
Indonesia memang telah memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi, Ini bukanlah sebuah akhir, melainkan awal perjuangan untuk memeprtahankan kedaulatan. Rangkaian peristiwa bersejarah setelah kemerdekaan Indonesia dapat kamu simak berikut ini.
Proklamasi kemerdekaan merupakan sebuah peristiwa yang sangat bersejarah untuk bangsa Indonesia. Dengan proklamasi, Indonesia menjadi negara yang bebas dan berdaulat. Namun
Mengapa demikian? Hal tersebut karena banyak sekali pihak-pihak yang masih menginginkan untuk menduduki Indonesia. Tentu saja, dengan berbagai kepentingan. Salah satunya adalah Belanda.
Penasaran ingin menyimak peristiwa sejarah apa yang terjadi setelah kemerdekaan dan mengancam kedaulatan Indonesia? Daripada kebanyakan basa-basi, mending kamu baca saja ulasan lengkapnya berikut ini, ya!
Sejarah Kronologi Pertempuran Laut Aru: Gugurnya Komodor Yos Sudarso
Pertempuran yang melibatkan Komodor Yos Sudarso ini terjadi di perairan Laut Aru. Bersama dengan pasukannya, ia sedang menjalani misi rahasia untuk memata-matai tentara Belanda. Namun ...
Ulasan Lengkap Peristiwa Pertempuran Ambarawa: Perang Besar antara TKR dan Pasukan Sekutu
Perlawanan rakyat melawan Sekutu yang dibonceng oleh Belanda juga terjadi di daerah Ambarawa. Ulasan lengkap mengenai Peristiwa Pertempuran Ambarawa dapat kamu simak berikut ini.
Sejarah Kronologi Terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang
Peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi pada tanggal 15-19 Oktober 1945. Pada masa ini, rakyat bukan melawan Sekutu sama seperti perlawanan revolusi yang lain. Akan tetapi, ...
Latar Belakang dan Kronologi Terjadinya Pertempuran Medan Area
Pelawanan terhadap pasukan Sekutu tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Sumatra. Salah satunya adalah di Medan. Ulasan lengkap mengenai Pertempuran Medan Area dapat ...
Latar Belakang Sejarah & Kronologi Peristiwa Bandung Lautan Api
Pertempuran di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 menggerakkan rakyat di wilayah Indonesia yang lain untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan Sekutu. Salah satunya adalah Peristiwa ...
Kronologi Terjadinya Peristiwa Perang 10 November 1945 di Surabaya
Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya merupakan pertempuran besar pertama melawan pasukan Belanda dan Inggris setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Meletusnya perang tersebut ...
Kronologi Terjadinya Perang Puputan Margarana di Bali
Perlawanan terhadap pasukan Belanda yang hendak mengacak-acak kedaulatan Indonesia terjadi di banyak wilayah. Salah satunya adalah Bali. Ulasan lengkap mengenai sejarah Perang Puputan ...
Peristiwa Westerling: Sejarah Kelam Bagi Masyarakat di Sulawesi Selatan Usai Proklmasi Kemerdekaan
Peristiwa Westerling di Makassar merupakan kejadian kelam yang masih menyisakan trauma bagi penduduk Sulawesi Selatan. Mengenai ulasan selengkapnya, kamu dapat menyimaknya berikut ini.
Sejarah Kronologi Terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah pembuktian kalau Republik Indonesia masih ada. Kalau ingin mengetahui kronologi selengkapnya, kamu bisa menyimaknya berikut ini.
Konferensi Meja Bundar: Belanda Akhirnya Menyerahkan Kedaulatan Indonesia
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan salah satu peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kalau ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah, isi, dan dampak KMB, kamu bisa menyimaknya ...
Sejarah Perjanjian Roem Royen: Perundingan Setelah Agresi Militer 2
Sebelum benar-benar berdaulat, Indonesia menempuh berbagai perundingan dengan Belanda. Salah satunya adalah Perjanjian Roem Royen yang terjadi setelah peristiwa Agresi Militer Belanda II.
Sejarah Perjanjian Renville beserta Isi dan Dampaknya
Persengketaan Indonesia dan Belanda mengenai status kedaulatan Indonesia berlangsung cukup lama. Usai melancarkan Agresi Militer I diadakanlah kesepakatan yaitu Perjanjian Renville. Mengenai ...
Informasi Mengenai Latar Belakang dan Isi dari Perjanjian Linggarjati
Setelah kedatangannya kembali usai proklamasi kemerdekaan, Indonesia pun mengadakan perundingan dengan Belanda. Perundingan tersebut kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Linggarjati. ...
Sejarah Kedatangan Sekutu dan Belanda ke Indonesia Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia akhirnya memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun tak lama setelah itu, Belanda kembali datang dengan membonceng pasukan Sekutu. Mengenai kronologi sejarah ...
Informasi Menarik tentang Sejarah Perumusan dan Pengesahan UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konsitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang artinya kedudukannya paling tinggi jika dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain. Kalau penasaran ...
Kejadian Tepat Setelah Indonesia Melakukan Proklamasi Kemerdekaan
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi di kediamannya. Tepatnya, berada di Jalan Pegangsaan Timur No 50, Jakarta.
Pembacaan yang dimulai pada pukul 10.00 tersebut berjalan dengan khidmat. Usai pembacaan, kegiatan kemudian berlanjut dengan pengibaran bendera Merah Putih yang diiringi lagu Indonesia Raya.
Tak lama setelah acara selesai, datanglah 100 anggota Barisan Pelopor yang datang ke lokasi. Mereka menginginkan pembacaan ulang karena datang terlambat. Keterlambatan tersebut dikarenakan perubahan lokasi yang semula rencananya pembacaan akan dilaksanakan di Lapangan Ikada.
Menanggapi permintaan tersebut, Soekarno menolaknya. Ia mengatakan kalau pembacaan hanya akan berlangsung sekali, tetapi maknanya dapat dihayati seumur hidup.
Selain itu, datang pula beberapa pejabat pemerintahan Jepang. Semula, mereka berniat untuk melarang proklamasi. Karena pada waktu itu, Indonesia masih dalam statu quo yang sebenarnya sudah dilarang untuk melakukan proklamasi.
Selanjutnya, utusan Jepang itu meminta Soekarno-Hatta untuk membatalkan proklamasi kemerdekaan. Hal itu tentu saja ditolak mentah-mentah. Dengan tegas, Soekarno berkata bahwa telah terjadi. Mereka lalu marah-marah dan pergi dari sana.
Baca juga: Sistem Tanam Paksa yang Diberlakukan pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
Pengesahan UUD 1945
Peristiwa besar selanjutnya yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah mengesahkan undang-undang dasar negara. Pengesahan tersebut terjadi sehari setelah Indonesia merdeka, yaitu tanggal 18 Agustus 1945.
UUD 1945 merupakan konstitusi negara Indonesia. Jadi, ini adalah hukum paling tinggi yang berguna sebagai pedoman atau pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peraturan-peraturan lain yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.
Penyusunan rancangan undang-undang dasar sudah mulai berlangsung pada saat sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pertama. Sidang tersebut terjadi pada tanggal 28 Mei sampai 1 Juni.
Pada persidangan yang kedua tanggal 22 Juni 1945, lembaga ini mengesahkan Piagam Jakarta. Setelah menyelesaikan tugasnya, pemerintah Jepang akhirnya membubarkan BPUPKI. Peran lemabaga tersebut lalu diteruskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Kepanitiaan ini kemudian mengesahkan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 menggunakan teks yang tertulis pada Piagam Jakarta. Akan tetapi tentu saja dengan perubahan, yaitu menghapuskan kata-kata “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Mengingat, rakyat Indonesia tidak hanya beragama Islam saja.
Selain dasar negara, dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga tertulis mengenai bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan. Sesuai kesepakatan bersama, bentuk negara Indonesia adalah republik, bentuk pemerintahan presidensial, dan sistem pemerintahan menggunakan kabinet presidensial.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
Kembalinya Belanda ke Indonesia
Belanda rupanya belum merasa puas telah menjajah Indonesia selama ratuan tahun. Tak lama setelah Jepang menyerah, pasukan Belanda atau NICA kemudian membonceng tentara Sekutu untuk datang lagi ke Indonesia.
Pada waktu itu, negara-negara yang tergabung dalam blok Sekutu memang mengadakan kesepakatan. Isinya adalah untuk mengembalikan wilayah jajahan masing-masing jika berhasil mengalahkan Jepang. Kesepakatan yang dimaksudkan adalah Perjanjian Wina.
Salah satu alasan mengenai kedatangan kembali Belanda ini adalah karena mereka ingin menguasai sumber daya Indonesia. Karena hal tersebut, mereka tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia. Bangsa asing itu tetap ingin menjadikan Indonesia sebagai negara boneka.
Peristiwa kedatangan Belanda ke Indonesia setelah kemerdekaan ini terjadi pada tanggal 23 Agustus 1945. Mereka pertama kali mendarat di Sabang. Selanjutnya pada tanggal 15 September 1945, Pasukan NICA tiba di Jakarta.
Kedatangan NICA dengan pemimpinnya yang bernama Hubertus Van Mook ini membawa agenda tersendiri. Laki-laki itu mengatakan bahwa Ratu Wilhelmina menghendaki Indonesia menjadi negara persemakmuran Belanda.
Namun tentu saja, pernyataan tersebut tidak digubris oleh tokoh-tokoh pejabat Indonesia. Karena bagaimana pun, Indonesia sudah merdeka.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Pertempuran-Pertempuran Melawan Sekutu dan NICA
Kedatangan pasukan Belanda yang membonceng Sekutu tersebut membuat keadaan menjadi panas kembali. Terlebih lagi, mereka yang seenaknya menetapkan peraturan-peraturan yang menyulitkan.
Maka dari itu, timbullah perlawanan melawan Sekutu dan NICA di berbagai daerah. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1. Pertempuran 1o November
Ini merupakan peristiwa peperangan pertama yang terjadi setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan. Salah satu penyebabnya adalah Belanda yang tanpa persetejuan mengibarkan bendera mereka di Hotel Yamato Surabaya pada tanggal 18 September 1945.
Rakyat menganggap hal tersebut sebagai penghinaan atas kedaulatan. Keadaan menjadi semakin memanas dengan dua kubu yang saling menyerang. Puncaknya adalah ketika tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby pada tanggal 30 September 1945.
Inggris sangat marah atas tindakan tersebut dan mengirimkan ultimatum yang sayangnya tidak diindahkan oleh pihak Indonesia. Hingga akhirnya mereka melakukan serangan pada tanggal 10 November 1945. Dalam peperangan tersebut, Bung Tomo maju untuk memimpin perlawanan rakyat melawan Sekutu.
Keadaan pada waktu itu sangatlah kacau. Banyak sekali kerugian materi dan korban jiwa dari kedua belah pihak. Peperangan ini adalah terbesar dalam revolusi nasional Indonesia. Maka dari itu, pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
2. Pertempuran Palagan Ambarawa
Perang melawan pasukan Sekutu juga terjadi di sebuah kota kecil bernama Ambarawa, Jawa Tengah. Kali ini, pemicunya adalah Sekutu yang membebaskan pasukan Belanda yang menjadi tawanan Jepang. Selanjutnya, mereka dipersenjatai dan membuat keributan dengan Tentara Keamanan Rakyat di Magelang.
Meski tentara Indonesia dapat mengatasinya, rupanya diam-diam Sekutu pergi ke Ambarawa dan menguasai beberapa desa. Hingga kemudian terjadi baku tembak yang menewaskan Letnan Kolonel Isdiman.
Akibat peristiwa itu, Kolonel Soedirman kemudian turun tangan dan menambah pasukan dari wilayah sekitar. Pada tanggal 23 November 1945, pertarungan menjadi semakin sengit. Perang tersebut baru padam pada tanggal 15 Desember 1945 dengan Indonesia sebagai pemenang.
3. Perang Bandung Lautan Api
Sumber: Wikimedia Commons
Pertempuran di Bandung ini terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Konflik berawal dari tentara Sekutu yang ingin warga Indonesia menyerahkan semua senjatanya, termasuk para tentara. Kalau tidak mau, mereka akan mengambil alih wilayah.
Karena tidak mau dikuasai oleh Sekutu lagi, Kolonel A.H. Nasution memutuskan untuk membakar Bandung. Mengingat kondisi saat itu yang masih kacau, pasukan Indonesia tidak akan menang jika perang adu kekuatan. Sebelum menjalankan rencana, terlebih dahulu mereka mengungsikan rakyat.
Pembakaran tersebut rencananya akan dilakukan oleh TKR pada tanggal 24 Maret 1946 pukul 00.00. Namun karena satu hal dan lainnya, pelaksanaan dipercepat pada pukul 20.00. Api pun dengan cepat membakar gedung-gedung dan inilah yang kemudian dinamakan Bandung Lautan Api.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
4. Pertempuran Bojong Kokosan
Selanjutnya, peristiwa heroik setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia juga terjadi di Bojong Kokosan, Sukabumi. Yang menjadi pemicu terjadinya perang ini adalah pasukan Sekutu yang ingin memperkuat pertahanan di Bandung.
Para pejuang yang mendengar kedatangan beberapa kompi pasukan Sekutu kemudian menyiapkan rencana untuk mengacaukan lawan. Salah satunya adalah dengan menggunakan barikade tipuan.
Pasukan Sekutu pun terjebak dan akhirnya kedua belah pihak terjebak dalam baku tembak. Dalam peristiwa tersebut, setidaknya 50 orang tentara Sekutu tewas dan ratusan lainnya luka-luka.
5. Perang Puputan Margarana
Kemelut antara rakyat dengan pasukan Sekutu tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga di Bali. Peristiwa peperangan setelah kemerdekaan bangsa Indonesia ini terjadi pada tanggal 20 November 1946. Tepatnya berada di Desa Marga, Kecamatan Margarana, Tabanan, Bali.
Latar belakang meletusnya Puputan Margarana adalah ambisi Belanda yang menginginkan pembentukan Negera Indonesia Timur (NIT). Hal tersebut tentu saja mendapatkan penolakan.
Akhirnya, I Gusti Ngurah Rai selaku pemimpin Divisi Sunda Kecil mengerahkan pasukannya untuk menyerang pos Belanda di Tabanan pada tanggal 18 November 1946. Dua hari kemudian, pasukan Belanda mengadakan serangan balasan yang akhirnya menewaskan I Gusti Ngurah Rai.
Ibu Kota Pindah ke Yogyakarta
Peristiwa kedatangan Belanda setelah kemerdekaan Indonesia memang membuat suasana memanas dan kacau. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, Soekarno kemudian memutuskan untuk memindahkan ibu kota sementara ke Yogyakarta untuk alasan keamanan.
Sebenarnya, keputusan tersebut kurang mendapatkan persetujuan dari wali kota Jakarta pada saat itu, yakni Suwiryo. Pasalnya, ia merasa rencana perpindahan tersebut masih kurang matang. Terlebih lagi, kota lain tidak memiliki sarana prasarana yang sebaik Jakarta.
Namun, kekacaan terus terjadi di banyak wilayah. Bahkan, beberapa menteri mendapatkan ancaman pembunuhan. Mau tidak mau, Soekarno tetap menjalankan keputusan tersebut. Namun nantinya, beberapa kementerian penting akan tetap tinggal.
Pada tanggal 3 Januari 1946, Soekarno-Hatta, beberapa menteri, dan keluarganya secara diam-diam pergi meninggalkan Jakarta. Untuk sementara urusan di sini diserahkan kepada Soetan Sjahrir. Belanda hanya mau berurusan dengan Sjahrir karena menganggap Soekarno pro Jepang.
Menjelang subuh, rombongan Presiden tersebut tiba di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Di sana, mereka sudah disambut oleh Sultan Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII, dan Jenderal Soedirman.
Setelah itu, barulah kementerian luar negeri Indonesia memberikan pengumuman mengenai perpindahan ibu kota negara ke Yogyakarta pada Sekutu. Dalam masa tersebut, Kesultanan Yogyakarta menanggung biaya operasional pemerintahan.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Perjanjian Linggar Jati
Seperti yang telah kamu simak di atas, status kemerdekaan Indonesia masih belum dapat diterima oleh Belanda. Maka dari itu, kedua belah pihak kemudian mengadakan pertemuan pada tanggal 23 Oktober 1945. Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apa-apa.
Selanjutnya, sekitar bulan Maret 1946, pihak Indonesia dan Belanda kembali bertemu dan menghasikan rancangan kesepakatan yang bernama Rumusan Jakarta. Bulan berikutnya, kedua belah pihak kembali menggelar pertemua tentang status Indonesia.
Belanda masih menginginkan Indonesia menjadi negara bawahan. Sementara itu, Soetan Sjahrir sebagai perwakilan telah menegaskan kalau rakyat menginginkan kedaulatan penuh.
Pada tanggal 7 Oktober 1946, sempat terjadi pertemuan kembali. Dari situ, terjadi kesepakatan akan membicarakan pengakuan kedaulatan Indonesia dari Belanda pada tanggal 12 November 1946. Pertemuan tersebut kemudian dikenal dengan nama Perundingan Linggarjati karena lokasinya berada di Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat.
Yang menjadi perwakilan Indonesia adalah Soetan Sjahrir, A.K. Gani, Soesanti Tirtoprodjo, Amir Sjarifuddin, Ali Boediardjo, dan Mohammad Roem. Sementara itu, delegasi Belanda yaitu Lord Killearen dan Inerchapel.
Ada pun isi dari perjanjian tersebut adalah:
1. Secara de facto, Belanda hanya mengakui Pulau Jawa, Sumatra, dan Madura yang menjadi bagian dari wilayah Indonesia.
2. Pihak Belanda dan Indonesia bersepakat untuk membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
3. Ketika sudah terbentuk, RIS harus bergabung dengan Persemakmuran Indonesia-Belanda. Dan tentu saja, mengakui Ratu Belanda sebagai kepala negara.
4. Selambat-lambatnya, Belanda akan meninggalkan wilayah Republik Indonesia pada tanggal 1 Januari 1949.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Dampak Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia
Isi dari perundingan tersebut pun menuai protes, baik dari rakyat maupun tokoh-tokoh politik yang berpengaruh lain. Hasil dari perundingan tersebut memperlihatkan dengan jelas mengenai kelemahan Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan.
Terlebih lagi, wilayah Indonesia menjadi sempit karena hanya meliputi tiga wilayah yang telah disebutkan di atas. Selain itu, Indonesia masih harus tunduk menjadi negara persemakmuran.
Soetan Sjahrir bahkan sempat dituduh mendukung Belanda. Hal tersebut mengakibatkan penarikan dukungan dari Partai Sosialis dan KNIP.
Dampak negatif dari perjanjian tersebut memang banyak, tapi tentu tetap ada sisi positifnya. Salah satunya adalah pengakuan kemerdekaan tersebut membuat citra Indonesia menguat sehingga diakui sebagai negara oleh negara lain. Tak hanya itu, perjanjian tersebut juga mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda, meski hanya sementara.
Akibat dari polemik-polemik tersebut, Perjanjian Linggarjati baru ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Merdeka. Itu hanya penandatanganan dari Indonesia saja. Sementara pihak Belanda baru menandatangani pada 21 Juli 1947.
Agresi Militer I
Peristiwa sejarah selanjutnya yang terjadi setelah proklamasi kemedekaan Indonesia adalah adanya Agresi Militer Belanda yang pertama. Penyebabnya adalah provokasi Belanda yang menimbulkan kerusuhan di beberapa daerah.
Selanjutnya, pada tanggal 27 Mei 1947, bangsa asing itu mengirimkan ultimatum yang harus mendapatkan jawaban dari pemerintah Indonesia dalam kurun waktu 14 hari. Beberapa isinya adalah membentuk ad interim, mengeluarkan mata uang bersama, dan mengawasi kegiatan ekspor bersama.
Ultimatum tersebut tidak mendapatkan tanggapan sama sekali. Lalu tanggal 15 Juli 1947, mereka kembali memberikan ultimatum yang isinya adalah tentara RI harus mundur 10 km dari garis demarkasi yang memisalkan wilayah Indonesia dan Belanda.
Namun lagi-lagi, ultimatum tersebut tidak digubris. Akhirnya, pihak Belanda marah. Lewat siaran radio, van Mook memberi pengumuman kalau Belanda tidak lagi terikat Perjanjian Linggarjati. Dengan demikian, terjadilah Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947.
Kekacauan Akibat Agresi Militer I
Yang dilakukan Belanda semasa agresi tersebut adalah mengerahkan pasukannya ke wilayah-wilayah strategis. Contohnya seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Madura, Medan, Palembang, dan kota-kota besar lainnya.
Tujuannya adalah supaya mereka dapat dengan mudah mengusai sumber daya alam. Baik itu, pertambangan, perkebunan, dan juga pelabuhan. Kondisi tersebut tentu saja membuat pasukan tentara menjadi kalang kabut sehingga bergerak tanpa arahan yang jelas.
Melihat hal tersebut tentu saja Belanda merasa senang. Selanjutnya, yang akan mereka lakukan adalah merebut Yogyakarta. Sebenarnya, apa yang dilakukan oleh Belanda ini tidak mendapatkan dukungan dari sekutunya, yaitu Inggris dan Amerika. Akan tetapi, mereka tak menggubrisnya dan tetap melancarkan serangan.
Aksi Belanda tersebut juga mendapatkan kecaman dari dunia internasional setelah diadukan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bahkan, kejadian tersebut lalu masuk ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, PBB kemudian merilis resolusi agar Belanda segera menghentikan serangannya. Resolusi tersebut baru disetujui Belanda pada tanggal 15 Agustus 1947. Setelah itu, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata.
Perjanjian Renville
Usai Agresi Militer Belanda I, peristiwa sejarah yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia adalah penandatanganan Perjanjian Renville. Tujuannya adalah untuk mendamaikan kedua kubu yang sedang bertikai.
Pada tanggal 25 Agustus 1947, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) sebagai penengah antara Belanda dan Indonesia. Anggota dari komisi tersebut adalah Paul van Zeeland dari Belgia, Richard Kirby dari Australia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat.
Salah satu cara KTN menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda secara damai adalah dengan diplomasi. Nah, diplomasi inilah yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Renville.
Pertemuan untuk membahas perjanjian tersebut terjadi pada tanggal 8 Desember 1947. Yang mewakili Indonesia adalah Amir Syarifuddin, Ali Sastroamijoyo, dan Agus Salim. Selanjutnya, dari pihak Belanda yaitu Abdul Kadir Wijoyoatmojo, H.A.L. Van Vredenburg dan P.J. Koets.
Sementara itu, isi dari Perjanjian Renville adalah:
- Tetap melaksanakan pembentukan Republik Indonesia Serikat.
- Sebelum RIS terbentuk, Belanda tetap menguasai wilayah Indonesia. Untuk sementara, akan diatur oleh pemerintah federal.
- Raja Belanda memipin Uni Indonesia-Belanda. Kedudukan uni tersebut sejajar setara dengan RIS.
- Negara Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian Republik Indonesia Serikat.
- Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai wilayah Negara Republik Indonesia.
- Pengadaan pemilihan umum untuk menentukan nasih wilayah dan Dewan Konstituante RI.
- Adanya garis demarkasi yang menjadi pembatas wilayah antara Indonesia dan Belanda. Namanya adalah Garis Van Mook.
- Pemerintah harus menarik kembali Tentara Nasional Indonesia yang berada di wilayah Belanda.
Baca juga: Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Perlawanan Rakyat terhadap Belanda Terbesar di Pulau Jawa
Terjadinya Agresi Militer II
Sayang sekali, setelah perundingan tersebut tetap tidak mendapatkan kesepakatan bersama. Baik Belanda maupun Indonesia tetap pada pendirian masing-masing. Terlebih lagi, isi dari perjanjian tersebut lebih banyak dampak negatifnya untuk Indonesia.
Sementara itu, Belanda tentu aja ingin tetap mempertahankan Indonesia sebagai jajahannya. Mereka lalu menuduh Indonesia melanggar Perjanjian Renville dan kemudian mengadukannya ke KTN.
Pada tanggal 18 Desember 1948, wali tinggi Belanda yang bernama Dr. Beel kemudian mengumumkan kalau mereka sudah tidak lagi terikat Perjanjian Renville. Peristiwa pertikaian setelah tiga tahun kemerdekaan Indonesia ini kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak.
Belanda memulai agresinya dengan menyerang ibu kota sementara, yaitu Yogyakarta. Pagi-pagi sekali, mereka mengerahkan pasukan dari udara untuk melakukan pengeboman dan penembakan menggunakan senapan mesin.
Keadaan pada saat itu tentu saja kacau balau. Pasukan Indonesia tidak siap menerima serangan yang mendadak itu. Tentara yang berjaga-jaga pada saat itu juga jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan pasukan lawan.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Demak yang Masih Bisa Dilihat Hingga Kini
Pengasingan Hingga Mendirikan Pemerintahan Darurat
Jenderal Soedirman kemudian turun tangan menangani kekacauan tersebut. Ia memimpin pasukannya dengan menerapkan strategi gerilya. Sayangnya, posisi Indonesia tetap lemah meskipun telah mengerahkan seluruh tenaga.
Pasukan Belanda dapat dengan mudah masuk ke istana presiden lalu menangkap Soekarno-Hatta beserta menteri-menteri yang lain. Pada tanggal 22 Desember 1948, Belanda membuang mereka ke beberapa tempat berbeda.
Di lapangan, Jenderal Soedirman tetap memimpin perlawanan. Sementara itu, untuk sementara Pemerintahan diambil alih oleh Safruddin Prawiranegara.
Sesuai keputusan sidang darurat para pejabat sebelumnya, ia mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang pusatnya berada di Bukittinggi. Pendirian pemerintah darurat ini memang merupakan salah satu peristiwa bersejarah setelah kemerdekaan Indonesia.
Para pejabat PDRI ini kemudian menjadi sasaran dari serangan Belanda. Mereka bahkan harus melakukan gerilya supaya tidak tertangkap.
Bukan hanya pejabat dan rakyat di dalam negeri saja yang memperjuangkan nasib Indonesia. Dr. Soedarsnono, A.A. Maramis, dan L.N. Palar pun berjuang untuk kedaulatan Indonesia di Sidang Dewan Keamanan PBB.
Baca juga: Ulasan Tentang Sejarah Romusha: Kerja Paksa Rakyat Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
Resolusi PBB
Saat mengatakan apa yang terjadi di Indonesia pada persidangan tersebut, perwakilan Belanda sempat membantah apa yang terjadi. Selanjutnya, PBB menyuruh anggota KTN untuk membuktikan kebenaran.
Setelah melihat apa yang terjadi, perwakilan tersebut mengungkap fakta yang sebenarnya. Hal tersebut kemudian membuat Indonesia mendapatkan simpat dari banyak negara. Negara-negara itu lalu mendesak PBB supaya segera mencari cara untuk menghentikan Agresi Militer Belanda yang kedua itu.
Dewan Keamanan PBB lalu menerbitkan resolusi pada tanggal 28 Januari 1949. Isinya adalah:
1. Indonesia dan Belanda harus segera menghentikan semua operasi militer. Keduanya harus mau bekerja sama untuk segera berdamai.
2. Belanda harus mengembalikan Yogyakarta kepada Pemerintah Indonesia sehingga pejabat pemerintahan dapat kembali bebas melakukan tugasnya.
3. Para tawanan politik yang ditahan oleh Belanda harus segera dibebaskan, tanpa syarat.
4. Pemerintah Indonesia diperbolehkan untuk segera menyusun UUD, selambat-lambatnya tanggal 1 Juli 1949.
5. Indonesia dan Belanda harus berunding kembali berdasarkan Perjanjian Linggarjati dan Renville. Perundingan tersebut paling lambat harus dilakukan pada tanggal 1 Juli 1949.
6. PBB akan segera membentuk United Nations Comission for Indonesia (UNCI). Komisi tersebut merupakan pengganti dari Komisi Tiga Negara.
Baca juga: Sejarah Singkat tentang Terbentuknya VOC, Persekutuan Dagang Milik Belanda
Perjanjian Roem-Roijen
Sumber: Wikimedia Commons
Melalui Louis Beel yang merupakan wakil agung kerajaan, Belanda menyatakan penolakan terhadap resolusi Belanda. Peristiwa setelah kemerdekaan Indonesia ini terjadi pada tanggal 1 Maret 1949. Menurut mereka, resolusi ini hanya menguntungkan pihak Indonesia saja.
Namun karena kejadian tersebut, dunia internasional semakin mendesak Belanda untuk mengembalikan kedaulatan milik Indonesia. Karena desakan tersebut, akhirnya Belanda melunak dan setuju untuk berunding.
Tepatnya pada tanggal 17 April 1949, Indonesia mengirimkan Mohammad Roem untuk menjadi delegasi. Sementara itu, dari pihak Belanda adalah Herman van Roijen. Karena inilah, perundingan tersebut dikenal dengan nama Perjanjian Roem-Roijen.
Selanjutnya, hasil dari perjanjian tersebut adalah pernyataan kedua belah pihak untuk berdamai. Rinciannya adalah:
Pernyataan Indonesia:
- Memerintahkan rakyat Indonesia yang bersenjata untuk mau menghentikan perang gerilya.
- Bersedia bekerjasa untuk mencapai perdamaian, dan menjaga ketertiban serta keamanan.
- Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di De Haag supaya penyerahan kedaulatan cepat terlaksana.
Pernyataan Belanda:
- Bersedia untuk mengembalikan Yogyakarta kepada pemerintah Indonesia.
- Menghentikan gerakan-gerakan militer serta membebaskan para tahanan politik.
- Menanggap Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
- Tidak akan memperluas daerah yang akan merugikan Republik Indonesia. Selain itu, tidak mendirikan negara di wilayah milik Republik Indonesia.
Perjanjian tersebut baru ditandatangani secara resmi pada tanggal 7 Mei 1949. Sebulan kemudian, Belanda mengembalikan Yogyakarta kepada Soekarno-Hatta.
Menyusul peristiwa tersebut, Indonesia dan Belanda melakukan gencatan senjata tiga bulan kemudian. Di wilayah Jawa terjadi pada tanggal 11 Agustus 1949, sementara di Sumatra tanggal 15 Agustus 1949.
Baca juga: Candi-Candi Bersejarah Peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya
Pelaksanaan Konferensi Meja Bundar
Selanjutnya, peristiwa persengketaan dalam mempertahankan kedaulatan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak berhenti di situ saja. Sesuai apa yang telah disepakati dalam Perjanjian Roem-Roijen, maka Indonesia dan Belanda mengahdiri Konferensi Meja Bundar (KMB).
Konferensi yang berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 tersebut menghasilkan keputusan:
1. Secara resmi, Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia tanpa syarat.
2. Republik Indonesia Serikat mendapatkan kedaulatan sesuai dengan ketentuan konstitusi.
3. Republik Indonesia Serikat akan mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda paling lambat tanggal 30 Desember 1949.
4. Pembentukan Uni Indonesia-Belanda yag mengakui pemimpin Kerajaan Belanda sebagai kepala negara.
5. Republik Indonesia Serikat mengambil alih utang Hindia-Belanda.
Hasil tersebut pada awalnya tidak langsung diterima begitu saja. Terutama perihal utang yang cukup menjadi pertimbangan.
Meskipun demikian, penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia tetap terlaksana. Secara resmi, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
Baca juga: Informasi tentang Fujinkai: Organisasi Perempuan yang Dibentuk pada Masa Penjajahan Jepang
Berdirinya Republik Indonesia Serikat
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda, peristiwa selanjutnya yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia adalah berdirinya Republik Indonesia Serikat. Tanggalnya bertepatan dengan penyerahan kedaulatan, yaitu 27 Desember 1949.
Pembagian negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat, yaitu:
A. Negara Bagian
Wilayah RIS terbagi atas tujuh negara bagian:
1. Negara Republik Indonesia
2. Negara Pasundan
3. Negara Jawa Timur
4. Negara Madura
5. Negara Indonesia Timur
6. Negara Sumatera Timur
7. Negara Sumatera Selatan
B. Satuan Kenegaraan
Sementara itu, yang termasuk ke dalam satuan kenegaraan, yakni:
1. Belitung
2. Jawa Tengah
3. Kalimantan Barat
4. Banjar
5. Kalimantan Timur
6. Bangka
7. Riau
8. Kalimantan Tenggara
9. Dayak Besar
Pada masa ini, UUD 1945 hanya berlaku di bagian Negara Republik Indonesia. Sementara itu, yang lainnya menggunakan Undang-Undang Konstitusi RIS.
Sayangnya, sistem pemerintahan yang seperti ini tidak berjalan lama. Banyak dari negara-negara bagian yang kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia. Pada akhirnya, RIS hanya terdiri dari tiga negara bagian saja, yaitu Negara Republik Indonesia Proklamasi Yogyakarta, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Hingga kemudian sekitar bulan April 1950, diadakanlah konferensi antar ketiga negara bagian tersebut. Rupanya, mereka berkeinginan bergabung kembali menjadi satu. Akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950, Republik Indonesia Serikat bubar dan kemudian berganti menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Ulasan tentang Peristiwa-Peristiwa Setelah Kemerdekaan Indonesia
Itulah tadi informasi mengenai peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cukup panjang, memang. Namun, semoga kamu tidak bosan membacanya sehingga dapat semakin menambah wawasanmu mengenai sejarah bangsa ini.
Para pendahulu telahberjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan kemerdekaan. Namun setelah meraihnya, rupanya perjuangan tak berhenti sampai di situ. Banyak permasalahan muncul yang kemudian masih membutuhkan perjuangan supaya tidak mengancam kedaulatan. Dengan melihat seberapa besar perjuangan mereka, maka sudah seharusnya sebagai penerus bangsa kita harus terus menjaga keutuhan dan kesatuan NKRI.
Oh iya, di sini kamu tidak hanya zaman penjajahan dan peristiwa setelah kemerdekaan Indonesia saja. Kalau misalnya penasaran ingin membaca ulasan sejarah tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di nusantara juga bisa, lho. Baik itu kerajaan bercorak Hindu-Buddha, maupun Islam. Pokoknya baca terus, ya!