• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar

PosKata

Inspirasi & Literasi Kata

  • Facebook
  • Twitter
  • Whatsapp
  • Line
  • Home
  • Arti Nama
  • Inspirasi
  • Ruang Pena
  • Histori
  • Arti Kata
» Ruang Pena » Cerita Dongeng » Cerita Dongeng 1001 Malam

Dongeng Abu Nawas Mencari Tuhan dan Ulasan Lengkapnya, Kisah Seorang Pria yang Penasaran dengan Keberadaan Tuhan

Bagikan:
  • Facebook
  • Twitter
  • Whatsapp
  • Line
Gambar Utama

Ada banyak kisah Abu Nawas yang menarik tuk kamu baca. Bila ingin yang lucu dan sarat makna, bacalah cerita Abu Nawas Mencari Tuhan yang ada di artikel ini.

Ada banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk menghabiskan waktu luang, seperti membaca cerita dongeng. Kalau ingin baca dongeng 1001 Malam, cerita Abu Nawas Mencari Tuhan bisa kamu jadikan pilihan.

Sudah pernah membaca kisahnya? Secara singkat, dongeng 1001 malam ini mengisahkan tentang seorang pria yang merasa kagum mendengar Abu Nawas yang sedang berdzikir sambil memejamkan mata. Ia pun bertanya-tanya dalam hati, apakah pria yang sedang berdzikir itu sedang melihat Allah.

Lantas, bagaimanakah jawaban Abu Nawas yang banyak akal menanggapi pertanyaan tersebut? Kalau penasaran, langsung saja baca cerita Abu Nawas Mencari Tuhan yang ada di artikel ini. Selamat membaca!

Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan

Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan - Mengendarai Unta

Pada suatu siang, di sebuah masjid pinggir Kota Baghdad, ada seorang pria bernama Abul Augus Alqomty yang sedang beristirahat sejenak. Lalu, ia terpana dengan gerak-gerik seorang pria yang sedang khusyuk berdzikir sambil bersila. Pria itu bernama Abu Nawas.

“Kenapa ia sangat khusyuk? Jangan-jangan, dalam pejaman matanya, ia sedang melihat Allah?” gumam Abul dalam hati.

Merasa cemburu karena mengira Abu Nawas dapat melihat Allah, Abul pun mengusik pria tersebut. Ia duduk bersila tak jauh dari pria itu dan menunggu waktu yang tepat untuk menyapanya.

Hampir setengah jam Abul duduk menanti, akhirnya Abu membuka mata dan menoleh pada Abul Augus yang tengan memandanginya dengan penuh kekaguman.

“Ada apa gerangan? Kenapa kau memandangiku dengan tatapan nanar?” ucap Abu Nawas.

“Begini, Tuan, saya perhatikan dari tadi Tuan tampak khusyuk saat berdzikir sambil memejamkan mata. Apakah itu artinya Tuan melihat Allah?” tanya Abul Augus.

“Allah tidak dapat dilihat, tapi kehadiran-Nya bisa dirasakan,” jelas pria itu.

“Bagaimana bisa merasakan kehadiran Allah? Apakah Ia sekarang ada di sini? Kenapa saya tidak bisa merasakan kehadiran-Nya?” tanya Abul Augus.

“Sebelum kamu dapat merasakan kehadiran Allah, kamu harus menemukan-Nya terlebih dahulu,” jawab Abu.

Abul Augus tersenyum girang. Sebenarnya, sudah lama ia mengembara mencari Tuhan. Namun, ia tak pernah menemukan-Nya. Setelah bertemu Abu Nawas, ia merasa benar-benar lega dan gembira. Terasa seperti menemukan kunci yang hilang.

“Lantas, di mana dan bagaimana saya bisa menemukan Tuhan yang selama ini aku cari-cari, Tuan?” tanya Abul Augus.

Abu Nawas tersenyum. Lalu, ia menyuruh Abul Augus untuk sholat dua rakaat. Jika sudah selesai, ia meminta Abul untuk menceritakana apa yang dirasakannya.

Baca juga: Cerita Rakyat Putri Satarina dan Tujuh Bidadari dari Sulawesi Tenggara & Ulasannya, Kisah Kebaikan Hati Seorang Gadis

Abul Augus Menjalankan Sholat

Setelah mendengarkan perintah tersebut, Abul Augus lalu menjalankan sholat dua rakaat. Setelah itu, ia mengatakan apa yang dirasakannya ke Abu Nawas.

“Tuan, terus terang saja, selama sholat dua rakaat aku lebih banyak melamun,” jawab Abul polos.

“Sebenarnya saya melafalkan semua bacaan sholat, tapi pikiran saya melayang ke mana-mana. Saya juga memikirkan saat Tuan sedang berdzikir. Saya merasa cemburu, kenapa Tuan bisa sangat khusyuk saat berdzikir, sedangkan saya merasa sangat hampa,” jelas Abul.

Abu Nawas kembali tersenyum. Kemudian, ia membuat kesepakatan agar keduanya bertemu lagi di Distrik Qomsty untuk mengembara mencari Tuhan. Tentu saja, Abul menerima kesepakatan itu. Ia justru merasa bersemangat.

Dua hari kemudian, Abu tiba di Qomty dengan beragam perlengkapan untuk perjalanan jarak jauh. Dirinya punya tekad untuk tak akan pulan dari perjalanan sebelum temannya Abul menemukan Allah.

Tak lama kemudian, datanglah Abul Augus dengan beragam perlengkapan pula. Mereka lalu melakukan perjalanan dengan mengendarai unta menuju pusat Kota Baghdad.

“Kita akan berjalan ke pusat Kota Baghdad. Di sana penuh keramaian sehigga Allah pasti ada untuk mengatur peran-peran dari kehidupan manusia dan rezeki setiap orang. Namun, tampaknya tak semua orang bisa merasakan kehadiran Allah seperti yang sekarang ini kamu alami,” ucap pria cerdas itu ke Abu Augus.

“Baiklah, Tuan. Aku sudah siap melakukan perjalanan ini,” jawab Abul.

Jarak antara Qomty dan pusat Kota Baghdad sangatlah jauh. Di antara keduanya terbentang padang pasing Um Jidir yang gersang dan terik.

Menjamak Sholat

Dalam perjalanan, tiba-tiba Abu mengatakan pada Abul bahwa mereka nanti akan menjamak sholat untuk menghemat waktu.

“Temanku, Abul. Untuk menghemat waktu kita, bagaimana kalau kita nanti melakukan jamak ta’khir. Artinya, kita tidak hanya akan mengurangi jumlah rakaat sholat, tapi juga menggabungkan sholat zuhur dengan sholat Ashar di satu waktu, yaitu di waktu sholat ashar,” ucap Abu Nawas.

“Emm, Tuan. Mengapa kita tidak sholat jamak taqdim saja? Jadi, kita bisa meNggabungkan sholat zuhur dan ashar bersamaan siang ini di padang pasir?” tanya Abul Augus keheranan.

“Kenapa engkau lebih memiliki melaksanakan sholat jamak taqdim ketimbang jamak ta’khir wahai temanku Abul Augus?” tanya Abu.

“Begini, Tuan, saya hanya merasa khawatir bila sebelum ashar kita tiba-tiba dirampok penyamun dan mati dibunuh, padahal kita belum sempat melaksanakan sholat zuhur,” jawab Abul Augus.

Abu Nuwas tersenyum lebar. “Temanku Abul Augus, sholat itu sesungguhnya berasyik-asyik dengan Allah. Kiranya sholat tak boleh jadi beban. Sebenarnya tak hanya sholat, tapi semua syariat dalam Islam, tak boleh manusia jadikan beban. Maka dari itu, ada baiknya jika tempat sholat itu nyaman dan mengasyikan. Jika kita menjalankan sholat di pada pasir yang panas sekali ini, bisa saja sholat kita kurang khusyuk dan tidak asyik,” kata Abu sambil menginjak-injak pasir.

“Coba peganglah pasir-pasir ini, sangat panas. Jidatmu bisa saja melepuh jika kamu sholat di sini. Itu berarti, sholat yang kamu laksanakan tak hanya jadi beban, tapi juga membahayakan.”

“Mari kita cari masjid di desa Oubaidy atau Ishbilya, Apabila sesuai perkiraanmu, kita dirampok dan dibunuh sebelum sampai desa itu, tak perlu khawatir, yang penting kit sudah berniat untuk sholat zuhur. Baru berniat saja, Allah pasti sudah tersenyum, apalagi jika kita benar-benar melaksanakannya,” imbu Abu Nawas.

“Baiklah, Tuan. Saya paham sekarang.” ucap Abul Augus sambil menganggukkan kepala.

Bertemu dengan Rombongan Musafir

Setelah perbincangan tersebut, mereka lalu melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, sampailah mereka di masjid di desa Ishbilya. Mereka lalu bertemu dengan serombongan musafir yang berhenti di masjid dengan mengendarai unta mereka.

Setelah Abu dan Abul sholat, mereka mendapati bila rombongan musafir itu tidak ikut sholat. Karena penasaran, Abul pun bertanya pada salah satu rombongan.

“Mohon maaf, Tuan, saya hendak bertanya. Kenapa engkau sudah sampai masjid tapi tidak melaksanakan sholat?” tanya Abul.

“Ohh, kami sebenarnya sudah melaksanakan sholat jamak taqdim di desa kami. Jadi, kami tak punya kewajiban lagi untuk sholat ashar,” jawab salah satu rombongan itu.

“Lantas, mengapa kalian berhenti di masjid jika memang tak lagi punya kewajiban untuk sholat ashar?” tanya Abul penasaran.

“Ohh, itu karena beberapa ekor unta kami tampak kelelahan. Jadi, kami berhenti sejenak untuk membiarkan mereka beristirahat di taman masjid ini. Islam mengajarkan kami untuk tidak berbuat zalim kepada semua makhluk, termasuk pada unta-unta ini. Benar begitu, kan?” jawab kepala rombongan.

Abul Augus merasa kagum dengan jawaban ketua rombongan musafir itu. Namu, masih ada yang ingin ia tanyakan.

“Tuan, apakah engkau bersikap baik hanya pada unta saja, atau pada semua binatang?” tanyanya.

Ketua rombongan itu tersenyum, lalu menjawab,”Jangankan kepada binatang, bahkan, kepada pepohonan ini pun kami juga takut untuk berbuat zalim. Kita sholat untuk mencegah dari berbuat fahsya dan munkar. Untuk apa sholat jika tetap berbuat kejahatan terhadap sesama makhluk ciptaan Allah?”

Abul Augus semakin kagum dengan jawaban tersebut.  Ia lalu pamit untuk melanjutkan perjalanan bersama Abu

Melanjutkan Perjalanan

Sepanjang perjalanan, ia tampak lebih tenang saat mengendalikan untanya. Sepertinya ia tengah berusaha mencerna kalimat yang diucapkan oleh ketua rombongan musafir tadi.

Abu Nawas mengajaknya berbicara untuk memecahkan keheningan. “Tampaknya kau sedang berpikir sesuatu. Apa yang sedang kau pikirkan?” tanyanya.

Abul Augus sangat bersemangat dan sontak bertanya, “Sebenarnya, tadi saya mendengar kepala musafir menyebutkan kata fahsya dan munkar. Jujur saja, saya belum mengerti maksudnya, Tuan. Bolehkah saya meminta penjelasan pada Tuan?”

“Oh, jadi itu yang membuatmu penasaran. Jadi, fahsya adalah semua perbuatan buruk yang tidak mengakibatkan kerugian langsung pada orang lain. Karena tak langsung memberikan dampak buruk, biasanya orang-orang tak segera bisa mengenali nilai-nila buruk yang terkandung dalam fahsya iu. Setelah itu, Allah akan memberikan pelajaran lewat agama,” jelas Abu Nawas.

“Em, agar hamba semakin paham, bisakah Tuan menyebutkan contoh fahsya?” tanya Abul Augus antusias.

“Contohnya saja perzinaan, menegukkan minuman beralkohol, atau memakan makanan haram. Saat dua orang berzina, sebenarnya orang lain tak merasa dirugikan secara langsung. Sebab, tak ada korban jiwa akibat perbuatan mereka. Inilah mengapa nilai-nilai buruk dalam fahsya tidak mudah dikenali oleh umat manusia,”

Abul Augus tertegun dan menganggukan kepalanya tanda paham.

“Sekarang, bandingkan dengan perbuatan munkar. Munkar adalah perbuatan buruk yang menimbulkan kerugian langsung pada orang lain. Misalnya saja pencurian, pembunuhan, atau perampokan. Karena semua itu berdampak langsung pada orang lain dan ada korban jiwa akibat perbuatan itu, maka nilai-nilai buruk yang terkandung dalam perbuatan munkar gampang sekali dikenali. Bahkan, seorang atheis sekali pun percaya bila pembunuhan, perampokan, dan pencurian adalah perbuatan buruk,” jelas Abu Nwas.

Lelaki yang tengah mencari Tuhan itu pun merasa kagum dengan penjalasan dari tuannya. Hatinya berbunga. Banyak sekali ilmu yang ia dapat dari pejalanan ini.

Dari desa Ishbilya, kedua pengembara itu melanjutkan perjalanan mereka ke pusat Kota Baghdad. Selama delapan hari, mereka berjalan melewati padang pasir yang panas.

Sampai di Pusat Kota Baghdad

Setelah melakukan perjalanan selama 13 hari, sampaila mereka di bibir Kota Bahgdad. Abu Nawas merasa heran karena sejumlah menuju pusat kota ditutup. Hampir dua pekan melakukan perjalanan, pujangga ini tak tahu perkembangan berita.

Mereka pun mencari-cari jalan agar cepat sampai di pusat Kota Baghdad. Pada akhirnya, mereka pun berhasil sampai di pusat kota. Ada ratusan ribu orang berkumpul di alun-alun karena hendak melaksankan sholat. Rupanya, hal tersebutlah yang membuat sejumlah ruas jalan ditutup.

Lalu, Abu Nawas mengajak Abul Augus untuk ikut sholat berjamaah. Usai sholat, mereka menyaksikan sejumlah orang naik ke atas panggung. Lalu, satu persatu melakukan orasi.

Beberapa orang berorasi menggunakan kalimat yang tak selayaknya diucapkan usai sholat. Abul Augus yang jarang berkunjung ke pusat Kota Baghdad merasa terheran-heran menyaksikan pemandangan ini.

Usai mendengarkan semua orasi, mereka melanjutkan perjalanan. Abu lalu bertanya pada Abul, “Bagaimana, apakah sejauh ini kau sudha menemukan Tuhan?”

“Belum sepenuhnya,” jawab Abul Augus dengan nada suara agak sedih.

“Bahkan, sejujurnya, di alun-alun tadi saya merasa tidak sholat. Boro-boro saya menemukan Tuhan,” imbuhnya.

Abu Nawas tahu arah pembicaraan Abul Augus. Tapi, ia biarkan temannya itu meracau sendiri di atas punggung untanya.

“Saya merasa barusan mengalami perbuatan munkar,” ucap Abul Augus meracau.

“Kenapa bisa begitu?” tanya Abu.

“Saat menuju pusat Kota Baghdad, kita tadi benar-benar kesulitan mencari jalan karen beberapa jalan ditutup gara-gara ratusan orang mau sholat di tanah lapang. Padahal, sebelah lapangan itu ada masjid yang besar. Bukankah ini mirip definisi perbuatan munkar yang Tuan pernah jelaskan?” ucap Abul Augus.

“Saya tak ingin buru-buru mengatakan yang mereka lakukan tadi itu adalah perbuatan munkar. Siapa tahu, mereka memang berniat untuk sholat berjemaah di tempat terbuka,” ujar Abu Nawas.

Dalam hati, Abu sebenarnya merasa senang karena temannya mulai menemukan pintu yang benar menuju Tuhan. Ia makin bersemangat menemani Abul Augus untuk menemukan Tuhan.

Kehabisan Makanan

Setelah dua hari meninggalkan Kota Baghdad, sampailah mereka di sebuah masjid kecil di pinggir gurun. Saat menambatkan unta di halaman masjid, mereka sadar bila bekal makanan mereka sudah habis.

Lalu, mereka pun bingung apa yang bisa dimakan di kampung kecil di tengah gurun seperti ini. Di tengah kebingungan, tiba-tiba datang sekelompok kafilah masjid itu. Dari baju mereka yang kumal, mereka adalah kaum Badui miskin yang tampaknya tengah melakukan perjalanan jauh dan melelahkan.

Usai menambatkan unta mereka, kepala kafilah itu menghampiri Abu Nawas dan Abul Augusu untuk memberi salam. Setelah berbincang singkat, kepala kafilah itu tahu bila Abu dan Abul sedang kelaparan.

Tanpa basa-basi, kepala kalifah itu memberi mereka makanan mereka. Awalnya, Abu Nawas menolak karena ia melihat makanan itu sebenarnya juga bekal terakhir yang dibawa kalifah itu. Tapi, setelah kepala kalifah itu memaksanya, akhirnya Abu menerima makanan itu. Tanpa sadar, ia meneteskan air mata karena merasa terharu.

Belajar dari Kalifah

“Kenapa Tuan memberikan makanan ini pada kami. Padahal, bekal  Tuan juga menipis. Sementara perjalanan Tuan pasti masih jauh,” tanya Abul Augus.

“Saudara mungkin tak tahu, sebenarnya saya bukan mengurangi bekal makanan, tapi justru sedang menambahnya,” jelas ketua kalifah.

“Bagaimana bisa?” tanya Abul Augus bingung.

“Ingatlah perkataanku wahai Suadaraku, Allah memerintahkan kita untuk bersedekah dalam kondisi sempit maupun lapang. Ia senang dengan apa yang kita kerjakan ini. Allah juga berjanji, jika kita bersedekah, maka Ia akan mengganjarkan pahala sebanyak 700 kali lipat. Bayangkan saja, saya sekarang memberi kalian sekantong makanan, maka nanti akan datang 700 kantong makanan untuk kami,” ucap ketua kalifah.

“Bagaimana Tuan bisa yakin? Seandainya, 700 kantong makanan itu tak datang, Tuan akan mati kelaparan,” ujar Abul Augus penasaran.

“Sekali yakin bahwa Allah di samping kita, jangan pernah meragukan kemampuan-Nya membagi-bagi rezeki. Buktinya, saat kalian sedang kelaparan di padan pasari, Allah tetap mengirimkan rezeki dengan mengutus kami datang ke masjid ini,” ucap kepala khafilah sambil menepuk punda Aubul.

“Lagi pula, jika Allah tidak memberikan 700 kantong makanan pada kami pada nanti malam atau besok pagi hingga kami pun mati, saya lebih berbahagia lagi. Itu berarti Allah yang kami yakini selalu ada di samping kami, akan segera kami jumpai dengan sepenuh keyakinan dan kebahagiaan,” imbuh ketua kalifah sambil undur diri untuk menyantap bekal terakirnya.

Sementara Abu dan Abul menyantap makanan mereka dengan tetesan air mata. Saat senja tiba, rombogan kafilah itu mohon pamit. Lalu, Abu dan Abul mengantar kepergian mereka dengan syukur dan sukacita.

Abul Augus Menemukan Tuhan

“Karena hari sudah semakin gelap, bagaimana kalau bermalam saja di masjid ini. Besok kita akan kembali ke rumah masing-masing,” ucap Abul Augus.

“Apakah itu artinya kau sudah menemukan Tuhan, saudaraku Abul Augus?” tanya Abu Nawas.

“Benar, Tuan. Saya sudah menemukan Tuhan yang selama ini hilang dari saya tapi Tuan nikmati keberadaan-Nya dalam zikir Tuan,” jelas Abul yakin.

“Bagaimana bisa engkau tiba-tiba menemukan Tuhan, saudaraku?” tanyanya penasaran.

“Sebenarnya, ketika hari pertama kita melakukan perjalanan dan Tuan berkata bahwa sholat harus mengasyikkan dan tak boleh tersiksa menanggung beban, saya hampir menemukan Allah. Ia menurunkan syariat agama pasti untuk membahagiakan umatnya. Bukan untuk mempersulit mereka,” ucap Abul Augus.

“Kemudian, ketika kita bertemu dengan musafir yang peduli pada unta-unta mereka, saya sudah merasa semakin dekat dengan Tuhan yang saya cari. Lalu, ketika saya tak merasa bahagia ketika sholat di alun-alun Kota Baghdad, sesunnguhnya saya merasa tengah diajarkan makna dan tujuan sholat yang sebenarnya,” imbuh Abul Augus.

Abu Nawas hanya terdiam dan tersenyum.

“Wahai saudaraku, sore ini adalah puncaknya saya menemukan Allah. Bertemu dengan para kalifah membuat saya sadar bahwa tujuan dari sholat sesungguhnya adalah menjaga kemanusiaan. Tanpa pemberian mereka, mungkin kita malam ini akan mati kelaparan. Sholat yang mereka lakukan membuat mereka yakin kemanusiaan harus dijaga di mana pun mereka berada. Sekarang, saya makin mengapa Allah memerintahkan kita sholat. Saya pun merasa Allah kini selalu berada di samping saya, karena saya meyakini hal itu,” ujar Abul Augus.

Abu Nawas tersenyum bahagia. Ia bersyukur karena akhirnya saudaranya dapat menemukan Tuhan, yakni di hatinya. Mereka pun bermalam di masjid itu. Keesokan harinya, mereka berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing. Abul Augus berterima kasih pada Abu Nawas karena telah menemaninya mencari Tuhan.

Baca juga:  Dongeng tentang Persahabatan Buaya dan Burung Penyanyi dan Ulasan Menariknya, Sebuah Pelajaran untuk Tidak Berkata Sembarangan

Unsur Intrinsik

Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan sangat menarik, bukan? Nah, untuk menambah wawasanmu, baca unsur intrinsiknya di bawah ini, yuk! Mulai dari tema hingga pesan moral, berikut ulasan singkatnya:

1. Tema

Tema atau inti cerita Abu Nawas Mencari Tuhan adalah tentang seseorang yang sangat ingin bertemu Tuhan. Awalnya, orang itu beranggapan bila Abu Nawas bisa melihat dan merasakan Tuhan. Karenanya, ia juga ingin melihat dan merasakan keberadaan Tuhan.

2. Tokoh dan Perwatakan

Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan - Dua Orang di Gurun Pasir

Ada dua tokoh utama dalam cerita dongeng1 1001 Malam ini. Siapa lagi kalau bukan Abu Nawas dan Abul Augus. Berbeda dengan kisah-kisah lainnya, dalam cerita ini Abu digambarkan sebagai sosok bijak dan cerdas.

Ia bahkan rela menempuh perjalanan jauh demi temannya yang ingin bertemu dengan Tuhan. Abdul Augus digambarkan sebagai sosok yang mudah penasaran. Sepanjang perjalanan mencari Tuhan, ia kerap bertanya tentang ilmu agama pada Abu.

Selain tokoh utama, cerita ini juga memiliki beberapa tokoh pendukung. Mereka adalah para musafir dan para kalifah. Mereka adalah sosok yang berperan dalam upaya Abul Augus menemukan Tuhan.

3. Latar

Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan ini menggunakan beberapa latar tempat. Beberapa di antaranya adalah masjid pinggir kota Baghdad, Distrik Qomty, padang pasir Um Jidir, desa Ishbilya, pusat Kota Baghdad, serta gurun antara Khadra dan Abu Ghuraib.

4. Alur Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan

Alur cerita Abu Nawas Mencari Tuhan adalah maju. Cerita bermula dari seorang dari Distrik Qomty yang bernama Abul Augus merasa kagum dengan kekhusyukan Abu Nawas saat sedang berdzikir.

Setelah bertanya-tanya, ia lalu penasaran bagaimana cara menemukan Tuhan. Tanpa banyak basa-basi, Abu Nawas lalu mengajaknya melakukan perjalanan untuk mencari Tuhan.

Tentu saja Abul Augus merasa sangat senang. Mereka lalu mengawali perjalanan dari Distrik Qomty. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa orang.

Pertama, saat berhenti di masjid di desa Ishbilya, mereka berpapasan dengan musafir yang sedang beristirahat. Namun, mereka ternyata tak sholat karena sudah melaksanakan sholat jamak saat zuhur.

Alasan mereka berhenti di masjid adalah karena unta-unta mereka tampak kelelahan. Sifat kemanusiaan itu membuat hati Abul Augus terketuk.

Kedua, mereka bertemu dengan banyak orang di alun-alun Pusat Kota Baghdad. Abul merasa tak bahagia melakukan ibadah jamaah di alun-alun itu. Sebab, ia merasa tindakannya telah menyulitkan beberapa orang.

Terakhir, mereka bertemu dengan kalifah di masjid kecil di gurun antara Khadra dan Abu Ghuraib. Para kalifah itu membagi makanan mereka yang sebenarnya tinggal sedikit pada Abu dan Abul yang kelaparan. Sedekah dan rasa kemanusiaan itulah membuat Abul menemukan Allah.

5. Pesan Moral

Kira-kira, dari cerita Abu Nawas Mencari Tuhan ini, pesan moral apa sajakah yang bisa kamu petik? Karena ceritanya panjang, ada banyak yang bisa kamu petik. Salah satunya adalah jangan ragu untuk bertanya bila kamu merasa penasaran dengan suatu hal.

Seperti halnya Abul Augus yang tak ragu dan tak sungkan bertanya pada Abu Nawas perihal kekhusyukannya dalam berdzikir. Tanpa bertanya, ia mungkin tak akan pernah ingin mendambakan pertemuan dengan Tuhan.

Berikutnya, kamu bisa memetik arti kepedulian terhadap sesama ciptaan Tuhan dari kepala musafir dalam kisah ini. Mereka bahkan sengaja berhenti sejenak karena melihat unta-unta mereka kelelahan.

Dari para kalifah dalam kisah ini, kamu dapat memetik pesan bahwa bersedekah itu membawa berkah. Tuhan akan melipat gandakan pahala dan berkah bagi umat-umatnya yang tak lupa bersedekah.

Terakhir, amanat yang bisa kamu petik adalah sabar dan ikhlas lah dalam meraih mimpimu. Demi dapat menemukan Tuhan, Abul dan Abu rela menempuh perjalanan jauh selama beberapa hari. Pada akhirnya, perjuangan mereka pun berakhir dengan manis.

Tidak hanya unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang terkandung cerita Abu Nawas Mencari Tuhan ini. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat, contohnya adalah nilai budaya, moral, dan sosial.

Baca juga: Kisah Pengembara dan Sebuah Pohon Beserta Ulasannya, Dongeng Dua Orang yang Menganggap Pohon Tak Bermanfaat

Fakta Menarik

Meski cerita Abu Nawas Mencari Tuhan sangat bagus dan sarat akan pesan moral, tak banyak fakta menariknya yang bisa diulik. Ada 1 fakta yang sayang untuk kamu lewatkan, berikut ulasannya;

1. Ada Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan Versi Lain

Cerita Abu Nawas Mencari Tuhan - Gurun Pasir

Biasanya, cerita dongeng memang memiliki beragam versi. Begitu pun dengan cerita Abu Nawas Mencari Tuhan. Dalam versi lainnya, Abu Nawas dan Abul Augus sama-sama tidak tahu keberadaan Tuhan.

Lalu, mereka melakukan perjalanan panjang untuk mencari Tuhan. Perjalanan itu dipimpin oleh Abu Nawas yang merasa dirinya lebih dekat dengan Tuhan dibanding kand engan Abul Augus.

Sepanjang perjalanan, ada banyak kejadian yang membuat mereka semakin dekat dengan Tuhan. Pada akhrinya, Abul Augus lebih dulu menemukan Tuhan yang selama ini ada di hatinya.

Karen Abu Nawas belum berhasil menemukan Tuhan, Abul Augus pun memimpin perjalanan. Hingga akhirnya, saudaranya itu berhasil menemukan Tuhan.

Baca juga: Cerita Rakyat Si Anak Emas Radin Jambat dari Lampung Beserta Ulasan Menariknya, Kisah Sang Pangeran yang Mencari Jodoh

Bagikan Cerita Rakyat Abu Nawas Mencari Tuhan Kepada Teman-Temanmu

Itulah tadi cerita terbaik Abu Nawas Mencari Tuhan beserta ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Kalau kamu suka dengan kisahnya, janganlah ragu untuk membagikannya pada teman-temanmu.

Selain kisah ini, di situs Poskata.com kanal Ruang Pena juga terdapat kumpulan cerita lucu Abu Nawas. Beberapa di antaranya adalah kisah Abu Nawas Menipu Malaikat, Menipu Tuhan, Mengguncangkan Dunia, dan masih banyak lagi.

Tak hanya itu saja, di situs ini juga terdapat banyak sekali kisah Nusantara. Misalnya saja seperti cerita rakyat Tangkuban Perahu, asal usul Kota Salatiga, legenda Danau Tondano dari Sulawesi Utara, dan lain-lain. Selamat membaca!

← Dongeng Kupu-Kupu dan Bunga Matahari yang Baik Hati Beserta Ulasan Lengkapnya
Dongeng 1001 Malam, Kisah Abu Nawas Mengguncang Dunia Beserta Ulasan Lengkapnya →

TIM DALAM ARTIKEL INI

Penulis
Rinta Nariza

Rinta Nariza, lulusan Universitas Kristen Satya Wacana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, tapi kurang berbakat menjadi seorang guru. Baginya, menulis bukan sekadar hobi tapi upaya untuk melawan lupa. Penikmat film horor dan drama Asia, serta suka mengaitkan sifat orang dengan zodiaknya.

Editor
Khonita Fitri

Seorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri.

Sidebar Utama

Artikel Terkait

Cerita Dongeng 1001 Malam

  • Dongeng 1001 Malam, Kisah Abu Nawas Mengguncang Dunia Beserta Ulasan Lengkapnya
  • Kisah Abu Nawas Ingin Terbang Sehingga Bikin Geger Warga Beserta Ulasan Lengkapnya
  • Kisah 1001 Malam dan Ulasan Lengkapnya, Cerita Abu Nawas Akan Disembelih dan Dijadikan Bubur Oleh Rakyat Badui
  • Kisah Lucu dan Menggelitik Abu Nawas dan Telur Unta untuk Mengobati Raja Beserta Ulasan Lengkapnya
  • Cerita Dongeng Abu Nawas; Doa Merayu Tuhan dan Ulasan Lengkapnya, Kisah yang Penuh Pesan Moral
  • Cerita Batu dan Pohon Ara Beserta Ulasan Lengkapnya, Dongeng 1001 Malam yang Sarat Pesan Moral
  • Kisah Abu Nawas tentang Pesan Bagi Para Hakim dan Ulasan Menariknya, Pelajaran untuk Selalu Profesional dalam Bekerja
  • Dongeng Lucu dan Menggelitik, Abu Nawas Menipu Gajah Beserta Ulasan Lengkapnya
  • Dongeng 1001 Malam, Abu Nawas dan Lelaki Kikir Beserta Ulasan Lengkapnya
  • Dongeng 1001 Malam, Kisah Abu Nawas dan Keledai Beserta Ulasan Lengkapnya
  • Kisah Abu Nawas dan Botol Ajaib yang Sarat akan Makna Beserta Ulasan Unsur Intrinsiknya
  • Dongeng Abu Nawas Merayu Tuhan Beserta Ulasannya, Kisah yang Sarat akan Makna
  • Dongeng Ali Baba dan 40 Pencuri Beserta Ulasan Lengkapnya, Pelajaran tentang Ketamakan
  • Kisah Lucu Abu Nawas dan Dua Sahabatnya tentang Puasa Beserta Ulasan Menariknya
  • Cerita Abu Nawas Mencari Cincin dan Ulasannya, Kisah Menggelikan yang Mengandung Pesan Bijak
  • Cerita Dongeng Abu Nawas Berdoa Mencari Jodoh Beserta Ulasan Menariknya
  • Cerita Lucu Abu Nawas Menipu Malaikat di Alam Kubur & Ulasan Menariknya
  • Kisah Aladin dan Lampu Ajaib yang Diadaptasi ke Berbagai Karya Beserta Ulasannya
  • Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Persyaratan Penggunaan
  • Kebijakan Privasi

Copyright © 2023 PosKata.com Praktis Media Network. All Rights Reserved.