
Sebelum benar-benar berdaulat, Indonesia menempuh berbagai perundingan dengan Belanda. Salah satunya adalah Perjanjian Roem Royen yang terjadi setelah peristiwa Agresi Militer Belanda II.
Seperti yang mungkin telah kamu ketahui, Belanda melancarkan agresi militer dua kali pasca kemerdekaan Indonesia. Setelah serangan militer kedua, diadakanlah perundingan antara Indonesia dan Belanda, yaitu Perjanjian Roem Royen.
Pertemuan tersebut merupakan hasil campur tangan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Organisasi internasional ini membentuk komisi yang memang secara khusus ditugaskan untuk menjadi mediator kedua pihak yang bertikai tersebut.
Nah, kira-kira bagaimana kronologi sejarah Perjanjian Roem Royen? Daripada buang-buang waktu, mending langsung cek saja ulasan selengkapnya di bawah ini, ya!
Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Roem Royen
Sumber: Wikimedia Commons
Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi Militer I. Karena perbuatannya tersebut, bangsa asing itu telah melanggar Perjanjian Linggarjati yang telah disepakati bersama Indonesia.
Akibat dari serangan itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut campur tangan. Organisasi internasional tersebut membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk membantu menjadi mediator dalam membantu menyelesaikan masalah persengkataan dua negara.
Akhirnya, diadakanlah Perjanjian Renville yang baru sah pada tanggal 17 Agustus 1948. Belum ada setahun perjanjian tersebut berlaku, Belanda kembali berulah. Mereka menuduh kalau Indonesia telah mencurangi perundingan dan melaporkannya kepada PBB.
Selanjutnya, pada tanggal 18 Desember 1948, mereka menyatakan kalau sudah tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville. Keesokan harinya, bangsa asing itu melancarkan agresi militer yang kedua.
Belanda kemudian melakukan serangan ke Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia sementara, pada pagi-pagi buta. Mereka tak hanya menjatuhkan bom, tetapi juga menembakkan peluru-peluru.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Agresi Militer II
Suasana di Kota Yogyakarta pada saat itu pun sangat kacau. Tidak banyak pasukan Indonesia yang berjaga karena memang situasinya masih kurang stabil. Karena keadaan tersebut, pertahanan mudah sekali dilemahkan.
Pasukan Belanda akhirnya bisa mengepung istana negara. Mereka menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan beberapa menteri lainnya. Mereka kemudian mengasingkan pejabat negara tersebut ke luar Jawa dan di tempat yang berbeda-beda.
Tumpu pemerintahan Indonesia kemudian untuk sementara berada di tangan Syafruddin Prawiranegara. Ia mendapatkan mandat dari presiden untuk mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang pusatnya di Bukittinggi.
Pada tanggal 22 Desember 1938, beberapa perwakilan Indonesia datang ke sidang Dewan Keamanan PBB. Mereka adalah A.A. Maramis, Dr. Soedarsono, dan L.N. Palar.
Ketiga delegasi Indonesia tersebut kemudian mengungkap apa yang sedang terjadi di Indonesia.Mendengar fakta yang terjadi, negara-negara lain merasa simpati dan kemudian mendesak PBB untuk segera menindaklanjuti masalah tersebut.
Akhirnya, organisasi tersebut mengeluarkan resolusi pada tanggal 28 Januari 1949. Beberapa isi pentingnya adalah supaya Belanda menghentikan serangan, mengembalikan Yogyakarta, dan juga membebaskan tawanan politik.
Selain itu, PBB juga membentuk sebuah komisi bernama United Nations Commission for Indonesia (UNCI). UNCI merupakan pengganti KTN yang memiliki wewenang lebih luas dan dapat mendesak Belanda untuk segera menyerahkan kedaulatan milik Indonesia.
Baca juga: Sejarah Singkat tentang Terbentuknya VOC, Persekutuan Dagang Milik Belanda
Kronologi Perjanjian
Sumber: Okezone
Pada awalnya, Belanda menolak resolusi tersebut karena isinya sangat menguntungkan pihak Indonesia saja. Namun karena mendapatkan desakan dari negara-negara lain, akhirnya bangsa asing tersebut mau berkompromi dan melakukan perundingan kembali.
Pertemuan antara pihak Belanda dan Indonesia tersebut akhirnya terjadi pada tanggal 17 April 1949. Lokasinya berada di Hotel Des Indes, Jakarta.
Adapun tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah:
- Ketua delegasi Indonesia adalah Mohammad Roem. Sementara itu, anggota lainnya adalah Ali Sastroamidjojo, Supomo, A.K. Pringgodigdo, Johannes Leimena, J. Latuharharu, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Mohammad Hatta.
- Ketua delegasi Belanda adalah J.H. van Royen. Lalu anggota yang lain yaitu Dr. P.J. Koets, dr. Van, Dr. Gieben, dan van Hoogstratendan.
- Selain itu, hadir pula anggota UNCI sebagai mediator. Mereka adalah Merle Cochran, Critchley, dan Harremans.
Perjanjian-perjanjian lainnya mungkin kebanyakan menggunakan nama tempat penyelenggaraan, tapi beda dengan perundingan yang satu ini. Perjanjian Roem Royen diambil dari nama tokoh ketua delegasinya. Ya benar, namanya diambil dari Mohammad Roem dan van Royen.
Isi dari Perjanjian Roem Royen
Semula, Perundingan Roem Royen tersebut berjalan dengan alot. Pada waktu itu, perwakilan Indonesia bersikeras supaya Belanda mengembalikan Yogyakarta. Itu merupakan satu-satunya jalan menuju kesepakatan berikutnya.
Sementara itu, Belanda meminta supaya Indonesia menghentikan perang gerilya. Akhirnya, kedua belah pihak menyatakan kesediaan untuk berdamai dan memiliki pernyataan perdamaian yang berbeda.
Dari pihak Indonesia menyatakan:
1. Bersedia memerintahkan rakyat Indonesia yang memiliki senjata untuk menghentikan perang gerilya.
2. Mau bekerjasama dan berusaha berdamai untuk menjaga ketertiban dan keamanan bersama.
3. Untuk mempercepat penyerahan kedaulatan, Indonesia mau turut serta mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Sementara itu, dari Belanda memberikan pernyataan sebagai berikut:
1. Belanda bersedia untuk mengembalikan Yogyakarta kepada pemerintah Republik Indonesia.
2. Bersedia menghentikan tindakan-tindakan militer dan membebaskan tahanan politik.
3. Menganggap Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4. Tidak mendirikan dan mengakui negara yang berada di wilayah Republik Indonesia. Selain itu, tidak akan melakukan perluasan daerah yang merugikan RI.
5. Tak lama setelah Yogyakarta kembali, Belanda akan segera melaksanakan KMB.
6. Belanda akan mengembalikan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban Republik Indonesia.
Baca juga: Sistem Kerja Rodi yang Diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial di Indonesia
Dampak dari Perundingan Roem Royen
Sumber: Wikimedia Commons
Seperti perundingan yang telah dilakukan sebelumnya, Perjanjian Roem Royen juga memiliki dampak yang positif bagi Indonesia. Terutama keputusan yang diambil pada perundingan 22 Juni 1949 yang merupakan tindak lanjut dari perjanjian di atas. Hasil keputusannya, yakni.
1. Pada tanggal 24 Juni 1949, Belanda mengembalikan Yogyakarta kepada pemerintah Indonesia.
2. Pemerintah Indonesia kemudian kembali ke Yogyakarta beserta TNI yang kembali berjaga-jaga di sana.
3. Belanda menarik mundur pasukannya dari ibu kota RI sementara itu pada tanggal 1 Juli 1949.
4. Belanda akan menyerahkan kedaulatan tanpa syarat pada tanggal 8 Desember 1947.
5. Mengenai perserikatan Belanda dan Indonesia nantikan akan dibentuk berdasarkan sukarela dan persamaan hak.
Setelah Perjanjian Roem Royen
Sesuai hasil kesepakatan bersama, Soekarno dan Hata kemudian bebas pada tanggal 6 Juli 1949. Keduanya kemudian kembali ke Yogyakarta.
Pemerintahan Republik Indonesia perlahan-lahan mulai stabil. Pada tanggal 13 Juli 1949, diadakanlah sidang kabinet RI yang pertama.
Salah satu agendanya adalah Sjafruddin Prawiranegara yang mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Selain itu, mereka juga mengesahkan Perjanjian Roem Royen.
Bulan selanjutnya, tepatnya pada tanggal 3 Agustus mulailah gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Untuk yang belum tahu, gencatan senjata adalah usaha kedua belah pihak untuk tidak melakukan penyerangan terhadap satu sama lain.
Pada awalnya, terjadi di wilayah Pulau Jawa terlebih dahulu. Gencatan senjata di Jawa terlaksana pada tanggal 11 Agustus 1949. Selanjutnya, disambung wilayah Sumatra pada tanggal 15 Agustus.
Mengenai semua hal tersebut, bukan berarti Indonesia secara resmi telah mendapatkan kedaulatan. Karena penyerahan nanti menunggu terlaksananya Konferensi Meja Bundar.
Baca juga: Jawa Hokokai: Organisasi Propaganda Bentukan Jepang sebagai Pengganti PUTERA
Sudah Puas Menyimak Ulasan Perjanjian Roem Royen di Atas?
Itulah tadi ulasan lengkap mengenai Perundingan Roem Royen yang dapat kamu simak di PosKata. Bagaimana? Semoga saja menjawab pertanyaan-pertanyaanmu mengenai apa yang terjadi dalam perundingan tersebut.
Setelah menyatakan kemerdekaan pun, para pendahulu tidak berhenti berjuang. Mereka tetap gigih mempertahankan kedaulatan dari Belanda yang masih bersikukuh ingin menguasai Indonesia. Perjuangan pada saat itu memang benar-benar luar biasa, ya?
Oh iya, kamu tidak hanya bisa menyimak ulasan mengenai sejarah kemerdekaan atau pendudukan saja, lho. Kalau misalnya ingin membaca ulasan menarik tentang sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia juga ada. Contohnya adalah sejarah Kerajaan Mataram Islam, Singasari, Tarumanegara, Aceh Darussalam, dan masih banyak lagi.