau melihat apa yang ada di jendela itu?” tanya si Kelinci lagi. Suara asing yang tidak dikenal oleh Alice itu kemudian menjawab kalau yang ada di jendela itu adalah lengan. Si Kelinci semakin terdengar marah da menyuruh suara asing untuk mengambil lengan yang ada di jendela.
Alice tidak terlalu yakin apa yang terjadi di luar jendela karena ia hanya mendengar beberapa bisik-bisik yang tak terlalu terdengar pasti. Oleh karena itu, ia pun kembali mengulurkan tangannya keluar jendela.
Tak lama, terdengar dua teriakan dan jauh lebih banyak suara kaca pecah. Pada akhirnya, Alice hanya bisa berharap si Kelinci dan suara asing itu bisa mengeluarkannya dari ruangan tersebut. Karena bagaimanapun juga, ia tak ingin bertahan di ruangan itu jauh lebih lama.
Satu Gerobak Kerikil
Tak berapa lama kemudian, Alice mendengar suara berisik dari luar yang merencanakan sesuatu. Secara samar, ia mendengar kalau orang-orang yang ada di luar berencana menyuruh seseorang bernama Bill untuk masuk melalui cerobong asap.
Alice pun kemudian menarik kakinya dari cerobong asap sejauh mungkin. Ia merasa kasihan pada Bill yang diharuskan masuk melalui cerobong asap yang kecil itu. Tak berapa lama kemudian, ia mendengar suara seekor binatang kecil yang mencakar-cakar dan merayap di dalam cerobong. Hanya saja, ia tak yakin hewan apakah Bill itu.
Tak berapa lama kemudian, tanpa sengaja Alice menendang cerobong itu dan membuat Bill mencicit lemah. Sesudahnya terdengar suara Bill yang mengeluh karena ada sesuatu yang membenturnya dan membuatnya terlontar ke langit seperti roket.
“Sepertinya kita harus membakar rumah ini,” terdengar suara si Kelinci berbicara.
Tanpa menunggu lama, Alice yang mendengar suara si Kelinci langsung berteriak dengan sekuat tenaga. “Kalau kau membakar rumah ini, aku akan menyuruh Dinah mengejarmu! Kenapa kalian tidak berusaha mengangkat atapnya saja?”
Sesudah itu, ia kembali mendengar suara kasak kusuk si Kelinci yang ingin memasukkan satu gerobak ke dalam rumah.
“Satu gerobak apa?” pikir Alice penasaran. Pemikiran itu langsung terjawab beberapa saat kemudian ketika mendadak beberapa kerikil masuk melalui jendela dan sebagian mengenai wajahnya. Gadis muda itu pun langsung berteriak, “Hei, jangan lakukan itu!” Dan suara teriakannya kembali membuat keadaan menjadi sunyi senyap.
Alice lalu memperhatikan kerikil itu lebih baik dan menyadari kalau rupanya kerikil itu mendadak berubah menjadi kue ketika jatuh ke lantai. Sebuah pemikiran pun langsung terlintas di dalam kepalanya.
Bertemu Anak Anjing di Hutan
Alice berpikiran bahwa kalau ia memakan kue itu, mungkin saja ukuran tubuhnya akan berubah lagi. Siapa tahu, kini tubuhnya akan menjadi mengecil. Tanpa menunggu lama, ia pun langsung menelan salah satu kue itu. Benar saja seperti dugaannya, tak berapa lama kemudian tubuhnya langsung mengecil.
Setelah tubuhnya cukup kecil untuk bisa melewati pintu, Alice langsung berlari keluar. Sesampainya di luar, ia bisa melihat sejumlah besar hewan kecil dan burung sedang berkumpul. Di tengah-tengah mereka terdapat Bill yang merupakan seekor kadal sedang minum sesuatu dari botol.
Ketika melihat Alice keluar dari pintu, semua hewan-hewan itu langsung berlari mengejar sang gadis. Namun, Alice langsung berlari secepat mungkin dan sekuat tenaga ke arah hutan. Sesampainya di hutan, ia berpikiran untuk mencari cara kembali ke ukuran semula dan oergi menuju ke taman indah yang ia lihat dari balik pintu sebelumnya.
Masalahnya, ia sama sekali tak mengetahui bagaimana melaksanakan rencana yang sempurna itu.
Ketika sedang berjalan di dalam hutan, mendadak ia mendengar suara menyalak yang tajam tepat di atas kepalanya. Alice pun langsung menengadahkan kepalanya. Di salah satu cabang besar, ia bisa melihat ada seekor anak anjing berukuran besar yang memandangnya dengan mata bulat dan besar. Anak anjing itu terlihat mengulurkan kakinya dengan ragu-ragu untuk menyentuhnya.
Awalnya, Alice berpikiran untuk bersiul memanggil anak anjing itu agar turun. Namun, mendadak ia ketakutan kalau mendadak anjing itu sedang lapar dan nantinya langsung melahapnya.
Oleh karena itu, ia memutuskan untuk memungut sebuah kayu di tanah dan menunjukkannya ke anak anjing. Hewan berkaki empat itu langsung melompat ke udara seraya menyalak riang untuk menyerbu potongan kayu itu.
Ulat di Atas Cendawan
Alice yang masih ketakutan terpaksa harus mundur ke balik semak berduri agar tak terinjak oleh anak anjing raksasa itu. Setelah itu, Alice bermain-main dengan si anak anjing menggunakan tongkat kayu itu. Alice akan keluar dari persembunyiannya untuk melemparkan tongkat itu, kemudian kembali bersembunyi ke dalam semak berduri. Setelah beberapa saat, anak anjing itu terlihat duduk kelelahan seraya terengah-engah dengan lidahnya terjulur ke sisi mulutnya dan matanya setengah terpejam.
Gadis muda itu langsung merasa kalau ini adalah kesempatan terbaik untuk melarikan diri. Tanpa menunggu lama, ia langsung berlari sekuat tenaga dan secepat-cepatnya sampai ia merasa sangat lelah hingga kehabisan napas.
Setelah merasa yakin kalau ia cukup jauh dari anjing berukuran besar itu, Alice bersandar pada sebatang bunga mangkuk mentega dan mengipasi tubuhnya yang kepanasan setelah berlari menggunakan selembar daun.
Sekali lagi, ia berpikiran harus mencari cara untuk kembali membesarkan tubuhnya hingga kembali ke ukuran semula. Hanya saja, ia tidak tahu lagi harus melakukan apa. Alice kemudian memperhatikan sekelilingnya, berpikiran siapa tahu ada sesuatu yang bisa ia makan atau minum seperti sebelumnya.
Hanya saja, sejauh mata bulatnya memandang, ia hanya bisa melihat bunga atau rumput. Tak ada sesuatu yang bisa dimakan atau diminum. Selain itu, ia juga melihat cendawan yang langsung membuatnya terkejut. Karena apa?
Karena ketika ia berdiri berjinjit untuk melihat apa yang ada di atas cendawan itu, ia bertatapan mata dengan seekor ulat. Masalahnya, ulat itu terlihat sedang duduk di atas cendawan dengan tangan bersilang dan menghisap hokah. Ulat itu sama sekali tak terlihat peduli pada keberadaan Alice atau keadaan sekitarnya.
Hal Penting yang Ingin Diucapkan Ulat
Setelah beberapa saat saling berpandangan, si Ulat akhirnya memecahkan keheningan dengan bertanya, “Siapa kau?”
Hanya saja, Alice tidak yakin bagaimana cara menjawab pertanyaan itu. “Aku tidak yakin, Tuan,” jawabnya ragu-ragu, “Sejak aku bangun tidur pagi ini, aku sudah berubah beberapa kali.”
“Jelaskan apa maksudmu!” ujar si Ulat tegas. Meskipun begitu, tetap saja Alice memberikan jawaban yang sama dengan sopan.
“Aku sendiri tak mengerti, Tuan,” jelas Alice jelas kebingungan, “Sejak pagi ukuran tubuhku selalu saja berubah. Betapa membingungkan,”
“Itu tidaklah membingungkan,” ujar si Ulat, “Sekarang katakan padaku, siapa kau?”
Namun, pertanyaan si Ulat kini justru membuat Alice agak kesal. Apalagi, si Ulat selalu memberikan jawaban pendek-pendek dan justru memberikan pertanyaan lagi padanya. Gadis itu pun lalu menegakkan punggungnya dan berucap dengan sungguh-sungguh. “Kurasa seharusnya Tuan yang memberitahuku dahulu siapakah Tuan sebenarnya.”
“Memangnya kenapa?” tanya si Ulat yang langsung membuat Alice merasa kesal.
Seperti yang ia duga, si Ulat hanya memberikan pertanyaan sulit yang tak bisa ia dapatkan jawabannya dengan mudah. Karena kesal dan merasa si Ulat tidak cukup menyenangkan untuk diajak berbicara, Alice memutuskan untuk berpaling dan pergi.
“Hei kembali!” seru si Ulat mendadak ketika melihat Alice mulai bersiap untuk beranjak, “Aku memiliki hal penting yang ingin kukatakan padamu.”
Karena ucapan itu terdengar menjanjikan, Alice pun kembali mendekati Ulat yang masih duduk di atas cendawan. Namun, setelah beberapa saat, tak ada satu pun kata-kata yang terucap dari bibir si Ulat. Yang ada, hewan itu hanya terus menghisap hokahnya.
Anehnya, tak seperti biasanya, Alice cukup bersabar untuk menunggu.
Cendawan Sisi Sebelah Mana?
“Jadi, kau ingin menjadi seukuran apa?” tanya si Ulat setelah terdiam selama beberapa lama.
“Entahlah. Aku tak terpikirkan pada ukuran tertentu,” ujar Alice cepat-cepat menyahut, “Aku hanya tidak ingin ukuran tubuhku terus saja berubah. Namun, kalau Tuan tidak keberatan, aku ingin setidaknya menjadi sedikit lebih besar. Karena bagaimanapun juga, tinggi tujuh setengah senti adalah tinggi yang sangat tidak menyenangkan.”
“Menurutku itu tinggi yang sangat baik,” ujar si Ulat terlihat kesal seraya menegakkan tubuhnya. Kini terlihat jelas kalau tinggi si Ulat tampak tepat tujuh setengah sentimeter.
“Namun, biasanya tinggi badanku tidak segitu!” ujar Alice tak kalah kesalnya. Kesabarannya kini mulai lenyap. Seumur hidupnya, belum pernah ucapannya begitu sering dibantah. Sesudahnya, ia memutuskan untuk diam saja dan menunggu sampai si Ulat berbicara lagi.
Tak berapa lama kemudian, si Ulat terlihat bergerak menuruni cendawan kemudian merayap ke arah rerumputan seraya bergumam, “Satu sisi akan membuatmu lebih tinggi, sementara sisi lain akan membuatmu lebih pendek.”
Ucapan itu membuat Alice kebingungan. “Satu sisi apa? Sisi lain yang mana?”
“Cendawannya,” jawab si Ulat kemudian berjalan menjauh dan tak lagi terlihat.
Gadis muda itu hanya bisa termenung beberapa saat dan memperhatikan cendawan yang sebelumnya diduduki si Ulat. ia mencoba untuk menentukan sebelah manakah yang dianggap sebagai kedua sisi. Hal itu tidaklah mudah karena bagaimanapun juga, cendawan itu berbentuk bundar.
Alice pun kemudian meregangkan kedua lengannya sejauh mungkin untuk memeluk jamur itu sejauh yang ia bisa. Kemudian, masing-masing tangannya berusaha mencengkeram untuk memecahkan pinggir cendawannya.
“Sekarang, sisi sebelah mana yang akan membuatku lebih tinggi?” tanya Alice pada dirinya sendiri.
Leher, Leher, dan Leher yang Sangat Panjang
Alice kemudian mencoba menggigit sedikit bagian yang ada di tangan kanannya, sekaligus berusaha melihat apa dampak dari cendawan itu. Mendadak, ia langsung terkejut ketika dagunya menyentuh sesuatu. Rupanya, dagu itu telah menubruk kakinya sendiri.
Karena ketakutan akan perubahan yang sangat mendadak itu, Alice langsung memakan potongan cendawan yang ada di tangan kirinya. Apakah akhirnya Alice bisa kembali ke bentuknya semula?
Betapa terkejutnya Alice ketika ia menundukkan kepala dan tak bisa menemukan bahunya. Yang bisa ia lihat hanyalah leher, leher, dan leher yang panjang sekali. Ia bahkan tak bisa melihat tangannya sendiri.
Karena tak bisa mengangkat tangannya untuk menyentuh kepalanya, Alice kemudian berusaha menundukkan kepalanya. Betapa senangnya ia karena lehernya bisa dilipat dan dilengkungkan ke segala arah dengan mudah layaknya ular.
Setelah berhasil mendekati tangannya sendiri, Alice menggigit potongan cendawan di kedua tangannya secara bergantian. Terkadang ia bertambah tinggi, kemudian menjadi pendek. Bergantian seperti itu secara terus menerus sampai akhirnya ia merasa kalau tinggi badannya sudah kembali normal. Meskipun begitu, tetap saja ia merasa ada sesuatu yang aneh dari tubuhnya itu. Seperti belum puas karena ia belum sepenuhnya kembali ke bentuknya semula.
Sesudahnya, ketika memperhatikan ke sekitarnya, Alice baru menyadari kalau ia sedang berada di sebuah tempat terbuka. Di depannya ada sebuah rumah kecil yang tingginya tidak lebih dari satu setengah meter.
Karena merasa khawatir siapa pun yang tinggal di rumah itu akan ketakutan kalau melihatnya sekarang, Alice pun menggigit sedikit potongan di tangan kanannya hingga tingginya mencapai dua puluh lima senti.
Sesudahnya, ia berjalan mendekati rumah kecil itu dan mengamatinya dari jauh.
Bagaimana Cara Masuk Ke Dalam Rumah?
Mendadak, seekor ikan yang mengenakan seragam pelayan terlihat berlari dari hutan dan langsung mengetuk pintu keras-keras. Ketika pintunya terbuka, terlihat ada pelayan lain dengan wajah bulat dan mata besar seperti kodok di baliknya. Lucunya, kedua pelayan itu terlihat mengenakan rambut palsu bergelombang yang dibedaki.
Sayangnya, karena jaraknya yang terlalu jauh, Alice tidak bisa mendengar sama sekali apa yang sedang dibicarakan oleh kedua pelayan itu. Akhirnya ia pun memutuskan untuk merangkak keluar dari hutan dan berjalan mendekat.
“Ini untuk Yang Mulia Duchess. Sebuah undangan untuk bermain kriket dari Sang Ratu,” ucap si Ikan Pelauan setelah mengeluarkan sepucuk surat besar yang ukurannya nyaris sebesar dirinya. Sesudah itu, keduanya saling membungkukkan badan begitu dalam sehingga rambut keduanya saling bertautan.
Setelah sang Ikan Pelayan pergi, Alice berjalan mendekat dengan takut-takut kemudian mengetuk pintu yang sama.
“Tak ada gunanya kau mengetuk pintu itu,” ujar si Kodok Pelayan. “Karena ada dua alasan, yaitu aku berada di sisi yang sama denganmu dan di dalam sedang sangat ribut. Tak akan ada seorang pun yang akan mendengarmu.” Benar saja, Alice memang mendengar ada suara ribut di balik pintu itu. Ada yang berteriak, ada yang bersin, dan terdengar bunyi beberapoa barang yang pecah.
“Kemudian bagaimana caranya aku bisa masuk?” tanya Alice penasaran.
“Kau bisa masuk kalau pintu itu ada di antara kita berdua. Misal kau ada di dalam, kau bisa mengetuk lalu aku akan mempersilakanmu keluar,” jawab si Kodok Pelayan seraya terus menatap langit ketika berbicara. Awalnya, Alice mearas kalau itu adalah tindakan yang kurang sopan. Namun, mungkin saja hal itu tak bisa dihindari karena posisi kedua mata si Kodok Pelayan ada di dekat puncak kepalanya.
Bertemu Sang Duchess dan Kucing Chesire
Karena tak mendapatkan jawaban yang ia inginkan, Alice langsung membuka pintu rumah itu dan masuk ke dalam. Tepat di balik pintu itu, Alice menemui sebuah dapur besar yang dipenuhi asap dari ujung ke ujung.
Di tengah ruangan, seorang Duchess terlihat duduk di sebuah bangku berbagi tiga seraya memangku bayi. Sementara itu, seorang koki terlihat membungkukkan badannya di sebuah tungku dan mengadus sebuah panci besar yang berisi sup.
“Sepertinya, sup itu berisi terlalu banyak merica,” pikir Alice sembari menahan diri untuk tak bersin. Sementara itu, si Duchess terdengar sesekali bersin dan bayinya bersin seraya menjerit tanpa henti. Hanya si Koki dan seekor kucing berukuran besar yang duduk di dekat perapian lah yang tidak bersin.
“Aku penasaran,” ujar Alice dengan malu-malu, “Kenapa kucing itu menyeringai begitu lebar?”
“Itu adalah kucing Chesire. Itulah sebabnya ia selalu menyeringai lebar,” jawab sang Duchess.
“Aku tidak mengetahui kalau kucing Chesire selalu menyeringai lebar. Aku bahkan tidak mengetahui kalau seekor kucing bisa menyeringai,” ujar Alice masih keheranan.
“Semua kucing bisa,” jawab si Duchess dengan santai. “Dan kebanyakan dari mereka suka melakukan hal itu. Kau hanya tidak mengetahui kenyataan itu saja.”
Sayangnya, Alice tidak menyukai nada bicara si Duchess. Oleh karena itu, ia berpikiran utnuk mengubah arah pembicaraan. Belum sempat ia berbicara, si Koki terlihat sudah mengangkat panci sup dari tungkunya lalu melemparkan apa pun yang ada di dekatnya ke arah si Duchess. Mulai dari tongkat besi perapian, penggorengan, pinggan, hingga piring-piring.
Sang Duchess sama sekali tak terlihat memperhatikan semua itu, meskipun beberapa benda terlihat mengenainya dan juga bayinya yang sudah berteriak-teriak entah karena takut atau kesakitan.
Anak Bayi atau Babi?
Si Duchess kemudian mulai menyanyikan lagu semacam nina bobo seraya mengguncang tubuh si bayi dengan kasar ke atas dan ke bawah. Hal itu membuat si bayi menangis semakin kencang dan Alice sama sekali tak bisa mendengar lagu yang dinyanyikan si Duchess.
“Kalau kau mau, kau boleh mengasuhnya,” ujar sang Duchess mendadak setelah selesai bernyanyi kemudian menyerahkan bayi itu pada Alice. “Karena aku harus pergi untuk bermain kriket dengan sang Ratu.”
Terpaksa, Alice menerima bayi itu dalam pelukannya. Hanya saja, ia merasa keheranan karena bayi itu terlihat seperti bintang laut yang tangan dan kakinya terjulur ke segala arah. Belum lagi telinganya sangat tinggi di atas kepala dan hidungnya lebih menyerupai moncong. Ia merasa seolah bayi itu terlihat seperti babi.
Meskipun begitu, Alice berusaha mengikat kaki dan tangan si bayi agar lebih mudah digendong. Ia pun berencana untuk membawa sang bayi pergi dari sana agar hidupnya tidak dibahayakan oleh si Duchess.
Setelah keluar dari rumah itu, Alice semakin menyadari kalau bayi itu sebenarnya adalah seekor babi. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika ia terus menggendongnya. Ketika sampai di tepi hutan, ia langsung meletakkan babi kecil itu ke tanah dan membiarkan hewan itu lari masuk ke dalam hutan.
Baru saja Alice memperhatikan hewan kecil itu berlari menjauh, mendadak ia dikejutkan oleh Kucing Chesire yang duduk di dahan pohon tak jauh darinya. Gadis muda itu hanya memperhatikan hewan yang terus saja menyeringai itu. Sebenarnya ia tak takut pada si kucing, hanya saja cakarnya sangat panjang dan giginya ada banyak, oleh karena itu, akan lebih baik kalau ia berhati-hati dan menghormatinya.
Ke Rumah Kelinci Maret
Dengan sopan dan takut-takut, Alice berusaha bertanya beberapa hal pada sang Kucing. Untungnya, Kucing Chesire itu mau menjawab setiap pertanyaan Alice tanpa balik bertanya padanya yang sering membuatnya kesal.
Dari sang kucing, Alice mengetahui bahwa di dekat sana ada tempat tinggal Kelinci Maret dan Tukang Topi. Setelah selesai berbicara dan Kucing Chesire itu kembali menghilang, Alice memutuskan untuk berjalan ke arah tempat tinggal Kelinci Maret. Ia sangat penasaran karena saat itu sudah bulan Mei tapi namanya masih tetap saja Maret.
Dalam perjalanan, mendadak Kucing Chesire itu muncul kembali di sebuah dahan pohon dan membuat Alice terkejut. Ia pun langsung protes pada si kucing yang datang dan pergi dengan seenaknya. Setelah protes itu, mendadak si kucing kembali menghilang tapi perlahan. Di mulai dari ujung ekornya, dan berakhir dengan seringainya yang masih terlihat beberapa lama setelah menghilang.
Alice hanya bisa menghela napas dan keheranan dengan segala keanehan yang terus saja terjadi padanya.
Tak berpa lama kemudian, ia pun akhirnya sampai di rumah Kelinci Maret. Ia sangat yakin kalau itu adalah rumah si Kelinci karena cerobongnya berbentuk telinga dan atapnya berlapis bulu hewan. Sebelum berjalan mendekat, Alice mengigit secuil cendawan di tangan kirinya hingga tingginya menjadi setengah meter.
Setelah cukup dekat, Alice kini bisa melihat kalau di depan rumah itu terdapat sebuah meja yang diletakkan di bawah pohon. Di sana, terlihat Kelinci Maret dan Tukang Topi terlihat sedang minum teh. Di antara mereka terdapat Tikus Penidur yang sedang tidur nyenyak.
Meja itu berukuran sangat besar, tapi anehnya mereka bertiga duduk berdesakan di salah satu sudut meja.
Jamuan Minum Teh yang Konyol
Ketika Alice berjalan mendekat, mendadak mereka berteriak secara bersamaan. “Sudah tak ada lagi tempat! Sudah tak ada lagi tempat!”
Meskipun merasa geram, tapi Alice tetap berjalan ke ujung meja yang lain dan duduk di sana.
“Silakan minum anggurnya,” ujar Kelinci Maret dengan penuh keramahan pada sang gadis muda. Namun, ketika Alice melihat ke sekeliling meja, di sana tak ada minuman lain selain teh.
“Aku tidak melihat anggur di sini,” tukas Alice.
“Memang tak ada,” ujar Kelinci Maret seraya menikmati tehnya.
Tentu saja hal itu membuat mereka akhirnya berkelahi perihal hal-hal sopan dan tak sopan yang mereka lakukan masing-masing. Kemudian, mendadak percakapan itu berubah menjadi tebak-tebakan yang sama sekali tak masuk akal. Dari tebak-tebakan, obrolan itu berubah menjadi percakapan tentang tanggal berapa dan kenapa tanggalnya berbeda dengan tanggal yang tertera di arloji milik Kelinci Maret.
Obrolannya terus saja berlanjut tanpa kejelasan arah dan penuh dengan keanehan. Namun, pada titik ini Alice sudah terbiasa dan tak lagi kaget. Hingga akhirnya mereka mulai membicarakan tentang waktu.
“Kau tentu tak mengenal Waktu seperti aku,” ujar Kelinci Maret penuh kesombongan. Alice hanya menggelengkan kepalanya karena tak paham dan keheranan.
“Sudah tentu,” tambah Tukang Topi mengejek si gadis muda, “Aku yakin kau juga tak pernah mengobrol bersama Waktu.”
“Mungkin saja,” jawab Alice masih tak paham, “Namun, aku tahu kalau aku harus mengetahui ketukan waktu ketika belajar musik.”
“Tak tahukah kau kalau Waktu tak suka diketuk-ketuk? Karena kalau kau bersikap baik padanya, ia bisa melakukan apa saja yang kau ingin dengan jam-mu. Misalnya ketika kau tak mau belajar jam sembilan pagi, kau bisa langsung berbisik pada Waktu dan ia akan berputar cepat sampai waktu makan siang tiba!”
Akhirnya Sampai Ke Taman Di Balik Pintu
Setelah itu, mereka terus saja mengobrol tanpa henti. Bahkan, kini Kelinci Maret dan Tukang Topi sampai membangunkan Tikus Penidur agar bercerita sesuatu. Cerita itu terlalu panjang dan tak masuk akal hingga membuat Alice bingung. Ketika Tikus Penidur mulai kembali ketiduran, gadis itu memutuskan untuk bangkit dan pergi meninggalkan tempat itu.
“Benar-benar jamuan minum teh paling konyol yang pernah kulihat,” ujar Alice setelah berjalan cukup jauh dan menolehkan kepalanya untuk melihat Tukang Topi dan Kelinci Maret sedang berusaha memasukkan Tikus Penidur ke dalam teko teh.
Kemudian ia terus berjalan di hutan dan menemukan sebuah pintu menempel di salah satu pohon. Meskipun ia merasa keanehan, tapi tetap saja ia memutuskan untuk masuk ke dalam pintu itu. Bagaimanapun juga, sedari tadi ia sudah menemukan terlalu banyak hal aneh.
Di balik pintu, Alice mendapati ia berada di ruang panjang yang pertama kali ia datangi. Tepat berada di dekat meja kecil yang terbuat dari kaca. Kemudian, ia langsung berjalan ke arah pintu yang menuju taman dan mengeluarkan kunci emas kecilnya.
Sebelum masuk ke sana, ia memakan lagi sedikit potongan cendawan di sakunya hingga tingginya sekitar tiga puluh sentimeter. Setelah itu, ia langsung masuk ke dalam pintu dan muncul di sebuah taman indah yang dipenuhi dengan bunga-bunga dan air mancur.
Di dekat pintu masuk taman itu, terdapat sebatang pohon mawar berukuran besar. Menariknya, bunga mawar itu berwarna putih dan di dekatnya ada tiga tukang kebun yang sedang sibuk mengecat mawar itu menjadi merah. Hal aneh lainnya, ketiga tukang kebun itu terlihat seperti kartu dengan angka-angka di tubuhnya.
Kedatangan Rombongan Raja dan Ratu
Berbagai pertanyaan terlintas di kepala Alice saat itu. Karena terlalu penasaran, akhirnya ia berjalan mendekat ketiga tukang kebun itu. Ketika salah satu dari mereka melihat gadis muda itu, ia langsung terdiam dan menghentikan pekerjaannya. Hal itu tentunya membuat kedua temannya ikut menolehkan kepalanya. Ketika melihat sang gadis muda, secara bersamaan mereka membungkukkan kepala dalam-dalam.
“Katakanlah padaku,” ucap Alice berusaha santun, “Kenapa kalian mengecat bunga mawar itu?”
Tukang kebun dengan gambar Tujuh Sekop dan Lima Sekop diam saja, mereka justru menoleh ke arah Dua Sekop. Dua Sekop kemudian menjawab dengan suara pelan. Menjelaskan bahwa seharusnya taman itu hanya ada pohon mawar merah saja. Sayangnya, karena mereka salah menanam mawar putih, kini mereka harus bekerja sama mengecat mawar-mawar itu sebelum sang Ratu datang. Karena kalau sang ratu tahu, kepala mereka bertiga pasti akan dipenggal.
Baru saja Dua Sekop selesai berbicara, mendadak terdengar suara banyak langkah kaki yang mendekat. Ketiga tukang kebun itu langsung panik dan tiarap dengan wajah rapat menempel di tanah. Dari mulut mereka, Alice bisa mendengar kasak-kusuk bahwa itu adalah suara langkah sang Ratu.
Alice menolehkan kepalanya karena penasaran seperti apakah wajah sang Ratu itu.
Dari kumpulan langkah kaki itu, terlihat sepuluh prajurit berbaris membawa daun semanggi. Bentuk mereka sama seperti tukang kebun tapi di dalam segi empat itu bergambar wajik. Di belakang mereka terdapat sepuluh pelayan istana yang berhias wajik juga dan berjalan dua-dua. Kemudian diikuti dengan sepuluh anak kecil keluarga raja yang dihiasi gambar hati. Dan terakhir diikuti dengan rombongan para tamu yang terdiri dari para Raja dan Ratu.
Penggal Kepala Mereka!
Di antara rombongan itu, Alice bisa melihat si Kelinci Putih yang terlihat sibuk berbicara secara tergesa dan gugup. Di akhir rombongan, barulah terlihat sang Raja dan Ratu hati.
Alice sempat bertanya-tanya apakah ia harus sujud juga di tanah seperti halnya ketiga tukang kebun itu. Namun, pada akhirnya ia memutuskan untuk tetap berdiri di tempatnya dan menunggu karena merasa kalau ia bersujud nantinya tak akan bisa melihat rombongan arak-arakan itu.
Mendadak, rombongan arak-arakan itu berhenti tepat di hadapan Alice. Mereka semua melihat langsung ke arahnya. Kemudian terdengar suara sang Ratu bertanya siapa gadis muda itu.
“Aku adalah Alice, Yang Mulia,” ucap Alice dengan sopan.
“Lalu siapa ini?” sekali lagi sang Ratu bertanya, menunjuk tukang kebun yang masih tengkurap. Dari posisi mereka, yang terlihat hanyalah punggung mereka dan corak di punggung mereka yang sama seperti corak di punggung kartu lainnya. Sehingga tentunya tak mudah menentukan apakah mereka bertiga adalah tentara, pelayan istana, tukang kebun, atau anak-anak sang Ratu.
“Mana kutahu? Mereka bukan urusanku!” ujar Alice yang kemudian tercengang oleh keberaniannya sendiri.
Rupanya jawaban itu membuat sang Ratu terbakar amarah. Kedua matanya melotot ke arah Alice seperti hewan liar. Kemudian sang ratu berteriak, “Penggal kepalanya! Penggal!”
“Omong kosong!” Alice balas berteriak dengan tegas dan keras sehingga membuat sang Ratu langsung terdiam. Sang Raja pun langsung berusaha menenangkan istrinya. Masih dengan emosi terbakar, sang Ratu kemudian memerintahkan para pengawalnya untuk memenggal kepala ketiga tukang kebun yang malang itu.
“Kepala kalian tak boleh dipenggal!” ujar Alice setelah arak-arakan itu kembali pergi. Kemudian ia menyembunyikan ketiga tukang kebun itu ke dalam pot bunga besar di dekat situ.
Pemainan Kriket yang Sangat Aneh
Sesudahnya, Alice berjalan mengikuti arak-arakan itu. Anehnya, setelah itu sang Ratu justru mengajaknya untuk bermain kriket bersama. Ketika sedang berjalan itu, Alice menyadari kalau rupanya yang berjalan di sebelahnya adalah si Kelinci Putih.
Entah kenapa, saat itu Alice merasa penasaran dengan keberadaan si Duchess. Ia pun langsung bertanya pada si Kelinci. “Di mana si Duchess? Aku tidak melihatnya di arak-arakan ini.”
Namun, si Kelinci Putih justru meletakkan telunjuk di depan bibirnya memberi tanda pada Alice untuk diam. “Dia akan dihukum karena menampar telinga sang Ratu.” Ucapan itu langsung terputus oleh tawa Alice yang mendadak tersembur. Si Kelinci kembali berusaha membuat Alice diam dengan ketakutan. “Sang Ratu bisa mendengarmu dan kau bisa celaka.”
Mendadak, terdengar suara teriakan sang Ratu yang bagaikan petir. “Pergi ke tempat kalian masing-masing!” Dan langsung saja mereka semua berlarian ke segala arah dan saling bertubrukan. Tak berapa lama kemudian, akhirnya mereka semua tenang dan permainan di mulai.
Ketika memperhatikan ke sekelilingnya, Alice baru menyadari bahwa ia sudah sampai di sebuah lapangan. Hanya saja, ia merasa lapangan cricket itu terlihat sangat aneh. Lapangannya dipenuhi dengan kerutan dan lekukan. Kemudian bolanya terbuat dari landak hidup dan tongkat pemukulnya adalah burung flamingo hidup. Yang menjadikan lebih aneh lagi, para prajurit terlihat sedang berkayang untuk membentuk lengkungan yang dilalui bolanya.
Gadis muda itu sendiri merasa kesulitan ketika berusaha memegang burung Flamingo dan menggunakannya sebagai pemukul. Yang paling membuatnya kesulitan adalah karena Flamingo itu suka sekali mendadak memutar kepalanya. Belum lagi si Landak yang menjadi bolanya suka berguling sendiri menjauh. Benar-benar permainan yang sangat aneh, pikirnya.
Kedatangan Kucing Chesire Lagi
Tentunya tak menunggu waktu lama sampai akhirnya sang Ratu kembali marah dan memerintahkan para pengawalnya untuk memenggal kepala seseorang seraya menghentakkan kakinya.
Hal itu membuat sang gadis muda merasa gelisah dan khawatir kalau-kalau mendadak sang Ratu kembali memerintahkan pengawal untuk memenggal kepalanya. Sehingga ia pun mulai berpikiran untuk bisa melarikan diri. Ketika sedang berpikir itu, mendadak ia melihat sebuah seringai di udara.
“Kucing Chesire!” pekiknya kegirangan karena akhirnya menemukan seseorang yang bisa ia ajak mengobrol.
“Bagaimana kabarmu?” tanya seringai tanpa wajah itu padanya. Alice pun langsung meletakkan flamingo-nya dan menceritakan tentang permainan yang sedang berlangsung. Ia menceritakan tentang ketidakadilan dan tak adanya peraturan dalam permainan itu, dan juga segala kekesalannya.
“Apakah kau menyukai sang Ratu?” tanya si Kucing mendadak.
“Tidak sama sekali,” jawab Alice. “Sang Ratu terlalu…” ucapan itu mendadak terhenti karena ia menyadari sang Ratu sedang berdiri di belakangnya, “…mungkin menang mutlak. Oleh karena itu tak ada gunanya melanjutkan permainan ini.”
Jawaban itu rupanya membuat sang Ratu puas dan kembali melanjutkan langkahnya menjauh. Sesudahnya, Alice terpaksa harus kembali lagi melanjutkan permainan kriketnya. Apalagi ia mendengar sang Ratu terdengar sangat kesal dan sudah menyuruh pengawalnya untuk memenggal kepala tiga orang yang lupa akan giliran mereka.
Karena khawatir itu akan menjadi nasibnya kelak, Alice pun berusaha mencari landak dan juga flamingonya. Namun, setelah keduanya ketemu, ia justru kembali berjalan ke arah Kucing Chesire bersantai.
Betapa terkejutnya Alice ketika mendapati ada banyak yang berkumpul mengelilingi si Kucing. Mulai dari algojo, sang Raja, sang Ratu, dan juga para pengikut mereka. Keheranan itu semakin bertambah ketika mereka bertiga berusaha berbicara kepada Alice secara bersamaan.
Menemui Kura-Kura Palsu
Rupanya, mereka sedang berusaha menentukan bagaimana cara memenggal kepala si Kucing Chesire. Sang algojo bersikeras bahwa hal itu tak bisa dilakukan karena si Kucing tak memiliki badan.
“Kucing itu adalah milik sang Duchess. Akan lebih baik kalau kalian bertanya padanya tentang masalah ini,” jawab Alice berusaha bijaksana.
“Dia sedang berada di penjara. Segera bawa dia kemari!” ucap sang Ratu kepada Algojo. Si Algojo pun langsung bergegas pergi. Namun, begitu ia pergi, kepala si Kucing kembali menghilang. Sehingga pada akhirnya mereka semua pun bubar dan kembali bermain.
“Betapa senangnya aku karena bisa kembali bertemu denganmu lagi,” ucap si Duchess ketika bertemu dengan Alice.
Sebenarnya, Alice tidak merasakan hal yang sama. Ia tidak terlalu menyukai si Duchess berjalan terlalu dekat dengannya. Baginya, wajah si Duchess terlihat begitu aneh dan dagunya terlihat runcing. Namun, karena tak ingin bersikap tak sopan, Alice hanya bisa diam saja.
Mendadak, sang Ratu kembali muncul dan memerintahkan si Duchess untuk pergi agar bisa melanjutkan permainan. Tanpa menunggu lama, sang Duchess langsung beranjak pergi dan permainan pun dilanjutkan.
Kali ini permainan menjadi lebih terkendali. Karena hampir setengah orang yang menghadiri permainan itu sudah diperintahkan untuk dipenggal kepalanya. Bahkan, di tengah lapangan tak lagi ada lengkungan dan semua pemain telah ditahan dan mendapatkan ancaman hukuman penggal kepala.
Setelah beberapa lama, sang Ratu mengajak Alice untuk pergi melihat Kura-Kura Palsu. Namun, rupanya sang Ratu hanya mengantar gadis itu sampai ke seekor Gryphon dan memerintahkan hewan setengah elang dan setengah singa itu untuk mengantarkan Alice menemui Kura-Kura Palsu.
Ketika akhirnya bertemu dengan Kura-Kura Palsu, sekali lagi Alice mendapatkan cerita yang paling tidak masuk akal.
Cerita Kura-Kura Palsu yang Tak Ada Habisnya
Kisahnya menceritakan tentang kehidupan seekor Kura-Kura Asli yang semasa kecil pernah bersekolah di dasar laut. Di sana, ia mempelajari bahasa Perancis, Musik, mencuci, ilmu hitung, pengembangan, pembagian, penjelekan, dan juga pencercaan.
Meskipun tak memahaminya, Alice hanya bisa terus mendengarkan cerita itu. Ia memiliki banyak pertanyaan yang membingungkan. Namun, ia merasa kalau memaksakan diri untuk bertanya, pada akhirnya ia justru hanya akan semakin merasa bingung. Apalagi ketika si Kura-Kura Palsu menyatakan kalau Gryphon tidak bersekolah dengannya melainkan diajari oleh seekor Kepiting tua.
Rupanya, masih ada kisah yang jauh lebih aneh daripada cerita tentang sekolah dan pelajaran aneh itu. Yakni kisah tentang Lobster yang suka menari dansa. Kebingungan itu semakin bertambah ketika Kura-Kura Palsu mengajak Gryphon untuk menari bersama mempraktekan dansa yang dilakukan oleh Lobster. Tak lama kemudian, mereka berdua mulai menarik tangan Alice dan mengajaknya untuk menari bersama-sama dengan serius.
Meskipun kakinya beberapa kali diinjak oleh si Kura-Kura Palsu dan Gryphon tapi tetap saja ia mengikuti gerakan tarian itu.
Selesai menari, kini Kura-Kura Palsu bercerita tentang ikan whiting yang suka menggigit ekornya sendiri dan hubungannya dengan sepatu bot di bawah laut. Pada titik ini, Alice benar-benar merasa kalau Kura-Kura Palsu ini memiliki terlalu banyak cerita dan mungkin tak akan pernah selesai.
Ia baru saja berpikiran ingin pergi dari sana, ketika di kejauhan terdengar suara teriakan, “Sidang pengadilan akan segera dimulai!” Mendadak, sang Gryphon langsung menarik tangan Alice begitu saja dan langsung bergegas pergi tanpa mempedulikan cerita Kura-Kura Palsu.
“Pengadilan apa yang dimaksud?” tanya Alice seraya terengah-engah berlari. Namun, Gryphon sama sekali tak menjawab pertanyaan itu dan justru berlari semakin cepat.
Jalannya Pengadilan yang Aneh
Ketika Alice dan Gryphon tiba di istana, sang Raja dan Ratu Hati terlihat sudah duduk di singgasana. Di sekeliling mereka berdua telah berkumpul berbagai kelompok burung, hewan, dan juga kartu. Di hadapan singgasana, terlihat Kartu Jack yang telah dirantai dan dijaga oleh prajurit di kedua sisinya. Sementara di sisi sang Raja, berdiri Kelinci Putih yang memegang terompet di satu tangan, dan segulung kertas di tangan lainnya.
Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja dengan sejumlah besar kue tar yang terlihat lezat dan menawan. Alice yang kelaparan pun hanya bisa berdoa semoga saja sidangnya segera selesai sehingga makanan itu bisa segera dibagikan.
Hanya saja, harapan itu sepertinya hanya akan menjadi harapan saja. Karena pengadilan itu berlangsung begitu lambat. Satu persatu saksi dipanggil maju ke meja pengadilan. Mulai dari Tukang Topi, Kelinci Maret, dan Koki si Duchess.
Sembari menunggu, Alice menyadari ada sesuatu yang aneh dengan ruangan di sekitarnya. Seolah ruangan di sekitarnya dan orang-orang di dalamnya berubah menjadi kecil. Namun, setelah memperhatikan dengan baik, ia pun menyadari bahwa sebenarnya ialah yang berubah menjadi ke ukurannya semula.
Awalnya, Alice berniat untuk segera bangkit dan pergi, tapi kemudian ia memutuskan untuk tetap tinggal sebentar dan menyaksikan proses pengadilan yang aneh itu. Meskipun begitu, sepanjang berlangsungnya pengadilan, ia sama sekali tak bisa mendapatkan inti dan kepentingan dari diadakannya pengadilan itu.
Hingga ketika sang Raja memerintahkan Kelinci Putih untuk memanggil saksi berikutnya. Si Kelinci Putih kemudian memeriksa daftarnya dan langsung membuat Alice terkejut ketika berteriak dengan suara keras dan melengking, “Alice!”
“Hadir!” teriak Alice langsung tergesa melompat berdiri dengan tiba-tiba.
Kesaksian Alice
Sayangnya, Alice lupa bahwa kini tubuhnya sudah tumbuh jauh lebih besar. Sehingga ketika ia berdiri, Kotak Dewan Juri tersangkut pada ujung gaunnya dan membuat semua anggota juri jatuh bertebaran berbaring di lantai. Sang Raja kemudian menyatakan kalau sidang itu tak akan bisa dilanjutkan sampai semua dewan juri kembali ke tempatnya semula.
Alice yang sempat berpikiran kalau para juri itu terlihat seperti ikan mas pun langsung mengembalikan mereka ke dalam Kotak Juri dengan tergesa. Karena terlalu terburu-buru, ia sampai menaruh beberapa hewan dengan terbalik, kaki di atas dan kepala di bawah.
Setelah para juri kembali tenang, persidangan itu pun dilanjutkan. Segera saja sang Raja bertanya pada Alice apa yang diketahui gadis itu tentang kejadian ini. Alice yang tak paham apa yang dimaksud dengan kejadian ini pun menjawab sejujurnya bahwa ia tak mengetahui apa-apa.
Namun, rupanya jawaban itu tidak memuaskan sang Raja. Mendadak, ia terlihat menuliskan sesuatu di buku catatan, kemudian membacanya. “Peraturan Empat Puluh Dua: Semua orang yang tingginya lebih dari satu kilometer harus meninggalkan ruang pengadilan.”
Semua orang yang ada di dalam ruang pengadilan itu langsung menoleh ke arah Alice.
“Tinggiku tidak sampai satu kilometer!” protesnya. Meskipun begitu, si Raja dan Ratu Hati bersikeras memaksa Alice untuk pergi.
Di tengah perseteruan itu, mendadak si Kelinci Putih menyatakan bahwa ia baru saja mendapatkan sebuah surat dari seorang tahanan. Setelah tuduhan-tuduhan dan kecurigaan diucapkan seputar isi surat itu, akhirnya Kelinci Putih disuruh untuk membaca isinya dari awal sampai akhir.
Rupanya, isi surat itu adalah adalah sebuah puisi panjang yang kalimatnya berputar-putar tanpa kejelasan isi sama sekali.
Hanya Mimpi Di Siang Bolong
Meskipun begitu, tetap saja sang Raja menjadikan surat itu sebagai barang bukti paling penting. Alice yang merasa tak terima karena isi surat itu sama sekali tak masuk akal. Ia pun meminta para dewan juri untuk menjelaskan isi dan maksud dari puisi itu. Namun, tak ada satu pun dari pada juri yang maju dan menjelaskan arti dari puisi itu.
Sang Raja terus saja memaksakan kalau puisi itu bisa menjadi barang bukti. Di sisi lain, Alice juga terus saja menolaknya karena sama sekali tidak masuk akal. Hal itu pada akhirnya membuat sang Ratu marah dan menyuruh pengawalnya untuk memenggal kepala Alice.
Untungnya, Alice sama sekali tak merasa takut, karena kini tubuhnya sudah kembali tumbuh normal seperti biasanya. Ketika kumpulan kartu itu mengerumuninya sekalipun, ia hanya merasa seperti dikelilingi oleh kumpulan kartu yang beterbangan di sekelilingnya.
Dan di menit berikutnya, mendadak ia merasa seperti tengah berada di tepi sungai dengan kepalanya berada di pangkuan kakaknya. Dengan lembut, sang kakak menepuk pipinya perlahan berusaha membangunkannya dari tidur.
“Aku bermimpi sangat aneh,” ujar Alice setelah duduk. Kemudian ia menceritakan semua pengalaman aneh yang ia alami setelah masuk ke dalam lubang kelinci. Rupanya, segala pengalaman itu adalah sebuah bunga tidur yang dialami Alice ketika tidur siang di musim panas yang hangat itu.
“Mimpimu itu memang benar-benar aneh,” ujar sang Kakak dengan lemah lembut. “Sekarang, larilah pulang untuk minum teh. Sekarang kau sudah terlambat!”
Dengan ucapan itu, Alice pun langsung beranjak dan berlari menuju rumah. Meskipun begitu, ia tetap yakin tak akan pernah bisa melupakan mimpinya di siang bolong yang benar-benar aneh itu.
Unsur Intrinsik Cerita Alice in Wonderland
Setelah membaca cerita dongeng Alice in the Wonderland di atas, sekarang ketahui juga sedikit ulasan seputar unsur intrinsiknya. Di antaranya adalah inti atau tema dari cerita, tokoh-tokohnya, latar yang disebutkan di sepanjang kisah Alice in the Wonderland, alur jalannya dongeng, dan juga pesan moral yang bisa didapatkan dari kisahnya. Berikut adalah ulasannya:
1. Tema
Inti cerita atau tema dari cerita dongeng Alice in the Wonderland di atas adalah tentang petualangan yang aneh. Petualangan tersebut dialami oleh sang tokoh utama yang berjalan mengikuti seekor Kelinci Putih ke dalam lubang kelinci.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh atau karakter (characters) yang disebutkan di sepanjang cerita dongeng Alice in the Wonderland di atas. Di antaranya adalah Alice, Kelinci Putih, Tikus yang takut Kucing, Ulat yang duduk di atas cendawan, Kodok Pelayan, si Duchess, Koki Duchess, Kucing Chesire, Kelinci Maret, Tukang Topi, Tikus Penidur, Raja juga Ratu Hati, Kura-Kura Palsu, dan Gryphon.
Sepanjang cerita, Alice yang tersesat di Negeri Ajaib (in the Wonderland) digambarkan sebagai seorang anak yang penuh dengan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahunya itulah yang membawanya mengalami petualangan aneh di dalam lubang kelinci. Rasa ingin tahunya itu membuatnya tidak mudah takut atau khawatir ketika melihat hal-hal aneh selama berada di Wonderland.
Tokoh lain yang disebutkan di sepanjang cerita secara umum digambarkan tak memiliki sifat yang biasa atau normal. Namun, beberapa karakter digambarkan memiliki sifat yang sedikit berbeda. Di antaranya adalah Ulat dan Kucing Chesire yang bijaksana, Tikus dan Kodok Pelayan yang sebenarnya sangat penakut, Koki Duchess yang pemarah dan suka melemparkan barang, dan juga Kura-Kura Palsu yang suka bercerita.
Selain itu, tentu saja kita tak bisa tidak membicarakan karakter Ratu Hati yang sangat mudah marah. Sebegitu pemarahnya sehingga ia sering meminta pengawalnya untuk memenggal kepala orang lain. Anehnya, sering kali alasannya marah pada orang lain itu sangat tidak masuk akal.
3. Latar
Ada banyak sekali latar lokasi yang disebutkan di dalam cerita dongeng Alice in the Wonderland ini. Di antaranya adalah tempat Alice membaca buku bersama sang kakak di tepi sungai, lubang kelinci yang mengarah ke terowongan berbentuk sumur dengan rak buku di dindingnya, dan sebuah ruangan besar yang bisa berubah menjadi tepi pantai dengan lautan lepas.
Kemudian, ada juga sebuah rumah tempat tinggal sang Kelinci Putih, hutan tempatnya bertemu dengan anjing berukuran raksasa dan ulat yang duduk di atas cendawan, rumah sang Duchess, rumah Kelinci Maret, dan tentunya taman di balik pintu yang rupanya miliki Raja dan Ratu Hati.
Kemudian ada juga lapangan kriket tempat mereka bermain kriket dengan peraturan aneh bersama-sama, tempat Alice bertemu dengan Kura-Kura Palsu yang suka bercerita banyak, dan ruang pengadilan tempat sang Ratu dan Raja berusaha memberikan hukuman pada seorang pengawal.
4. Alur
Jika dilihat dari jalannya cerita, dongeng Alice in the Wonderland ini memiliki alur maju atau progresif. Sejak awal cerita, ketika Alice masuk ke Negeri Ajaib (atau in the Wonderland), ada banyak petualangan yang ia alami. Kisah petualangan itu terus saja berlangsung hingga akhirnya ia bisa kembali keluar dan menyadari kalau rupanya semua itu hanya mimpi.
5. Pesan Moral
Meskipun cerita dongeng Alice in the Wonderland di atas terdengar seperti tidak masuk akal, tapi tetap saja ada pesan moral yang bisa kamu dapatkan. Di mana sebagai seorang manusia akan lebih baik kalau kamu berusaha menjadi seperti Alice yang tidak mudah takut atau khawatir. Meskipun ia sering menemukan beberapa hal yang terasa aneh, tapi dengan rasa ingin tahunya ia berusaha mengatasi segalanya.
Selain itu, dalam cerita Alice in the Wonderland di atas, sang tokoh utama juga digambarkan sebagai seorang gadis yang sopan, santun, dan selalu berusaha membela kebenaran.
Di dalam cerita dongeng Alice in the Wonderland ini, kamu tak hanya bisa mendapatkan ulasan seputar unsur intrinsiknya, tapi juga unsur ekstrinsik. Di antaranya adalah nilai sosial, moral, dan budaya.
Fakta Menarik tentang Cerita Alice in Wonderland
Selain unsur instrinsiknya, di artikel ini kamu juga bisa mendapatkan sedikit ulasan seputar fakta menarik tentang cerita dongeng Alice in the Wonderland di atas. Di antaranya adalah:
1. Inspirasi Cerita Dongeng Alice in Wonderland
Pada dasarnya, cerita dongeng Alice in the Wonderland di atas berasal dari dongeng berjudul sama karya seorang penulis Inggris bernama Lewis Carroll yang diterbitkan pada 1865. Kisah tersebut sudah diterjemahkan ke dalam 97 bahasa, salah satunya adalah bahasa Indonesia.
Menariknya, Lewiss Caroll mendapatkan inspirasi kisah tersebut ketika sedang naik perahu mengarungi sungai bersama Pendeta Robinson Duckworth dan tiga gadis muda. Ketiga gadis muda tersebut merupakan putri dari rekannya, Henry Liddel yang bernama Lorina Charlotte Liddell, Alice Pleasance Liddell, dan Edith Mary Liddell.
Agar perjalanan perahu itu tidak membosankan, Lewiss Caroll membuat cerita karangan tentang seorang gadis kecil bernama Alice yang mudah bosan dan pergi melakukan sebuah petualangan. Rupanya, ketiga gadis itu menyukai ceritanya dan Alice Liddel meminta Lewiss Caroll untuk menuliskan kisah itu untuknya.
Awalnya, kisah tersebut ditulis tangan oleh Lewiss dan diberi judul Alice’s Adventure Under Ground atau Petualangan Alice di Bawah Tanah. Kisah tersebut juga dihiasi dengan ilustrasi yang digambar oleh Lewiss sendiri. Namun, ketika akhirnya kisah itu ditawarkan untuk dipublikasikan, Lewiss meminta John Tenniel untuk membuatkan ilustrasi untuk bukunya itu.
2. Diadaptasi Menjadi Banyak Hal
Karena kisahnya yang menarik, cerita dongeng Alice in the Wonderland ini sudah diadaptasi menjadi berbagai macam hal, mulai di panggung, layar bioskop atau televisi, radio, kesenian, pertunjukan balet, taman hiburan, permainan papan, dan juga permainan video.
Sejak tahun 1903, setidaknya ada puluhan cerita film dan series yang dibuat oleh para pembuat film dengan judul yang sama dan original, yaitu Alice in the Wonderland. Menariknya, kisahnya tak hanya diadaptasi menjadi film berbahasa Inggris seperti bahasa asli dongengnya, tapi juga ke dalam bahasa Italia sebagai serial TV berjudul Nel Mondo Di Alice, dan juga bahasa Jepang sebagai serial anime berjudul Fushigi no Kuni no Alice yang memiliki arti atau meaniung yang sama seperti judul aslinya.
Salah satu adaptasi cerita film live-action yang cukup terkenal adalah Alice in Wonderland (2010) yang disutradarai oleh Tim Burton. Sejak kemunculan trailernya, film Alice in Wonderland yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures tersebut menarik bukan hanya karena cerita yang menarik, tapi juga memberikan pengalaman 3D ketika mengikuti petualangan yang dialami oleh sang tokoh utama. Hal itu membuat filmnya mendapatkan banyak pujian, khususnya untuk visual, kostum, musik, dan juga spesial efeknya.
Bahkan, film yang dibintangi oleh Johnny Depp, Anne Hathaway, Helena Bonham Carter, dan Mia Wasikowska ini memenangkan banyak penghargaan. Di antaranya adalah Best Art Direction dan Best Costume Design pada 83rd Academy Awards, Best Costume Design dan Best Makeup and Hair pada 64th British Academy Film Awards, juga Best Visual Effects dan Best Costume Design pada 15th Annual Satellite Awards.
Cerita Alice in Wonderland yang Menarik dan Seru
Jadi bagaimana? Menarik bukan cerita Alice in Wonderland yang telah kami siapkan di atas? Meskipun sedikit aneh, tapi sedari awal hingga akhir kisahnya sangat seru untuk diceritakan ulang.
Kalau masih ingin mencari kisah lain yang tak kalah seru, langsung saja cek artikel-artikel di kanal Ruang Pena di PosKata ini. Di sini, kamu bisa mendapatkan kisah 1001 malam Abu Nawas, dongeng fabel hewan dan tumbuhan, juga cerita putri dan pangeran kerajaan. Selamat membaca.