Kamu mungkin pernah mengetahui sinetron atau novel berjudul 7 Manusia Harimau. Tahukah kamu kalau rupanya 7 Manusia Harimau itu merupakan sebuah legenda yang berasal dari Bengkulu? Kalau penasaran dengan kisahnya, langsung saja cek artikel berikut.
Ketika mendengar tentang Legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu, apakah yang pertama kali terlintas di pikiranmu? Apakah novel karya Motinggo Boesje, atau justru sinetron yang pernah ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia?
Manapun itu, tahukah kamu kalau rupanya legenda itu berasal dari sebuah mitos yang banyak dibicarakan sejak zaman dahulu di salah satu kota besar di Pulau Sumatera. Bahkan, mitos itu kabarnya pernah diabadikan dalam sebuah buku yang diterbitkan ratusan tahun yang lalu.
Semakin penasaran dengan cerita legenda 7 Manusia Harimau yang berasal dari Bengkulu ini? Langsung saja simak ulasan yang telah kami siapkan di bawah ini. Selain kisahnya, di artikel ini kamu juga bisa mendapatkan ulasan seputar unsur intrinsik dan fakta menariknya. Selamat membaca!
Cerita Rakyat Legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu
Alkisah pada zaman dahulu kala terdapat desa bernama Kumayan. Kabarnya, desa tersebut merupakan biang dari segala ilmu hitam. Ibarat kata, semua orang yang ingin belajar ilmu hitam pasti akan datang ke desa Kumayan.
Pada suatu hari, seorang pemuda bernama Gumara Peto Alam tiba di desa Kumayan. Namun, kedatangannya itu bukanlah untuk mempelajari ilmu hitam. Ia datang karena mendapatkan undangan dan tugas untuk mengajar di desa tersebut. Di desa tersebut, Gumara tinggal di rumah jabatan yang disediakan oleh petugas sekolah yang bernama Yunus.
Sebelum datang, ia sudah menyelidiki terlebih dahulu siapa saja orang-orang yang dianggap sebagai tetua di desa. Bahkan, ia juga selalu diingatkan oleh kedua orang tuanya tentang bagaimana cara bersikap untuk selalu rendah hati. Gumara berusaha untuk selalu berpegang pada sikap itu, karena ia tahu ia tak akan sebentar tinggal di Kumayan.
Selepas maghrib, Gumara berpamitan kepada Pak Yunus untuk pergi ke rumah Lebai Karat. Betapa terkejutnya Pak Yunus ketika mengetahui Gumara mengenal Lebai Karat. Alasannya karena Lebai Karat merupakan orang sakti yang sering membuat celaka siapa saja yang membuatnya kesal.
Rupanya, Gumara sudah mengetahui semua informasi tersebut. Karena tetap merasa khawatir, Pak Yunus mendoakan keselamatan Gumara dan mengingatkan bahwa setiap pendatang baru biasanya akan diuji oleh beberapa juara.
Dengan berbekal pesan dari Pak Yunus, Gumara berangkat untuk menemui Lebai Karat. Namun, belum sempat ia keluar dari rumah, mendadak bulu kuduknya berdiri semua. Gumara pun mencoba untuk mengatur napas dan berdeham. Tak lama kemudian, terdengar sahutan orang yang juga berdeham. Sayangnya, tak ada seorang pun yang terlihat berada di sekitar rumah Gumara.
Pertemuan Gumara dengan Siluman Ular
Tanpa berusaha mencari asal suara dehaman itu, Gumara langsung berkata, “Aku adalah penghuni baru di sini. Aku mohon izin.” Segera setelah Gumara berhenti berbicara, sekali lagi terdengar suara dehaman. Gumara pun membalas dengan berdeham.
Kemudian, terdengar suara sekelebatan orang yang meloncat menuju ilalang di samping rumah. Barulah saat itu Gumara menolehkan kepalanya ke arah ilalang dan berjalan mendekat. Ilalang yang masih bergoyang itu seolah menjadi pertanda bahwa ‘Inyit’ baru saja berlalu.
Kabarnya, warga Kumayan selalu berusaha menggunakan kata ‘Inyit’ untuk menyebutkan nama harimau. Alasannya agar tidak kualat.
Setelah memperbaiki letak selendang yang melilit lehernya, barulah Gumara berangkat untuk berjalan sejauh dua kilometer menuju rumah Lebai Karat. Namun, sekali lagi perjalanan itu harus terhenti ketika Gumara mendengar suara rintihan seorang wanita dari ladang ilalang yang ada di tepi jalan.
Gumara pun membelokkan langkahnya dan mendekati ladang itu, berusaha untuk memberikan pertolongan. Setelah berjalan beberapa saat di dalam ilalang, Gumara mendapati seorang wanita yang tengah terkapar dan terluka parah.
Karena merasa iba, Gumara mencoba untuk menolong sang wanita dengan membopongnya di punggung. Saat itu, mendadak Gumara mencium aroma ular. Ia pun mulai merasa ragu bahwa wanita yang hendak ia tolong ini merupakan manusia sungguhan.
Dan benar saja, tak lama kemudian ia merasa lilitan terasa di lehernya. Dengan penuh amarah, Gumara pun langsung menyentakkan lilitan di lehernya dan menjatuhkan wanita tersebut. Betapa terkejutnya Gumara ketika mendapati sang wanita itu kini memiliki kepala berbentuk ular yang mengerikan. Beruntung, Gumara sempat melepaskan diri dari belitan sang ular jadi-jadian itu.
Pertemuan Pertama dengan Hum Belang
Rupanya kejadian itu disaksikan oleh seorang pria tua dari kejauhan. Tanpa berbasa basi, sang pria tua bertanya ilmu apa yang dimiliki oleh Gumara sehingga bisa berhasil melepaskan diri dari belitan ular jadi-jadian yang rupanya memiliki nama Siti Marfuah itu.
Rupanya, pertanyaan itu hanyalah basa- basi semata. Sang pria tua itu pun mendadak menanyakan apakah Gumara benar-benar berniat membalas dendam pada Lebai Karat dan mencuri ilmunya.
Betapa terkejutnya Gumara karena sebenarnya memang itulah tujuan utamanya. Ia pun langsung menanyakan siapakah pria tua itu sebenarnya.
“Aku? Apakah kau pernah mendengar nama Hum Belang?”
Sekali lagi, Gumara terkejut karena tentu saja ia mengenal dengan baik nama itu. Sebelum berangkat ke Kumayan, ia sempat diberitahu bahwa ia harus bisa menyesuaikan diri dengan Hum Belang. Siapa sangka kalau ia bisa langsung bertemu dengan sosok yang ketika menyeringai terlihat seperti harimau itu.
Belum selesai keterkejutan Gumara, Hum Belang memberikan nasihat untuk tidak melanjutkan perjalanan ke tempat Lebai Karat. Alasannya karena Lebai Karat yang sakti itu tentu akan mengetahui tujuan asli Gumara bukanlah untuk belajar ilmu, tapi untuk membalas dendam. Hal itu nantinya justru hanya akan membuat Gumara celaka.
Meskipun begitu, Gumara tidak berkecil hati. Ia tetap memutuskan untuk menemui Lebai Karat. Setelah membungkuk hormat kepada Hum Belang, ia melanjutkan perjalanannya. Namun, entah bagaimana caranya, Gumara terus berjalan hingga nyaris lima jam lamanya, dan tak juga bisa menemukan kediaman Lebai Karat.
Saat itulah ia baru sadar bahwa Hum Belang mungkin telah melakukan sesuatu untuk membalikkan pandangannya. Alasannya tentu saja agar Gumara tak bisa menemui Lebai Karat. Dengan segera ia membersihkan kelopak matanya.
Baca juga: Kisah Legenda Minang Rambun Pamenan dan Ulasan Lengkapnya, Cerita Seorang Anak yang Mencari Ibunya
Pergi Ke Rumah Lebai Karat
Benar saja, setelah kelopak matanya bersih, akhirnya Gumara berhasil menemukan kediaman Lebai Karat. Sesampainya di rumah yang terpencil itu, Gumara langsung ditanya oleh seorang pencatat tentang apa tujuannya ke sana. Namun, jawaban Gumara yang hanya ingin bertemu dengan Lebai Karat justru membuat pencatat curiga.
Biasanya, orang-orang yang datang mengunjungi Lebai Karat memiliki tujuan untuk berobat dari guna-guna. Sama seperti dua orang yang tengah disiram air bunga di halaman rumah Lebai Karat. Yang satu berobat karena diracun oleh orang lain yang berusaha merebut pangkatnya di kantor. Sementara yang lainnya dimadu oleh suaminya dan tengah mencari bantuan dari Lebai Karat agar suaminya membenci istri mudanya.
Untungnya, tak lama kemudian sang pencatat kembali menemui Gumara dan memberi tahu bahwa Lebai Karat memintanya untuk menghadap. Gumara pun berusaha untuk mengatur napas dan melangkah masuk ke dalam rumah dengan sikap lapang.
Setelah masuk, ia membungkuk hormat memberikan salam kepada lelaki tua yang tengah duduk bersila di atas kasur. Pria tua yang merupakan Lebai Karat itu langsung mempersilakan Gumara duduk. Baru saja Gumara duduk, ia mendadak merasa tak nyaman seolah ketakutan.
“Kenapa? Ada perasaan tidak enak, ya?” tanya sang pria tua berjanggut putih. Gumara pun langsung mengangguk mengiyakan.
“Itu artinya kamu memiliki maksud tidak baik ketika mencariku,” ucap sang pria tua. Meskipun begitu, Gumara tidak gentar. Karena bagaimanapun juga, ia datang dengan persiapan untuk diuji.
Namun, Gumara tidak langsung menunjukkan niatannya untuk membalas dendam. Ia justru mengungkapkan kalau kedatangannya adalah untuk mempelajari ilmu dari Lebai Karat. Bahkan Gumara sampai memuji kesaktian Lebai Karat.
Tamu Tak Diundang di Rumah Gumara
Saat itu, mendadak seringai yang terlihat di wajah Lebai Karat berubah menjadi seringai seekor raja harimau. Harimau itu pun langsung bersiap untuk menerkam Gumara. Meskipun begitu, Gumara tetap duduk bersila dengan tenang dan hanya mengatur napas. Dua tamu yang ada di depan rumah dan sang juru catatlah yang merasa gelisah.
Gumara pun akhirnya berpamitan untuk pulang. Ketika keluar dari rumah Lebai Karat, sang juru catat menjadi lebih menghormati Gumara. Karena bagaimanapun juga, pria yang ia rendahkan itu bisa tetap tenang ketika melihat sosok harimau Lebai Karat.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Gumara melihat ada seekor babi yang melintas sekelebat. Gumara yakin betul kalau babi itu bukanlah hewan sungguhan, melainkan makhluk jadi-jadian. Meskipun begitu, ia tetap diam hingga sampai rumah.
Yang jauh lebih aneh lagi, ketika Gumara sampai di rumahnya, ia melihat seorang tamu tak diundang sudah duduk di kursi dengan kepala menekur. Ia pun langsung menanyakan dari mana tamu itu masuk dan apa tujuannya datang ke rumahnya.
Betapa terkejutnya Gumara ketika tamu itu menolehkan kepalanya dan menunjukkan wajah yang mengerikan. Dengan adanya enam lubang di wajahnya dan dari lubang itu keluar semacam getah pepaya.
Tamu tersebut kemudian menjelaskan bahwa luka di wajahnya itu disebabkan oleh Lebai Karat. Ia juga mendengar kabar tentang keberanian Gumara dalam menghadapi pria sakti itu. Oleh karenanya, ia ingin meminta tolong pada Gumara agar bisa membuat Lebai Karat mencabut penyakit itu.
Gumara pun merasa heran kenapa tamu asingnya yang bernama Pak Tohing itu tidak meminta langsung kepada Lebai Karat. Pak Tohing kemudian menjelaskan bahwa ia sudah pernah mencobanya, tapi pria sakti itu meminta bayaran berupa istri Pak Tohing diberikan padanya. Karena merasa tak tega, Gumara pun akhirnya setuju dan Pak Tohing bepamitan pulang.
Gumara Dipenjara
Namun, ketika Pak Tohing keluar dari pekarangan rumah Gumara, mendadak dari balik pohon kapuk ada sebuah golok berkelibat. Saat itu juga, leher Tohing pun putus seketika.
Keesokan harinya, Gumara begitu terkejut ketika mendapati ada banyak orang yang berkumpul di depan rumahnya. Kekagetannya belum berhenti ketika ada beberapa polisi yang meminta keterangan Gumara akan kematian Pak Tohing.
Belum sempat Gumara menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, mendadak polisi itu memborgol tangannya. Ia pun langsung protes atas ketidakadilan dan fitnah yang diarahkan padanya itu. Namun, tetap saja para polisi itu bersikeras dan menyatakan bahwa mereka melakukan itu karena khawatir Gumara akan memotong leher orang lain, atau bahkan leher para petugas keamanan. Terpaksa, Gumara pun menyetujuinya.
Ketika berada di dalam penjara, seorang gadis jelita datang menjenguk Gumara. Gadis itu rupanya adalah Harwati atau Wati, putri dari Lebai Karat. Gumara tentu saja langsung mencurigai apa maksud dari kedatangan wanita itu.
Wati menyebutkan bahwa pembunuhan Pak Tohing itu merupakan ulah seorang guru tua yang akan dipensiun dan posisinya akan digantikan oleh Gumara. Fitnah itu dilakukan dengan tujuan untuk menjelekkan nama Gumara.
Tak hanya itu, Wati juga menawarkan bantuan dari ayahnya untuk bisa mengeluarkan Gumara dari penjara. Namun, tawaran itu langsung ditolak mentah-mentah. Tentu saja hal itu membuat Wati kesal dan menuduh Gumara sebagai orang yang sombong dan angkuh.
Dengan penuh kesal, Wati pulang ke rumah. Sementara itu Gumara tak bisa tidur di dalam kamar tahanan karena banyaknya nyamuk. Namun, tiba-tiba ia melihat ada sebuah gerakan aneh di luar jeruji. Betapa terkejutnya Gumara ketika ia melihat bahwa orang itu adalah Pak Tohing.
Gumara Dikeluarkan Dari Penjara
Ia pun bertanya-tanya apakah sosok yang ia lihat itu adalah hantu. Namun, sosok Pak Tohing itu bersikeras menyatakan bahwa ia bukanlah hantu. Benar saja, seperti ketakutannya, tepat setelah sosok Pak Tohing itu meminta sebatang rokok, mendadak sosoknya berubah menjadi tubuh tanpa kepala. Gumara pun langsung menjerit hingga sosok itu menghilang.
Keesokan harinya, Gumara merasa sangat lelah karena tak bisa tidur semalaman. Padahal ia sudah mengetahui kalau desa Kumayan ini memang dipenuhi dengan hal-hal gaib. Namun, ia tak menyangka bisa sampai melihat sosok hantu dari Pak Tohing.
Dalam keadaan kelelahan, seorang pria tua mengunjungi Gumara di kamar tahanan. Pria yang memiliki sifat sopan itu memperkenalkan diri sebagai Pak Lading Ganda. Dia datang untuk mengeluarkan Gumara dari penjara.
Rupanya, Pak Lading Ganda datang ke tahanan dengan menyerahkan seorang pria bernama Pendekar Cacing ke polisi. Pria itulah yang membunuh Pak Tohing dengan meletakkan goloknya di kelangkan atap rumah Gumara.
Sesudahnya, Gumara diperbolehkan bebas dari tahan. Namun, ia diberikan syarat untuk tidak pergi dari desa Kumayan selama 15 hari ke depan. Setelah keluar dari tahanan, ia kembali pulang ke rumah untuk mandi dan beristirahat.
Namun, rupanya hidupnya masih belum tenang. Ketika baru selesai mandi, tiba-tiba ia mencium bau bunga tujuh macam yang biasanya digunakan untuk orang mati. Ketika keluar dari kamar mandi, begitu terkejutnya ia ketika melihat kepala Pak Tohing yang penuh bintil dan nanah, dengan leher terjulur dan mata terbelalak, tapi tak ada tubuhnya.
Karena terkejut, Gumara melotot kemudian meludahi kepala tergantung itu. Segera setelah diludahi, kepala tergantung itu pun menghilang dari pandangan matanya.
Ditawari Menjadi Murid Lading Ganda
Setelah mandi, Gumara bergegas pergi ke Kantor Kakanwil. Namun, di tengah jalan, ia disapa oleh Pak Lading Ganda yang meminta untuk mengikutinya. Awalnya Gumara tak mau, tapi karena merasa tak enak, ia pun akhirnya bersedia.
Anehnya, sepanjang perjalanan itu, Gumara selalu mencium bau bangkai dari arah depannya. Gumara pun langsung teringat ucapan dari ibundanya, bahwa seseorang yang memiliki ilmu penjelmaan harimau biasanya memiliki bau bangkai. Meskipun, sebenarnya aroma itu baru keluar di waktu tertentu saja.
Hal aneh lain yang ditemukan Gumara adalah Lading Ganda terlihat berjalan jauh lebih cepat dibandingkan Gumara. Bahkan ketika Gumara berusaha mempercepat langkahnya sekalipun, Ladig Ganda tetap saja terlihat beberapa meter di depannya.
Barulah ketika mereka sudah mendekati padepokan Lading Ganda, Gumara akhirnya bisa menyusulnya. Di sana, setelah mengobrol dan berbasa-basi, Lading Ganda kemudian mengungkapkan niatannya untuk mengangkat Gumara menjadi muridnya.
Hanya saja, ajakan itu langsung ditolak oleh Gumara. Alasannya karena ia sudah berjanji untuk menjadi guru matematika dan fisika untuk SMP yang ada di desa tersebut. Tentu saja hal itu membuat Lading Ganda kesal. Seumur hidup belum pernah ada orang yang berani menolak ajakannya.
Dengan penuh kesal, Lading Ganda pun menantang Gumara berkelahi. Namun, Gumara memilih untuk melarikan diri meninggalkan padepokan tersebut. Bahkan tak seperti ketika ia datang ke padepokan dengan langkah yang berat dan membuatnya lelah, kini ia bisa berlari dengan sedemikian cepat seperti halnya angin limbubu.
Bahkan, ketika ia sampai di depan kantor Kakanwil, ia sama sekali tak merasa lelah. Bahkan ia justru merasa begitu santai. Ia pun bertemu dengan Pak Camat, kepala sekolah SMP, dan berkenal dengan semua guru.
Makan Siang Gratis yang Mencurigakan
Keesokan harinya, setelah mengajar di sekolah seharian, Gumara bersiap pulang ke rumah. Namun, ketika ia baru keluar seraya menuntun sepedanya, terdapat suara orang yang memanggilnya dari arah warung kopi. Ketika Gumara menoleh, di sana terdapat Lading Ganda yang melambai seraya menyengir dan mengajak Gumara untuk makan siang bersama.
Dengan sopan, Gumara hanya tersenyum seraya menolak tawaran itu. Gumara pun kemudian menaiki sepeda itu dan melangkah menjauh. Namun, baru ia mengayuhnya sebentar, tiba-tiba terdengar bunyi desis ban belakangnya. Tak lama, suara desis itu terdengar dari ban depan. Gumara pun terpaksa menuntun sepeda itu.
Di tengah perjalanan, ia disapa seorang pria yang dengan ramah memperkenalkan diri dengan nama Ki Limbubu. Pria itu menawarkan Gumara untuk mampir ke rumahnya sementara sepeda itu dibetulkan. Tawaran itu langsung ditolak oleh Gumara. Ia lebih memilih untuk langsung pulang ke rumahnya.
Setelah sampai, di depan rumah terdapat salah satu guru SMP yang bernama Pak Yunus. Sang guru itu membawakan rantang berisi makanan untuk Gumara.
Seraya menikmati makanan yang dibawakan oleh Pak Yunus, Gumara menceritakan tentang pertemuannya dengan Ki Limbubu. Pak Yunus pun kemudian mengingatkan Gumara untuk lebih berhati-hati. Karena rupanya, Ki Limbubu merupakan seorang manusia harimau.
Saat itu, Gumara langsung teringat ketika Ki Limbubu memberitahunya bahwa yang membuat ban sepedanya gembos adalah kuku tajam. Gumara pun langsung yakin bahwa ucapan Pak Yunus itu benar adanya.
Namun, ketika Pak Yunus menyebutkan bahwa Gumara harus berhati-hati karena di desa Kumayan itu, tak ada satu orang pun yang diperbolehkan menyakiti hati orang lain. Ucapan tersebut langsung membuat Gumara teringat akan ancaman Lading Ganda yang menyuruhnya berhati-hati dengan racun. Selain itu, ia juga teringat akan pesan dari ibunya untuk menghindari diri makan di warung selama berada di Kumayan.
Gumara Keracunan
Tentu saja hal itu langsung membuat Gumara kehilangan nafsu makannya. Malam harinya, Pak Yunus kembali datang dengan membawa rantang berisi nasi. Saat itu, Gumara tidak langsung melahap makanan yang dibawakan Pak Yunus. Ia justru bertanya siapa yang memasakkan masakan itu. Saat Pak Yunus memberitahunya bahwa istri dari Pak Tarikh lah yang memasak, darah di dalam tubuh Gumara terasa berdesir.
Bagaimanapun juga, Pak Tarikh adalah seorang guru yang posisinya digantikan oleh Gumara. Ia merasa curiga jika istri Pak Tarikh mungkin saja menyimpan dendam karena suaminya kini tak lagi dipekerjakan di sekolah. Meskipun begitu, dengan berucap basmalah, tetap saja Gumara melahap makanan yang dibawakan oleh Pak Yunus.
Benar saja, lima hari kemudian Gumara muntah gumpalan darah. Dadanya pun terasa sesak. Dengan segara Gumara pergi menuju ke puskesmas. Di sana, ia bertemu dengan Dokter Kadir.
Anehnya, setelah mengobati Gumara, Dokter Kadir menyarankan pada Gumara untuk berguru pada Tuan Putih Kelabu agar bisa terhindar dari orang-orang di Kumayan yang berusaha melukainya. Gumara pun langsung menebak kalau Tuan Putih Kelabu termasuk salah satu dari tujuh manusia harimau yang terdapat di Kumayan.
Meskipun sang dokter terkejut karena Gumara mengetahui tentang tujuh manusia harimau, ia tetap menjelaskan bahwa sebenarnya di Kumayan hanya ada enam manusia harimau. Hal itu ditunjukkan dengan keberadaan Pemandian Umum yang hanya memiliki enam pancuran.
Gumara pun kemudian banyak menanyakan tentang ilmu yang bisa dipelajari dari Tuan Guru Putih Kelabu. Dari pertanyaan yang ia ajukan ke Dokter Kadir, ia akhirnya mengetahui kalau rupanya salah satu muridnya yang bernama Pita Loka merupakan putri dari Tuan Guru Putih Kelabu. Setelah puas bertanya, Gumara pun berpamitan pulang.
Permintaan Ki Putih Kelabu pada Gumara
Dalam perjalanan pulang, Gumara bertemu dengan orang tua yang mengenakan kopiah berwarna putih dan abu-abu. Pria tua tersebut minta api pada Gumara kemudian langsung berlalu begitu saja.
Sesampainya di rumah, Gumara baru berpikiran apakah pria tua tersebut adalah Tuan Guru Putih Kelabu. Namun, baru saja ia berpikir begitu, tiba-tiba pintu rumahnya diketuk. Betapa terkejutnya Gumara ketika mendapati pria yang tadi ia temui di jalan sudah berada di sana. Yang membuat terkejut lagi, rupanya benar kalau pria itu adalah Tuan Guru Putih Kelabu.
Masih belum selesai keterkejutan Gumara, mendadak Tuan Guru Putih Kelabu menyatakan maksud kedatangannya. Ia meminta tolong pada Gumara untuk melindungi putrinya yang bernama Pita Loka dari segala kemungkinan selama di sekolah.
Gumara pun merasa heran dan langsung merendahkan diri bahwa ia sebenarnya hanyalah seorang guru ilmu matematika biasa. Ia juga mempertanyakan bagaimana mungkin ia bisa melindungi Pita Loka.
Namun, Tuan Guru Putih Kelabu bersikeras kalau sang guru matematika memiliki ilmu yang sebenarnya lebih tinggi daripada dirinya. Kemudian Tuan Putih Kelabu juga menyatakan bahwa putrinya sering kali berucap sesukanya sehingga melukai perasaan orang lain. Oleh karena itu, ia khawatir jika suatu hari ada orang yang akan menjahati sang putri.
Benar saja, keesokan harinya Gumara melihat langsung kelakuan Pita Loka yang menyebalkan. Ketika ia disuruh untuk mengerjakan lima soal, gadis itu justru menulis “Karena guru lebih pandai daripada murid, sebaiknya lima soal ini dijawab oleh pak guru saja.”
Karena kesal, Gumara pun menghukum Pita Loka kemudian menunjukkan pada murid-murid lain bahwa murid itu sepatutnya menghormati gurunya. Namun, tak berapa lama kemudian Gumara muntah darah dan membuat murid-muridnya panik. Salah satu murid yang bernama Harwati menyebutkan kalau Pita Loka-lah yang membuat Gumara sampai muntah darah.
Baca juga: Dongeng Fabel Ular dan Tikus Serta Ulasan Lengkapnya, Kisah Seekor Tikus yang Baik Hati dan Penolong
Gumara Mengembalikan Racunnya
Betapa kesalnya Pita Loka mendengar hal itu. Ia langsung mengatakan kalau Harwati memfitnahnya. Namun, belum sempat Pita Loka melanjutkan protesnya, Harwati terlihat berkonsentrasi dan mengatur napasnya. Rupanya, Harwati tengah menghubungkan napasnya dengan napas Gumara untuk menenangkan sang guru.
Benar saja, tak berapa lama kemudian, Gumara pun bisa sembuh dan dadanya kembali terasa lapang. Sesudahnya, Gumara meminta semua murid untuk kembali duduk ke tempat duduk masing-masing. Namun, Pita Loka masih saja berdiri di dekat Gumara dan meminta izin untuk mengerjakan soal yang sebelumnya tidak ia lakukan.
Ketika pulang ke rumah, sekali lagi Gumara menemukan Pak Yunus sudah berada di depan rumah dengan rantang berisi makanan. Kali ini, Gumara menolak untuk memakan makanan tersebut karena sudah berulang kali muntah darah.
Kali ini, Gumara berniat untuk mengembalikan racun itu kepada sang pembuatnya. Ia membawa rantang berisi makanan itu ke kamar mandi kemudian membuang makanan itu seraya menyebutkan beberapa mantra. Kemudian makanan yang sudah ditumpahkan ke lantai kamar mandi itu disiram Gumara.
Tak berapa lama kemudian, muncul angin besar yang langsung menghilang ke dalam lubang air. Dan di waktu yang bersamaan, Bu Tarikh terpeleset di kamar mandi dan tubuhnya kejang. Setelah diselamatkan oleh Pak Tarikh dan dibawa ke kamar, Bu Tarikh menceritakan bahwa ia terjatuh karena karena melihat raja harimau ketika masuk ke kamar mandi.
Anehnya, sosok harimau yang ia lihat itu bukanlah Lebai Karat, Lading Ganda, atau sosok manusia harimau lain yang sudah ia kenal di Desa Kumayan. Sosok harimau yang ia lihat di kamar mandi terlihat jauh lebih besar dan perkasa. Sesudah menjelaskan semua itu, Bu Tarikh muntah darah.
Baca juga: Dongeng Anak-Anak Terbaik dan Sarat Makna, Bunga Melati yang Baik Hati dan Ulasan Lengkapnya
Penyembuhan Bu Tarikh yang Mudah
Ketika Pak Tarikh hanya bisa panik, Bu Tarikh meminta suaminya untuk memanggilkan Gumara. Meskipun bingung kenapa istrinya meminta dipanggilkan guru matematika yang menggantikan posisinya di sekolah, tapi tetap saja Pak Tarikh pergi ke rumah Gumara dan mencari sang guru matematika. Sayangnya, saat itu Gumara sedang pergi ke rumah Lebai Karat.
Di rumah Lebai Karat, Gumara sebenarnya sedang berdiskusi tentang keberadaan seseorang yang baru saja berusaha mencelakainya. Mendadak, Lebai Karat langsung menyuruh Gumara pulang karena ada orang yang sedang membutuhkan bantuannya.
Awalnya, Gumara bingung siapa orang yang dimaksud. Apalagi Lebai Karat sampai menyebutkan kalau Gumara tidak bergegas, orang yang membutuhkan bantuannya itu akan segera meninggal dunia.
Setelah Lebai Karat memberitahunya bahwa orang yang dimaksud adalah Bu Tarikh, Gumara pun langsung bergegas melompat dan berlari secepat kilat bagaikan angin limbubu. Hal itu langsung membuat Lebai Karat terkejut.
Tak berapa lama, Gumara sampai di rumah Pak Tarikh. Anehnya, Bu Tarikh yang sebenarnya tak pernah bertemu dengan Gumara mendadak mengenalinya dan langsung meminta tolong agar Gumara menghentikan muntah darahnya itu. Belum lagi, Bu Tarikh langsung meminta maaf pada Gumara.
Semua orang yang ada di sana pun langsung tercengang dan bingung. Namun mereka hanya saling bergumam satu sama lain. Apalagi ketika Gumara hanya meminta Bu Tarikh untuk membuatkan makanan yang lebih enak. Sesudahnya, tanpa melakukan apa-apa pada Bu Tarikh, Gumara langsung berpamitan. Anehnya, setelah itu Bu Tarikh langsung sembuh.
Setelah semua orang pergi dari rumah Pak Tarikh, Bu Tarikh pun akhirnya mengaku kalau selama ini ia berusaha meracuni Gumara. Namun, ketika menyadari kalau racun itu kembali ke Bu Tarikh, mereka pun curiga kalau Gumara juga memiliki ilmu harimau juga.
Tantangan dari Ki Putih Kelabu
Beberapa hari kemudian, ketika Gumara sedang tidur pulas di malam hari, mendadak ia mencium bau bangkai yang sangat amis. Ia pun langsung terbangun dan menyelidiki sekeliling rumahnya. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati seekor harimau tengah duduk bersimpuh di depan tangga rumahnya.
Gumara pun yakin kalau harimau itu bukanlah harimau sungguhan. Ia juga cukup yakin kalau harimau itu adalah salah satu dari orang sakti yang ada di Kumayan. Ia pun kemudian mempersilakan makhluk jadi-jadian itu untuk masuk, tetapi harus dalam bentuk manusianya.
Sayangnya, sang harimau yang rupanya perwujudan dari Ki Putih Kelabu itu menolak untuk masuk ke rumah Gumara. Ia jutru langsung menyatakan tujuannya datang tengah malam. Rupanya, ia berniat untuk meminta Gumara untuk menikahi putrinya, Pita Loka.
Betapa terkejutnya Gumara mendengar permintaan itu. Karena bagaimanapun juga, baginya Pita Loka masih terlalu muda untuk dinikahi. Mendengar hal itu, Ki Putih Kelabu justru merasa kesal seolah dipermalukan. Ia pun menantang Gumara untuk berkelahi. Bukannya menerima tawaran itu, dengan halus Gumara meminta Ki Putih Kelabu untuk segera pulang.
Meskipun begitu, Ki Putih Kelabu tidak mengiyakan dan justru meloncat ke depan untuk menerkam Gumara. Untungnya, Gumara berhasil menangkis serangan itu dan menendang sang harimau. Tendangan itu berhasil membuat darah bercucuran dari tulang rusuk Ki Putih Kelabu.
Dengan berlumuran darah, sang harimau tetap berusaha untuk menyerang Gumara menggunakan cakarnya. Untungnya, Gumara sempat meninju dada Ki Putih Kelabu sebelum cakar itu mengenai muka Gumara.
Rupanya tinju itu cukup ampuh dan membuat Ki Putih Kelabu jatuh terlentang. Gumara pun langsung ke kamar mandi untuk membersihkan sisa darah dan keringat dari tubuhnya.
Kekhawatiran Pita Loka
Sesudahnya, ia kembali menemui Ki Putih Kelabu yang kini tengah terbaring dalam tubuh manusianya. Di dahi pria tua itu terdapat lima garis luka yang berdarah, kemudian pakaiannya terlihat robek-robek dan juga berdarah.
Karena merasa kasihan, Gumara menangkupkan telapak tangannya ke jidat dan perut Ki Putih Kelabu. Tak berapa lama kemudian, luka itu menutup dan darahnya kering. Kemudian Gumara membuka pakaian Ki Putih Kelabu dan mengusap dadanya yang biru karena tinjunya. Tak lama, luka itu pun hilang seolah tak pernah ada tinju sebelumnya.
Ki Putih Kelabu pun kemudian langsung duduk dan menyatakan ingin berguru pada Gumara. Sang guru matematika pun hanya tertawa dan mengungkapkan bahwa cukup putrinya, Pita Loka saja yang berguru matematika padanya. Setelah itu, Gumara pun menyuruh Ki Putih Kelabu menenangkan diri dan pulang.
Setelah pulang ke rumah, Ki Putih Kelabu langsung membuat putrinya khawatir karena adanya bekas luka di wajahnya. Pita Loka yakin kalau luka itu berasal dari seorang manusia harimau, tapi tak tahu siapa. Betapa terkejutnya dia ketika sang ayah memberitahunya bahwa yang memberinya luka adalah Gumara.
Keterkejutannya dikarenakan Gumara yang Pita Loka ketahui adalah seorang guru matematika yang muntah darah tanpa alasan di sekolah. Tak mungkin kalau seorang guru yang biasa saja itu merupakan seorang manusia harimau. Meskipun begitu, Ki Putih Kelabu tetap yakin memberitahunya bahwa Gumara adalah harimau ketujuh di desa mereka.
Permintaan Tolong dari Lading Ganda
Keesokan harinya, ketika Gumara tengah mengajar di sekolah, Lading Ganda tiba-tiba datang untuk meminta tolong kepada sang guru matematika. Lading Ganda menyatakan kalau putrinya tengah diguna-guna orang tak dikenal.
Meskipun Gumara sudah menyatakan bahwa ia bukanlah seorang dukun, tapi ia tetap berjanji pada Lading Ganda untuk menemui sang putri seusai mengajar di sekolah. Setelah Lading Ganda berpamitan, Harwati langsung mendekati Gumara dan mengingatkan sang guru bahwa Lading Ganda mungkin sedang menipunya dan berniat untuk menguji sang guru matematika.
Mendengar hal itu, Gumara hanya tersenyum santai dan menyatakan bahwa kehadirannya di Kumayan hanyalah sebagai seorang guru sekolah yang baik. Ia sama sekali tak berniat buruk dan yakin tak akan ada keburukan yang akan menimpanya.
Karena khawatir, Harwati mendahului Gumara dan pergi ke rumah Lading Ganda. Benar saja ia mendengar suara teriakan histeris layaknya orang kesurupan dari depan rumah. Ketika ia mampir ke rumah Lading Ganda, sang putri yang bernama Pina terlihat tengah merangkak di dinding dan berteriak-teriak.
Tak berapa lama kemudian, Gumara datang dengan tenang dan langsung menatap mata Pina yang terlihat merah dan menakutkan. Tiga belas orang yang hadir di rumah tersebut terlihat tegang. Tidak ada yang mengetahui apa yang membuat Pina mendadak terbanting ke lantai dan kembali tersadar.
Rupanya, selama itu Harwati berkonsentrasi untuk menenangkan pikiran Pina dan dibantu dengan kemampuan Gumara. Sesudahnya, mereka langsung berpamitan pulang. Ketika Lading Ganda menawari minuman kopi daun, Gumara dan Harwati menolak tawaran itu dengan alasan terburu waktu.
Dalam perjalanan pulang, Harwati menjelaskan kepada Gumara bahwa kecurigaannya pada Lading Ganda bukanlah tanpa alasan. Karena sebenarnya yang meracuni Gumara bukanlah Bu Tarikh. Istri dari Pak Tarikh itu hanya meminta rempah-rempah untuk dicampurkan ke dalam makanan untuk Gumara, tapi Lading Ganda memberikan rempah-rempah yang bercampur racun.
Untungnya, saat itu Lebai Karat berhasil mencegah racun yang dikembalikan ke Bu Tarikh menyebar dan menyebabkan kematian. Mendengar hal itu, Gumara pun berterima kasih dengan tulus.
Koreng dan Bisul di Wajah Pita Loka
Beberapa hari kemudian, Pita Loka bangun tidur dengan rasa sakit dan gatal di sekitar mulutnya. Ketika ia merabanya, di sana terasa seperti terdapat benjolan seperti bisul. Pita Loka pun langsung beranjak dan mengecek wajahnya di cermin. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati ada banyak bisul di sekitar mulutnya.
Dengan tenang dan berusaha menahan gatal di sekeliling mulutnya, Pita Loka langsung menemui ayahnya. Sang ayah terkejut sejenak ketika melihat mulut anaknya yang dihiasi koreng yang bernanah.
Sebelum sang ayah sempat bertanya, Pita Loka langsung menjelaskan bahwa ia mengetahui siapa yang mengirimkan penyakit itu. Orang itu adalah Hura Gatali bin Dang Samar bin Abdi Kumat bin Taja Gugu, teman sekolah Pita Loka. Konon, pria itu sebenarnya menyukai Pita Loka, tapi cintanya selalu ditolak oleh sang gadis.
Pita Loka yakin, kalau Hura Gatali meminta tolong pada Lading Ganda untuk mengirimkan guna-guna pada Pita Loka. Dan Lading Ganda dengan senang hati menolong Hura Gatali karena pemuda itu pernah berhasil membunuh ular sanca.
Meskipun memberitahu sang ayah, Pita Loka bersikeras bahwa ia tak ingin meminta pertolongan sang ayah. Ia berniat untuk membalas pada Hura Gatali sendiri. Bahkan, dengan sengaja ia tidak mencari pertolongan dari orang sakti, tapi justru datang ke Dokter Kadir untuk meminta suntikan obat antibiotik.
Dokter Kadir mengingatkan Pita Loka bahwa luka itu bukanlah koreng biasa yang bisa dihilangkan hanya dengan obat antibiotik. Meskipun begitu, Pita Loka bersikeras untuk diobati menggunakan obat-obatan medis saja.
Rupanya pilihan itu bukanlah tanpa alasan. Sedari awal, Pita Loka tidak ingin mendapatkan ilmu yang sama seperti sang ayah. Ia berusaha untuk menunjukkan bahwa ia bisa menyembuhkan guna-guna itu tanpa bantuan ilmu sakti.
Pertarungan Ki Putih Kelabu dan Lading Ganda
Sebagai seorang ayah, Ki Putih Kelabu tentu merasa khawatir pada putrinya. Tentunya ia tak menginginkan sang putri wajahnya dipenuhi dengan bisul bernanah. Tanpa menunggu lama, ia langsung menemui Ki Lading Ganda dan mengajaknya bertarung.
Mereka berjanji akan bertemu di Bukit Anggun pada waktu ashar. Konon, bukit tersebut memang sering dijadikan tempat untuk bertarung harimau-harimau di Kumayan. Setelah bertemu, tanpa menunggu lama mereka langsung bertarung dan beradu kemampuan. Tanpa terasa, waktu sudah berlalu lebih dari dua jam dan matahari sudah mulai terbenam.
Menariknya, mereka berjanji secara ksatria untuk berkelahi tanpa senjata dan tanpa menjelma menjadi harimau. Mungkin itu sebabnya pertarungan itu berlangsung cukup lama. Apalagi, tak ada satu pun dari mereka yang berniat menyerah. Padahal, langkah keduanya sudah mulai sempoyongan dan napas mereka mulai sama-sama terasa sesak.
Kemudian, mendadak Ki Putih Kelabu melangkah maju seraya mengambil napas dalam-dalam. Lalu ia menghantamkan tinjunya ke dada Ki Lading Ganda. Sayangnya, karena Lading Ganda terlambat mengelak, pria itu terpelanting jauh hingga mengenai lumpur.
Tak selesai sampai di situ, Ki Putih Kelabu kemudian mendekati Lading Ganda dan menghantam leher sang lawan menggunakan ujung kakinya. Barulah saat itu Lading Ganda berhasil mengelak dan membuat Putih Kelabu terjatuh.
Pertarungan yang semakin berlangsung sengit itu pada akhirnya berhenti ketika Ki Putih Kelabu berhasil membuat kaki Ki Lading Ganda patah. Barulah saat itu Ki Putih Kelabu merasa puas dan mengakhiri pertarungan mereka. Tanpa menunggu lama, ia pun pulang ke rumahnya.
Pita Loka Ingin Berguru Ilmu Harimau
Sebelum pulang ke rumah, Ki Putih Kelabu mampir ke rumah Gumara terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk menumpang membersihkan sisa darah yang menempel di kulit dan pakaiannya. Kemudian ia juga meminta beberapa daun sirih yang tumbuh di pekarangan rumah Gumara dan juga air panas.
Dengan air panas rendaman daun sirih, Ki Putih Kelabu membersihkan seluruh luka di tubuhnya. Kemudian ia pulang ke rumah dengan pakaian cina dan celana batik yang ia pinjam dari Gumara.
Sesampainya di rumah, ia langsung bertanya pada Pita Loka apakah luka di wajahnya masih terasa sakit atau gatal. Untungnya, kini luka-luka itu sudah tak terasa gatal dan mulai kering. Ki Putih Kelabu pun kemudian menceritakan pertarungannya dengan Ki Lading Ganda. Ia juga menyebutkan tentang patah kaki lawannya dan keyakinan bahwa kini Ki Lading Ganda tak akan berani mengirimkan teluh pada Pita Loka.
Mendengar hal itu, sang putri tentu langsung terharu. Ia baru menyadari betapa besar kasih sayang sang ayah padanya. Meskipun begitu, ia tetap tidak mau diturunkan ilmu dari sang ayah. Ia lebih memilih untuk berguru kepada Gumara.
Sayangnya, ketika Pita Loka mengungkapkan keinginan itu pada sang guru matematika, Gumara menolaknya. Setelah ditolak, Pita Loka pun kembali meyakini bahwa Gumara tak mungkin merupakan harimau ketujuh di Desa Kumayan.
Oleh karenanya, ia bertanya pada sang ayah siapakah guru dari ilmu sang ayah. Ketika Ki Putih Kelabu menyebutkan bahwa ia berguru dari Harimau Tunggal, Pita Loka pun menyatakan bahwa ia ingin belajar dari sang guru. Meskipun Ki Putih Kelabu awalnya ragu, akhirnya ia memberikan izin pada sang putri untuk berguru pada Harimau Tunggal.
Ki Putih Kelabu pun memberitahu Pita Loka bahwa sang guru tinggal di sebuah gua yang terdapat di Bukit Tunggal. Kemudian, untuk bisa ke sana, Pita Loka harus berpuasa siang dan malam selama 40 hari. Pita Loka menyanggupi syarat itu.
Gumara Berpamitan
Belum sempat Pita Loka belajar ilmu pada Harimau Tunggal, ia terlibat adu mulut dengan Harwati. Sepulang sekolah, ia langsung meminta sebuah ilmu kepada ayahnya kemudian berpamitan pergi berguru ke Bukit Tunggal.
Rupanya, di waktu yang bersamaan, Gumara selalu merasa resah tanpa alasan jelas. Bahkan, malam harinya ia memimpikan Pita Loka yang tengah dikerubungi kera-kera raksasa di sebuah hutan. Gumara pun langsung terbangun dan mencari makna dari mimpi itu.
Anehnya, Pita Loka sendiri sebenarnya memang sedang tersesat di lorong-lorong gua Bukit Kerambil. Ketika ia sedang beristirahat, mendadak muncullah seekor kera raksasa yang menawarinya air kelapa muda. Karena sudah berjanji utnuk berpuasa, Pita Loka menolak tawaran itu. Hal itu tentu saja membuat sang kera raksasa marah dan menantangnya berkelahi.
Untungnya, ia berhasil menang dari perkelahian itu dan berhasil keluar dari gua itu. Namun perjuangannya rupanya belum berhenti sampai di situ. Ia harus berusaha melawan buaya jadi-jadian yang berusaha melahapnya.
Di Desa Kumayan, Gumara terus saja merasa gelisah karena tak berhenti memimpikan hal-hal buruk terjadi pada Pita Loka. Di tengah keresahannya, Ki Lebai Karat memaksakan agar Gumara menikahi Harwati.
Karena tak ingin membuat permasalahan lebih jauh lagi, akhirnya Gumara memutuskan untuk berpamitan pergi dari Desa Kumayan. Meskipun sedih, terpaksa Harwati melepas kepergian sang guru dengan hati lapang. Pikir Harwati, setidaknya Gumara berpamitan padanya dan tak sempat bertemu dengan Pita Loka yang masih berguru pada Harimau Tunggal.
Baca juga: Kisah Lucu dan Menggelitik Abu Nawas dan Telur Unta untuk Mengobati Raja Beserta Ulasan Lengkapnya
Unsur Intrinsik Legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu
Setelah mengetahui cerita legenda tentang 7 Manusia Harimau yang berasal dari Bengkulu, jangan lupa dapatkan juga ulasan seputar unsur intrinsiknya. Kami sudah menyiapkan ulasan tentang tema, tokoh dan perwatakan, latar, alur, dan pesan moral yang bisa kamu bagikan ke orang lain.
1. Tema
Inti cerita dari kisah legenda 7 Manusia Harimau yang berasal dari Bengkulu ini adalah tentang kerendahan hati. Seperti yang dapat dilihat dari sikap Gumara sang manusia harimau ketujuh, ia sama sekali tak menyombongkan kemampuannya dan selalu rendah hati menyatakan bahwa ia tidak memiliki ilmu kedukunan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh penting yang disebutkan dalam kisah legenda 7 Manusia Harimau yang berasal dari Bengkulu ini. Di antaranya adalah Gumara, Pak Yunus, Ki Lebai Karat, Ki Lading Ganda, Ki Putih Kelabu, Pak Tarikh, Bu Tarikh, Pita Loka, dan Harwati.
Secara sifat, Gumara digambarkan sebagai tokoh protagonis yang baik dan rendah hati. Hal itu ditunjukkan dari beberapa kali ia bersedia menolong warga Kumayan yang membutuhkan bantuannya tanpa menyombongkan ilmunya yang tinggi.
Pak Yunus dan Pak Tarikh adalah pengajar di SMP Desa Kumayan yang baik hati dan tak memiliki pemikiran buruk pada Gumara. Sementara Bu Tarikh adalah istri dari Pak Tarikh yang awalnya tak terima suaminya digantikan posisinya oleh Gumara. Sayangnya, keiriannya itu dimanfaatkan oleh Ki Lading Ganda.
Ki Lading Ganda, Ki Lebai Karat, dan Ki Putih Kelabu adalah sebagian dari beberapa manusia harimau yang ada di Desa Kumayan. Sebenarnya mereka sama-sama berguru pada satu guru, tapi akhirnya meneruskan ilmu mereka masing-masing. Sayangnya, setiap dari mereka terlalu sombong dan merasa kalau ilmu mereka lah yang paling baik.
Pita Loka dan Harwati merupakan murid-murid Gumara di sekolah. Mereka sering kali bersaing untuk mendapatkan perhatian dari sang guru matematika. Meskipun pada akhirnya, Gumara tidak memerhatikan salah satu dari mereka secara khusus.
3. Latar
Ada beberapa latar lokasi yang disebutkan dalam cerita legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu ini. Rata-rata lokasinya terletak di Desa Kumayan. Konon, desa tersebut terletak di provinsi Bengkulu.
Secara khusus, beberapa lokasi yang disebutkan dalam cerita legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu adalah rumah Gumara, rumah Lebai Karat, penjara desa, tempat praktik Dokter Kadir, SMP Desa Kumayan, rumah Pak Tarikh dan Bu Tarikh, rumah Ki Putih Kelabu, Bukit Anggun, dan Bukit Kerambil.
4. Alur
Jika dilihat dari kisahnya, cerita legenda 7 Manusia Harimau ini memiliki alur maju. Kisahnya dimulai dari kedatangan Gumara ke desa Kumayan yang kemungkinan berniat untuk membalaskan dendam pada Ki Lebai Karat. Namun, ia berkilah bahwa tujuannya datang ke desa itu untuk mengabdi sebagai guru matematika di SMP Desa Kumayan.
Rupanya, kehidupan sang guru matematika selama di desa tersebut tidak berjalan dengan lurus-lurus saja. Beberapa kali ia harus bertemu dengan siluman atau manusia jadi-jadian yang berusaha mengganggunya. Belum lagi, ia harus berhadapan dengan beberapa manusia harimau yang memiliki kemampuan tinggi.
Masih belum selesai di situ, Gumara juga harus berhadapan dengan dua muridnya, Pita Loka dan Harwati yang memperebutkan perhatian dari sang guru matematika. Pada akhirnya, karena sudah merasa terlalu banyak gangguan yang ia dapatkan selama tinggal di Desa Kumayan, Gumara pun memutuskan untuk keluar dari desa tersebut dan kembali ke kampung halamannya.
5. Pesan Moral
Cerita legenda 7 Manusia Harimau ini tak hanya menarik untuk dibaca, tapi juga mengandung pesan moral yang baik untuk dibagikan dengan teman-temanmu. Di antaranya adalah usahakan untuk selalu rendah hati tak peduli seberapa tinggi pun ilmu yang kamu miliki. Seperti halnya Gumara yang sebenarnya memiliki ilmu cukup tinggi tapi memilih untuk selalu rendah hati.
Janganlah seperti para manusia harimau asli Desa Kumayan yang sebegitu sombong dan merasa kalau ilmu mereka jauh lebih tinggi daripada rekannya yang lain. Padahal di atas mereka semua masih ada orang lain yang memiliki kemampuan yang jauh lebih tinggi.
Selain unsur intrinsik, dari cerita legenda 7 Manusia Harimau yang berasal dari Bengkulu ini juga bisa didapatkan ulasan tentang unsur ekstrinsik. Beberapa di antaranya adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan masyarakat yang tinggal di daerah Bengkulu. Di antaranya adalah nilai sosial, budaya, moral, dan agama.
Fakta Menarik tentang Legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu
Masih penasaran dengan ulasan menarik lain seputar legenda 7 Manusia Harimau yang berasal dari Bengkulu? Langsung saja simak ulasan seputar fakta menariknya yang tak kalah seru dengan ceritanya sendiri. Berikut adalah ulasannya!
1. Kisah Mulut ke Mulut
Cerita legenda 7 Manusia Harimau ini sebenarnya merupakan kisah yang banyak dibicarakan dari mulut ke mulut di daerah Bengkulu. Diperkirakan, kisah itu pertama kali dituliskan di dalam buku The History of Sumatra karya William Marsden yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1784.
Di dalam buku tersebut, Marsden menceritakan sebuah mitos tentang keberadaan orang yang bisa berubah menjadi harimau. Kabarnya, para manusia dengan ilmu harimau itu memiliki istana dan menyelenggarakan bentuk reguler pemerintahan.
Oleh sebab itu, tak ada warga yang berani menangkap atau membunuh harimau. Karena jika ada warga yang berani melakukannya, itu sama saja seolah ia membunuh leluhur. Meskipun sebenarnya, tidak ada keterangan jelasa seperti apakah ciri-ciri keturunan dari manusia harimau itu.
Bahkan, tak jarang balasan dari para harimau itu bisa jauh lebih berbahaya. Bisa jadi, ketika seorang manusia membunuh seekor harimau, para harimau akan membalas dengan membunuh lebih dari satu manusia. Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwa warga asli Bengkulu tak ada seorang pun yang akan berani membunuh Harimau Sumatera.
Di dalam bahasa Rejang, atau bahasa masyarakat Bengkulu sendiri, Bukit Sarang Macan (tempat tinggal yang dipercaya sebagai tempat tinggal banyak harimau) itu dikenal dengan nama Tebo Sa’ang Imau. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, Tebo Sa’ang kurang lebih bermakna harimau jelmaan. Namun, kata tersebut juga bisa bermakna tempat pertemuan reinkarnasi leluhur.
2. Rumah Harimau Dijadikan Hutan Lindung
Dengan kepercayaan tentang keberadaan harimau leluhur dan kesadaran tentang pelestarian hutan dan satwa asli Sumatera itu, pada tanggal 30 September 2003, warga dan pemerintahan desa sepakat untuk membuat sebuah kesepakatan dan dituang dalam Peraturan Desa Nomor II tentang Hutan Lindung Desa dan Hutan Adat Desa.
Di dalam kesepakatan tersebut, Bukit Sarang Macan ditetapkan sebagai hutan lindung desa. Warga sekitar hanya diperbolehkan untuk mengambil buah hutan, tanaman obat, atau madu. Namun, warga tidak diizinkan untuk merusak pohon.
Jika ada warga yang melanggar, ia akan dikenakan denda adat berupa serawo puinjung kambing, beras dua kaleng, dan denda uang senilai harga kayu yang ditebang atau dirusak.
Hutan yang memiliki luas sekitar dua puluh hektar itu berbatasan langsung dengan perkebunan masyarakat di sebelah Selatan dan Timur, kemudian berbatasan dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di sebelah Barat dan Utara.
3. Diadaptasi Menjadi Sinetron
Seperti yang sudah disebutkan di awal, legenda 7 Manusia Harimau sebenarnya merupakan kisah yang dicetak dalam bentuk novel karya Motinggo Boesje. Rupanya, novel tersebut diadaptasi menjadi sinetron dengan judul sama dan ditayangkan di salah satu televisi swasta Indonesia sejak tanggal 8 November 2014.
Sinetron yang tayang sebanyak 577 episode itu dibintangi oleh beberapa aktor dan aktris ternama Indonesia. Di antaranya adalah Samuel Zylgwyn, Willy Dozan, Adjie Pangestu, Roger Danuarta, Meriam Bellina, dan masih banyak lagi.
Nama-nama setiap karakter dalam sinetronnya menggunakan nama sama seperti yang digunakan dalam novel 7 Manusia Harimau. Meskipun begitu, tetap ada beberapa tokoh yang namanya diubah untuk alasan estetika, di antaranya adalah Harwati diganti menjadi Karina dan Lading Ganda menjadi Rajo Langit.
Menariknya, di dalam sinetron yang pernah memenangkan Panasonic Gobel Awards 2015 untuk kategori Drama Seri Terfavorit ini juga disisipkan beberapa istilah dan kosakata yang berasal dari bahasa daerah di Bengkulu. Biasanya, kosakata atau dialek tersebut lazim digunakan oleh penutur bahasa Melayu Tengah dan bahasa Rejang.
Bagikan Keseruan Legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu pada Teman-Temanmu
Demikianlah cerita legenda 7 Manusia Harimau dari Bengkulu yang kisahnya menarik dan penuh dengan pesan moral. Kalau kamu suka dengan kisahnya, jangan ragu untuk membagikannya kepada teman-temanmu, ya.
Kalau masih ingin membaca kisah dongeng lain yang tak kalah menariknya, langsung saja kepoin artikel-artikel di kanal Ruang Pena di PosKata ini, ya! Di sini kamu bisa mendapatkan Legenda Inyiak Balang, Asal Usul Nama Kota Makassar, atau Cerita Anak Pendek Akar dan Daun yang Sombong.