
Hampir seluruh tempat-tempat di Indonesia memiliki kisah atau cerita asal mulanya. Di Bangka Belitung, ada sebuah pantai Tanjung Penyusuk yang memiliki kisah menarik. Cerita asal mula Tanjung Penyusuk bisa kamu simak di artikel ini. Selamat membaca!
Buat yang berasal dari Bangka Belitung dan sekitarnya, kamu mungkin sudah tak asing lagi dengan legenda asal mula Tanjung Penyusuk. Kalau kamu belum tahu, kisah tersebut sayang banget tuk dilewatkan.
Asal mula Tanjung Penyusuk dikenal dengan legenda penyu busuk. Konon, ada sepasang Raja dan Ratu di Negeri Bangka Utara yang tak kunjung memiliki momongan. Lalu, ada seorang kakek yang memberi saran agar Ratu mencari penyu hijau agar memiliki anak.
Untuk mengetahui kelanjutan kisah asal mula Tanjung Penyusuk, kamu bisa langsung baca artikel ini. Selain ceritanya, kami juga telah memaparkan unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Selamat membaca!
Legenda Asal Mula Pantai Tanjung Penyusuk
Alkisah, pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan megah di Negeri Bangka Utara. Warga di negeri itu sangat makmur dan tentram karena kerajaan dipimpin oleh Raja yang bijaksana.
Raja tersebut bernama Hasyim. Warga biasa menyebutnya Baginda Hasyim. Tak hanya bijak dan baik hati, ia juga terkenal tampan dan ramah. Ia punya seorang istri bernama Ratu Malika.
Di mata sang Ratu, Baginda Hasyim adalah sosok suami yang penyayang dan romantis. Sayang, mereka tak juga mendapatkan momongan sehingga terkadang membuat Ratu bersedih.
Pada suatu sore, Ratu Malika sedang duduk dan murung di dekat pantai. Baginda Hasyim mencoba menghibur istrinya dengan berpantun. “Emas perak tilam beludru. Sungguh banyak orang berdagang. Jangan Dinda berhati sendu. Kasih Kanda padamu soerang.”
Pantun romantis itu membuat Ratu sedikit tersenyum. “Ada apa gerangan dengan dirimu, Ratuku?” tanya Raja khawatir.
“Aku hanya bersedih, Kanda. Setiap malam kita memohon anak, tapi kenapa Tuhan tak jua memberikannya pada kita,” ucap Ratu dengan raut wajah penuh kesedihan.
Sang Raja mengelus pundak sang istri. “Istriku, baiknya kita bersabar menghadapi ujian ini. Tuhan mungkin sedang sibuk sehingga ia belum sempat mengabulkan doa kita,” ucap Baginda Hasyim mencoba menenangkan sang Ratu.
“Kalau aku tak kunjung mendapatkan anak, nanti siapa yang akan meneruskan tahtamu?” tanya Ratu Malika.
Wajahnya yang cantik terlihat semakin murung. Ia sungguh ingin memiliki anak sehingga kelak ada yang meneruskan tahta Baginda Hasyim. Melihat istrinya sangat cemas, Baginda pun turut bersedih.
Kesedihan Hati sang Ratu yang Tak Berkesudahan
Sejak sore itu, Ratu Malika masih saja murung. Raja tak bisa berbuat apa-apa. Ia terus menghibur Ratu, tapi selalu tak berhasil. Tak lama kemudian, tibalah waktunya untuk upacara adat dan pesta perayaan sebagai wujud syukur pada Yang Maha Esa atas hasil panen yang melimpah.
Seluruh warga Negeri Bangka Utara menyambut upacara itu dengan hati penuh kegembiraan. Pada hari perayaan itu, ada banyak sekali makanan yang tersaji di lapangan istana.
Siapa saja bisa menikmatinya. Raja pun sesekali turun di keramaian untuk melihat perayaan tersebut. Di pasar dan sepanjang jalan di Negeri Bangka Utara pun ramai orang-orang yang menyediakan makanan. Biasanya, Baginda Hasyim berkeliling dengan Ratu Malika.
Tapi, perayaan tahun ini Ratu tak turut berbahagia. Ia masih bersedih dan hanya ingin berada di dalam istana saja. Meski berulang kali Raja mengajak, Ratu tetap menolak.
Di tengah kesedihan dan kesepiannya, Dayang Biru menghampirinya. Ia membawa makanan-makanan lezat dari pesta perayaan. “Ratu, kiranya kau lapar, hamba telah membawakan makanan-makanan nikmat ini,” ujar Dayang Biru.
“Aku tak lapar dan tak ingin makan. Kamu saja yang memakannya,” ujar Ratu.
“Kalau hamba boleh bertanya, ada apa gerangan yang membuat Ratu tampak begitu berduka? Maaf bila pertanyaan hamba terdengar lancang,” tanya Dayang.
“Aku sudah tak muda lagi. Usiaku terus bertambah. Tapi, kenapa aku tak juga mendapatkan momongan? Apa yang salah denganku?” jelas sang Ratu.
Dayang Biru Sahabat Ratu
Dayang Biru lalu meletakkan nampan berisi makanan itu di meja. Ia duduk di lantai dan memijit kaki sang Ratu. “Ratu, tua dan muda hanyalah soal usia. Kapan pun Tuhan memberikan anak pada Ratu, percayalah bahwa itu adalah waktu yang terbaik. Jika Ratu terus murung dan tak mau makan, bisa saja Ratu jatuh sakit dan malah tambah sulit memiliki momongan. Maaf bila hamba lancang, Ratu,” jelas Dayang Biru dengan sangat berhati-hati.
“Ratu adalah sosok yang sangat baik dan hamba hormati. Hamba pun turut mendoakan apa pun yang terbaik untuk Ratu. Kalau Ratu terus bersedih, hamba dan orang lain pun ikut merasakannya,” imbuhnya.
Mendengar ucapan Dayang Biru, Ratu pun sedikit tersenyum. “Benar juga perkataanmu. Aku tak boleh terlalu lama bersedih. Kalau aku bahagia, kesehatanku pun kan terjaga,” ucap Dayang yang memang sedari kecil tumbuh bersama sang Ratu. Mereka dekat bagaikan sepasang sahabat.
“Jadi, apakah Ratu akan memakan makanan lezat ini? Sayang bila tak Ratu makan,” ucap Dayang Biru.
“Aku tak hanya akan memakannya. Aku juga ingin keluar istana yang sepi ini buat menghadiri pesta perayaan,” ucapnya.
Senyum mengembang di bibir Dayang Biru. “Baiklah Ratu, mari kita bersama-sama mendatangi pesta perayaan itu,” ucap Dayang Biru.
Ratu dan Dayang Biru pun mengunjungi pesta perayaan yang sangat ramai. Di sepanjang jalan, Ratu tersenyum pada para warga yang menyapanya.
Bertemu dengan Seorang Kakek
Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Saat asyik berjalan-jalan Dayang Biru pamit sebentar untuk melihat-lihat tanaman obat. “Ampun Ratu Malika. Hamba hendak mencari buah kepayang untuk obat demam. Bolehkah hamba pamit sebentar ke pasar obat?” tanya Dayang Biru.
“Atau mungkin Ratu juga ingin berkunjung ke pasar obat?” tanyanya lagi.
“Kau pergilah sendiri. Aku ingin melihat-lihat perayaan festival di sini,” ucap Ratu yang asyik dengan perayaan di halaman istana.
“Baiklah, Ratu. Kalau begitu, hamba pamit dahulu. Hamba janji tak akan pergi terlalu lama,” ucap Dayang Biru berpamitan.
Tuan Ratu Malika mengangguk tanda menyetujui permintaan Dayang. “Berhatilah-hatilah,” ucapnya singkat.
Tak lama kemudian, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki menepuk pundak Ratu dari belakang. Ratu membalikkan badan dan melihat pria tua sedang tersenyum padanya.
“Maaf, siapa gerangan dirimu wahai kakek tua?” tanya Ratu kepadanya,
Tubuh si Kakek tua itu sudah agak bungkuk. Ia mengenakan tongkat sebagai bantuan untuk berjalan. Ratu Malika baru kali ini bertemu dengan Kakek itu.
“Hamba merasa senang melihat Ratu berjalan-jalan melihat pesta perayaan ini. Ketimbang Ratu hanya muram saja, berjalan-jalan tentu bisa membuat hati gembira,” ucap sang Kakek sambil tersenyum.
Ratu merasa heran. “Bagaimana Kakek tahu kalau aku kerap muram? Rasanya, aku belum pernah bertemu Kakek sebelumnya?” tanya Ratu kembali.
Pria Tua yang Misterius
Kakek kembali tersenyum. Ia lalu menjawab pertanyaan Ratu dengan sebuah pantun. “Serapah disembur mengobat luka. Tuk Bayan membaca jampi. Sebelum tidur menyeru nama. Bertemu putra di dalam mimpi,” ucap sang Kakek.
“Apa maksud dari pantunmu, Kek? Aku tidak mengerti,” ucap Ratu kebingungan.
“Ratu, siapa pun tahu jika tiap penyakit ada obatnya. Tinggal bagaimana kita berusaha mengobatinya,” Kakek itu lalu diam sejenak sambil menarik napas panjang.
“Jika Ratu dan Raja benar-benar menginginkan seorang anak, hamba bisa beri tahu caranya. Namun, tampaknya Ratu perlu mengerahkan daya dan upaya,” imbuhnya.
“Tunggu dulu! Bagaimana Kakek tahu kalau kami menginginkan seorang anak?” ucap Ratu Malika merasa sangat penasaran. Dalam hati ia berkata, “Apakah Kakek ini utusan Tuhan untuk membantuku yang tak bisa punya momongan?”
Lagi-lagi, pria tua itu tak menjawab pertanyaan Ratu. Ia lalu mengatakan hal yang mengejutkan, “Jika Ratu dan Raja ingin memiliki anak, silakan Ratu mencari penyu hijau di laut Bangka Utara. Penyu tersebut adalah penyu ajaib yang bisa mengabulkan apa pun permohonan Ratu dan Raja,” ucap pria tua itu.
Ratu Malika terdiam mendengar perkataan Kakek itu. Belum sempat ia mengajukan pertanyaan lain, tiba-tiba ada suara yang memanggilnya. “Ratu… Ratu…” ucap seseorang memanggilnya.
Sang Ratu menoleh mencari sumber suara. Rupanya, yang memanggilnya adalah Dayang Biru. Ia memandang Ratu dengan penuh pertanyaan. “Ratu, kenapa mematung di sini? Kenapa pula wajah Ratu tampak bingung?” tanya Dayang Biru.
Walau baru menoleh sebentar, tiba-tiba Kakek itu sudah tak ada di sebelah Ratu. “Sebentar, sebentar, ke mana perginya Kakek tadi?” tanya Ratu.
“Siapa yang Ratu maksud? Dari kejauhan pun hamba hanya melihat Ratu seorang diri. Tidak ada siapa pun di dekat Ratu,” ucap Dayang Biru.
Menceritakan Pada Raja
Ratu memandang Dayang Biru dengan tatapan penuh tanda tanya. “Jadi, siapa sesungguhnya pria tua yang mengajakku bicara tadi? Apakah ia benar-benar utusan Tuhan? Aku harus segera bertemu dan bercerita pada Raja,” ucap Ratu dalam hati.
“Dayang Biru, aku akan menemui Raja. Ada hal penting yang ingin kusampaikan padanya. Kau pergilah berjalan-jalan sendiri,” ucap Ratu.
“Baiklah, Ratu,” jawab Dayang dengan wajah bingung.
Ratu lalu mencari Raja di kerumunan. Ia terus-terusan mencari, hingga akhirnya berhasil menemukan Raja. “Suamiku, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu,” ucap Ratu dengan nada tergesa-gesa.
“Ada apa Istriku? Ayo kita bicara di dalam istana saja,” ajak sang Raja.
Setibanya di dalam istana, Ratu lalu menceritakan kejadian yang barusan ia alami. “Raja, tadi ada seorang pria tua yang menghampiriku, ia cukup misterius,” jelas Ratu.
“Apa maksudmu, Istriku? Aku tak mengerti,” tanya sang Raja.
“Kakek itu tahu bila kita sangat menginginkan seorang anak. Lalu, ia memberi tahuku cara agar kita memiliki anak,” ucap sang Ratu.
“Apa kata Kakek itu?” tanya Raja penasaran.
“Ia mengatakan kalau kita harus menemukan penyu hijau ajaib di laut Bangka Utara. Penyu itu bisa mengabulkan segala permintaan kita, Suamiku. Aku tak ingin sepenuhnya mempercayai perkataannya, tapi aku benar-benar ingin mencari tahu kebenarannya,” jelas Ratu.
“Jadi, bagaimana kalau kita mencobanya, Suamiku?” tanya Ratu.
Baginda Hasyim memandang wajah istrinya dan berusaha menimbang-nimbang baik dan buruknya hal tersebut. “Izinkan aku berpikir dulu, Istriku. Aku tak ingin kita salah langkah,” tanya Raja.
Mencari Penyu Hijau
Setelah berhari-hari berpikir, akhirnya Baginda Hasyim mengambil keputusan. “Istriku, Ratu Malika. Setelah berpikir, aku rasa tak ada salahnya bila kita mencoba cara dari Kakek misterius itu,” ucap Raja.
Ratu Malika tersenyum bahagia mendengar perkataan suaminya. Ia lalu membayangkan akan segera hamil dan memiliki seorang putra. “Terima kasih, Suamiku. Ayo, kita coba cara ini,” ucap Ratu Malika.
Raja lalu mengerahkan prajurit-prajurit terbaiknya untuk mendapatkan penyu hijau ajaib itu. “Pergilah kalian semua ke lautan Bangka Utara. Lalu, temukan seekor penyu ajaib berwarna hijau yang mungkin saja berenang di lautan itu. Tolong carilah dengan seksama,” titah Raja.
Dengan demikian, berangkat lima prajurit istana ke lautan Bangka Utara. Tentu saja pencarian tidaklah mudah. Namun, para prajurit tak pernah berhenti mencari. Pagi hingga malam, tiada henti mereka mencari keberadaan penyu hijau.
Dua hari kemudian, para prajurit berhasil menemukan seekor penyu hijau. Penyu itu tampak seperti hewan pada umumnya. Lalu, mereka membawanya ke istana.
Raja dan Ratu sangat senang mendengar bahwa penyu hijau telah berhasil prajurit temukan. Ratu Malika lalu menggendong penyu itu. Ia melihat keajaiban apa yang dimiliki oleh hewan berukuran sedang dan memiliki cangkang yang sangat kuat itu.
Penyu Ajaib
Ratu Malika lalu meletakkan penyu itu di kotak bening berisi air laut. “Apa keajaiban dari penyu ini? Ia tampak seperti penyu pada umumnya,” tanya Ratu.
“Ampun, beribu ampun, Tuanku. Hamba sebenarnya bukanlah sembarang penyu,” ucap hewan itu.
Raja dan Ratu tentu saja sangat terkejut. “Kau bisa bicara seperti manusia?” tanya Raja heran.
“Benar, Tuanku. Hamba dapat mewujudkan apa pun keinginan, Tuan. Sesungguhnya, hamba pun sudah tahu apa keinginan Tuan Raja dan Ratu. Bukankah Tuan ingin memiliki seorang anak. Benar begitu, Tuan?” ucap sang Penyu ajaib itu.
“Kau memang benar-benar ajaib. Bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan anak?” tanya Ratu dengan tidak sabar.
Baginda Hasyim memegang tangan Ratu untuk menenangkannya. “Tenanglah, Istriku. Tak perlu terburu-buru. Beri kesempatan penyu ini untuk berbicara,” ucap Raja.
Penyu ajaib itu berdiam sejenak, lalu tiba-tiba cahaya kehijauan muncul dari tubuhnya. Semua orang yang melihat merasa takjub karena cahaya itu sangat indah dan memukau.
“Tuanku, ambillah permata hijau ini. Jika engkau senantiasa memakainya, niscaya permohonanmu akan terkabulkan. Namun, jangan lupa pula untuk selalu berdoa kepada Tuhan agar segera memiliki momongan,” ucap Penyu pada Ratu Malika.
Mendengar perkataan si Penyu, rona bahagia terpancar di wajah Ratu dan Raja. “Terima kasih Penyu! Kalung permata ini akan aku pakai dan kami akan terus berdoa agar segera mendapatkan anak,” ucap Ratu.
Pesan dari Sang Penyu Ajaib
Melihat rona bahagia dari sepasang suami dan istri itu, Penyu ajaib pun tersenyum senang. “Hamba senang bisa membantu, Tuanku. Namun, kiranya berkenan mendengar, hamba punya beberapa pesan yang harus Raja dan Ratu ingat,” ucap Penyu.
“Apa itu, Penyu? Kami akan menjalankan setiap pesan yang kau beri,” ucap Raja.
“Jikalau kelak doa Raja dan Ratu telah terkabul dan anak Tuan sudah lahir, mohon untuk menyerahkan kalung permata ini kepadanya. Ia yang harus mengenakan kalung tersebut,” ucap Penyu.
“Selain itu, didiklah ia menjadi anak yang berbudi pekerti luhur. Terakhir, rahasiakanlah kejadian hari ini kepadanya. Jangan pula Tuanku menyebar berita dari mana hamba berasal. Mohon ampun bila hamba memiliki banyak pesan,” ucap Penyu.
“Baiklah, Penyu. Segala pesanmu akan kami ingat dan laksanakan sebaik mungkin,” ucap Raja.
“Kalau begitu berarti tugas hamba telah selesai. Hamba mohon pamit untuk kembali ke tempat asal hamba,” ucap si Penyu hijau berpamitan.
Dalam hitungan detik, muncullah cahaya putih mengitari tubuh si Penyu. Tak lama setelahnya, hewan ajaib itu tiba-tiba menghilang tanpa satu pun yang tahu bagaimana caranya.
Doa yang Terkabulkan
Waktu demi waktu pun berlalu. Kabar baik yang telah lama ditunggu pun akhirnya tiba. Ratu Malika kini telah mengandung. Tak hanya Raja dan Ratu yang senang, seluruh warga Negeri Bangka Utara pun merasa bahagia menyambut kehamilan sang Ratu.
Para warga mendoakan agar Ratu dan bayinya senantiasa sehat. Selama masa kehamilannya, Baginda Hasyim sangat menjaga istrinya. Ia bahkan selalu menemani ke mana pun perginya sang istri.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Waktu yang dinanti pun telah tiba, yakni kelahiran si kecil. Semua orang mengucap syukur tatkala suara bayi mulai nyaring terdengar.
“Baginda, Ratu Malika telah melahirkan seorang putri cantik yang sehat. Ibunya pun sehat,” ucap tabib pada Raja. Baginda Hasyim bersujud mengucap syukur. “Terima kasih, Tuhan. Kau telah memberi pertolongan kepada istri dan anakku,” ucap Raja sambil menangis terharu.
Baginda Hasyim langsung menggendong putrinya dan cepat-cepat menengok istrinya. Sang Ratu tampak lelah tapi senyum manis tetap menghiasi wajahnya. “Istriku, anak kita telah lahir. Ia sangat cantik sepertimu,” ucapnya sambil mencium kening sang istri.
Setelah itu, Ratu melepas kalung permata yang ia pakai dan mengalungkannya di leher sang putri. “Semoga anak kita tumbuh menjadi anak yang berbakti dan berbudi pekerti baik. Semoga ia dapat menjadi tumpuan harapan bagi kita semua,” doa Ratu Malika yang kemudian diaminkan oleh suaminya.
Mereka lalu memberi nama Komala Ratna Juwita pada sang anak. Tak ada yang lebih membahagiakan dari melihat wajah berseri Baginda Hasyim dan Ratu Malika saat menggendong si kecil.
Putri Komala Tumbuh Tak Sesuai Harapan
Tak terasa, Putri Komala telah tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Jelas saja, Ratu Malika pun cantik mempesona, pastilah anaknya juga cantik.
Sayangnya, kecantikannya tak sepadan dengan kelakuannya. Tak sesuai harapan dan doa waktu lahir, ia kini tumbuh menjadi putri yang bertabiat buruk.
Padahal, ayah dan ibunya sangat baik, bijak, dan mencintai seluruh warga di Negeri Bangka Utara. Tapi, Putri Komala justru kerap bersikap semena-mena. Ia merasa semua orang harus tunduk kepadanya karena ia anak Raja.
Pada suatu pagi, Putri Komala tak bisa menemukan selendang kesayangannya. Ia lalu membuat seisi istana heboh. “Dayang! Di mana kau letakkan selendang sutra kesayanganku? Kenapa aku tak bisa menemukannya di kamar!” teriak Putri Komala menggegerkan istana hanya karena masalah selendang.
Setiap hari, Putri Komala selalu berteriak ketika sesuatu yang ia inginkan tak tersedia. “Ampun Tuan Putri, kemarin malam hamba telah meletakkannya di kamar. Tidakkah Tuan melihatnya?” ucap Dayang Biru.
Putri Komala mendelik tak suka. “Kalau aku melihatnya, kenapa pula aku berteriak mencarinya! Kau pikir aku bodoh, hah?” ucap Putri Komala murka.
“Kalau begitu, mari ke kamar Tuan Putri. Hamba akan membantu mencarinya,” ucap Dayang Biru. Kamar Putri Komala tampak berantakan. Ia telah mengacak-acak seisi ruangan karena mencari selendangnya.
Lalu, Dayang Biru mencoba mencari selendang sutra milik Putri. Tak lama kemudian, Dayang berhasil menemukannya. “Tuan Putri, rupanya selendang ini berada di tumpukan baju-baju Putri yang berserakan. Berarti, hamba benar kan Putri, selendang ini sebenarnya ada di kamar,” ucap Dayang Biru sambil tersenyum.
Putri Komala langsung merebut selendang itu dengan kasar dan pergi begitu saja. Ia sama sekali tak mengucapkan maaf atau terima kasih kepada Dayang Biru.
Bermimpi Bertemu Penyu Hijau
Pada suatu malam di mana bulan bersinar begitu cerahnya, Putri Komala bermimpi sangat aneh. Ia mimpi sedang berenang di tengah lautan yang biru.
Lalu, dalam mimpinya, ia melihat seekor penyu hijau yang tengah berenang tak jauh dari posisinya. Warnanya yang hijau terang membuatnya penasaran. Dalam mimpi tersebut, ia berupaya mendekati penyu hijau. Tapi, ia tak pernah berhasil.
Ia lalu tenggelam dan hal itu membuatnya terbangun. Saat terbangun, badannya basah keringat. Napasnya terengal-engal seperti benar-benar tenggelam.
“Apa arti dari mimpi yang aku alami barusan?” tanyanya dalam hati. Ia lalu berpikir sejenak dan menyimpulkan bahwa dirinya harus memelihara penyu hijau.
“Aku harus memelihara penyu hijau yang sama dengan dalam mimpiku. Mungkin saja itu bisa membawa keberuntungan bagiku,” ucap Putri Komala.
Lalu, ia pergi menemui Baginda Hasyim dan Ratu Malika. “Ayahanda dan Ibunda, tadi Komala mimpi bertemu dengan seekor penyu hijau. Jika hamba ingin memelihara penyu hijau, apakah Ayah dan Ibu kan memberi izin?” tanya sang Putri.
Raja dan Ratu terkejut mendengar ucapan Putri Komala. “Anakku, Komala, penyu di laut itu berwanra hitam. Tak ada satu pun yang berwarna hijau,” jelas sang ayah.
“Tapi, hamba hanya mau penyu yang warna hijau, sama persis yang ada di mimpi!” teriak Komala.
“Kau boleh memelihara hewan apa pun selain penyu hijau!” ucap sang Ayah.
Mendengar ucapan itu, Putri Komala langsung marah dan masuk ke kamar. Ia menutup kamar dengan sangat keras. “Sampai kapan pun, kita tak boleh memberi tahu keberadaan Penyu Hijau, istriku,” ucap Raja.
“Benar, kita harus merahasiakannya dari Komala, karena itulah pesan yang harus kita jaga seumur hidup,” jawab Ratu.
Bersikeras Mendapatkan Penyu Hijau
Putri Komala yang keras kepala tak menyerah tuk mendapatkan izin memelihara penyu hijau. Ia tak mau makan dan hanya mengurung diri di kamar karena keinginannya tak terkabul.
Hal itu membuat Raja dan Ratu cemas. “Bagaimana ini, Suamiku? Kita tak bisa diam saja menyaksikan Komala tak mau makan dan hanya mengurung diri di kamar,” ucap Ratu Malika.
Setelah dua hari tak makan, Raja dan Ratu pun memutuskan tuk mengalah. Mereka mengizinkan Komala memelihara penyu hijau.
“Anakku, kami putuskan untuk memberi izin padamu. Kau boleh memelihara penyu hijau. Namun, ada syarat yang harus kau penuhi,” ucap sang Raja
“Benarkah aku boleh memelihara penyu? Syarat apa yang harus hamba penuhi?” ucap Putri Komala bahagia.
“Pertama, Ayah dan Ibu akan membantumu mencari penyu hijau. Kedua, setelah mendapatkannya, berjanjilah tuk jadi anak yang baik hati dan berbudi pekerti baik,” ucap sang Raja.
“Baiklah, Ayah dan Ibu, hamba akan menjadi putri yang berbakti,” ucap Putri Komala sambil memeluk orang tuanya.
Namun, Raja dan Ratu tak begitu senang. Ada perasaan lega, tapi juga cemas. Mereka lega karena Putri Komala ceria kembali. Di sisi lain, mereka cemas karena tak bisa menjaga amanat dari sang Penyu Hijau.
Mencari Penyu Hijau
Keesokan harinya, pergilah Putri Komala, Baginda Hasyim, dan Ratu Komala beserta rombongan pengawal ke lautan Bangka Utara. Putri Komala tampak paling senang. Sementara Raja dan Ratu merasa cemas.
Perlu waktu lebih dari satu jam untuk sampai di lautan. Sepanjang perjalanan, Putri Komala selalu mengeluh capek dan panas. Ia tak sabar ingin sebera tiba di laut.
“Ayah, kapan kita tiba di laut tempat penyu hijau hidup? Hamba lelah dan sudah tak sabar!” ucap Putri Komala kesal.
“Bersabarlah, Putriku. Sebentar lagi kita sampai,” ucap Raja mencoba menenangkan anak perempuannya.
Tak lama kemudian, tibalah mereka di lautan Bangka Utara. Putri Komala merasa kagum dengan keindahan laut biru. “Wah, laut ini sangat cantik. Aku sudah tak sabar ingin menemukan penyu hijau,” ucapnya.
Ia lalu berlari untuk berenang ke dalam lautan. Untungnya, Ratu langsung menghalanginya. “Putriku! Jangan kau berenang di lautan, berbahaya! Biarkan para prajurit handal yang berenang dan mencari penyu hijau. Kau di sini saja bersama Ibu!” ucap Ratu Malika.
Putri Komala tak bisa berbuat apa-apa. Dengan wajah kesal, ia akhirnya mematuhi perintah sang ibu dan hanya memandangi para prajurit yang tengah mencari penyu hijau.
Sudah berjam-jam para prajurit melakukan pencarian, tapi tak kunjung bisa menemukan penyu itu. Putri Komala yang tak sabaran pun kesal dan geram.
Tak Berhasil Menemukan Penyu
Sore pun tiba. Langit mulai gelap, sebentar lagi malam. Para prajurit merasa lelah dan memutuskan tuk beristirahat. Salah satu prajurit menghadap Raja.
“Baginda Raja, mohon maaf kami tak bisa menemukan penyu itu. Kami telah mencari ke semua tempat, tapi tak berhasil menemukannya,” ucap salah satu prajurit dengan wajah yang lemas.
Mendengar perkataan prajurit itu, Putri Komala naik pitam. “Dasar prajurit lemah! Begitu saja kalian sudah menyerah! Kalian tidak ada gunanya!” ucap Putri Komala sambil berkacak pinggang.
Melihat sikap sang anak, Ratu Malika tak diam saja. “Putriku, biarkan para prajurit beristirahat,” ucap sang Ratu.
“Benar, Anakku. Karena hari sudah semakin gelap, ayo, kita pulang saja ke istana. Lupakan keinginanmu memelihara penyu hijau,” imbuh sang ayah.
Gadis itu menggeleng dan membentak kedua orang tuanya dengan lantang. “Tidak! Aku tak akan meninggalkan pantai ini sampai menemukan apa yang aku inginkan. Kalau kalian ingin pulang, maka pulanglah! Tinggalkan aku sendiri di sini!” bentak Putri Komala.
Ratu dan Raja hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Putri Komala. Tabiat sang Putri sunggu keterlalulan. Lalu, Putri Komala melihat cahaya hijau dari tengah lautan.
Ia meyakini jika cahaya itu berasal dari penyu hijau. Dengan cepat, ia berlari ke arah laut dan langsung masuk ke air. Raja dan Ratu yang menyaksikannya pun terkejut dan mengejar sang Putri.
Memaki Penyu
Ia berenang sambil memaki si penyu. “Dasar penyu busuk! Kali ini kau akan aku dapatkan! Kau tak akan bisa lari dariku!” ucapnya geram sambil berenang.
“Berani-beraninya kau baru menampakan dirimu sekarang! Akan kutangkap kau penyu busuk!” imbuhnya.
Keadaan laut itu benar-benar kalang kabut. Para prajurit pun turut mengejar Putri Komala. Beberapa prajurit menahan Raja dan Ratu agar tak menyusul sang anak.
Dari kejauhan masih terlihat tubuh Putri Komala yang sedang berenang. Suaranya meneriakkan “Penyu busuk, aku akan menangkapmu!” pun masih terdengar.
Namun, lama kelamaan tubuhnya semakin tak terlihat. Suaranya pun tak terdengar. Begitu cepatnya, gelombang laut menyeruak dan menyerbu tubuh Putri Komala.
Pada akhirnya, Putri Komala menghilang ditelan laut. Tak ada hentinya Raja dan Ratu menangis meratapi kepergian sang anak. Mereka tak menyangka secepat ini akan kehilangan sang putri. Sejak saat itu, pantai di bagian Bangka Utara itu dikenal dengan nama Tanjung Penyusuk yang berasal dari kata penyu busuk.
Unsur Intrinsik
Setelah membaca cerita asal mula Tanjung Penyusuk di atas, lengkapi wawasanmu dengan mengulik unsur intrinsiknya, yuk. Mulai dari tema hingga pesan moral, berikut ulasannya;
1. Tema Cerita Asal Mula Tanjung Penyusuk
Sesuai judulnya, tema atau inti dari cerita rakyat asal Bangka Belitung ini adalah tentang asal mula terbentuknya nama Tanjung Penyusuk. Cerita rakyat ini juga mengisahkan tentang sepasang Raja dan Ratu yang tak kunjung memiliki momongan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh utama dalam cerita asal mula Tanjung Penyusuk. Tokoh protagonisnya adalah Baginda Hasyim dan Ratu Malika. Baginda Hasyim digambarkan sebagai pemimpin kerajaan yang bijak dan baik hati. Sebagai seorang suami, ia adalah sosok yang romantis dan penyayang.
Sama dengan Raja Hasyim, Ratu Malika jugalah sosok ratu yang baik hati. Akan tetapi, Ratu dan Raja terlalu memanjakan Putri Komala. Apa pun yang sang anak inginkan, mereka selalu berusaha tuk menurutinya.
Putri Komala sendiri adalah tokoh antagonis dari cerita rakyat asal mula Tanjung Penyusuk ini. Merasa berkuasa karena anak Raja, ia kerap bersikap semena-mena pada orang lain. Tak ayal jika banyak orang yang membenci dirinya.
Selain tokoh utama, ada pula tokoh pendukung yang turut mewarnai jalannya cerita asal mula Tanjung Penyusuk. Mereka adalah Dayang Biru dan seorang Kakek misterius.
3. Latar
Asal mula Tanjung Penyusuk ini memiliki beberapa latar tempat. Awal cerita terjadi di istana di Negeri Bangka Utara. Hanya saja, tak disebutkan secara spesifik anam kerajaannya. Karena merupakan legenda sebuah tempat, latar cerita rakyat ini bermuara di Tanjung Penyusuk.
4. Alur Cerita Asal Mula Tanjung Penyusuk
Alur cerita dari legenda asal mula Tanjung Penyusuk adalah maju alias progresif. Cerita bermula dari sepasang Raja dan Ratu yang mendambakan momongan. Mereka telah berdoa dan memohon tapi tak kunjung memperolehnya.
Saat ada perayaan panen, seorang kakek menghampiri Ratu. Ia mengatakan bahwa Ratu bisa memiliki momongan bila berhasil menemukan penyu hijau ajaib. Kata kakek itu, penyu hijau ajaib dapat mengabulkan semua permintaan.
Lalu, Raja meminta lima prajurit untuk mencari seekor penyu hijau di laut Bangka Utara. Setelah beberapa hari mencari, mereka pun berhasil mendapatkannya.
Penyu itu bisa bicara. Ia memberikan Ratu sebuah kalung permata yang kan mengabulkan permintaannya. Sebelum pergi, ia berpesan tuk merahasiakan kejadian ini dari sang anak. Ia juga berpesan agar Raja dan Ratu mendidik anak mereka agar tumbuh menjadi sosok yang berbudi pekerti.
Pada akhirnya, Ratu pun mengandung dan melahirkan seorang anak perempuan. Tak sesuai harapan, gadis yang diberi nama Putri Komala itu memiliki tabiat buruk.
Ia berbuat semena-mena pada orang di sekitarnya. Pada suatu hari, ia memaksa kedua orang tuanya untuk mengizinkan dirinya memelihara penyu hijau. Keinginan itu muncul setelah Putri Komala bermimpi bertemu penyu itu.
Awalnya, Raja dan Ratu menolak. Tapi, karena Putri Komala bersikeras, mau tak mau keinginannya pun dikabulkan. Lalu, berangkatlah Putri Komala, Ratu, dan Raja serta para prajurit ke laut Bangka Utara untuk mencari penyu hijau.
Para prajurit tak kunjung mendapatkan Penyu Hijau. Putri Komala pun geram dan memutuskan tuk mencari seorang diri. Ia berenang hingga ke tengah lautan.
Selama berenang, ia terus-terusan mengumpat “Penyu busuk” lantaran tak kunjung bisa mendapatkannya. Alhasil, ia pun tenggelam dan menghilang di lautan. Lalu, pantai itu diberi nama Tanjung Penyusuk alias penyu busuk.
5. Pesan Moral
Amanat atau pesan moral utama dari cerita asal mula Tanjung Penyusuk ini adalah janganlah bersikap arogan hanya karena kamu punya kewenangan. Jangan seperti Putri Komala yang berbuat semena-mena pada orang lain mentang-mentang dirinya anak Raja.
Pesan berikutnya dalam cerita asal mula Tanjung Penyusuk adalah untuk orang tua. Teruntuk ayah dan ibu, janganlah kalian terlalu memanjakan anak. Tak semua keinginan anak harus terpenuhi.
Terakhir, jangan pernah berputus asa dalam meraih impian dan cita-cita. Siapa pun berhak punya mimpi dan keinginan. Kamu hanya perlu berdoa dan selalu berusaha untuk mewujudkannya. Libatkan Tuhan dalam setiap usahamu.
Selain unsur intrinsik, cerita legenda asal mula Tanjung Penyusuk ini juga ada unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah nilai-nilai dari luar kisahnya yang mempengaruhi berlangsungnya jalannya cerita. Seperti, nilai sosial, budaya, dan moral
Fakta Menarik
Sebelum mengakhiri artikel yang mengulik tentan cerita asal mula Tanjung Penyusuk ini, mending simak dulu fakta menariknya, yuk. Ada apa saja, ya? Berikut ulasannya.
1. Menjadi Tempat Wisata
Sumber: Instagram – arispani.al
Konon, Pulau Bangka merupakan surga wisata pantai. Ada beragam pantai indah yang menjadi tujuan wisata favorit bagi wisatawan. Salah satu pantai yang menawan adalah Pantai Tanjung Peyusuk.
Pantai ini terbilang ramai pengunjung wisatawan. Terlebih saat akhir pekan. Baik wisatawan lokal maupun luar senantiasa memenuhi pantai ini. Selain bisa menikmati keindahan pantai, di Pantai Tanjung Penyusuk juga bisa snorkeling.
2. Ada Cerita Asal Mula Tanjung Penyusuk Versi Lain
Seperti legenda dan cerita rakyat pada umumnya, asal mula Tanjung Penyusuk pun memiliki beberapa versi. Cerita legenda asal mula Pantai Tanjung Penyusuk yang kami paparkan di artikel ini merupakan adaptasi dari buku cerita bahasa Indonesia karya Dwi Oktarina, Sastrawan asal Pangkalpinang.
Ada versi lain yang sebenarnya secara garis besar kisahnya sama, tapi detailnya berbeda. Versi lain mengatakan bahwa Ratu tak bertemu dengan seorang kakek secara langsung melainkan dari mimpi. Di mimpinya, Kakek itu mengatakan pada sang Ratu untuk mengambil tujuh telur penyu di tanjung dekat istana.
Lalu, Kakek itu juga meminta sang Ratu agar memakan telur itu satu butir sepanjang hari. Keesokan harinya, Ratu memberi tahu mimpinya ke Raja. Pasukan dikerahkan untuk mencari telur penyu.
Setelah melakukan perintah Kakek, Ratu benar-benar hamil. Ia kemudian melahirkan seorang anak perempuan yang berparas cantik. Sayangya, parasnya tak sesuai dengan sikapnya.
Putri sangat kejam dan suka semena-mena. Suatu hari, ia pergi ke laut untuk bermain-main dengan penyu. Namun, ada satu penyu berwaran hijau yang menyita perhatiannya.
Ia bersikeras mengejar penyu itu. Tapi, ia tak kunjung bisa mengejarnya. Karena geram, ia pun mengatai penyu itu, “Dasar penyu busuk!”. Ia mengejar penyu itu, seraya terus-terus berteriak, “Kemari kau penyu busuk!”.
Pada akhirnya, putri itu tenggelam di lautan. Konon, penyu yang berwarna hijau itu adalah jelmaan dari Kakek tua yang menghampiri mimpi sang Ratu.
Oleh karena teriakan “Penyu busuk” dari sang Putri. Sang Kakek memberi nama pantai itu Tanjung Penyusuk yang merupakan singkatan dari penyu busuk.
Sudah Puas dengan Asal Mula Tanjung Penyusuk?
Demikianlah cerita asal mula Tanjung Penyusuk beserta ulasan lengkap seputar unsur intrinsik dan fakta menariknya. Sudah puas dengan cerita di atas, kan? Ceritanya seru dan mengandung pesan moral positif, ya.
Nah, kalau kamu butuh cerita legenda lainnya, langsung saja kepoin Poskata.com kanal Ruang Pena. Terdapat banyak sekali cerita rakyat di situs ini. Selain cerita asal mula Tanjung Penyusuk, ada pula kisah Bujang Katak yang juga berasal dari Bangka Belitung, legenda Gunung Merapi dari Jawa Tengah, dan kisah Dara Muning dari Kalimantan Barat. Selamat membaca!