
Media cetak memiliki peranan yang penting pada saat zaman pergerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya yang akan dibahas lewat artikel ini adalah surat kabar Sin Po. Penasaran ingin mengetahui informasi lengkapnya? Mending langsung dicek aja, yuk!
Pada masa perintisan kemerdekaan Indonesia, keberadaan media massa sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan media bisa berfungsi sebagai alat komunikasi antara tokoh pergerakan dengan rakyat. Nah, surat kabar Sin Po adalah salah satu media cetak yang turut berjuang menyuarakan kemerdekaan Indonesia.
Menariknya, majalah tersebut dikelola oleh keturunan-keturunan dari suku Tionghoa, lho. Hal tersebut menjadi salah satu bukti kalau Indonesia bukan hanya miliki satu golongan saja.
Koran yang pada awalnya diterbitkan secara mingguan tersebut rilis pertama kali di tahun 1910. Lalu dua tahun kemudian, surat kabar tersebut rilis secara harian.
Nah, apakah kamu ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah serta kontribusi koran Sin Po dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia? Kalau iya, tidak usah kebanyakan basa-basi lagi. Kamu bisa menyimak informasi selengkapnya berikut ini.
Perkembangan Media Massa di Sebelum Kemunculan Sin Po
Sumber: Perpustakaan Digital Monash University
Sebelum membahas lebih jauh mengenai sejarah surat kabar Sin Po beserta peranannya dalam pergerakan kemerdekaan, tidak ada salahnya untuk membahas sedikit mengenai perkembangan pers Tionghoa. Menurut catatan sebuah sumber sejarah, Li Po menjadi pioner koran terbitan peranakan Tionghoa. Redakturnya adalah Yoe Tjai Siang dan Tan Ging Tiong.
Surat kabar ini terbit pertama kali pada tanggal 12 Januari 1901 di Sukabumi. Isi beritanya masih seputar informasi yang berkaitan dengan Tiongkok. Baik itu, ilmu-ilmu yang dipelajari, aturan-aturan, pengajaran, serta ideologi dari negara tersebut.
Pada saat itu, keadaan ekonomi bisa dibilang masih belum terlalu baik. Karena hal tersebut, koran ini hanya akan terbit apabila ada pelanggan yang memesan.
Di tahun 1903, ada sebuah surat kabar berjudul Kabar Peniagaan yang diterbitkan di Jakarta. Sesuai dengan namanya, koran tersebut berisikan iklan-iklan pedagangan. Tujuannya pada saat itu adalah untuk mempermudah pengusaha Tionghoa mengiklankan dagangannya.
Setelah empat tahun berjalan, surat kabar tersebut kemudian mendapatkan hujatan dari masyarakat karena tidak mendukung pergerakan nasional. Maklum saja, pada waktu itu para pengisinya adalah para kaum Tionghoa yang masih konservatif.
Tak berhenti di situ saja, Kabar Perniagaan dituduh sebagai koran yang mendukung pemerintahan Belanda. Rupanya, yang terjadi memanglah demikian adanya. Pada tahun 1930, tuduhan tersebut terbukti benar.
Surat kabar yang berganti nama menjadi Siang Po tersebut kepemimpinannya diambil alih oleh Phoa Liong Gie yang merupakan seorang anggota Volskraad. Ia rupanya memiliki hubungan yang dekat dengan pemerintah Belanda. Kejayaan media cetak tersebut berakhir ketika Belanda hengkang dari Indonesia.
Baca juga: Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda
Sejarah Terbitnya Surat Kabar Sin Po
Pada tahun 1910, surat kabar Sin Po muncul sebagai “tandingan” dari Kabar Perniagaan. Arti dari Sin Po adalah baru. Bisa dibilang, koran ini menjadi terobosan baru yang berbeda dari koran-koran yang telah terbit sebelumnya.
Pendirinya adalah Yoe Sin Gie dan Lauw Giok Lan. Kedua orang tersebut sebelumnya pernah bekerja di Kabar Perniagaan. Yoe Sin Gie bekerja di bagian operasional. Sementara itu, Lauw Giok Lan adalah seorang editor.
Ketika memegang Sin Po, Yoe Sin Gie berperan sebagai direktur pengelola sementara Lauw Giok Lan menjadi redaktur pelaksananya. Mereka menerbitkan koran tersebut pertama kali pada tanggal 1 Oktober 1910 di Batavia.
Pada waktu itu, desain surat kabar tersebut masih sangat sederhana dan kecil. Bahkan, kualitas kertasnya kurang bagus. Koran tersebut terbit secara mingguan.
Salah satu tujuan awal mengapa Sin Po didirikan adalah sebagai media penyampaian aspirasi masyarakat Tionghoa yang kerap mendapatkan diskriminasi dari pemerintah Belanda. Selain itu, kehadirannya juga yang mematahkan pendapat masyarakat mengenai media Tionghoa yang apatis terhadap keadaan kaumnya.
Baca juga: Sistem Tanam Paksa yang Diberlakukan pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
Peran Koran Sin Po dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia
Sumber: Perpustakaan Digital Monash University
Surat kabar Sin Po tidak hanya memperjuangkan kepentingan kaumnya saja. Akan tetapi, mereka juga mendukung kegiatan pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh pribumi.
Langkah yang diambil tersebut merupakan sebuah pembaharuan atau revolusi dari surat kabar terbitan Tionghoa. Karena koran terbitan generasi sebelumnya kebanyakan pro Belanda. Bahkan, surat kabar terbitan bumiputra saja tidak mau terlalu ikut campur dengan dunia perpolitikan Hindia Belanda.
Lewat Sin Po, kaum Tionghoa yang melek dengan perjuangan berani mengatakan bahwa orang-orang golongan atas hanya dijadikan alat untuk keberlangsungan pemerintahan Hindia Belanda. Dengan lantangnya, mereka juga berbicara kalau orang-orang itu tidak memiliki simpati apa pun terhadap kaumnya sendiri yang selama ini tertindas.
Maka dari itu, para penggerak Sin Po mengajak kaumnya dan pribumi untuk bekerja sama melawan tindakan kolonial. Mereka bersedia membantu untuk menyuarakan perjuangan lewat media cetak terbitannya.
Menurut catatan beberapa sumber sejarah, koran ini pula yang turut mempopulerkan nama Indonesia. Sebelumnya, negeri ini dikenal dengan nama Nederlandsch Indie, Hindia Olanda, atau Hindie Nederlandsch.
Sehubungan dengan tersebut, pers pergerakan lain juga mulai menggunakan penyebutan Tionghoa untuk mengganti kata Cina. Pada waktu itu, kesepakatan ini juga didukung oleh para tokoh yang menggunakan Tionghoa dalam percakapan sehari-hari.
Selain itu, mereka juga turut mulai mengganti kata-kata “bahasa Melayu” dan mulai menggunakan “bahasa Indonesia.” Hal tersebut dilakukan sebagai dukungan kalau Indonesia merupakan negara yang berdiri sendiri dan memiliki bermartabat.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Menerbitkan Syair dan Memuat Profil Pergerakan
Di tahun 1924, Kwee Kek Beng memegang kepemimpinan redaksi Sin Po. Ia merupakan wartawan kawakan yang populer saat itu.
Nah, di periode kepimpinannya, surat kabar Sin Po pernah menerbitkan lirik lagu “Indonesia Raya” ciptaan dari Wage Rudolf Soepratman. Tepatnya, sekitar bulan November 1928.
Diketahui, W.R. Soepratman juga merupakan salah satu wartawan yang bekerja di surat kabar tersebut mulai tahun 1925. Penerbitan lirik lagu kebangsaan tersebut terjadi setelah peristiwa Sumpah Pemuda yang digelar pada tanggal 28 Oktober 1828.
Selain itu, di salah satu edisinyanya secara terang-terangan menunjukkan dukungan dan kekaguman terhadap para tokoh nasionalis. Koran tersebut menjadi salah satu koran yang berani memajang foto Soekarno dan Hatta sekitar bulan November 1933.
Sebelumnya, memang hubungan orang-orang Sin Po dengan Soekarno bisa dibilang sangat akrab. Mereka sering mengadakan diskusi bersama dan mendukung langkah-langkah yang diambil Soekarno untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Dukungan perusahaan media itu terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia ini tentu saja sangat berisiko. Pemerintah Belanda tidak menyukainya dan bahkan melakukan boikot dengan tidak memangsang iklan di sana. Bahkan, kantor media mereka kemudian diawasi dengan ketat oleh Belanda.
Meskipun pendapatannya menurun sehingga mengganggu kegiatan operasional, tapi hal itu tidak membuat mereka gentar. Dengan tekad kuat, media pasa tersebut tetap melakukan apa yang mereka yakini.
Baca juga: Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Perlawanan Rakyat terhadap Belanda Terbesar di Pulau Jawa
Masa Kejayaan dan Akhir Nasib Surat Kabar Sin Po
Sumber: Perpustakaan Digital Monash University
Surat kabar Sin Po mulai mengalami masa kejayaan sekitar tahun 1920-an. Pada waktu itu, mereka merilis hariannya dengan berbagai versi.
Hal ini membuat Sin Po menjadi media sangat besar, bahkan mengalahkan Kabar Perniagaan. Beberapa contoh edisinya adalah sebagai berikut:
a. Sin Po Chineesche Editie: merupakan koran terbitan perusahaan yang menggunakan bahasa Mandarin dan mulai terbit pada tanggal 12 Februari 1921.
b. Sin Po Oost-Java Editie: adalah surat kabar Sin Po edisi Jawa Timur yang rilis pada bulan Juli 1922. Selanjutnya, koran ini lebih dikenal dengan nama Sin Tit Po.
c. Bin Seng: merupakan harian yang memiliki harga lebih murah jika dibandingkan dengan koran edisi biasa, mulai terbit bulan Januari 1922.
d. Sin Po Wekelijksche Editie: adalah koran Sin Po diterbitkan secara mingguan mulai tanggal 7 april 1923.
e. De Chineesche Revue: merupakan jurnal Sin Po yang terbit setiap tiga bulan sekali. Jurnal tersebut menggunakan bahasa Belanda dalam tulisannya.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Berakhirnya Masa Kejayaan Surat Kabar Sin Po
Masa kejayaan Sin Po mulai meredup ketika Jepang datang ke Indonesia pada tahun 1942. Bangsa asing tersebut melarang media mana pun untuk terbit, tetapi untuk Hong Po adalah pengecualian.
Menurut catatan sebuah sumber, Jepang memenjarakan sekitar 12 pegawai surat kabar Sin Po. Mereka kemudian dikirim ke Penjara Bukit Duri. Selanjutnya, penjajah itu mengambil alih percetakannya dan menerbitkan koran Tionghoa mereka yang bernama Kung Yung Poo.
Pada tahun 1945, Jepang kemudian mengembalikan semuanya kepada percetakan itu kepada pemiliknya setelah mereka mengakui kekalahan terhadap Sekutu. Sayangnya, bahan bakunya sudah habis. Karena hal tersebut, perusahan media ini baru bisa beroperasi lagi pada tahun 1946.
Mulai bulan Oktober 1958, surat kabar itu mengikuti aturan pemerintah dengan berganti nama menjadi Pantjawarta. Lalu atas permintaan Soekarno, koran tersebut berganti nama lain menjadi Warta Bhakti pada tahun 1960.
Nasib dari harian Sin Po benar-benar berakhir ketika jabatan pimpinan redasi dipegang oleh A. Karim D.P. Rupanya, laki-laki memiliki kiblat politik yang dianggap pro dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Maka dari itu, surat kabar Sin Po secara resmi dilarang terbit pada tanggal 1 Oktober 1965. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa tak banyak sumber yang menjelaskan tentang kontrubusinya terhadap kemerdekaan.
Padahal, keberadaannya sangatlah penting dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaan. Karena bisa jadi, kita sekarang tidak akan mendapatkan lagu kebangsaan Indonesia Raya kalau harian tersebut tidak menerbitkannya. Pada waktu itu, tidak ada media lain yang berani melakukan hal demikian.
Terbit di Perpustakaan Monash University
Sumber: Perpustakaan Digital Monash University
Kabar baiknya, untuk yang mungkin penasaran ingin melihat seperti apa surat kabar Sin Po yang pernah terbit puluhan tahun lalu, kamu bisa mengaksesnya lewat perpustakaan digital milik Monash University, Australia. Yang memiliki ide untuk menerbitkannya secara digital adalah Rheny Pulungan dengan dukungan dari Profesor Charles Copper dan Profesor Ariel Heryanto.
Diketahui, Rheny Pulungan merupakan warga negara Indonesia yang bekerja di Perpustakaan Monash University. Sementara itu, harian yang diterbitkan di perpustakaan digital tersebut merupakan koleksi milik Profesor Charles Copper yang dulu mempelajari kajian Tionghoa di Indonesia.
Mengapa mereka menggagas untuk menerbitkannya ke dalam bentuk digital? Selain karena lebih mudah diakses, koran tersebut merupakan bukti nyata tentang perjuangan kemerdekaan yang seharusnya tidak dihilangkan begitu saja rekam jejaknya.
Surat kabar Sin Po digital sudah bisa diakses secara umum sejak tanggal 25 Oktober 2018 lalu. Di sana, kamu dapat menemukan koleksinya mulai tahun terbut 1923 sampai 1941.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Sudah Puas Membaca Ulasan tentang Koran Sin Po?
Itulah tadi ulasan dari surat kabar Sin Po yang dapat kamu temukan di PosKata. Bagaimana? Semoga saja informasi yang telah kamu simak di atas dapat menambah wawasanmu tentang sejarah bangsa ini, ya.
Pada masa penjajahan, perjuangan para pendahulu memang sangatlah berat karena melawan para penjajah. Namun, mereka bisa melewatinya karena bersatu padu, tanpa membedakan suku, agama, dan ras. Nah, semangat itu juga yang harus tetap dipegang terus hingga sekarang. Jangan biarkan oknum-oknum berkepentingan memanfaatkan perbedaan yang ada untuk memecah belah negara.
Selain ulasan pada zaman penjajahan, di sini kamu juga bisa menemukan artikel menarik mengenai sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia, lho. Tidak hanya kerjaan bercorak Hindu-buddha saja, tetapi juga yang bercorak Islam. Kalau penasaran, mending langsung dicek saja, ya!