
Membaca cerita atau dongeng memang menjadi kegiatan favorit bagi sebagian orang. Buat kamu yang suka baca dongeng, cobalah simak cerita Enam Serdadu yang telah kami paparkan di artikel ini. Selamat membaca!
Teruntuk yang suka dongeng, sudahkah kamu membaca cerita Enam Serdadu? Wajar kalau belum. Sebab, dongeng ini memang tak begitu populer. Padahal ceritanya sangatlah menarik dan seru.
Secara singkat, dongeng Enam Serdadu mengisahkan tentang seorang mantan prajurit yang tiba-tiba diberhentikan dari tugasnya dengan alasan yang tak jelas. Tak terima diperlakukan semena-mena, ia lantas memutuskan untuk menemui Raja dan memberinya pelajaran.
Ia tak sendiri, tetapi ditemani oleh lima prajurit berbakat lainnya. Nah, kalau ingin membaca lanjutan dongeng Enam Serdadu, tak perlu ke mana-mana lagi, langsung saja simak kisah serunya di artikel ini. Kami juga telah memaparkan ulasan unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya.
Cerita Dongeng Enam Serdadu
Alkisah, pada zaman dahulu, ada seorang serdadu alias prajurit hebat dan telah berbakti pada negara. Ia memiliki keberanian yang luar biasa dan sering berhasil memenangkan peperangan.
Namun, tiba-tiba saja Raja memberhentikannya dengan alasan yang tak jelas. Ditambah lagi, ia hanya mendapatkan tiga koin emas sebagai pesangon. Tentu saja ia merasa dikhianati.
“Aku telah mengabdi pada negara ini. Kukerahkan seluruh tenaga dan keberanian untuk menyelamatkan negara ini dari perang, tapi inikah yang kudapatkan?” ujar prajurit itu dalam hati.
“Aku tidak bisa diam saja diperlakukan seperti ini. Akan kubawa pasukan untuk menemui Raja dan menyelesaikan permasalahan ini,” imbuhnya dalam hati.
Dengan penuh amarah, ia masuk ke dalam hutan untuk menuju istana. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan seorang pria yang sedang berdiri dan mencabuti pohon dengan mudahnya. Seakan-akan, pohon itu seringan pohon jagung.
Terpukau dengan kekuatan pria itu, sang Prajurit lalu mengajaknya datang ke istana. “Hai, Orang kuat, maukah kau ikut bersamaku ke istana untuk menemui raja?” ucapnya.
“Dengan senang hati. Tapi, biarkan aku membawa pulang kayu-kayu ini ke rumah ayah dan ibuku,” ucapnya meminta izin.
Ia lalu menumpuk batang-batang pohon itu dan memanggulnya di pundak. Dengan mudahnya, ia membawa seluruh batang pohon itu. Sang prajurit yang kemudian jadi pemimpin perjalanan itu merasa sangat kagum.
Setelah membawa seluruh pohon ke rumah ayah dan ibunya, pria kuat itu kembali menemui pemimpin. “Aku siap untuk mengikutimu pergi ke istana,” ujarnya.
“Baiklah. Mari kita pergi ke istana. Berdua kita bisa hadapi seluruh dunia,” ucapnya dengan lantang.
Baca juga: Cerita Rakyat Asal Usul Nama Kota Makassar yang Islami dan Ulasan Menariknya
Bertemu dengan Seorang Pemburu
Pemimpin dan orang kuat lalu melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, mereka bertemu dengan seorang pemburu yang sedang membidik senapannya.
“Pemburu, apa yang sedang kau bidik?” tanya sang Pemimpin.
“Dua mil dari tempatku ini, ada seekor lalat yang hinggap di pohon oak. Aku ingin menembak mata kiri lalat tersebut,” jawa pemburu itu.
“Tampaknya kamu adalah orang yang sangat hebat. Maukah ikut denganku ke istana? Bertiga kita bisa menghadapi seluruh dunia,” ujar si Pemimpin.
Pemburu itu dengan senang hati ikut ke istana. Mereka semua berangkat bertiga. Tak lama kemudian, mereka melihat baling-baling yang berputar dengan kencangnya. Padahal, di sekitar situ tak ada angin yang melintas.
“Siapa yang menggerakkan kincir angin itu? Kenapa bisa berputar tanpa angin?” tanya si Pemimpin.
Mereka lalu mendekati kincir angin itu. Di sana mereka bertemu dengan seorang pria yang sedang menutupi salah satu lubang hidungnya. Ia meniupkan napasnya melalui lubang hidung yang terbuka.
“Hai, apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa kau menutup salah satu lubang hidungmu?” tanya pemimpin itu.
“Lihatlah, dua mil dari sini, ada tujuh buah kincir angin. Lewat lubang hidungku ini, aku ingin semua kincir angin itu berputar,” jelas si peniup angin itu.
“Oh, kalau begitu, maukah kau ikut denganku? Ke istana untuk menemui raja. Berempat kita bisa hadapi seluruh dunia,” ujarnya merayu si Peniup.
“Hmm, baiklah. Aku akan mengikutimu,” ujar si Peniup tak keberatan untuk pergi ke istana. Mereka berempat pun melanjutkan perjalanan.
Bertemu Pelari
Mereka berempat berjalan dengan pelan menuju ke istana. Tidak lama setelahnya, ada seorang yang menarik perhatian mereka. Orang itu berdiri dengan satu kaki sedangkan satu kakinya tergelatak tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Apa yang sedang ia lakukan di sana?” bisik si Orang Kuat pada Peniup.
“Entahlah. Ia tampak unik, tapi sedikit aneh,” ujar si Peniup.
Sang Pemimpin melihatnya dengan seksama. Seperti sebelum-sebelumnya, ia lalu mendekati orang yang berdiri dengan satu kaki itu. “Permisi, apa yang sedang kau lakukan?” tanya si Pemimpin.
“Apa kalian tak lihat, aku sedang beristirahat,” ujar pria itu.
“Kau terlihat punya cara yang unik saat beristirahat. Bahkan, kau bisa melepaskan salah satu kakimu. Kau tampak hebat,” ujar Pemimpin itu.
“Tentu saja aku bisa. Aku ini seorang pelari handal. Lariku sangat cepat. Jadi, aku melepas satu kakiku agar aku tak bergerak terlalu cepat,” ujar si Pelari.
“Jika aku menggunakan kedua kakiku, aku bisa berlari lebih cepat dari seekor singa sekali pun,” imbuhnya.
Pemimpin mengangguk-anggukkan kepalanya tanpa memahami. Tatapannya tampak serius. Ia terlihat sangat tertarik dengan si Pelari. “Kau punya bakat yang mengagumkan. Maukah kau ikut bersamaku ke istana? Berlima kita bisa hadapi seluruh dunia,” tanya sang Pemimpin.
“Ke istana? Ada urusan apa ke sana?” tanya si Pelari penasaran.
“Apa kau tak ingin menunjukkan kehebatanmu di hadapan Raja?” jawa si Pemimpin.
“Hmm, ide yang bagus. Kalau begitu, aku ikut,” jawab si Pelari. Bertambahlah satu pasukan prajurit itu. Sekarang, ia dan keempat pria lainnya melanjutkan perjalanan untuk menemui Raja di istana.
Bertemu Pemilik Topi
Tak lama kemudian, lagi-lagi mereka bertemu dengan orang unik. Pria itu mempunyai topi kecil yang ia pakai di atas satu telinga saja. Pelari pun bertanya, “Kenapa ia menggunakan topi seperti itu? Aneh sekali.”
“Itulah responku saat melihatmu berdiri dengan satu kaki tadi,” jawab si Peniup.
Namun, Pemimpin itu tak mau diam saja. Ia mendekati pria pemilik topi itu. “Kenapa kau memakai topi dengan cara yang tidak benar?” tanya Pemimpin.
“Iya. Kau tampak bodoh,” imbuh si Pelari.
“Bukannya aku orang bodoh yang tak tahu cara memakai topi. Hanya saja, jika aku memakai topi ini dengan benar, akan terjadi badai salju yang sangat besar. Kau mau hal itu terjadi?” ucapnya.
“Hahaha, mana mungkin hal itu bisa terjadi di dunia ini,” ujar si Kuat meledek.
“Kau mau aku membuktikannya sekarang?” tantang si Pemilik Topi itu.
“Jangan! Aku percaya padamu,” ucap si Pemimpin.
“Dengan kemampuan hebatmu itu, maukah kamu ikut kami ke istana untuk menemui raja? Berenam kita bisa menghadapi seluruh dunia,” imbuhnya.
“Hmm, ajakan yang menarik,” ujar si Pemilik Topi. Mereka pun melanjutkan perjalanan ke istana bersama-sama.
Sampai di Istana
Setelah berjalan sekian lama, akhirnya mereka sampai juga di istana. Rupanya, Raja sedang mengadakan pertandingan lari. Siapa pun yang bisa memenangkan pertandingan itu, maka ia akan menikah dengan sang Putri. Namun, yang kalah akan dihukum mati.
Raja sangat licik. Sebab, pertandingan itu melawan putrinya yang sangat cepat dalam berlari. Orang-orang tak ada yang berani mengikuti pertandingan karena takut kalah dan akan mendapatkan hukuman mati.
Namun, tidak dengan si Pemimpin. Ia menemui sang Raja dan berkata, “Aku punya satu orang yang akan mewakiliku untuk mengikuti pertandingan lari.”
“Kalau begitu, hidupnya harus dipertaruhkan. Jika gagal, bukan hanya dia yang aku hukum mati, tapi juga kau,” ancam Raja.
“Aku tak takut,” ucap si Pemimpin. Ia lalu memanggil si Pelari. “Jika tidak ingin mati, kau harus menunjukkan kebolehanmu di pertandingan ini. Berjuanglah agar kamu menang,” ucap si Pemimpin pada Pelari.
Sang Pelari lalu memasang kakinya. Ia siap untuk bertanding. Telah disepakati bahwa siapa pun yang berhasil membawa pulang air dari anak sungai yang jauh, maka ia akan menjadi pemenang.
Lantas, sang Pelari dan Putri Raja pun mengambil kendi untuk mengambil air. Tak berselang lama, pertarungan dimulai. Dalam sekejap, si Pelari sudah hilang dari pandangan. Ia berlari sangat cepat.
Ia lalu sampai di anak sungai dan lekas mengambil air. Saat hendak kembali untuk membawa kemenangan, ia merasa kelelahan dan mengantuk. Lalu, berhentilah ia sejenak dan beristirahat.
“Hmm, aku sangat mengantuk. Tak masalah jika aku tidur sebentar. Toh, Putri itu masih jauh,” ujarnya sambil merebahkan badan di tanah. Ia lalu mengambil tengkorak kuda yang tergeletak di sebelahnya untuk ia jadikan bantal.
Tuan Putri Membuang Isi Kendi Pelari
Tak lama kemudian, si Putri berhasil menyusul Pelari. Ia melihat pria itu tidur dengan sangat nyenyak. “Bisa-bisanya ia tidur di saat seperti ini,” ujar Putri dalam hati.
Karena ingin memenangkan pertandingan, ia pun membuang isi air dari kendi milik Pelari. “Hari ini aku lah pemenangnya. Hahaha,” ujar Putri itu tertawa.
Dari kejauhan, si Pemburu yang punya penglihatan tajam melihat semua yang terjadi. “Tuan, si Putri membuang air dari kendi Pelari yang sedang tertidur pulas,” ucap Pemburu pada Pemimpin.
“Tak bisa kita biarkan. Kita harus menang dari Putri Raja. Bisakah kau membangunkan si Pelari dengan pembidikmu?” ukar Pemimpin.
“Akan aku coba membidik tengkorak kuda yang ia jadikan bantal. Siapa tahu ia bisa terbangun dan melanjutkan perlombaan ini,” jawab si Pemburu.
Ia lalu mengambil senapannya dan mulai membidik dengan teliti. Dengan kemampuannya yang hebat itu, ia berhasil membidik tepat sasaran, yaitu di tengkorak kuda sehingga tak melukai si Pelari.
Sontak, si Pelari terkejut dan menyadari jika kendinya telah kosong. Tanpa kehilangan keberaniannya, Pelari itu lalu kembali ke sungai untuk mengambil air dan berlari cepat menuju istana.
Tak lama kemudian, ia berhasil menyalip Putri dengan cepatnya. “Tuan! Lihatlah, Pelari sudah sampai dengan cepat. Sedangkan Putri yang licik itu masih jauh dari istana,” ujar Pemburu gembira.
Kemenangan Pelari membuat Raja kesal. “Bagaimana bisa orang biasa seperti dia mengalahkan seorang Putri,” ucapnya kesal dalam hati. Sesampainya di istana, sang Putri pun kesal.
Lalu, Raja dan Putri sepakat untuk menyingkirkan mereka. “Ayah, aku tak ingin menikah dengan salah satu dari serdadu itu! Ini tak bisa dibiarkan. Kita harus menyingkirkan mereka!” ujarnya.
“Tenang saja, aku akan mengatur rencana untuk menyingkirkan mereka. Kau tak perlu takut. Pernikahan itu tak akan pernah terjadi!” ujar Raja.
Upaya Menyingkirkan Serdadu dan Pengikutnya
Raja lalu menemui serdadu yang telah ia pecat itu bersama pengikutnya. “Selamat karena anak buahmu telah berhasil memenangkan pertandingan ini. Untuk merayakan kemenangan, aku mengundang kalian makan,” ucap Raja yang sebenarnya telah mengatur strategi.
Ia mengajak Pemimpin dan kelima pengikutnya ke dalam ruangan yang terbuat dari besi. Mulai dari lantai, jendela, hingga dinding semuanya terbuat dari besi.
“Nikmatilah makanan spesial yang telah kami hidangkan,” ujar Raja sambil tersenyum. Ia lalu keluar dari ruangan dan mengunci rapat-rapat pintunya. Kemudian, ia bergegas menemui juru masak istana.
“Buatlah api yang sangat besar di bawah ruangan besi. Api itu harus besar sehingga bisa membuat ruangan menjadi sangat panas,” perintahnya pada Raja.
Juru masak hanya bisa mematuhi perintah Raja tanpa bertanya apa pun. Ia lalu membuat api yang sangat besar hingga membuat ruangan serdadu dan pengikutnya terasa sangat panas.
“Apakah kau merasa di sini sangatlah panas?” tanya Pelari.
“Iya, panas sekali,” jawab si Kuat.
“Mungkin ini semua gara-gara makanan pedas yang kita makan?” ucap Pemburu mencoba berpikiran positif.
Sang Pemimpin tak bisa diam saja. Ia merasa ada yang janggal. Lalu, ia mencoba membuka pintu dan jendela. Namun, semuanya telah terkunci.
“Tampaknya Raja telah menjebak kita. Ia mungkin inginkan kita mati kepanasan di ruangan ini,” ujar Pemimpin.
Si Pemilik Topi Beraksi
“Rencana Raja licik itu untuk membunuh kita tak akan pernah berhasil,” ucap Pemilik Topi.
“Jika kita tak segera keluar, kita bisa mati di sini,” ucap Pemburu panik.
“Hal itu tak akan pernah terjadi. Akan kutunjukkan kemampuanku,” ucap si Pemilik Topi. Ia lalu menggunakan topinya secara benar. Seketika, badai dan salju muncul dari ruangan itu.
Udara yang mulanya panas seketika menjadi dingin dan sejuk. Mereka pun dengan santai melanjutkan makanan. Dua jam telah berlalu. Raja mengira serdadu dan pengikutnya itu telah mati kepanasan.
“Bukalah pintu ruangan itu,” perintahnya pada pengawal. Ketika pintu terbuka, Raja terkejut mendapati keenam orang itu masih selamat. Ia semakin terkejut ketika mendapati ruangan terasa dingin.
“Apa yang terjadi dalam ruangan ini?” tanya Raja heran. Ia lalu bergegas turun dan memarahi tukang masak. “Apa saja yang telah kau lakukan! Aku memintamu membuat api yang besar, tapi kenapa ruangan itu justru dingin?!” ujarnya.
“Baginda, lihatlah, hamba telah membuat api sebesar ini. Harusnya cukup untuk membuat mereka terbakar,” ucap sang Juru masak.
Sang Raja menyadari bahwa keenam orang itu tak bisa dengan mudah disingkirkan. Lalu, ia pun bertanya kepada serdadu itu, “Apa yang sebenarnya aku inginkan dariku?”
“Tuan, hamba yang seharusnya bertanya. Apa yang Tuan inginkan dari kami? Bukankah Tuan seharusnya menepati janji?” ucap si Pemimpin.
Serdadu Meminta Emas
“Aku tak ingin putriku menikah dengan salah satu di antara kalian. Sebagai gantinya, ambillah emas yang kumiliki sebanyak yang kalian mau,” ujar Raja.
“Baiklah Baginda Raja. Biarkan saya mengambil emas sebanyak yang dapat pengikutku ini bawa,” ucap si Pemimpin sambil menunjukkan si Kuat.
“Namun, sebelum itu, izinkan hamba pamit untuk mengambil kantong. Hamba akan kembali kemari untuk mengambil emas yang telah Raja janjikan,” ucap Pemimpin itu.
“Baiklah kalau begitu!” ujar Raja. Ia sedikit bersyukur karena anaknya tak jadi menikah. Dalam hati, ia pun berkata, “Orang itu tak akan bisa membawa emas banyak. Kekayaaanku tak akan berkurang.”
Si Pemimpin lalu pergi ke kota. Ia memanggil seluruh penjahit di kota dekat kerajaan. “Aku ingin kalian membuat karung yang sangat kuat dan besar. Kantong itu harus muat untuk membawa barang yang sangat berat,” perintah si Pemimpin.
Dengan cepat, para penjahit itu bahu membahu untuk membuat kantong yang sangat besar. Dua minggu kemudian, kantong itu pun selesai dibuat. Si Kuat lalu membawanya dengan begitu mudahnya. Padahal, kantong itu sangatlah berat.
Pemimpin dan si Kuat beserta keempat pengikut lainnya lalu mendatangi kerajaan. Raja panik melihat kantong yang mereka bawa. Ia khawatir jika kekayaannya akan habis jika kantongnya sebesar itu.
“Baginda yang mulia, kami kemari untuk mengambil emas. Sesuai yang saya janjikan. Saya akan membawa emas semampunya pengikut saya ini,” ujar Pemimpin sambil tersenyum.
“Baiklah. Ambillah emas dalam gudang penyimpananku semaumu,” ujar Raja yang memperlihatkan wajah tenang, padahal ia sebenarnya panik.
Mengambil Seluruh Emas
Dibantu oleh para pengikut, si Pemimpin dan si Kuat memindahkan emas-emasan milik Raja dari gudang penyimpanan ke kantong mereka. Si Kuat bisa mengangkat 1 ton emas dengan satu tangannya saja. Hal itu membuat Raja tertegun.
Tak lama kemudian, dasar kantong telah terpenuhi dengan emas yang tentu sangatlah berat. “Mengapa tak kau bawa lebih banyak lagi? Kekayaanku masih banyak. Tak akan habis meski kau memenuhi kantong ini,” ucap Raja sombong. Padahal sebenarnya ia sangat panik.
“Baiklah, Tuan. Kami akan mengisi penuh kantong ini,” ujar Pemimpin sambil tersenyum.
“Tapi, jika kantong ini sudah terisi penuh dan anak buahmu tak bisa membawanya, kalian akan kuhukum mati,” ujar Raja mengancam.
“Tenang saja, Tuan. Hal itu tak akan terjadi,” jawab Pemimpin.
Beberapa saat kemudian, kantong tersebut telah terisi setengah penuh. “Segitu saja yang kalian bisa bawa? Lihatlah, kekayaanku masih banyak,” ujar Raja sombong.
“Tentu tidak, Tuan. Kami hanya beristirahat sejenak,” ucap si Kuat.
Ketika malam tiba, mereka berhasil mengambil seluruh emas dan harta yang ada di gudang. Padahal, di dalam gudang itu berisi harta dan emas yang Raja kumpulkan selama bertahun-tahun.
“Tuan, sebenarnya, kantong kami belum penuh. Tapi, harta tuan telah habis. Kami sisakan tiga koin emas untuk Raja,” ucap Pemimpin itu.
“Sebanyak ini memangnya bisa ia bawa sendiri? Kalau tidak bisa, terpaksa aku menghukum kalian,” ancam Raja.
Pemimpin dan pasukannya hanya tersenyum. Si Kuat lalu mengangkat kantong itu dengan mudah seolah-olah tak ada beban. Ia menaikkan kantong itu ke punggungnya dan pergi meninggalkan Raja yang tak lagi mempunyai harta kekayaan.
Upaya Merampas Kantong
Melihat hanya tiga koin saja yang tersisa di gudangnya, Raja merasa marah. Ia lalu memerintahkan pasukannya untuk mengejar keenam orang itu dan merampas kembali kantong yang dibawa oleh si Kuat.
Tak lama kemudian, para pasukan istana itu berhasil mengepung Pemimpin dan pengikutnya. “Kembalikan kantong itu, atau kalian akan kami bunuh!” ujar salah satu pasukan istana.
“Apa katamu? Memberikan emas ini pada kalian? Sebelum itu, mungkin kalian perlu menari-nari bersama di udara,” ucap si Peniup. Ia lalu menutup salah satu hidungnya dan meniupkan udara dari lubang yang satunya.
Beberapa pasukan berterbangan hingga jauh sekali. Ia sengaja tak menerbankan semua pasukan. “Kuizinkan kalian selamat. Katakan pada Raja kalian, jika ada yang menyerang kami lagi, mereka akan berakhir menari-nari di udara,” ucap si Peniup.
Mereka yang masih selamat bergegas kembali ke istana dan melapor ke sang Raja. “Tuan, kami tak bisa merebut kembali kantong itu. Mereka tak terkalahkan,” ucap pemimpin pasukan istana.
“Hmm, kalau begitu, biarkan mereka mempunyai hak atas harta kekayaan itu,” ucap sang Raja. Artinya, Raja telah menyerah. Keenam orang itu pun membagi harta dan membawanya pulang ke rumah masing-masing. Mereka hidup bahagia hingga akhir hayat.
Unsur Intrinsik
Cerita dongeng Enam Serdadu ini seru banget, kan? Nah, untuk menambah pengetahuanmu, yuk, baca ulasan unsur intrinsiknya. Mulai dari tema hingga pesan moral, berikut ulasan singkatnya;
1. Tema
Inti cerita atau tema dari Enam Serdadu adalah tentang upaya seorang mantan prajurit memberi pelajaran pada seorang Raja yang jahat. Awalnya, ia ingin memberi pelajaran pada Raja seorang diri. Namun, dalam perjalanannya, ia bertemu orang-orang berkemampuan unik yang akan membantunya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Sesuai judulnya, cerita dongeng ini memiliki enam tokoh utama protagonis. Mereka adalah mantan serdadu yang kemudian menjadi si Pemimpin, si Kuat, Pemburu, Peniup, Pelari, dan Pemilik Topi.
Si Pemimpin digambarkan sebagai sosok yang cerdas dan tampak tenang. Dalam masalah apa pun, ia dengan cepat mencari solusinya. Kelima pengikutnya, si Kuat, Pemburu, Peniup, Pelari, dan Pemilik Topi, memiliki kekuatan masing-masing sesuai dengan nama mereka.
Tokoh antagonis dalam dongeng Enam Serdadu adalah Raja dan sang Putri. Raja adalah sosok yang tak bijaksana. Buktinya, ia tiba-tiba memecat seorang serdadu loyal dengan alasan yang tak jelas. Ia juga merupakan Raja yang ingkar janji.
Sama seperti sang Raja, putrinya pun punya sifat yang licik. Dalam lomba lari, ia berbuat curang kepada lawannya. Seorang Putri sejati tak akan pernah berbuat kotor.
Dongeng ini juga menceritakan beberapa tokoh pendukung yang turut mewarnai kisah. Mereka adalah juru masak istana dan para pasukan istana yang hendak menyerang serdadu dan lima pengikutnya.
3. Latar
Ada beberapa latar tempat dari dongeng Enam Serdadu. Di antaranya adalah di hutan belantara, istana, sungai, dan kota. Di dalam istana ada dua tempat yang diceritakan, seperti ruangan besi dan dapur istana.
4. Alur Cerita Dongeng Enam Serdadu
Alur cerita dongeng yang panjang ini adalah maju atau progresif. Cerita bermula dari seorang serdadu atau prajurit kerajaan yang dipecat dengan secara tidak hormat dan hanya mendapatkan tiga koin emas saja sebagai pesangonnya.
Padahal, selama ini ia telah mengerahkan seluruh tenaganya untuk berjuang dan berperang membela negara. Karena merasa dikhianati, ia pun berencana untuk memberi pelajaran pada sang Raja.
Dalam perjalanan ke istana, ia bertemu dengan lima orang yang punya kekuatan masing-masing. Singkat cerita, berkat kekuatan para pasukan yang ia bawa, mantan serdadu itu berhasil memberi pelajaran pada Raja.
Ia dan pasukannya berhasil mendapatkan seluruh emas dan harta kekayaan Raja. Sebagai balasan, mantan serdadu itu meninggalkan tiga koin emas untuk pemimpin istana yang jahat itu.
5. Pesan Moral
Pesan moral utama dari dongeng Enam Serdadu ini adalah jangan jadi pemimpin yang pengkhianat dan licik seperti sang Raja. Seorang pemimpin harusnya bijak dan mengayomi para serdadu yang telah berjuang dan rela mempertaruhkan nyawa.
Jadilah pemimpin seperti serdadu dalam dongeng ini. Ia adalah sosok yang cerdas, bijaksana, dan solutif. Kemampuan para pengikutnya mungkin terlihat aneh, tapi ia bisa memanfaatkannya untuk hal yang positif.
Selain unsur instrinsik, cerita dongeng Enam Serdadu ini juga memiliki unsur ekstrinsik. Di antara unsur ekstrinsiknya adalah nilai ketuhanan, sosial, budaya, dan moral dari lingkungan di sekitar.
Fakta Menarik
Sebelum mengakhiri artikel ini, simak dulu fakta menarik dari dongeng Enam Serdadu ini, yuk! Meski tak banyak fakta yang kami paparkan, tapi sayang banget jika kamu lewatkan.
1. Berasal dari Jerman
Sumber: Wikimedia Commons
Cerita Enam Serdadu ini adalah dongeng milik Brothers Grimm yang berasal dari Jerman. Dalam bahasa Jerman, dongeng ini berjudul Sechse kommen durch die ganze Welt.
Dongeng ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi How Six Men got on in the World pada tahun 1884 oleh novelis asal Inggris bernama Margaret Hunt.
Baca juga: Cerita Beruang dan Lebah Madu Beserta Ulasan Lengkapnya, Kisah yang Mengajarkan Pentingnya Kejujuran
Suka dengan Cerita Dongeng Enam Serdadu?
Demikianlah artikel yang mengulik cerita dongeng Enam Serdadu beserta ulasan intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Kamu suka dengan kisahnya, kan? Yuk, bagikan kisahnya ke teman-temanmu kalau kamu menyukainya!
Buat yang ingin membaca cerita lainnya, langsung saja telusuri kanal Ruang Pena di Poskata.com. Ada banyak dongeng yang bisa kamu pilih, seperti Tujuh Ekor Gagak, Hansel dan Gretel, dan Iblis dengan Tujuh Rambut Emas. Selamat membaca!