
Apakah kamu sedang mencari ulasan tentang sejarah dan latar belakang Perang Tondano yang pernah terjadi di Sulawesi Utara? Kalau iya, pas banget, nih. Daripada semakin penasaran, mending langsung cek saja ulasan lengkapnya berikut ini, ya!
Perlawanan rakyat mengusir Belanda tidak hanya terjadi di Pulau Jawa dan Sumatra saja. Di Sulawesi Selatan, tepatnya di Tondano juga pernah terjadi perang melawan bangsa penjajah itu. Kira-kira apa yang menjadi latar belakang terjadinya Perang Tondano dan bagaimana kronologinya? Jawabannya dapat kamu temukan di artikel ini.
Menurut catatan beberapa sumber sejarah, perlawanan rakyat di Minahasa tersebut terbagi menjadi beberapa gelombang. Peperangan mulai terjadi sekitar tahun 1680-an dan berakhir pada tahun 1800-an.
Kira-kira seperti apa kronologi dan apa yang menjadi penyebab atau latar belakang meletusnya Perang Tondano? Daripada kebanyakan basa-basi, kamu bisa langsung menyimak informasinya di bawah ini!
Sejarah dan Latar Belakang Perang Tondano I
Sumber: Wikimedia Commons
Seperti yang sudah kamu simak di atas, Perang Tondano melawan pemerintah kolonial terjadi selama ratusan tahun. Maka dari itu, terbagi menjadi beberapa periode.
Dilansir dari situs sejarah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Utara, Perang Tondano mulai terjadi pada tanggal 1 Juni 1661. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab meletusnya perang tersebut.
Salah satunya adalah sikap antipati rakyat Walak terhadap kedatangan Belanda. Di dalam benak mereka sudah tertanam bahwa bangsa asing tersebut juga memiliki niat tidak baik sama seperti yang lainnya.
Perlu diketahui bahwa sebelum kedatangan Belanda, Portugis dan Spanyol sudah lebih dulu datang ke sana. Pada awalnya, rakyat menyambut baik kedatangan Belanda karena berharap dapat membebaskan mereka dari kungkungan Spanyol.
Namun ternyata, mereka sama saja. Belanda rupanya juga ingin memonopoli perdagangan di wilayah itu. Salah satu usaha mereka untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan mendirikan sebuah benteng pertahanan, yaitu Fort Amsterdam di pelabuhan Wenang Manado.
Setelah pendirian benteng ini, mulailah Belanda berupaya menjalankan monopoli perdagangan. Mereka memaksa rakyat untuk menjual barang-barang komoditas hanya kepada mereka.
Alasan lain yang menjadi latar belakang meletusnya Perang Tondano I adalah karena bangsa asing itu bahkan berlaku sewenang-wenang pada rakyat. Bahkan, mereka sampai tega membunuh beberapa pemimpin wilayah. Mereka juga sering berintdak tidak sopan dengan melecehkan para wanita.
Kronologi Perang Tondano I
Peperangan hebat antara Belanda dengan rakyat Tondano pun akhirnya meletus di awal bulan Juni 1661. Meskipun pada waktu itu bisa dibilang rakyat di sana masih terbelakang, namun persiapan yang mereka lakukan mampu mengimbangi strategi Belanda.
Sebagian besar para pejuang itu bermukim di atas air dan pertempuran terjadi di sebuah danau. Di sana, mereka menyiapkan ratusan perahu yang digunakan untuk bertarung.
Perahu-perahu itu sudah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat bergerak dengan lancar di atas air meskipun banyak goncangan. Tiap perahu kurang lebih diisi empat hingga lima orang yang sudah melengkapi diri dengan persenjataan.
Sementara itu, tokoh-tokoh yang terlibat dalam Perang Tondano I ini merupakan pejuang-pejuang yang berasal dari berbagai daerah di Tondano. Tidak hanya dari Wengkang, Gerungan, Kawengian, dan Nelwan saja. Tetapi juga ada yang berasal dari wilayah Remboken seperti Tarumetor, Wangko, Kentei, dan Tellew.
Pertarungan yang berlangsung sengit itu terjadi selama beberapa waktu. Tidak hanya kaum laki-laki saja yang turut berjuang, tetapi juga para perempuan. Namun pada akhirnya, pertempuran itu dapat dihentikan. Sayangnya tidak ada ulasan lebih lanjut mengenai bagaimana dan siapa yang dapat menghentikannya.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Perjanjian Verbound
Pihak Belanda dengan para pemimpin wilayah atau ukung pernah mengadakan sebuah perjanjian. Melaluai catatan dari berbagai sumber, diketahui perjanjian itu secara resmi berlaku mulai tanggal 10 Januari 1679.
Mengenai isinya sendiri masih menjadi perdebatan. Hal tersebut dikarenakan salinan aslinya sudah tidak lagi ditemukan. Akan tetapi menurut Bert Supit, sang penulis buku Minahasa dari Amanat Watu Pinawetengan sampai Gelora Minawanua, mengatakan bahwa pokok dari perjanjian itu kurang lebih ada dua.
Yang pertama adalah para pemimpin itu meminta bantuan kepada pemerintahan kolonial untuk membantu mereka menghadapi musuh dari luar. Yang dimaksud musuh tersebut adalah Raja Bolaang yang merupakan pemimpin sebuah kerajaan di Sulawesi.
Tidak diketahui dengan pasti apa penyebab Raja Bolaang tidak disukai rakyat Minahasa. Selain itu, tidak diketahui pula sejak kapan hubungan Belanda dengan para pemimpin di Minahasa tersebut menjadi lebih baik.
Kemudian isi yang perjanjian yang kedua adalah bahwa para ukung akan berjanji akan setia kepada pemerintah Hindia Belanda. Mereka akan memasok berbagai keperluan Belanda. Tak hanya makanan, tetapi juga dalam hal pembangunan dan pemeliharaan benteng-benteng milik pemerintah kolonial.
Namun menurut beberapa sumber, ada salah penafsiran yang diterima oleh para akung. Pada waktu itu, perjanjian menggunakan bahasa Belanda dan mereka masih buta huruf.
Karena hal tersebut, dicurigai pihak Belanda memanipulasi isinya. Karena kemudian ada sebuah pasal yang menyatakan bahwa bangsa asing itu bukan teman para akung, melainkan menjadi “tuan” mereka. Namun lagi-lagi, itu tidak bisa dibuktikan karena salinan aslinya tidak ada.
Baca juga: Ulasan Lengkap Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Majapahit
Meletusnya Perang Tondano II & III
Latar belakang peristiwa yang menyebabkan pecahnya Perang Tondano II adalah karena para akung menganggap Belanda telah mengingkari Perjanjian Verbound. Pada waktu itu, rakyat mendapatkan perlakuan semena-mena dari bangsa penjajah.
Pada waktu itu, pihak Belanda sebenarnya sudah mengusulkan agar mereka berkompromi dan membicarakan masalah tersebut terlebih dahulu. Akan tetapi, usulan tersebut ditolak oleh pemimpin Walak Tondano.
Sepertinya, Belanda merasa geram dan sakit hati atas kerjadian tersebut. Maka dari itu, mereka mengerahkan pasukan untuk menyerang Minawana.
Lantas, mengapa daerah tersebut yang menjadi sasaran kemarahan Belanda? Rupanya, tempat tersebut merupakan pusat berkumpulnya para pejuang yang tidak menyukai bangsa asing itu.
Perang Tondano II meletus pada tahun 1681. Pertempuran tersebut kurang lebih terjadi selama setahun dan berakhir pada tahun 1682.
Lalu beberapa puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1707 peperangan antara Belada dan rakyat Tondano kembali berkecamuk. Penyebabnya adalah adanya politik tipu daya berdasarkan Verdrag yang keluar tanggal 10 September 1699.
Isi dari perjanjian tersebut membuat rakyat sangat marah sehingga mengobarkan perlawanan. Inti dari kesepakatan itu adalah bukan untuk membuat kehidupan rakya menjadi lebih baik, tetapi Belanda mengikat para akung untuk tunduk pada mereka.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Latar Belakang dan Kronologi Perang Tondano IV
Peperangan pada tahun 1707 bukanlah akhir dari konflik antara Belanda dengan rakyat Minahasa. Di awal tahun 1808, terjadi lagi perlawanan hebat antara kedua belah pihak yang masih saling berseteru tersebut.
Hal yang menjadi latar belakang meletusnya Perang Tondano IV adalah para petani dipaksa menjual hasil panenan berasanya hanya kepada VOC. Pada waktu itu, kongsi dagang tersebut memang berambisi untuk menguasai perdagangan bebas di wilayah Sulawesi Utara.
Para petani menolak untuk melakukan apa yang diminta oleh VOC. Karena tidak mudah meluluhkan hati petani, akhirnya pihak penjajah itu menjalankan rencana licik.
Untuk “menjinakkan” para petani, mereka kemudian membendung aliran Sungai Temberan. Akibatnya, air meluap dan menggenangi perumahan hingga tempat persawahan.
Karena kejadian tersebut, hasil panen menjadi menumpuk. Tidak ada pembeli dari bangsa lain karena sudah diusir oleh VOC. Daripada rugi semakin banyak, mau tidak mau para petani kemudian menghubungi VOC dan menjalin kejasama. Inilah yang kemudian mengakhiri Perang Tondano periode tahun 1808 awal.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
Kelanjutan Perlawanan Rakyat IV di Tondano
Hubungan VOC dan rakyat Minahasa yang sempat membaik itu tidaklah bertahan lama. Latar belakang meletusnya kembali Perang Tondano ini adalah karena kebijakan baru yang diterapkan oleh Daendels.
Pemerintahan Hindia Belanda menginginkan pemuda-pemuda Minahasa untuk menjadi pasukan perang Belanda. Tujuannya adalah untuk menghalau serangan dari Inggris.
Bangsa penjajah itu menginginkan setidaknya ada 2.000 pemuda yang dapat direkrut. Maka dari itu, Residen Manado yang bernama Kapten Harting meminta para ukung untuk bermusyarawah dan memilih pemuda-pemuda yang akan dikirimkan.
Hal tersebut rupanya menimbulkan pertentangan di kalangan para akung. Pasalnya, ada beberapa yang pro dengan Belanda. Sementara sebagian besar yang lain tetap berpendirian untuk tidak lagi berurusan dengan bangsa penjajah tersebut.
Pada awalnya mereka menjadi saling curiga satu sama lain. Namun kemudian, dalam pertemuan itu tercapailah beberapa hal yang disepakati bersama.
Hasilnya adalah mereka akan menghentikan pasokan beras untuk VOC, tidak lagi mengizinkan pemuda Minahasa untuk menjadi serdadu Belanda, dan menuntut agar VOC memulangkan tentara-tentara yang berasal dari luar Minahasa.
Dalam pertemuan itu pula, mereka sudah menyusun rencana dan mempersiapkan segalanya jika benar terjadi peperangan. Mulai dari pembagian tugas untuk menyuplai makanan, senjata, maupun obat-obatan.
Selain itu, para pemimpin itu juga merencanakan strategi dalam peperangan itu. Bahkan, juga mengatur penggunaan sandi supaya orang Minahasa yang terpaksa bergabung dengan pasukan Belanda bisa menghindari serangan.
Untuk akung yang tidak bisa leluasa bergerak karena dimata-matai oleh Belanda, mereka diharapkan mengirimkan bantuan mesiu atau makan. Mereka juga ditekankan untuk tidak membelot dan menjadi tangan kanan Belanda. Jika dilanggar maka nanti akan mendapatkan hukuman adat.
Baca juga: Candi-Candi yang Menjadi Bukti Kemegahan Kerajaan Mataram Kuno
Akhir Perang Tondano IV
Sumber: duasaudara
Rupanya, pihak Belanda atau VOC mengetahui rencana dari para akung tersebut. Maka dari itu, dikerahkanlah pasukan untuk melakukan penyerangan di Tondano, Minawanua.
Pasukan Belanda terbagi menjadi dua tim. Yang pertama menyerang dari jalur darat, sementara tim lainnya menyerang pertahanan di Danau Tondano. Mereka memulai serangan pada tanggal 1 September 1808.
Serangan selanjutnya terjadi pada tanggal 6 Oktober 1808. Kali ini, pasukan Belanda berhasil menduduki wilayah yang sangat dekat dengan benteng pertahanan rakyat, yaitu Moraya. Bangsa asing itu berhasil menangkap beberapa tokoh Perang Tondano, yaitu Lonto, Tewu, Mamahit, dan Lumingkewas.
Pasukan rakyat Minahasa kemudian melakukan serangan balasan dan berhasil membunuh beberapa petinggi Belanda. Lalu pada tanggal 23 Oktober 1808, mereka melakukan serangan besar-besaran. Pertarungan sengit antar kedua kubu ini berlanjut hingga tahun berikutnya.
Pada awal tahun 1809, rakyat Minahasa menyerang Belanda dengan menggunakan meriam. Serangan tersebut berhasil menghancurkan tempat pertahanan Belanda di Koya.
Bulan April 1809, bangsa penjajah itu mengembalikan serangan. Mereka tidak hanya menyerang dari jalur darat, tetapi juga air. Meskipun begitu, mereka akhirnya mengalami kegagalan dan terpaksa mundur.
Kemudian sekitar bulan Juni, pasukan Belanda mengepung benteng pertahanan rakyat dan memutus aksesnya. Karena hal tersebut, sebagian pasukan ada yang memilih untuk kembali ke daerah asalnya. Lalu sebagian lagi memilih untuk bertahan sampai darah penghabisan.
Hingga akhirnya, amunisi dan persediaan bahan pangan habis. Pertahanan menjadi lengah dan pasukan Belanda bisa dengan mudah masuk ke dalam benteng.
Mereka kemudian tidak segan-segan untuk menghabisi para pejuang yang bertahan di sana. Bahkan, sampai hewan peliharaan pun dibunuh. Tidak ada satu makhluk hidup pun yang dibiarkan hidup di sana.
Konon, seluruh permukaan danau dan sungai pada waktu itu dipenuhi oleh darah para pejuang. Sementara itu, Benteng Moraya yang menjadi saksi bisu peristiwa tersebut kemudian dijadikan monumen untuk mengenang perjuangan rakyat Minahasa.
Baca juga: Mengenal Sosok Kundungga, Sang Pendiri Kerajaan Kutai
Ulasan Lengkap Perlawanan Rakyat Minahasa di Tondano
Nah, itulah tadi informasi lengkap mengenai sejarah dan latar belakang Perang Tondano yang bisa kamu simak di PosKata. Semoga saja wawasanmu tentang perjuangan rakyat melawan Belanda semakin bertambah setelah membacanya.
Selain ulasan tentang masa penjajahan, di sini kamu juga bisa membaca artikel menarik tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia. Contohnya ada Sriwijaya, Mataram Islam, Tarumanegara, dan masih banyak lagi. Pokoknya baca terus, yuk!