
Perlawanan rakyat melawan Sekutu yang dibonceng oleh Belanda juga terjadi di daerah Ambarawa. Ulasan lengkap mengenai Peristiwa Pertempuran Ambarawa dapat kamu simak berikut ini.
Pertempuran melawan pasukan Sekutu setelah kemerdekaan tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, akan tetapi juga kota kecil seperti Ambarawa. Peristiwa Pertempuran Ambarawa ini terjadi sekitar akhir bulan Oktober tahun 1945.
Salah satu faktor penyebab meletusnya peperangan tersebut adalah karena kedatangan pasukan Sekutu yang diboncengi oleh tentara Belanda. Rupanya, Belanda memiliki niat untuk kembali menguasai Indonesia.
Lantas, seperti apa kronologi peristiwa Pertempuran Ambarawa ini? Daripada semakin penasaran, mending langsung cek saja ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!
Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Sumber: Wikimedia Commons
Peristiwa ini bermula ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Tepatnya terjadi tak lama setelah Sekutu mengebom dua kota besar mereka, yaitu Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 & 9 Agustus 1945.
Karena Hindia Belanda mengalami kekosongan kekuasaan, maka sementara akan diurus oleh Sekutu melalui AFNEI atau Allied Forces Netherlands East Indies. Yang memimpin pasukan ini adalah Jenderal Philip Christison. Selain itu, tujuan mereka datang ke Hindia Belanda adalah untuk membebaskan tawanan perang.
Rupanya sebelum kejadian kekalahan Jepang, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan. Isinya adalah mengenai Inggris yang akan membantu Belanda untuk menguasai Hindia Belanda Kembali.
Sehubungan dengan hal tersebut, Sekutu mengizinkan Belanda untuk mengirim pasukannya, yaitu Netherlands Indies Civil Administration (NICA) ke Hindia Belanda. Pasukan Sekutu dan NICA tiba di Indonesia pada akhir bulan Agustus 1945.
Sebenarnya, tujuan utama Sekutu datang ke sini adalah untuk melucuti senjata milik pasukan Jepang. Maka dari itu, pada awalnya pemerintah Indonesia menerima pasukan mereka dengan baik.
Bahkan, pemerintah bersedia membantu pasukan Sekutu dengan menyediakan berbagai fasilitas untuk menunjang misi mereka. Yang terpenting, pasukan bangsa asing itu tidak mengganggu gugat kedaulatan Indonesia.
Akan tetapi, lambat laun pemerintah menyadari agenda tersembunyi Belanda yang ingin menguasai Indonesia kembali. Karena itu timbullah berbagai perlawanan di berbagai daerah, termasuk di Ambarawa.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Keributan di Kota Magelang
Peristiwa pertempuran Ambarawa bermula dari kedatangan Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Pasukan tersebut dipimpin oleh Brigadir Bethel.
Tujuan mereka datang ke sana adalah untuk mengurus tawanan perang. Selain itu, juga untuk melucuti senjata tentara Jepang di wilayah Jawa Tengah.
Kedatangan pasukan asing itu mulanya diterima dengan baik oleh Gubernur Jawa Tengah, Mr. Wongsonegoro. Akan tetapi, masalah mulai muncul ketika mereka melakukan pembebasan tawanan di kota Magelang.
Pasukan Sekutu yang diboncengi oleh NICA rupanya tidak hanya membebaskan tawanan perang, akan tetapi juga mempersenjatai mereka. Tak hanya itu saja, mereka juga menurunkan bendera Merah Putih dan mengibarkan bendera Inggris.
Tujuan mereka melakukan hal tersebut adalah untuk menguasai Magelang. Diketahui, kota tersebut sangat strategis untuk kemiliteran. Perbuatan tersebut tentu saja membuat pemerintah Indonesia marah.
Kejadian itu lalu diperparah dengan tindakan pasukan Sekutu yang menimbulkan kekacauan. Mereka malah bertingkah seperti penguasa dan hendak melucuti senjata Tentara Keamanan Rakyat.
Situasi pun menjadi tidak kondusif yang kemudian memicu pertempuran di Kota Magelang. TKR di Magelang mendapatkan bala bantuan dari:
- TKR Purwokerto di bawah pimpinan Komandan Resimen I Divisi V, yaitu Kolonel Isdiman, mengirimkan dua batalyon. Pemimpin Batalyon I adalah Imam Adrongi. Sementara pemimpin Batalyon II adalah Mayor Sugeng Tirtosewojo.
- TKR Yogyakarta yang di bawah pimpinan Oemar Slamet mengirimkan dua batalyon.
- Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Sastroatmojo.
- Dan, Tentara Rakyat Mataram yang dipimpin oleh Sutarjo.
Dengan bantuan Badan Perjuangan Rakyat (BPR), pasukan-pasukan TKR tersebut melakukan penyerangan. Serangan yang mendadak tersebut membuat pasukan Sekutu menjadi kalang kabut.
Baca juga: Suishintai: Barisan Pelopor Bentukan Jepang yang Menjadi Pengawal Kemerdekaan Indonesia
Pertempuran Sempat Terhenti Sejenak
Serangan-serangan dari TKR tersebut tentu saja membuat kedudukan Sekutu menjadi terdesak. Sebelum benar-benar hancur, bangsa asing itu kemudian mengusulkan untuk mengadakan perundingan.
Pertempuran pun berhenti sejenak karena kedatangan Presiden Soekarno dan Brigadir Bethel sampai di Magelang pada tanggal 2 November 1945. Keduanya melakukan perundingan dan hasilnya adalah melakukan gencatan senjata.
Untuk yang belum tahu, gencatan senjata adalah tindakan penghentian serangan dari masing-masing pihak yang sedang berperang. Hal itu dilakukan untuk meredam situasi supaya tidak semakin memburuk.
Setelah perundingan selesai, Presiden Soekarno kemudian memberikan pengumuman lewat saluran radio. Ia mengumumkan supaya Tentara Keamanan Rakyat dan Badan Perjuangan melakukan gencatan senjata atau menghentikan baku tembak.
Meskipun dengan berat hati, pasukan-pasukan tersebut menerima perintah dari sang presiden. Karena itu keputusan langsung dari pusat, mereka tak dapat berbuat apa-apa.
Ada beberapa hal penting yang menjadi kesepakatan bersama dalam pertemuan tersebut:
- Pembentukan Badan Penghubung antara Sekutu dan Indonesia di Magelang. Tugasnya adalah untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul antara kedua belah pihak.
- Bada Penghubung akan melaporkan hasilnya kepada pimpinan Sekutu maupun Gubernur Jawa Tengah.
- Untuk mengurus pengungsian tawanan perang, Sekutu diperbolehkan untuk menempatkan pasukan secukupnya.
- Pasukan Jepang di Magelang harus ditarik ke Semarang segera mungkin.
- Siapa pun boleh melewati Jalan Raya Magelang-Ambarawa. Jadi, tidak perlu takut akan dihalangi atau dianiaya.
- Pihak Indonesia akan membantu Sekutu untuk mengurus makanan para tawanan.
- Sekutu tidak mengakui kegiatan yang dilakukan oleh NICA. Apabila anggotanya kedapatan membantu tentara Belanda, maka akan dikeluarkan.
Baca juga: Perlawanan Cot Plieng, Usaha Rakyat Aceh Melawan Kekejaman Tentara Jepang
Perjalanan Menuju Ambarawa
Sayangnya, perundingan tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan. Rupanya, pertemuan itu dimanfaatkan oleh Sekutu untuk mengulur waktu sehingga dapat menambah kekuatan.
Mereka mendatangkan pasukan dan senjata dari luar daerah. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk menyerang pasukan Indonesia.
Sementara itu, TKR sepertinya juga tidak mempercayai pasukan Sekutu sepenuhnya. Maka dari itu, mereka juga mengadakan persiapan dengan mendatangkan pasukan dari luar kota.
Penjagaan kota Magelang sangatlah ketat waktu itu. TKR juga melakukan blokade. Mereka melarang truk bermuatan untuk masuk ke kota. Akan tetapi, truk dari kota Magelang masih dapat keluar.
Mengetahui perbuatan TKR, Sekutu lalu melayangkan protes kepada pemerintah Indonesia. Akan tetapi, protes tersebut tak mendapatkan tanggapan. Malah setelah protes tersebut, TKR semakin memperketat blokade.
Tidak bisa terus-terusan dengan keadaan seperti itu, akhirnya pasukan Sekutu memutuskan untuk mundur dan pergi ke Semarang. Mereka tidak akan bertahan lama jika terus berdiam di kota tersebut.
Para pasukan lalu pergi dengan menggunakan truk yang sudah dilengkapi dengan persenjataan. Dalam upaya tersebut, mereka mendapatkan kawalan dari pasukan yang pesawat terbang.
Namun sesampainya di Desa Pingit, pasukan Sekutu malah meneror rakyat dan membuat keributan. Hal ini tentu saja membuat rakyat terusik dan marah.
Baca juga: Sejarah dan Tujuan Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Baku Tembak Sebelum Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Di pihak lain, TKR mengetahui kabar mengenai pasukan Sekutu yang kabur ke Ambarawa. Termasuk juga dengan peristiwa kerusuhan yang terjadi di Desa Pingit.
Tidak mau buang-buang waktu, Imam Androngi memimpin Resimen I Divisi V Purwokerto untuk mengejar tentara asing itu. Sesampainya di Pingit, mereka sudah tak mendapati pasukan Sekutu di sana.
Pasukan tentara Indonesia berhasil mengejar mereka di desa Tempuran. Kedua belah pihak lalu melakukan baku tembak, kurang lebih selama satu jam.
Ada beberapa batalyon yang ikut terlibat dalam misi ini:
- Mayor Sugeng Tirtosewoyo memimpin Batalyon Cilacap
- Kompi Sarwo Edi Wibowo dari Batalyon Magelang
- Kompi Widodo dan Wibowo memimpin Batalyon Soeharto
- Bung Tardjo memimpin Tentara Rakyat Mataram
Keesokan harinya atau tanggal 23 November 1945, pasukan TKR melanjutkan misi untuk melakukan pengejaran terhadap Sekutu. Hingga akhirnya, mereka tiba di Desa Sumber.
Di sinilah terjadi pertempuran yang sangat mencekam. Baik pasukan Indonesia maupun Sekutu saling melepaskan tembakan martir. Tembakan meriam juga tidak berhenti. Akan tetapi, situasi dapat dikendalikan oleh TKR.
Di sisi lain, Sekutu yang merasa terdesak lalu meminta bantuan pasukannya yang berada di pesawat untuk menyerang TKR dari udara. Selain itu, mereka juga memerintahkan tawanan Jepang untuk menyusup ke markas pasukan Indonesia.
Kedudukan pun menjadi terbalik. Tentara Indonesia terdesak dan memutuskan untuk mundur ke Desa Bedono. Karena kewalahan, mereka lalu mendapatkan bantuan dari pasukan d luar Ambarawa.
Kolonel Soedirman lalu mengirimkan Letnan Kolonel Isdiman untuk membantuk pasukan di Ambarawa. Sayangnya, sang letnan kolonel gugur dalam pertempuran melawan Sekutu saat berada di desa Kelurahan ada tanggal 26 November 1945.
Mengetahui apa yang terjadi pada Isdiman, Letnan Kolonel Mas Sarbini lalu mengambil alih pasukan dan melakukan pengejaran terhadap Sekutu. Pasukan ini berhasil mengejar dan menahan tentara musuh di Desa Jambu.
Baca juga: Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda
Penyebab Lain Meletusnya Perang Ambarawa
Sebenarnya, kedatangan Sekutu ke Ambarawa bukan semata-mata untuk mundur dari Magelang saja. Akan tetapi, bangsa asing itu membantu pasukan mereka yang terlibat masalah dengan penduduk di desa Ngampon, Ambarawa.
Ceritanya bermula dari tentara Sekutu yang tiba di Gereja Jago pada tanggal 20 November 1945. Tak berapa lama setelah tiba di sana, mereka lalu menyusuri lokasi sekitar. Mereka terkejut ketika mendapati aliran sungai yang melewati desa Ngampon seharusnya mengalir ke tempat penampungan interniran malah airnya kering.
Setelah melakukan penelusuran, rupanya petani yang sedang menggarap sawah membendung aliran air untuk sementara. Aliran akan dibuka kembali pada sore harinya.
Menurut pasukan Sekutu, apa yang petani lakukan itu sangatlah kurang ajar. Karena itu, mereka lalu menyerang para petani.
Akhirnya, terjadilah baku tembak antara Sekutu dengan rakyat sipil. Kejadian ini merupakan salah satu penyebab yang membuat meletusnya peristiwa pertempuran yang terjadi di Ambarawa.
Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Sumber: Wikimedia Commons
Gugurnya Letnan Kolonel Isdiman tentu menyisakan kesedihan yang mendalam untuk Kolonel Soedirman. Ia kehilangan salah satu orang kepercayaannya.
Setelah peristiwa tersebut, akhirnya sang kolonel yang mengambil alih komando. Ia sendiri yang akan memimpin penyerangan terhadap Sekutu. Dengan pengambil alihan tersebut, pasukan Indonesia merasa seperti mendapatkan angin segar.
Pada awal bulan Desember 1945, Kolonel Soedirman melakukan penyisiran ke daerah barat atau sekitar desa Kelurahan. Ia bertemu dengan pasukan TKR yang sedang berjaga dan memberikan semangat supaya dapat merebut Ambarawa kembali.
Tak membuang-buang waktu, pria kelahiran tahun 1916 ini mulai mengatur pasukannya supaya lebih terkoordinasi dengan baik. Dengan demikian, strategi-strategi yang dijalankan untuk melawan Sekutu dapat terlaksana dengan baik.
Pada tanggal 5 Desember 1945, pasukan Sekutu mulai meninggalkan benteng di Banyubiru. Sepertinya, mereka sudah mulai terdesak akibat serangan-serangan dari TKR.
Kabar baik lainnya adalah pasukan Indonesia juga dapat mengambil alih markas Sekutu di Kalibanteng. Hal ini terjadi pada tanggal 9 Desember 1945. Kolonel Soedirman melihat hal tersebut sebagai peluang untuk segera menghentikan peristiwa Pertempuran Ambarawa.
Rapat Dadakan
Tak lama setelah itu, Kolonel Soedirman lalu mengumpulkan para komandan dan pimpinan badan keamanan rakyat. Rencananya adalah untuk membahas pengusiran Sekutu dari Ambarawa.
Pertemuan para petinggi militer tersebut terjadi pada tanggal 11 Desember 1945. Sifatnya adalah sangat penting.
Alasannya adalah jika terlalu lama mengulur waktu maka Sekutu bisa saja menjadikan Ambarawa sebagai markas untuk merebut kekuasaan di Jawa Tengah. Kalau benar-benar terjadi, ini akan sangat membahayakan kemiliteran karena jaraknya sangat dekat dengan markas tinggi TKR di Yogyakarta.
Adapun keputusan yang telah disetujui bersama dalam pertemuan ini adalah:
- Menggunakan siasat penyerangan yang mendadak dan serentak untuk membebaskan Ambarawa.
- Komandan Sektor TKR memegang kendali sebagai penyerang.
- Badan Keamanan Rakyat menjadi pelindung di barisan belakang.
- Melakukan serangan serentak pada tanggal 12 Desember 1945, tepatnya pukul setengah lima pagi.
- Komandan melakukan penembakan pada waktu yang telah ditetapkan bersama, yaitu 04.30 pagi.
Serangan serentak tersebut kuncinya berada pada ketepatan waktu. Untuk itu, para komandan lalu mencocokkan semua jamnya supaya tidak ada yang ketinggalan barang sedetik pun.
Setelah semua selesai, komandan-komandan pasukan tersebut kemudian kembali ke tempat masing-masing untuk menyiapkan segala sesuatunya sembari menunggu perintah sang kolonel.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Menjalankan Strategi Supit Udang
Sumber: Hura-Hura
Pada waktu itu peralatan dan persenjataan TKR tidaklah terlalu banyak. Keadaan memang belum stabil, terlebih lagi peperangan terjadi tidak ada habisnya.
Peralatan yang tidak memadai dan persenjataan yang kalah canggih lalu menjadi sebuah masalah tersendiri. Akan tetapi, itu tidak membuat Kolonel Soedirman hilang akal. Dengan memanfaatkan letak geografi kota Ambarawa, ia lalu mengatur dan menerapkan strategi Supit Udang.
Strategi tersebut menjadi pembahasan bersama saat rapat dengan para petinggi militer. Langkah yang akan diambil adalah dengan membagi pasukan menjadi tiga tim.
Tim yang bertama akan menjadi pasukan komando dan berada di tengah. Selanjutnya, tim kedua berada di sayap kanan sehingga perannya sebagai supit kanan. Sementara itu, tim tiga akan menjadi supit kiri.
Pasukan Komando atau induk akan menyerang terlebih dahulu dan menarik banyak pasukan musuh. Hal ini dilakukan dengan harapan supaya kekuatan lawan dikerahkan untuk fokus menanggulangi Pasukan Komando.
Selanjutnya, pasukan supit kanan dan kiri mulai bergerak dan melakukan penyergapan terhadap musuh. Penyergapan itu dilakukan secara perlahan-lahan sambil menggiring lawan untuk berkumpul di tengah.
Setelah musuh berada di lingkaran objek, pasukan suput kanan dan kiri lalu melakukan pengepungan. Tujuannya adalah supaya tidak ada lawan yang kabur.
Selanjutnya, pasukan komado akan menyebar dan bergabung dengan dua pasukan sebelumnya. Adapun lokasi pengepungan adalah Ambarawa, Baran, Bandungan, Bawen, Lemahabang, Ngampin, Jambu, Banyubiru, dan Kelurahan.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Puncak Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Seperti apa yang telah menjadi kesepakatan dalam pertemuan, pasukan TKR menjalankan misi pada tanggal 12 Desember 1945. Komandan melakukan penembakan sebagai pertanda mulai perang tepat pukul 04.30 pagi.
Para tentara lalu mulai bergerak menuju ke sasaran. Mereka harus mendekat ke sarang musuh paling tidak menyisakan jarak 200 meter. Selanjutnya, mereka baru boleh melakukan penembakan.
Tanpa kenal takut, Kolonel Soedirman terjun langsung ke medan perang dengan menjadi koordinator komando sektor dalam peristiwa Pertempuran Ambarawa ini. Ia sendiri memimpin serangan yang berada di desa Jambu.
Dalam peperangan tersebut, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pasukan adalah untuk menguasai jalan raya yang menjadi penghubung antara Ambarawa dan Semarang. Tepat pukul empat sore, pasukan Indonesia telah berhasil melakukannya.
Dengan demikian, rencana berjalan sesuai apa yang diinginkan. Selanjutnya, ia memerintahkan pasukannya untuk mempertahankan daerah itu supaya segera bisa melakukan pengepungan terhadap Sekutu.
Tentara TKR dapat menguasai medan perang dengan baik dan menjalankan strategi dengan lancar. Peperangan kurang lebih berjalan selama satu setengah jam.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Akhir Peristiwa Pertempuran Ambarawa
Pasukan Indonesia dapat menggiring pasukan Sekutu ke satu tempat yang sudah dipersiapkan. Para pasukan juga sudah mengepung Sekutu dari segala penjuru. Yang tersisa hanyalah jalan besar Ambarawa-Semarang.
Sesuai dengan strategi yang telah dirancang, Tim Komando TKR lalu menyerang Sekutu habis-habisan di sana. Mereka seperti mendorong pihak lawan untuk segera mundur dan pergi dari Ambarawa,
Sekilas mungkin terlihat mudah dan tinggal sedikit lagi dapat mengusir Sekutu. Akan tetapi, nyatanya tidaklah demikian. Peristiwa Pertempuran Ambarawa tersebut terjadi selama empat hari empat malam.
Pasukan Sekutu yang semakin terdesak tidak dapat mengimbangi kekuatan TKR. Mereka akhirnya mundur dari Ambarawa dan menuju ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945. Sementara itu, pasukannya yang gugur ditinggalkan begitu saja karena tidak mungkin membawanya.
Dengan situasi yang terdesak itu, Sekutu masih sempat untuk mengebom rumah-rumah milik penduduk. Tak pelak, hal itu pun membuat Ambarawa akhirnya menjadi lautan api. Beruntungnya, meskipun membutuhkan waktu, api dapat dipadamkan.
Keberhasilan Kolonel Soedirman dalam memimpin perlawanan untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa memang sangat patut untuk diacungi jempol. Tentu saja bukan semata-mata karena sang kolonel saja. Adanya kerjasama yang baik dari berbagai pihak tentu memiliki andil yang besar dalam tercapaianya tujuan itu.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Tokoh Penting yang Terlibat dalam Peperangan Ambarawa
Sumber: Portal Purwokerto, Wikimedia Commons
Tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam peristiwa pertempuran Ambarawa adalah:
1. Letnan Kolonel Isdiman
Jika membicarakan mengenai perang yang terjadi di Ambarawa, ada sosok lain yang juga sangat berjasa selain Kolonel Soedirman. Ia adalah Letnan Kolonel Isdiman.
Salah satu putra bangsa yang gugur dalam perang tersebut lahir pada tanggal 12 Juli 1913 di Pontianak. Tidak banyak yang dapat diulik mengenai kehidupan pribadinya. Yang jelas, ia pernah menghabiskan masa kecil di daerah Cianjur dan pernah menempuh pendidikan di Bojonegoro.
Ia masuk ke dunia militer mulai dari bawah. Selanjutnya, kemudian menjadi salah satu andalan dan orang kepercayaan Kolonel Soedirman. Karena itulah, ia mendapatkan tugas untuk memimpin pasukan saat terjadi peperangan melawan Sekutu di Ambarawa.
Sayangnya, dalam usaha untuk membebaskan desa-desa yang dikuasai oleh Sekutu, Letnan Kolonel Isdiman terluka parah. Ia meninggal dunia pada tanggal 26 November 1945 dalam perjalanan dibawa ke Magelang.
Untuk mengenang jasa-jasanya, ia mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Kolonel Anumerta Isdiman. Selain itu, namanya juga dibadikan menjadi jalan di Purwokerto, yaitu Jalan Overste Isdiman.
Baca juga: Ulasan Tentang Sejarah Romusha: Kerja Paksa Rakyat Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
2. Kolonel Soedirman
Salah tokoh pahlawanan nasional ini lahir pada tanggal 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia diangkat anak oleh Raden Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat. Karena jabatan ayah angkatnya, laki-laki tersebut dapat mengenyam di sekolah formal.
Ia juga pernah menempuh pendidikan di Hollandsche Indische Kweekschool atau sekolah guru Muhammadiyah di Solo. Namun sayangnya, tidak selesai karena kekurangan biaya.
Pada tahun 1936, Soedirman pernah mengajar di sebuah sekolah dasar dan diangkat menjadi kepala sekolah meski tak punya ijazah mengajar. Sewaktu menjadi pengajar, ia disukai oleh murid-murid dan juga disegani oleh masyarakat setempat.
Kariernya di dunia militer mulai pada saat Jepang menjajah di Indonesia. Pada tahun 1994, ia bergabung menjadi tentara Pembela Tanah Air atau PETA. Waktu itu, ia langsung diberikan jabatan daidanco atau komandan batalyon karena memiliki jabatan yang tinggi di masyarakat.
Sepak terjangnya di kemiliteran membuat kariernya semakin menanjak. Setelah memenangkan pertempuran Ambarawa, Soedirman diangkat oleh Soekarno menjadi Jenderal. Tak lama kemudian pada tanggal 18 Desember 1945, ia dilantik menjadi Panglima Besar TKR.
Soedirman meninggal dunia pada tanggal 29 Januari 1950 akibat penyakit paru-paru yang dideritanya. Ia meninggalkan seorang istri bernama Alfiah dan tujuh orang anak.
3. Mas Sarbini
Tokoh peristiwa Pertempuran Ambarawa terakhir yang bisa kamu temukan di sini adalah Mas Sarbini Martodihardjo. Ia lahir pada tanggal 10 Juni 1914 di Kebumen, Jawa Tengah.
Sama seperti Jenderal Soedirman, karier kemiliterannya bermula dari keikutsertaannya menjadi anggota PETA. Pangkatnya adalah sebagai chudanco atau komandan kompi.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, PETA pun dibubarkan. Sarbini lalu pulang ke kampung halamannya dan membentuk Barisan Keamanan Rakyat (BKR) cabang Kebumen dan menjadi ketuanya.
Beberapa waktu kemudian, ia diangkat oleh Soedirman menjadi Komandan Resimen Kedu I Divisi II TKR. Selama menjabat sebagai komandan, ia tentu aktif memimpin pertempuran. Tak hanya melawan Sekutu, tetapi juga selanjunya melawan pemberontakan PKI.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, M. Sarbini pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Dwikora II. Ia meninggal pada tanggal 21 Agustus 1977.
Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya lalu diabadikan menjadi sebuah gedung di Jakarta Pusat, yaitu Balai Sarbini. Selain itu, di tempat kelahirannya dibangun sebuah SMK yang bernama Jenderal M. Sarbini.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Monumen Palagan Ambarawa
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang
Nah sebagai penghormatan mengenang perang bersejarah di Ambarawa, pemerintah mendirikan Monumen Palagan Ambarawa. Pembangunannya sendiri baru berlangsung pada tanggal 1973.
Selanjutnya, Presiden Soeharto meresmikan monumen tersebut pada tanggal 15 Desember 1974. Bertepatan dengan peringatan 29 tahun kemenangan TKR mengusir Sekutu dari Ambarawa.
Monumen Palagan Ambarawa memiliki tinggi kurang lebih sekitar lima meter. Di atasnya terdapat lambang Pancasila dengan latar belakang segi lima.
Kemudian di depan tugu, terdapat tiga patung yang menyimbolkan para tentara yang sedang berjuang. Pada patung tersebut terlihat sedang membawa senapan dan juga bambu runcing. Lewat monumen tersebut, kamu dapat melihat relief penggambaran bagaimana terjadinya perang.
Selain itu, di sini juga ada sebuah museum yang diberi nama Museum Isdiman. Bentuk bangunannya dibangun dengan bentuk Joglo.
Di dalam museum, kamu akan akan menemukan beberapa benda peninggalan bersejarah yang digunakan dala peristiwa Pertempuran Ambarawa. Salah satu contohnya adalah seragam tentara Jepang, Belanda, dan Indonesia.
Selain itu, ada pula perlengkapan seperti senjata, tank kuno, meriam. Kalau ingin melihat maket penjelasan mengenai strategi cupit udang, kamu juga dapat menemukannya di sini.
Dan yang paling menarik adalah bekas pesawat Sekutu yang ditembak oleh pasukan Indonesia. Pesawat itu semula jatuh di Rawa Pening. Setelah berhasil diangkat, lalu kemudian diletakkan di Monumen Palagan Ambarawa.
Baca juga: Budi Utomo: Organisasi Pergerakan Nasional Pertama di Indonesia
Sudah Puas Menyimak Ulasan Sejarah Perang Ambarawa Ini?
Itulah tadi ulasan lengkap mengenai sejarah, kronologi, serta tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Pertempuran Ambarawa. Apakah semua pertanyaanmu mengenai kejadian bersejarah ini sudah terjawab? Semoga saja, iya.
Nah, di PosKata ini, kamu tidak hanya bisa menemukan artikel mengenai masa-masa setelah kemerdekaan saja. Kalau ingin membaca informasi info pada masa penjajahan atau bahkan masa-masa kerajaan di Indonesia juga ada, lho.
Contohnya adalah sejarah Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Demak, Gowa-Tallo, dan masih banyak lagi. Baca terus PosKata, ya! Jangan sampai melewatkan informasi menariknya!