
Peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi pada tanggal 15-19 Oktober 1945. Pada masa ini, rakyat bukan melawan Sekutu sama seperti perlawanan revolusi yang lain. Akan tetapi, melawan sisa-sisa pasukan Jepang yang masih berada di Indonesia.
Setelah memproklamasikan kemerdekaan, rakyat Indonesia masih harus berjuang untuk mempertahankan kedaulatan. Penyebabnya adalah kedatangan Belanda yang membonceng Sekutu dan hendak menguasai Indonesia kembali. Nah, pada tanggal 15 Oktober 1945, terjadilah Pertempuran Lima Hari di Semarang. Namun, lawannya adalah sisa-sisa pasukan Jepang, bukan Sekutu.
Pertempuran tersebut terjadi pada masa perpindahan kekuasaan Indonesia dari Jepang ke Sekutu. Menurut catatan sejarah, ada beberapa penyebab pertempuran tersebut. Salah satunya karena isu pasukan Jepang yang meracuni tandon air utama milik warga Semarang.
Lantas, apakah memang benar demikian? Kalau kamu ingin mengetahui jawabannya, langsung saja cek ulasan lengkap kronologi Pertempuran Lima Hari di Semarang ini, yuk!
Sejarah Umum Sebelum Pertempuran Lima Hari di Semarang
Sumber: Wikimedia Commons
Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, bangsa Jepang menjajah Indonesia mulai awal tahun 1942 setelah berhasil melemahkan pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II. Karena kejadian tersebut, Belanda kemudian hengkang dari Hindia Belanda dan menyerahkan kekuasaan pada Jepang.
Selama tiga tahun rakyat Hindia Belanda berada di bawah kekuasaan Jepang. Pada masa ini, keadaan tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Malah, bisa dibilang lebih mengerikan.
Jepang hanya menguasai Hindia Belanda selama tiga tahun. Namun, penderitaan yang harus dialami oleh rakyat semasa penjajahan tersebut sungguhlah tak terkira.
Sekitar akhir tahun 1944, tanda-tanda kekalahan Jepang mulai terlihat. Pasukan Sekutu terus menerus melancarkan serangan untuk melemahkan Jepang. Serangan yang paling telak adalah ketika Sekutu menjatuhkan bom di Kota Hiroshima-Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus tahun 1945.
Peristiwa itu menimbulkan ratusan ribu korban jiwa. Akibat kejadian tersebut, Jepang resmi menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Untuk selanjutnya, Hindia Belanda akan diserahkan kepada Sekutu.
Nah, rupanya sebelumnya Inggris telah membuat perjanjian dengan Belanda yang berisi akan membantu mengembalikan kekuasaan pada Belanda. Karena perjanjian ini, akhirnya Inggris menyetujui pasukan Belanda (NICA) untuk kembali ke Indonesia bersama pasukan Sekutu.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Latar Belakang Belakang Terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang
Belanda berpikir akan dengan mudah menundukkan Hindia Belanda kembali karena terjadinya kekosongan kekuasaan. Tidak tahunya, Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Padahal dalam masa ini, Indonesia seharusnya berada pada status quo. Yang berarti, tidak boleh melakukan perubahan politik apa pun, termasuk memproklamasikan kemerdekaan.
Situasi di Indonesia pada waktu itu masih tidak stabil. Tak hanya karena kedatangan pasukan Belanda dan Sekutu beberapa hari kemudian, akan tetapi juga karena masih banyaknya pasukan Jepang yang berada di wilayah Indonesia.
Di antara periode setelah proklamasi dan sebelum tentara Sekutu datang, pemerintah Indonesia memerintahkan agar pasukan Jepang menyerahkan senjata mereka. Perintah itu berlaku untuk semua wilayah.
Pelucutan senjata pasukan Jepang tersebut berlangsung dengan aman dan tanpa kekerasan di beberapa daerah. Namun, beda halnya di Semarang.
Pasukan Jepang yang berada di wilayah tersebut tidak mau menyerahkan senjatanya. Mereka takut kalau senjata itu nantinya malah digunakan untuk menghabisi Jepang sendiri.
Mengetahui hal tersebut, para pemuda menjadi berang dan tetap memaksa agar para tentara Jepang mengumpulkan senjatanya. Terlebih lagi, terdengar kabar kalau Sekutu sudah mendarat di Indonesia.
Mereka takut kalau senjata tersebut malah akan diserahkan pada pasukan Sekutu. Meskipun sempat terjadi perlawanan ada awalnya, akhirnya pasukan Jepang mau menyerahkan senjatanya. Akan tetapi, hanya senjata yang usang-usang saja.
Baca juga: HEIHO: Organisasi Pembantu Tentara Jepang yang Turut Diterjunkan ke Perang Asia Pasifik
Situasi Semakin Memanas
Sekitar bulan Oktober, pasukan Jepang masih banyak yang belum bisa kembali ke negaranya. Maka dari itu, banyak dari mereka yang kemudian ditawan dan dipekerjakan di pabrik-pabrik.
Masalah kembali muncul ketika para pemuda memindahkan tawanan-tawanan tersebut dari pabrik gula di Cepiring ke Semarang. Para tawanan kemudian melakukan perlawanan dan kabur.
Jumlahnya kurang lebih ada sekitar 400 orang. Selanjutnya, para tentara tersebut bergabung menjadi pasukan Kidobutai yang bermarkas di Jatingaleh.
Pemimpinnya adalah Mayor Kido Shinishiro. Sang mayor inilah salah satu dari pasukan yang menolak menyerahkan senjata kepada pemerintah Indonesia. Padahal, panglima Tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang, yaitu Mayor Jenderal Nakamura Junji sudah memberikan perintah untuk menyerah.
Pasukan Kidobutai ini dikenal tidak takut menghadapi apa pun. Mereka juga memiliki jaringan di beberapa tempat seperti Ambarawa dan Sumowono.
Penyebab Meletusnya Perang Lima Hari di Semarang
Pada tanggal 12 Oktober 1945, para pemuda berhasil untuk menduduki markas Jepang yang terletak di Candi Baru. Namun, tak lama kemudian pasukan Jepang mengepung tempat tersebut dan menangkap para pemuda.
Operasi pengepungan tersebut dipimpin oleh Nakamura. Tak berhenti di situ saja, tentara Jepang itu lalu menangkap Mr Wongosenegoro dan menjadikannya tawanan.
Mereka melakukan untuk tujuannya adalah untuk membuat para pemuda supaya melunak. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Para pemuda itu menjadi semakin marah.
Tak lama setelah itu, para tentara Jepang itu melakukan aksi balas dendam. Mereka tida-tiba menyerang delapan Polisi Istimewa yang sedang menjaga tandon sumber air milik warga Semarang.
Peristiwa tersebut terjadi di Desa Wungkal. Mengenai kondisi kedelapan Polisi Istimewa itu ada beberapa versi. Versi yang pertama mereka hanya diserang dan dilucuti senjatanya.
Sementara itu, versi yang lain mengatakan kalau mereka dibawa ke markas Kidobutai dan disiksa. Inilah yang menjadi salah satu penyebab yang memantik meletusnya Perang Lima Hari di Semarang.
Baca juga: Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 1: Usaha untuk Kembali Menguasai Indonesia
Gugurnya dr. Kariadi
Setelah kejadian tersebut, tersiarlah kabar bahwa tentara Jepang meracuni sumber air. Hal itu tentu saja sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, sumber air tersebut dulunya merupakan satu-satunya sumber air di kota tersebut.
Mengetahui hal tersebut, dr. Kariadi selaku kepala laboratorium Rumah Sakit Purusara bergegegas untuk menindaklanjutinya. Pasalnya jika isu itu terbukti benar, nyawa warga Semarang sedang terancam.
Awalnya, drg. Soenarti, istri dr. Kariadi, mencegah suaminya untuk pergi. Pada waktu itu, keadaan di luar memang sangatlah genting. Beberapa tentara Jepang telah melakukan penyerangan pada rute-rute menuju sumber air.
Akan tetapi, rasa kemanusiaan dr Kariadi lebih besar. Ia pun tetap memutuskan untuk berangkat. Tak lama kemudian, pria itu dicegat oleh tentara Jepang di tengah jalan. Bersama dengan sopirnya, ia pun ditembak dengan sangat kejam.
Kejadian nahas tersebut terjadi pada malam hari. dr Kariadi sempat dibawa ke rumah sakti. Namun sayang, nyawanya sudah tidak tertolong. Ia meninggal dunia pada umur 40 tahun.
Berita mengenai kematian sang dokter akhirnya sampai juga ke telinga para pemuda. Mereka tentu saja benar-benar marah akibat kejadian itu. Peristiwa ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya peristiwa pertempuran Lima Hari di Semarang.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
Meletusnya Peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang
Setelah peristiwa tersebut, para pemuda bersama dengan pasukan bersenjata Republik Indonesia kemudian berjaga-jaga. Situasi di Semarang pada waktu itu benar-benar mencekam.
Lalu pada tanggal 15 Oktober 1945, tentara Jepang menyerang markas pejuang Indonesia pagi-pagi benar. Mereka melakukan serangan dengan menggunakan granat dan juga senapan mesin.
Pasukan Jepang yang terjun perang kurang lebih sekitar 500–1.000 orang. Itu juga mereka masih mendapatkan bantuan dari pasukan di daerah lain. Termasuk, pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Nakamura.
Keadaan tersebut tentu saja kontras sekali dengan pasukan Indonesia. Tak banyak dari mereka yang mendapatkan pelatihan dasar militer, apa lagi menggunakan senjata.
Sebagian kecil yang mahir, dulunya pernah bergabung pasukan PETA atau anggota Badan Keamanan Rakyat. Namun, tak banyak dari mereka yang memegang senjata.
Meskipun demikian, para pejuang tetap maju tak gentar menghadapi musuh. Peperangan tersebut berlangsung selama beberapa jam.
Akan tetapi, sudah banyak pejuang yang dibunuh secara keji oleh pasukan Jepang. Karena hal tersebut, pasukan Indonesia mundur dan beralih menggunakan taktik perang gerilya.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Akhir Pertempuran Lima Hari di Semarang
Mereka memilih untuk menggunakan taktik tersebut supaya tidak mudah diprediksi oleh Jepang. Selain itu, juga untuk menghindari pertempuran terbuka. Mengingat saat itu situasinya tidaklah memungkinkan.
Dengan menggunakan taktik gerilya, pejuang Indonesia mampu membuat Jepang kesulitan. Bahkan, bangsa asing itu jadi susah untuk menguasai kota.
Sesuai dengan namanya, pertempuran yang terjadi di Semarang tersebut terjadi selama lima hari. Tepatnya, mulai tanggal 15 Oktober dan berakhir pada tanggal 19 Oktober.
Sementara itu, ada beberapa titik yang terjadi perang besar dan menelan banyak korban jiwa. Selain di Pandanaran, daerah lainnya adalah di depan Lawang Sewu.
Jumlah korban jiwa sudah semakin banyak dan sepertinya tidak akan berhenti jika tidak ada yang berinisiatif untuk menghentikan. Maka dari itu, digelarlah perundingan dengan tujuan untuk melakukan gencatan senjata.
Dalam perundingan itu, yang menjadi perwakilan Indonesia adalah Kasman Singodimejo dan Mr. Sartono. Sementara itu, perwalan dari pihak Jepang adalah Letnan Kolonel Nomura.
Pada awalnya, perundingan berjalan alot karena Jepang menginginkan agar Indonesia mengembalikan senjata Jepang. Sayang permintaan itu sulit dikabulkan mengingat betapa marahnya para pemuda terhadap tentara bangsa asing itu.
Namun kemudian, keputusan gencatan senjata itu kemudian dilakukan setelah kedatangan Brigadir Jenderal Bethel bersama Sekutu.
Selanjutnya, Sekutu pun melucuti senjata para tentara Jepang. Tak hanya itu saja, mereka juga menjadikan pasukan Jepang sebagai tawanan perang.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Monumen Tugu Muda
Sumber: Wikimedia commons
Menurut catatan sejarah, jumlah korban yang tewas pada Pertempuran Lima Hari di Semarang sangat banyak. Dari pihak Indonesia ada sekitar 2.000 orang. Sementara itu, dari pihak Jepang hanya 500 orang.
Akan tetapi, pihak Jepang mengklaim bahwa korban dari Indonesia kurang lebih sekitar 1.000 orang. Nah, dari Jepang sendiri tak lebih dari seratus orang.
Nah untuk mengenang perjuangan rakyat dalam pertempuran di Semarang itu, didirikanlah sebuah tugu. Lokasi yang dipilih adalah merupakan salah titik terjadinya peperangan besar. Tepatnya berada di depan Gedung Lawang Sewu yang kini dikenal dengan Simpang Lima.
Menurut catatan sejarah, semula Gubernur Wongsonegoro merencanakan pembangunan tugu berada di dekat alun-alun. Bahkan, peletakan batu pertamanya sudah terlaksana pada tanggal 28 Oktober 1945. Akan tetapi karena adanya perang dengan Sekutu pada bulan November, membuat pembangunannya menjadi terbengkalai.
Pembangunannya sempat akan dilanjutkan pada tahun 1949, tetapi urung karena keterbatasan dana. Akhirnya, pembuatan tugu tersebut baru terlaksana pada tahun 1951 oleh Wali Kota Semarang, Hadi Seobeno Sosro Wedoyo.
Bangunan peringatan yang diberi nama Tugu Muda mulai dibangun pada tanggal 10 November 1951. Sementara itu, tugu tersebut diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Detail Tugu Muda
Tugu peringatan tersebut memiliki bentuk dengan ujung menyerupai lilin. Maknanya adalah untuk melambangkan semangat para pejuang yang selalu menyala untuk mempertahankan kedaulatan RI. Tingginya kurang lebih sekitar 53 cm dan terbuat dari batu.
Tuga terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan landasan. Pada bagian kakinya terdapat lima buah sangga pilar yang melambangkan Pancasila.
Selain itu, pada masing-masing memiliki relief memiliki maknanya masing-masing:
a. Relief Pertempuran: merupakan gambaran dari keberanian para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan.
b. Relief Hongerodeem: adalah penggambaran kehidupan rakyat yang menderita hingga kelaparan sewaktu zaman penjajahan Belanda dan Jepang.
c. Relief Penyerangan: perlambang perlawanan rakyat untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan sehingga dapat meraih kemerdekaan.
d. Relief Kemenangan: menyimbolkan hasil dari perjuangan rakyat setelah semua pengorbanan yang dilakukan.
e. Relief Korban: karena dalam setiap pertempuran pasti akan jatuh banyak korban maka ini adalah salah satu cara untuk mengenang mereka yang gugur dalam perjuangan.
Baca juga: Sekilas tentang Chuo Sangi In: Dewan Perwakilan Rakyat pada Masa Penjajahan Jepang
Sekilas tentang Tokoh Pertempuran Lima Hari
Sumber: prawira id
Tadi kamu sudah menyimak ulasan mengenai penyebab serta kronologi Pertempuran Lima Hari di Semarang, kan? Selanjutnya, tak ada salahnya menyimak sekilas tentang salah satu tokoh yang terlibat dalam pertempuran tersebut, yaitu dr. Kariadi.
dr. Kariadi lahir di Kota Malang pada tanggal 15 September 1905. Masa kecil hingga mudanya, ia habiskan di Jawa Timur. Baru setelah lulus, ia pernah menjalankan tugas ke Papua.
Pada tanggal 1 Agustus 1933, ia menikah dengan perempuan yang dicintainya, yaitu Soenarti. Sayangnya, ia tidak dapat menghadiri pernikahannya sendiri karena mengurusi wabah malaria yang terjadi di Manokwari.
Karena hal tersebut, kehadirannya kemudian diwakili dengan sebuah keris. Meskipun merasa sedih, tapi tanggung jawabnya untuk kemanusiaan lebih besar.
Selanjutnya pada tanggal 1 Juli 9142, dr. Kariadi diangkat sebagai Kepala Laboratorium Rumah Sakit Pusat Rumah Sakit Rakyat (Purusara) di Semarang. Selama bekerja di sini, ia dikenal sebagai dokter yang sangat baik.
Ia tidak segan membantu rakyat yang tidak mampu berobat. Ia bahkan mau mengambil uang pribadinya untuk pengobatan mereka.
Baca juga: Ulasan Tentang Sejarah Romusha: Kerja Paksa Rakyat Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
Akhir Hidup dr Kariadi yang Memilukan
Seperti yang telah kamu simak dalam ulasan Pertempuran Semarang di atas, dr Kariadi tewas karena diserang oleh prajurit Jepang. Bersama dengan sopirnya, ia ditembak ketika hendak pergi mengecek isu sumber air yang diracuni.
Kabar mengenai apa yang terjadi pada sang dokter baru diterima oleh keluarganya tepat tengah malam. Sang istri tentu saja terkejut dan merasakan kesedihan yang luar biasa. Di tengah kekalutan tersebut, keluarganya tidak dapat berbuat banyak.
Bahkan, sekadar untuk menengok jenazahnya pun tidak bisa. Pasalnya, situasi di luar sana masih benar-benar genting. Tembakan peluru sahut-sahutan tak pernah berhenti.
Hingga beberapa hari kemudian, pemakaman yang layak untuk dr Kariadi harus tertunda. Situasi pada saat itu benar-benar tidak memungkinkan untuk mengadakan upacara pemakaman.
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1945, akhirnya jenazah sang dokter dimakamkan di halaman rumah sakit. Pada waktu itu perang masih berkecamuk, namun memang pemakaman sudah tidak dapat ditunda lagi.
Pemakaman dr. Kariadi berjalan dengan baik walaupun masih terdengar tembakan di mana-mana. Istri sang dokter tidak menghadari pemakamanan karena merasa tidak sanggup. Hanya anak-anaklah yang menghadiri pemakaman sang ayah. Kerangka mendiang dr. Kariadi dipindahkan ke Taman Makan Pahlawan Giri Tunggal Semarang pada tanggal 5 November 1945.
Untuk mengenang jasanya, Rumah Sakit Purusara kemudian diganti namanya menjadi Rumah Sakit Dokter Kariadi. Selain itu, pada tanggal 20 Mei 1968, ia mendapatkan anugerah Satyalencana Kebaktian Sosial dari Presiden Soeharto.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Sudah Puas Menyimak Ulasan tentang Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang Ini?
Demikianlah tadi informasi lengkap mengenai sejarah dan kronologi meletusnya Pertempuran Lima Hari di Semarang. Bagaimana? Semoga setelah membacanya dapat menambah wawasanmu, ya!
Perjuangan para pendahulu untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia memang tidak main-main. Tak mempedulikan nyawa, yang terpenting Indonesia tetap merdekan. Untuk itu sebagai generasi penerus, kamu harus menghidupi semangat mereka dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan.
Nah di PosKata ini, kamu nggak hanya akan mendapatkan informasi mengenai kisah perlawanan-perlawanan saja. Kalau ingin mengetahui bagaimana kehidupan Indonesia pada saat penjajahan juga bisa.
Atau kalau kamu ingin mencari ulasan seputar sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia juga ada, lho. Contohnya ada Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram Kuno, dan masih banyak lagi. Baca terus, yuk! Jangan sampai ketinggalan infonya!