
Peristiwa Westerling di Makassar merupakan kejadian kelam yang masih menyisakan trauma bagi penduduk Sulawesi Selatan. Mengenai ulasan selengkapnya, kamu dapat menyimaknya berikut ini.
Peristiwa Westerling di Makassar dan beberapa wilayah lain di Sulawesi Selatan merupakan salah satu kejadian kelam dalam sejarah sejak Belanda kembali ke Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan. Bahkan sampai sekarang, kekejaman tersebut masih menyisakan trauma yang mendalam.
Rakyat Sulawesi pada waktu itu banyak yang dibunuh karena dianggap ikut pemberontakan. Meskipun mungkin sebenarnya tidak bersalah, pasukan Belanda tetap mengeksekusi orang-orang tersebut tanpa ampun.
Lantas seperti apa kronologi dan penyebab dari kekejaman yang terjadi pada Peristiwa Westerling di Makassar dan daerah Sulawesi Selatan yang lain? Daripada semakin penasaran, langsung baca selengkapnya di bawah ini, yuk!
Latar Belakang Peristiwa Westerling di Makassar, Sulawesi Selatan
Awal mula dari segala kerusuhan yang terjadi di Indonesia setelah memproklamasikan kemerdekaan adalah kedatangan Belanda. Sekitar akhir bulan Agustus 1945, mereka datang ke sini dengan membonceng pasukan Sekutu yang aka melucuti tentara Jepang.
Bangsa asing tersebut datang ke sini tentu saja dengan sebuah tujuan pasti, yaitu ingin kembali menguasai Indonesia. Kekalahan Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945 membuat mereka berpikir kalau Hindia-Belanda mengalami kekosongan kekuasaan.
Tidak tahunya, Indonesia sudah lebih dahulu memporklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun demikian, tak menyurutkan niat Belanda. Mereka bahkan kekeuh menyatakan kalau secara de jure, Indonesia masih di bawah kekuasaan Belanda.
Pernyataan tersebut tentu saja menyulut kemarahan rakyat. Apa pun yang terjadi, rakyat tidak sudi lagi berada di bawah bayang-bayang Belanda. Mereka rela angkat senjata lagi untuk mengusir pasukan bangsa asing itu.
Akibatnya, banyak terjadi perlawanan di berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya di wilayah Jawa dan Bali saja, tetapi juga terjadi di luar Pulau Jawa. Salah satunya adalah di Sulawesi Selatan.
Baca juga: Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 1: Usaha untuk Kembali Menguasai Indonesia
Kedatangan Pasukan Belanda ke Sulawesi Selatan
Seperti yang telah kamu simak di atas, pasukan Sekutu dan Belanda kewalahan untuk menghadapi perlawanan rakyat dari berbagai daerah. Di Sulawesi Selatan sendiri, ada pemberontakan yang digerakkan oleh Wolter Monginsidi, Andi Sose, Andi Selle, dan Andi Malaka.
Untuk menghadapi perlawanan tersebut, Sekutu kemudian mendatangkan tentara yang diambil dari pasukan khusus Belanda. Namanya adalah Depot Special Troops atau DST.
Pasukan tambahan tersebut datang pada tanggal 5 Desember 1946. Jumlahnya kurang lebih sekitar 123 orang dengan pemimpin bernama Raymond Paul Pierre Westerling. Tugas mereka adalah untuk menghentikan para gerilyawan yang memberontak pada Belanda.
Raymond Westerling merupakan seorang tentara Belanda pada Perang Dunia II. Karier militernya bermula saat ia bergabung dengan Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL).
Sebelum bertugas memimpin pasukan di Sulawesi Selatan. Laki-laki tersebut sudah terlebih dahulu menginjakkan kakinya di Medan. Di sana, ia menjadi kepala dinas intelijen Belanda.
Menurut kesaksian salah seorang tentara Inggris yang bertugas di Medan, Westerling memanglah seorang yang kejam. Ia bahkan terkenal sebagai seseorang yang tak segan-segan untuk melakukan pembunuhan dan menyebabkan orang-orang menjadi ketakutan.
Memulai Misi untuk Menghabisi Gerilyawan
Tak lama setelah kedatangan mereka di Sulawesi Selatan, Westerling memulai misinya. Tanggal 11 Desember malam, pasukan mereka datang menuju desa Batua yang terletak di timur Makassar.
Mereka kemudian mengepung wilayah tersebut dari berbagai arah dan melakukan penggeledahan di rumah warga. Setelah itu, para warga dikumpulkan di sebuah tempat.
Beberapa orang sempat melarikan diri tapi pasukan langsung menembak mereka saat itu juga. Pada waktu itu, ada sekitar 3.000-4.000 orang yang berkumpul. Setelah itu, laki-laki dan perempuan berserta anak-anak kemudian dipisah.
Selanjutnya, Westerling melakukan investigasi dan interogasi untuk mencari orang-orang yang dianggap memberontak. Katanya, ia mendapatkan daftar nama-nama pemberontak dari Vermeulen.
Pemimpin pasukan Belanda itu kemudian meminta bantuan kepada kepala adat dan desa untuk mengenali nama-nama tersebut. Setelah itu, ada sekitar 35 nama yang dikenali dan orang-orang itu langsung ditembak saat itu juga.
Tidak sampai situ saja, laki-laki tersebut kemudian mengancam untuk mengganti kepala desa mereka. Selain itu, akan ada pembentukan polisi desa untuk meminimalisir pemberontak-pemberontak. Peristiwa di desa Batua ini merupakan pembunuhan massal pertama kali oleh pasukan Belanda di Makassar, Sulawesi Selatan.
Tak hanya Batua saja, pasukan Westerling juga melakukan hal serupa di beberapa desa lain. Keesokan malamnya, mereka pergi ke desa Tanjung Bunga dan menembak mati 61 orang. Pasukannya kemudian menyebar ke desa-desa kecil sekitar lalu membakarnya. Kurang lebih ada 81 orang yang tewas dalam insiden tersebut.
Selanjutnya, mereka memburu Wolter Monginsidi dan Ali Malakka ke desa Kalukuang. Mereka menembak 23 orang, namun tetap tak menemukan kedua gerilyawan itu. Nah pada tanggal malam tanggal 17 Desember 1946, pasukan tiba di desa Jongaya dan mengeksekusi 33 orang.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Kelanjutan Penghentian Pemberontakan oleh Pasukan Belanda
Apa yang kamu simak sebelumnya masih merupakan fase pertama dalam misi penumpasan pemberontakan. Peristiwa kekejaman Westerling di Makassar, Sulawesi Selatan ini tentu saja tetap berlanjut.
Pada tahap kedua ini, sasarannya adalah Polobangkeng yang lokasinya berada di selatan Makassar. Serangan ini mulai pada tanggal 19 Desember 1946.
Sasaran mereka tentu tidak hanya masyarakat sipil saja, akan tetapi juga anggota TNI dan anggota laskar. Pada waktu itu, di wilayah tersebut ada sekitar 250 anggota TNI dan laskar yang berjaga.
Serangan kali ini, pasukan Westerling mendapatkan bantuan dari KNIL. Mereka berhasil melumpuhkan dan membunuh lebih dari 330 orang.
Selanjutnya, peristiwa pembantaian oleh kelompok Westerling bergeser dari Makassar ke Gowa. Mereka melakukan penyerangan berturut-turut pada tanggal 26 Desember 1946, 29 Desember 1946, dan 3 Januari 1947.
Pasukan DST masih bekerja sama dengan KNIL. Dalam operasi kali ini, setidaknya lebi dari 250 orang tewas. Itupun hanya dari kalangan sipil saja. Untuk kalangan tentara dan laskar bersenjata tidak diketahui.
Baca juga: Candi-Candi yang Menjadi Bukti Kemegahan Kerajaan Mataram Kuno
Tragedi Pembantaian Massal Westerling terhadap Rakyat tetap Berlanjut
Sumber: Wikimedia Commons
Tindakan yang dilakukan oleh Westerling mendapatkan dkungan dari Jenderal Simon Spoor. Sang jenderal memberikan keleluasaan kepada Westerling dengan memberlakukan keadaan darurat untuk wilayah Sulawesi Selatan. Dengan demikian, pemimpin DST bersama pasukannya semakin beringas untuk membunuh rakyat yang dianggap memberontak kepada Belanda.
Peristiwa pembunuhan oleh Westerling tidak hanya berhenti di Makassar saja. Pada pertengahan Januari 1947, mereka melakukan pengepungan dan serangan di beberapa daerah seperti Parepare, Madellok, Padakkalawa, Abbokongeng, Talabangi, Soppeng, Suppa, dan maih banyak lagi.
Mirisnya, tindakan semena-mena Westerling itu bukan semata-mata hanya Belanda yang terlibat. Namun, ada juga oknum pribumi yang rela menyerahkan saudara sebangsa dan setanah airnya demi mendapatkan uang dan jabatan.
Kamu mungkin merasa kalau apa yang telah dilakukan oleh pasukan Westerling di atas sangatlah kejam. Namun, pembunuhan massal terbesar yang terjadi adalah pada tanggal 2 Februari 1947. Tempatnya berada di Galung Lombok, Sulawesi Barat.
Di sana, ia tidak hanya mengeksekusi masyarakat sipil saja. Namun, juga beberapa pejabat tinggi beserta keturunan para raja. Korban yang jatuh sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Situasi pada saat itu benar-benar mengerikan.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Sejarah yang Membuktikan Keberadaan Kerajaan Banten
Akhir dari Peristiwa Westerling di Makassar, Sulawesi Selatan
Pada tanggal 21 Februari 1947, Jenderal Spoor menarik kembali status darurat di Sulawesi Selatan. Setelah itu, para pasukan DST kemudian kembali ke Jawa.
Keberhasilan Westerling dalam “menumpas” para gerilyawan membuat namanya menjadi semakin dikenal. Banyak media massa Belanda yang mengelu-elukan dan menganggapnya sebagai pahlawan.
Sekembalinya para pasukan DST dari sana, mereka yang semula bermarkas di daerah Kalibata kemudian pindah ke Batujajar. Pada bulan Oktober 1947, organisasi kemiliteran Belanda tersebut mengalami reorganisasi.
Akan tetapi, baru pada bulan Januari 1948, lembaga tersebut mengganti namanya menjadi Korps Speciale Troepen (KST). Di sini, Westerling malah naik pangkat menjadi seorang kapten.
Namun tak lama setelah itu, media Belanda mulai mengkritisi mengenai tindakan yang dilakukan oleh Westerling sekitar bulan Juli 1947. Sebagai upaya untuk menghindari pengusutan dan penuntutan ke pengadilan militer internasional, KST kemudian menonaktifkan lak-laki itu dari jabatannya.
Baca juga: Kronologi Terjadinya Peristiwa Pemberontakan Tentara PETA di Blitar
Sepak Terjang Westerling setelah Peristiwa Makassar
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah non-aktif dari jabatannya, rupanya diam-diam Westerling mengumpulkan kekuatan untuk menyerang TNI. Ia membentuk sebuah gerakan bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).Kemuncullannya itu terjadi pada awal tahun 1950 di Bandung, Jawa Barat.
APRA adalah gerakan separatis yang mendukung berdirinya negara Pasundan. Negara tersebut nantinya akan menjadi salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat.
Rupanya dalam pembentukan gerakan tersebut, Westerling bekerja sama dengan Sultan Hamid. Sang sultan asal pontianak tersebut memang lebih mendukung bentuk pemerintahan sebagai federasi daripada republik.
Bersama dengan pasukannya yang kurang lebih berjumlah 500 orang, laki-laki melakukan berbagai tindak kerusuhan untuk mengancam ketentraman rakyat. Mereka tak hanya melakukan peneroran ke kantor polisi, tetapi juga rumah-rumah penduduk.
Hal tersebut tentu saja membuat banyak orang merasa resah dan sangat ketakutan. Akibatnya, jalanan menjadi lengang dan tak ada yang berani untuk keluar dari rumah.
Kebrutalan pasukan APRA tak sampai di situ saja. Mereka pernah menembak mati seorang anggota TNI yang sedang melintas di jalanan. Selain itu, mereka juga melakukan penyerangan ke Divisi Siliwangi yang menewaskan lebih dari 90 orang.
Setelah merusuh di Bandung, rencananya pasukan tersebut akan bergerak ke daerah lain. Tokoh Indonesia yang menjadi sasaran selanjutnya adalah Sultan Hamengkubuwono IX dan Mohammad Hatta.
Akan tetapi sebelum Westerling melaksanakan rencana selanjutnya, ia dan pasukannya mendapatkan serangan dari TNI. Mayor Sutoyo bersama dengan anggota yang lain berhasil menghadang pemberontakan mereka.
Pasukan APRA pada waktu itu mendapatkan serangan tidak sanggup untuk melawan TNI. Sebagian tewas dan sebagian lagi berhasil melarikan diri.
Westerling sendiri kabur ke Jakarta. Supaya tidak mudah ditemukan oleh anggota TNI, ia tinggal dengan berpindah-pindah.
Baca juga: Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda
Nasib Westerling dan Titik Terang Kasus Peristiwa Westerling
Kematian salah satu pendukung setianya pada awal bulan Februari 1950 membuat Westerling menjadi gentar. Ia kemudian berniat untuk kabur ke luar negeri.
Dengan dibantu oleh pejabat militer Belanda, ia merencakan dengan matang mengenai pelariannya supaya tidak ketahuan oleh pasukan tentara Indonesia. Namun sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya pasti akan jatuh juga.
Rencana tersebut rupanya dapat diketahui oleh APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Sebagai tambahan informasi, setelah resmi membentuk RIS, TNI kemudian berubah nama menjadi APRIS.
Nah, untuk mencegah Westerling kabur, Mayor Brenthel Soesilo melakukan pelacakan untuk mengetahui keberadaan Westerling. Pada tanggal 23 Februari 1950, pasukannya berhasil menangkap pria itu di Tanjung Priok.
Semula, laki-laki itu menyerah tanpa perlawanan dan mau pergi bersama ikut tentara yang menangkapnya ke markas APRIS. Namun tak berapa lama kemudian, kendaraan milik tentara Indonesia ditembak oleh rombongan yang ingin menyelamatkan Westerling.
Di situ lalu sempat terjadi baku tembak antara kedua belah pihak. Saat terjadi peristiwa inilah, Westerling dapat melarikan diri dengan menggunakan pesawat militer Belanda. Setelah itu, ia diketahui berada di Singapura.
Baca juga: Suishintai: Barisan Pelopor Bentukan Jepang yang Menjadi Pengawal Kemerdekaan Indonesia
Akhir Kisah Westerling
Sumber: Wikimedia Commons
Lantas, bagaimana kisah Westerling yang bertanggung jawab terhadap peristiwa pembunuhan massal di Makassar, Sulawesi Selatan ini? Rupanya setelah kabur ke Singapura, ia sempat ditahan oleh pihak keamanan karena masuk secara ilegal.
Berita mengenai penahanan itu sampai juga ke pemerintah RIS dan meminta pria itu untuk diekstradisi ke Indonesia. Akan tetapi, pihak Singapura tidak dapat melakukannya karena ia adalah warga negara Belanda.
Setelah bebas, ia kemudian kembali ke negara asalnya. Karena melewati London, dirinya tidak mendapatkan akses masuk ke kota tersebut.
Akhirnya, Westerling pergi ke Belgia pada tanggal 23 Agustus 1950 dan menetap sementara di Brussel. Setelah situasi aman, ia lalu kembali lagi ke Belanda.
Pada tanggal 12 Mei 1952, pemerintah Indonesia bersikukuh untuk mengekstradisi Westerling. Permintaan itu mendapatkan penolakan dari Mahkamah Agung Belanda. Alasannya adalah karena dapat merusak hubungan Internasional antara kedua negara.
Untuk meredam protes, laki-laki itu lalu dibawa ke pengadilan. Akan tetapi, keputusannya adalah ia tidak bersalah sehingga bebas sehari kemudian.
Sebenarnya setelah keputusan itu, Indonesia masih tidak terima dan berusaha untuk menghukum Westerling bagaimanapun caranya. Bahkan, dulu pernah berniat untuk menculik mantan kapten KST itu tapi urung dilakukan.
Usaha-usaha untuk melakukan ekstradisi terhadap Westerling akhirnya harus berhenti pada akhir bulan November 1987. Hal tersebut karena pria itu akhirnya meninggal dunia.
Permintaan Maaf Belanda
Seperti yang sudah kamu simak, peristiwa Westerling di Makassar terjadi sekitar tahun 1950-an. Sebenarnya, mengenai jumlah korbannya masih simpang siur.
Westerling mengaku kalau membunuh sekitar 3.000–4.000 orang. Namun dari sumber lain ada yang mengatakan 1.700, 3.000, 10.000, dan 40.000.
Pemerintah Belanda sendiri baru meminta maaf kepada Indonesia secara resmi atas peristiwa pada tanggal 12 September 2013. Permintaan maaf tersebut disampaikan oleh Tjeerd de Zwaan selaku Duta Besar Belanda pada saat itu.
Selanjutnya pada tahun 2012, mengenai kejahatan yang dilakukan oleh Westerling tersebut dibawa ke pengadilan HAM. Prosesnya tidaklah mudah. Akhirnya pihak keluarga korban peristiwa Westerling memenangkan gugatan pada bulan Maret 2020.
Pemerintah Belanda kemudian memberikan kompensasi kepada 10 orang wanita yang kehilangan suaminya akibat tindakan Westerling. Mereka mendapat kompensasi sekitar 301 juta rupiah.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Ulasan Peristiwa Westerling di Makassar dan Daerah Sulawesi Selatan yang Lain
Itulah tadi ulasan lengkap tentang sejarah peristiwa westerling di Makassar dan wilayah lain di Sulawesi yang dapat kamu simak. Bagaimana? Semoga ulasan tersebut bermanfaat untuk menambah wawasanmu, ya!
Buat kamu yang masih penasaran ingin menyimak ulasan serupa, bisa langsung cek artikel-artikel di PosKata. Atau kalau misalnya ingin membaca mengenai sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia juga ada, lho. Maka dari itu, langsung saja lanjutkan membacanya, ya!