
Setiap negara pada umumnya memiliki beragam legenda. Di Jepang ada cerita legenda Kachi-Kachi Yama yang sayang untuk kamu lewatkan. Arti kata yama adalah gunung.
Itu berarti, legenda Kachi-Kachi Yama sama dengan asal-usul gunung Kachi-Kachi. Kamu sudah pernah membaca atau mendengar kisahnya? Secara singkat, legenda ini mengisahkan tentang kakek dan nenek yang hidup di desa terpencil.
Sang kakek selalu saja diganggu oleh seekor luwak. Nah, kalau pengen baca lanjutan kisahnya, langsung saja lanjutin baca artikel ini. Selain cerita legenda Kachi-Kachi Yama, kami juga telah memaparkan unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Selamat membaca!
Cerita Legenda Kachi-Kachi Yama
Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah sepasang kakek dan nenek yang tinggal di lereng gunung. Mereka sangat baik hati dan gemar menolong. Di lereng itu, ada juga seekor Tanuki alias luak.
Ia sangat nakal dan jahat. Sepanjang hari, ia selalu mengolok-olok sang kakek tua ketika sedang bekerja di ladang.
“Hai, Kakek tua! Kakek lemah! Tua renta!” begitulah Tanuki mengejek kakek itu. Sebenarnya si kakek tak pernah ambil pusing dengan ejekan dari Tanuki.
Namun, saat malam tiba, Tanuki mencuri ubi yang kakek tanam di ladang. Tentu saja hal itu membuat kakek dan nenek menelan kerugian. Kakek makin jengkel dengan kelakuan Tanuki.
Ia lalu memasang perangkap di ladang untuk menangkap hewan nakal itu. Saat malam tiba, Tanuki pun masuk ke perangkap. Kakek sangat senang mendapati Tanuki masuk ke perangkapnya.
Ia lalu membawa hewan itu ke rumah dan mengikatnya dengan tambang besar di langit-langit rumahnya. Sebelum kembali ke ladang untuk bekerja, kakek berpesan ke pada sang istri.
“Nek, jangan pernah kau dengarkan bujuk rayu dari Tanuki. Ia akan memohon-mohon untuk dibuka ikatan talinya. Jangan dengarkan dia, ya!” perintah kakek.
“Baiklah suamiku. Aku tak akan pernah melepasnya,” jawab nenek.
Tanuki Merayu Nenek
Setelah sang suami pergi ke ladang, tinggalah Tanuki dan nenek di rumah. Tanuki tiada henti merengek minta nenek melepaskannya.
“Nek, tolonglah lepaskan aku. Tubuhku terasa sakit diikat seperti ini. Tolong Nek. Aku tahu kamu nenek yang baik,” ujar Tanuki.
“Kau pikir aku akan termakan rayuanmu? Aku tak sebodoh itu,” kata nenek.
“Jika kamu mau melepaskanku, aku akan memijat pundakmu. Kau pasti sangat capek, kan?” ucap hewan kecil itu.
Nenek hanya diam saja. Ia tak memerdulikan perkataan si Tanuki. Namun, hewan licik itu seakan tak pernah kehabisan ide.
“Kau sedang membuat kue manju?” tanya Tanuki. Nenek tidak menjawab.
“Aku yakin kau sedang membuatnya. Aku tahu resep rahasia membuat kue manju yang lezat. Dulu, aku tinggal di rumah seorang pembuat kue manju,” Tanuki berbohong.
Nenek masih terdiam saja. “Bukan begitu cara membuat kue manju yang benar,” ucap Tanuki lagi.
“Bisakah kau diam!” ucap nenek kesal.
“Apa kau tak ingin membuat kue manju yang lezat? Suamimu pasti suka jika kau berhasil membuat kue yang lezat,” ucap Tanuki mencoba merayu nenek.
“Memang apa resep rahasianya?” ucap nenek mulai terayu ucapan hewan licik itu.
“Aku sebenarnya ingin mengatakannya. Tapi, tolong lepaskan aku dulu. Aku akan mengajarimu cara-cara yang harus dilakukan,” ucap Tanuki.
“Emm,” nenek mulai goyah.
“Tenang saja. Aku tak akan kabur. Aku berjanji setelah mengajarimu cara membuat kue manju, kau boleh mengikatku lagi,” ucap Tanuki merayu nenek.
Nenek percaya dengan omongan Tanuki. Ia lalu melepas tambang besar yang mengikat tubuh hewan itu. Begitu terbebas, Tanuki langsung memukul nenek dengan kayu hingga pingsan.
Hewan licik itu lalu pergi berlari kegirangan ke rumahnya di balik gunung. “Dasar nenek bodoh. Bisa-bisanya ia percaya perkataanku. Hahaha!” ucapnya kegirangan.
Kelinci yang Baik Hati
Ketika sore tiba, kakek pulang ke rumah. Ia terkejut mendapati istrinya sudah jatuh pingsan.
“Istriku! Istriku! Bangunlah, kenapa ini bisa terjadi padamu?” tanya kakek gelisah.
Dengan nada sayup-sayup, nenek menjawab, “Maafkan aku suamiku. Aku membebaskan Tanuki. Lalu, ia memukulku dan kabur,” ucap nenek yang terkurai lemas.
Kakek menangis sejadi-jadinya. Ia merasa marah juga sedih dan tak tahu harus berbuat apa. Tangisannya terdengar hingga telinga seekor kelinci.
Ia bergegas menemui si kakek. “Apa yang terjadi, Kek? Kenapa kau menangis?” tanya kelinci itu.
“Seekor Tanuki nakal memukul istriku hingga pingsan. Aku sudah tak tahan lagi dengan sikapnya. Tapi, aku tak bisa berbuat apa-apa,” ucap kakek.
“Tega sekali Tanuki itu! Sikapnya tak bisa didiamkan saja. Tenang, kek, aku akan membalas perbuatannya untukmu,” ucap kelinci pemberani.
Ia lalu bergegas ke balik gunung tuk mendatangi rumah Tanuki. Kelinci cerdas ini punya strategi untuk membalas perbuatan si luwak itu.
Suara Kachi-Kachi
Sesampainya di rumah Tanuki, kelinci langsung mengajaknya pergi main. “Tanuki, ayo kita main ke puncak gunung lalu membuat api unggun bersama-sama,” ajak kelinci.
“Ide bagus kelinci! Aku sangat bosan di rumah terus. Ayo kita pergi sekarang juga,” ucap Tanuki.
Sebelum ke puncak, mereka pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Lalu, kelinci meminta Tanuki untuk membawa kayu bakar itu.
“Maukah kau membawa kayu bakar ini di punggungmu? Aku sangat capek. Aku akan berjalan di belakangmu,” ucap kelinci.
“Okay, tak masalah,” jawab luwak itu kegirangan.
Mereka lalu mendaki gunung. Tanuki berjalan di depan dengan memikul kayu sedangkan kelinci berjalan di belakangnya. Kelinci bermaksud ingin membakar kayu bakar yang berada di punggung Tanuki.
Ia lalu memantikkan dua buah batu dengan keras hingga menimbulkan bunyi keras seperti “Kachi-kachi”. Tanuki mendengar suara itu lalu terhenti. “Kau mendengar suara kachi-kachi?” tanyanya pada kelinci.
“Oh, itu suara gunung ini. Gunung ini bernama Kachi-Kachi sehingga menimbulkan suara seperti itu,” jawab kelinci ngawur.
“Hmm, begitu rupanya,” ucap Tanuki percaya dengan perkataan temannya itu.
Mereka pun terus melanjutkan perjalanan. Hingga akhirnya, kelinci berhasil membakar kayu itu. Tanuki sontak kaget dan merasa kepanasan.
“Aduh! Aduh, apa ini? Kenapa panas sekali. Tolong,” ucap hewan luwak itu sambil membuang kayu yang ia pikul. Mereka pun pulang dan semalaman Tanuki mengerang kesakitan.
Membuat Tanuki Jera
Keesokan harinya, kelinci menumbuk cabe-cabe pedas hingga halus menyerupai salep. Ia lalu membawanya ke rumah Tanuki.
“Hai, luwak, bagaimana kedaanmu? Aku membawaknmu obat luka bakar,” ucap kelinci.
“Terima kasih kelinci, kau memang sahabat yang baik. Aku tidak mau lagi bermain ke Gunung Kachi-Kachi. Aku kapok, gunung itu benar-benar mengerikan,” ucap Tanuki.
Kelinci hanya tersenyum. “Sini aku oleskan salep ini ke punggungmu agar cepat sembuh,” ucapnya.
Kelinci pun mengusapkan seluruh cabe itu ke punggung Tanuki. Tentu saja, hewan licik itu langsung berteriak kesakitan.
“Aduh! Kenapa rasanya sakit sekali,” ucap Tanuki kesakitan.
“Bersabarlah kawan! Ini obat yang mujawar, wajar saja kalau terasa sakit. Tahan sebentar saja. Kau pasti segera sembuh,” ucap kelinci.
“Aduh kelinci! Hentikan, aku tak tahan dengan panasnya salep ini. Aku butuh air!” teriak Tanuki.
“Bagaimana kalau kita ke danau dekat gunung saja? Kau bisa mendapatkan air banyak di sana,” pinta kelincu.
Tanpa pikir panjang, Tanuki yang menahan sakit pun mau pergi ke danau. Sesampainya di danau, kelinci langsung mengambil perahu.
“Ayo kita ke tengah danau. Di sana airnya semakin dingin,” ucapnya.
“Tapi, danau di tengah bukankan sangat dalam? Aku tak bisa berenang,” ucap Tanuki.
“Tenang saja, aku akan memegang tanganmu,” ucap kelinci.
Tanuki pun percaya dengan perkataan kelinci. Mereka lalu pergi ke tengah danau. Saat tanuki hendak masuk ke dalam air, kelinci melepaskan genggamannya.
Tanuki Mengubah Sikapnya
Sontak Tanuki terjebur dan hampir tenggelam. Ia melambai-lambaikan tangannya minta tolong. “Inilah hukumanmu karena sudah menyelekai nenek dan kakek yang hidup di lereng gunung itu! Harusnya kau tak berbuat jahat pada mereka,” ucap kelinci.
“Aku minta maaf kelinci! Tolong selamatkan aku. Aku berjanji tak akan lagi mengganggu nenek dan kakek itu,” ucap Tanuki.
Lalu, kelinci memberi Tanuki satu kesempatan lagi. Kali ini, hewan luwak itu benar-benar berubah. Ia tak mau lagi berbuat jahat. Sebagai ucapan maaf, ia setiap hari membantu si kakek di ladang.
Unsur Intrinsik
Setelah membaca legenda Kachi-Kachi Yama, kurang lengkap rasanya kalau kamu belum mengulik unsur intrinsiknya. Berikut ulasan singkatnya;
1. Tema
Inti cerita atau tema dari legenda ini adalah tentang asal usul terbentuknya nama Kachi-Kachi Yama alias Gunung Kachi-Kachi yang ada di Jepang. Legenda ini mengisahkan tentang seekor luwak yang selalu berbuat nakal dan jahat kepada sepasang nenek dan kakek di lereng gunung.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tentu saja ada beberapa tokoh utama yang ada di cerita legenda Kachi-Kachi Yama. Tokoh utama protagonis adalah si kakek, nenek, serta kelinci.
Kakek dan nenek merupakan sepasang suami istri yang hidup di lereng gunung terpencil. Mereka digambarkan sebagai sosok yang baik hati. Namun, hidup mereka terganggu oleh si tokoh antagonis, yaitu Tanuki.
Tanuki adalah sosok luwak jahil yang kerap mengolok-olok si kakek. Ia juga kerap mencuri ubi di ladang sang kakek. Lalu, datanglah tokoh utama protagonis, kelinci, yang akan memberi pelajaran pada Tanuki.
Ia digambarkan sebagai hewan yang cerdas dan banyak akal sehingga dapat memberi pelajaran pada Tanuki. Pada akhirnya, Tanuki pun menyerah dan mengubah sikapnya.
3. Latar
Ada beberapa latar tempat yang diceritakan dalam legenda Kachi-Kachi Yama. Latar tempat yang disebutkan pertama kali adalah di sebuah ladang di lereng gunung.
Setelah itu, latar cerita berpindah ke rumah kakek dan nenek, rumah Tanuki, gunung Kachi-Kachi, dan danau. Sementara setting waktunya adalah siang dan malam.
4. Alur Cerita Legenda Kachi-Kachi Yama
Alur cerita legenda dari Jepang ini adalah maju. Cerita bermula dari kekesalan seorang kakek yang terus-terusan mendapatkan gangguan dari seekor tanuki.
Ia lalu membuat perangkap untuk binatang licik itu. Setelah berhasil menjebaknya, si kakek membawa Tanuki ke rumanya. Ia mengikat kaki-kaki Tanuki sebagai hukuman.
Setelah itu, si kakek lanjut bekerja di ladang. Tanuki yang licik itu berhasil merayu si nenek untuk membuka talinya. Si hewan itu bebas dan memukul si nenek hingga jatuh pingsan.
Saat pulang, kakek terkejut mendapati istrinya pingsan. Ia lalu menangis dan sangat marah. Datanglah seekor kelinci yang ingin membantu memberi pelajaran pada si Tanuki.
Kelinci mengajak hewan licik itu mendaki gunung. Tanuki memikul kayu-kayu bakar di punggungnya. Dari belakang, kelinci hendak membakar kayu-kayu itu.
Ia mematik-matik batu untuk menyalakan api sehingga berbunyi kachi-kachi. Tanuki curiga dengan suara tersebut. Lalu, kelinci mengatakan bahwa kachi-kachi adalah suara dari gunung yang sedang mereka daki.
Setelah itu, kelinci berhasil membakar kayu yang ada di pungguh Tanuki. Punggung Tanuki turut terbakar. Tak sampai di situ, kelinci juga mengoleskan selai cabe pada punggung Tanuki hingga ia merasa kesakitan.
Untuk meringankan rasa panas terbakar, kelinci mengajak Tanuki ke tengah danau. Tanuki terjatuh ke danau dan hampir tenggelam. Kelinci mau menolongnya dengan syarat Tanuki harus mengubah sikapnya.
Pada akhirnya, Tanuki pun mau berubah. Ia lalu meminta maaf pada kakek dan nenek. Setiap hari, ia membantu kakek di ladang.
5. Pesan Moral
Apakah pesan moral yang bisa kamu petik dari cerita legenda Kachi-Kachi Yama ini? Amanat pertama adalah hormatilah orang tua. Jangan seperti Tanuki yang dengan teganya mengolok-olok kakek.
Pesan berikutnya, janganlah mudah percaya perkataan seseorang. Apalagi jika orang itu sikapnya tidak baik. Seandainya, nenek tak mudah percaya pada perkataan Tanuki, ia mungkin tak akan mendapatkan pukulan hingga jatuh pingsan.
Selain unsur intrinsik, legenda Jepang Kachi-Kachi Yama ini juga ada unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah nilai-nilai dari luar kisahnya yang mempengaruhi berlangsungnya jalannya cerita. Seperti, nilai sosial, budaya, dan moral.
Baca juga: Cerita Enam Serdadu dengan Keahlian Masing-Masing Ingin Mengubah Nasib Beserta Ulasan Lengkapnya
Fakta Menarik
Adakah fakta menarik dari legenda dari Jepang ini? Tentu saja ada dan sayang banget bila kamu lewatkan. Apakah itu? Berikut ulasannya;
1. Ada Versi Lain
Biasanya legenda memang mempunyai beberapa versi. Tak terkecuali dengan legendan Kachi-Kachi Yama. Secara garis besar, kisahnya masih sama, yaitu tentang seekor luwak yang sifatnya sangatlah nakal dan jahil.
Namun, beberapa versi detailnya berbeda. Ada versi yang mengisahkan bahwa Tunaki bukan hanya memukul nenek hingga jatuh pingsan, tapi hingga meninggal.
Jadi, saat kakek pulang ke rumah, ia menemukan istrinnya telah bersimbah darah dan tak bernyawa. Dalam versi tersebut, kelinci tak menyelamatkan Tanuki. Ia membiarkannya tenggelam di danau sampai meninggal.
2. Kereta Gantung Kachi-Kachi Yama
Dalam legenda ini Kachi-Kachi Yama adalah sebuah gunung. Namun, di Jepang sebenarnya tidak ada gunung bernama Kachi-Kachi. Konon, legenda Kachi-Kachi Yama awalnya muncul di masyarakat sekitar kaki Gunung Tenjo.
Lalu, legenda tersebut tersebar luas hingga populer di kalangan para warga. Kisah tersebut lalu menjadi tema utama obyek wisata di area Gunung Fuji, yaitu Kachikachi-yama Ropeway atau kereta gantung Kachikachi.
Sesuai namanya, di Kachikachi-yama Ropeway kamu bisa menaiki kereta gantung dan melihat keindahan Gunung Fuji dan Danau Kawaguchiko.
Sudah Puas dengan Cerita Legenda Kachi-Kachi Yama Ini?
Demikianlah legenda Kachi-Kachi Yama beserta ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Kamu tentu sudah puas dengan kisah yang kami paparkan, bukan?
Apabila ingin membaca cerita yang lain, langsung saja kepoin Poskata.com kanal Ruang Pena. Masih ada banyak cerita yang bisa kamu pilih, misalnya seperti cerita rakyat Jepang Tanabata, legenda Tongkat Ajaib dari China, kisah Momotaro, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!