
Perlawanan terhadap pasukan Belanda yang hendak mengacak-acak kedaulatan Indonesia terjadi di banyak wilayah. Salah satunya adalah Bali. Ulasan lengkap mengenai sejarah Perang Puputan margarana dapat kamu simak berikut ini.
Perang Puputan Margarana yang terjadi di Bali tercatat sebagai salah satu perlawanan rakyat terhadap pasukan Belanda dan Sekutu. Salah satu penyebab perlawanan tersebut adalah karena rakyat ingin mempertahankan kemerdekaan bagaimana pun caranya.
Mereka tidak mau kembali pada masa penjajahan yang suram. Sebelumnya, di Bali juga pernah mengadakan prlawanan serupa terhadap Belanda. Pada masa penjajahan ada Perang Jagaraga yang dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik.
Selain itu, ada pula Puputan Klungkung dan Puputan Badung. Nah, daripada semakin penasaran mengenai sejarah dan kronologi Perang Puputan Margarana, mending langsung cek selengkapnya di bawah ini, yuk!
Awal Tragedi Puputan Margarana Bermula
Peristiwa yang menjadi latar belakang peperangan ini adalah kedatangan Belanda yang membonceng Sekutu tak lama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. Kedatangan bangsa asing tersebut tentu saja membuat rakyat marah dan resah.
Hal ini dikarenakan bangsa asing tersebut tetap kekeuh ingin mempertahankan Indonesia sebagai salah satu negara bawahannya. Sementara itu, rakyat tentunya tidak mau berada di bawah bayang-bayang Belanda lagi.
Bahkan, rakyat tidak segan-segan untuk melawan bangsa asing itu jika mengusik kedaulatan Indonesia. Karena hal tersebut, terjadilah perlawanan di berbagai daerah.
Untuk meredam situasi tersebut, pihak Indonesia dan Belanda kemudian mengadakan pertemuan yang kemudian menghasilkan Perjanjian Linggarjati. Salah satu isi dari perjanjian tersebut yang menjadi persetujuan bersama adalah Belanda mengakui Jawa, Madura, dan Sumatera sebagai wilayah Indonesia.
Karena Belanda hanya mengakui tiga daerah tersebut, itu berarti Bali tidak termasuk ke dalam wilayah Indonesia. Tentu saja hal itu membuat rakyat Bali merasa kecewa. Akan tetapi, tak banyak yang bisa dilakukan oleh rakyat pada saat itu.
Kedatangan Sekutu di Bali
Pada tanggal 2 Maret 1946, pasukan NICA datang ke Pulau Bali. Tujuan awal mereka adalah untuk membantu melucuti tentara Jepang yang masih bermukim di sana.
Selain itu, mereka membawa agenda tersendiri untuk membentuk Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu, Belanda memang ingin mendirikan persemakmuran dengan Indonesia.
Selanjutnya, wilayah Indonesia akan terbagi menjadi negara-negara sendiri. Akan tetapi, nantinya tetap terikat pada persemakmuran dan mengakui raja atau ratu Belanda sebagai pemimpinnya.
Pada mulanya, I Gusti Ngurah Rai tidak mengetahui kedatangan Belanda. Karena sejak awal tahun 1946, ia mengadakan perjalanan ke Yogyakarta untuk menghadap dengan Presiden Soekarno dan pejabat yang lain.
Bersama dengan rombongannya, ia baru tiba di Bali sekitar awal bulan April 1946. Mereka pun menyadari keadaan politik telah berubah karena wilayah-wilayah di Bali sudah dikuasai Belanda.
Pada tanggal 16 April 1946, pemerintah Indonesia memberikan mandat kepada I Gusti Ngurah Rai untuk membentuk Markas Besar Perjdoeangan Oemoem Dewan Perdjoeangan Rakyat Indonesia (MBO DPRI) Sunda Kecil. Anggota resimen tersebut berjumlah sekitar 1.000 pemuda yang siap berperang. Yang kemudian dikenal sebagai pasukan Induk.
Baca juga: Perlawanan Rakyat Singaparna Melawan Penjajahan Jepang
Kronologi Perang Puputan Margarana
Sumber: Wikimedia Commons
Untuk mewujudkan misi mendirikan Negara Indonesia Timur, pihak Belanda kemudian melobi raja-raja Bali dan orang-orang berpangkat supaya mau diajak bekerja sama. Salah satunya adalah I Gusti Ngurah Rai.
Pada saat itu, ia menjabat sebagai Komandan Resimen Tentara Republik Indonesia Sunda Kecil. Akan tetapi, ia adalah seorang prajurit yang menjunjung tinggi sifat ksatria.
Tanpa pikir panjang, ia menolak dengan tegas tawaran dari Belanda tersebut. Walau bagaimana pun, dirinya tetap memilih Indonesia. Lagi pula sebagai orang biasa, I Gusti Ngurah Rai merasa lebih baik melakukan perlawanan daripada perundingan.
Bersama dengan para anggota induk MBO DPRI, I Gusti Ngurah Rai melakukan penyerangan ke markas-markas Belanda. Terutama yang berada di daerah Tabanan.
Sebelum dapat mengeksekusi rencana, rupanya hal tersebut bocor. Belanda lalu memindahkan pusat komandonya ke Bengkel Anyar.
Hal tersebut tentu saja tidak menyurutkan tekad pasukan Bali untuk menyerang Belanda. Mereka kemudian mengadakan Long March ke Gunung Agung mulai akhir bulan Mei 1946. Tujuannya untuk mengalihkan perhatian Belanda dan mempermudah kontak dengan Pulau Jawa.
Perjalanan Long March Pasukan Induk
Selama melakukan long march pada bulan Juni–Juli, pasukan induk telah melakukan baku tembak dengan Belanda sebanyak tujuh kali. Dari pertempuran-pertempuran itu, yang paling parah terjadi di Tanah Aron, Karangasem pada tanggal 9 Juli 1946. Setidaknya ada empat anggota yang tewas dan beberapa hilang.
Pada akhir bulan Juli 1946, pasukan I Gusti Ngurah Rai menggelar pertemuan untuk menyusun rencana selanjutnya. Dalam pertemuan tersebut, mereka kemudian sepakat untuk membagi pasukan menjadi beberapa kelompok sesuai daerah masing-masing.
Sang komandan akan kembali ke daerah Tabanan bersama dengan pasukannya. Sementara itu, pasukan di wilayah lain akan dipimpin oleh I Gusti Ngurah Sugianyar, I Gustu Bagus Putu Wisnu, I Gusti Wayan Debes, Bung Made, dan Bung Ali.
Masing-masing regu itu akan melakukan penyerangan terhadap markas-markas Belanda dengan menggunakan siasat perang gerilya. Selain itu, mereka juga akan melucuti senjata Belanda. Seperti apa yang dilakukan oleh pasukan I Gusti Ngurah Rai di Tabanan pada tanggal 18 November 1946.
Keesokan harinya, santer terdengar kabar bahwa Belanda akan melakukan penyerangan ke Desa Marga yang menjadi markas pasukan I Gusti Ngurah Rai. Untuk berjaga-jaga, ia kemudian membentuk Pasukan Ciung Wanara.
Baca juga: Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Perlawanan Rakyat terhadap Belanda Terbesar di Pulau Jawa
Puncak Perang Puputan Margarana
Sumber: Wikimedia Commons
Rupanya, kabar tersebut bukan hanya kabar burung. Pada tanggal 20 November 1946, Belanda sudah melakukan pengepungan terhadap desa Marga mulai pagi-pagi sekali.
Tembakan pertama terdengar sekitar pukul sembilan pagi. Setelah itu, terjadilah insiden baku tembak antara pasukan Ciung Wanara dengan tentara Belanda.
Pada awalnya, mereka berhasil melumpuhkan tentara terdepan Belanda. Sayang sekali, tak lama kemudian keadaan menjadi berbalik.
Rupanya, bangsa asing tersebut meminta bantuan pasukan dari Makassar untuk menjatuhkan bom di medan pertempuran. Keadaan menjadi semakin genting.
Akan tetapi, itu tak membuat pasukan I Gusti Ngurah Rai menjadi gentar. Mereka tetap maju untuk melawan Belanda apa pun yang terjadi.
Pasukan Ciung Wanara sudah berusaha dengan sangat maksimal. Namun keterbatasan pasukan dan persenjataan sepertinya membuat mereka menjadi semakin terdesak. Tentara Belanda pada akhirnya dapat memukul mundur pasukan I Gusti Ngurah Rai.
Korban jiwa dari kedua belah pihak pun tak terhitung jumlahnya. Semua pasukan Ciung Wanara gugur dalam pertarungan tersebut. Termasuk sang komandan, I Gusti Ngurah Rai.
Maka dari itu, perang itu disebut puputan karena sampai darah penghabisan. Sementara itu, dri pihak Belanda sendiri lebih dari 300 prajuritnya tewas.
Baca juga: Propaganda-Propaganda yang Diterapkan Terhadap Indonesia Selama Penjajahan Jepang
Sekilas tentang Tokoh Perang Puputan Margarana, I Gusti Ngurah Rai
Tadi kamu sudah menyimak ulasan mengenai latar belakang dan kronologi terjadinya perang di Bali ini, kan? Selanjutnya, tidak ada salahnya jika kamu mengenal sosok tokoh yang memimpin Perang Puputan Margarana.
I Gusti Ngurah Rai lahir pada tanggal 30 Januari 1917. Ibunya bernama I Gusti Ayu Kompyang dan ayahnya adalah I Gusti Ngurah Palung.
Sang ayah pada waktu itu menjabat sebagai camat. Maka dari itu, ia bisa mengenyam pendidikan formal di Holands Inlandse School (HIS) setingkat Sekolah Dasar di Denpasar. Lulus dari sana, ia melanjutkan jenjang sekolah menengah pertama atau MULO di Malang.
Setelah itu, laki-laki yang lahir di Desa Carangsari ini melanjutkan pendidikan ke Sekolah Kader Militer di Prayodha Bali yang teletak di Gianyar pada tahun 1936. Menurut beberapa sumber, sejak kecil ia memang sudah tertarik ke dunia militer. Sementara itu, ia masuk korps di mana anggotanya kebanyakan memang berasal dari pemuda bangsawan.
Pada tahun 1940, anak lelaki kedua dari tiga bersaudara tersebut diangkat sebagai Letnan II. Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikan di Magelang. Tepatnya di Corps Opleiding Voor Reserve (CORO). Tak lama kemudian, ia kemudian menjabat sebagai intel.
Kelanjutan Kisah I Gusti Ngurah Rai
Sewaktu Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942, I Gusti Ngurah Rai bekerja menjadi pegawai perusahaan Mitsui Bussan Kaisha. Tugasnya adalah untuk melakukan pembelian padi milik rakyat.
Pada waktu itu, ia tidak bergabung ke kemiliteran. Akan tetapi bersama dengan pemuda-pemuda lainnya, dirinya membentuk Gerakan Anti Fasis.
Baru setelah Indonesia merdeka, Ngurah Rai kemudian bergabung menjadi anggota angkatan perang Republik Indonesia. Selanjutnya, ia diangkat menjadi komandan resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Nah, seperti yang telah kamu baca di atas, laki-laki yang berasal dari golongan bangsawan tersebut pernah mendapatkan tawaran kerja sama Belanda untuk membangun sebuah negara. Namun, ia menolak permintaan tersebut.
Akhirnya, kedua kubu itu saling serang. I Gusti Ngurah Rai akhirnya gugur bersama pasukannya saat melawan Belanda pada tanggal 20 November 1946. Untuk mengenang pertempuran tersebut, dibangunlah Monumen Margarana yang terletak di Candi Marga, Tabanan, Bali.
Nah guna menghormati jasa-jasanya, Presiden Soeharto memberikan gelar pahlawan nasional pada tanggal 9 Agustus 1975. Pangkatnya pun juga naik menjadi Brigadir Jenderal (Anumerta).
Bentuk penghormatan lainnya adalah menggunakan namanya sebagai nama bandara internasional. Selain itu, kamu juga dapat menjumpai sosoknya dalam lembaran uang 50.000 rupiah.
Ulasan tentang Perang Puputan Margarana
Demikianlah ulasan mengenai Perang Puputan Margarana yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Perjuangan para pendahulu memang sangatlah luar biasa. Mereka tanpa pikir panjang mengorbankan dirinya demi menjaga keutuhan dan kedaulatan Indonesia.
Nah buat kamu yang mungkin ingin membaca informasi menarik tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda, bisa langsung cek artikel yang lainnya. Tidak hanya pada masa penjajahan, tetapi juga sesudah merdeka.
Kalau misalnya kamu mencari ulasan tentang kerajaan-kerajaan juga ada, lho. Jadi, tunggu apa lagi? Lanjutkan saja membacanya, ya!