
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan salah satu peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Kalau ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah, isi, dan dampak KMB, kamu bisa menyimaknya berikut ini.
Konferensi Meja Bundar adalah peristiwa puncak dari serangkaian perundingan-perundingan yang telah dilakukan oleh Indonesia dan Belanda. Mulai dari Perjanjian Linggarjati yang terjadi pada tanggal 11 November 1946.
Kemudian, disusul dengan Perjanjian Renville pada tanggal 8 Desember 1947. Setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II, diadakanlah Perjanjian Roem-Royen pada pada bulan April 1949.
Perundingan-perundingan antara Indonesia dan Belanda ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Lantas, bagaimana kronologi serta hasil dari Konferensi Meja Bundar tersebut? Temukan jawabannya di bawah ini, ya!
Latar Belakang Peristiwa Terjadinya Konferensi Meja Bundar
Seperti yang telah kamu simak di atas, Konferensi Meja Bundar merupakan akhir dari perjuangan Indonesia melakukan perundingan-perundingan dengan Belanda. Peristiwanya bermula dari kedatangan Belanda tak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia membuat situasi kembali memanas.
Bangsa asing itu masih memiliki mimpi untuk dapat menguasai Indonesia. Setelah itu, terjadilah pertempuran di beberapa daerah karena rakyat ingin mempertahankan kedaulatan.
Untuk meredam situasi tersebut, diadakanlah Perjanjian Linggarjati. Awalnya, kedua belah pihak telah membuat kesepakatan. Namun, Belanda mengingkarinya lalu melakukan agresi militer yang pertama pada tanggal 21 Juli 1947.
Mengenai serangan Belanda terhadap Indonesia ini sampai ke telinga Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara-negara yang lain kemudian mendesak PBB untuk segera menyelesaikan masalah tersebut.
Akhirnya, organisasi internasional itu membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Anggotanya berasal dari Belgia, Australia, Amerika Serikat. Dengan KTN sebagai mediator, akhirnya terlaksanalah Perjanjian Renville pada tanggal 8 Desember 1947.
Sayang sekali, perjanjian Renville tersebut tidak berjalan dengan baik. Pihak Belanda dan Indonesia masih bersitegang. Kedua belah pihak tetap teguh memegang pendirian masing-masing. Indonesia yang mempertahankan kedaulatan dan Belanda yang ingin menguasai kembali.
Baca juga: Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 1: Usaha untuk Kembali Menguasai Indonesia
Kegagalan Perjanjian Renville
Hingga pada puncaknya, Belanda melapor pada PBB dengan menuduh kalau Indonesia mengirim pasukannya ke wilayah Belanda. Hal tersebut berarti Indonesia telah melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian Renville.
Tak lama setelah itu, Belanda melancarkan agresi militer II pada tanggal 19 Desember 1948. Mereka menyerang Yogyakarta yang pada waktu itu menjadi ibu kota sementara. Mereka berhasil menembus pertahanan istana negara dan menangkap para pejabat, termasuk presiden dan wakilnya.
Keadaan Indonesia sangatlah kacau hingga mendirikan Pemerintahan Darurat RI yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin. Meski pun demikian, para pejuang tidak menyerah. Beberapa delegasi Indonesia kemudian membawa permasalahan tersebut ke sidang Dewan Keamanan PBB.
Mengingat gentingnya situasi, PBB langsung memberikan resolusi dan membentuk komisi pengganti KTN, yaitu United Nations Commission for Indonesia (UNCI). Tugasnya adalah membantu kedua pihak untuk berdamai dan mendesak supaya Belanda segera menyerahkan kedaulatan RI.
Awalnya, Belanda menolak resolusi dari PBB karena merasa isinya hanya menguntungkan Indonesia saja. Namun setelah mendapatkan desakan dari negara lain, pihak penjajah itu melunak dan bersedia melakukan pertemuan.
Perundingan yang dimaksud adalah Perjanjian Roem Royen yang diselenggarakan pada tanggal 17 April 1949. Hasil dari kesepakatan tersebut salah satunya adalah menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar. Tujuan dari KMB adalah untuk segera menyelesaikan sengketa Belanda dan Indonesia seadil mungkin.
Baca juga: Perlawanan Cot Plieng, Usaha Rakyat Aceh Melawan Kekejaman Tentara Jepang
Kronologi Penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar
Sumber: Wikimedia Commons
Sebelum terselenggaranya konferensi tersebut, Indonesia terlebih dahulu melakukan perundingan dengan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) atau Majelis Permusyawaratan Federal. Lembaga ini didirikan oleh Belanda pada bulan Juli 1948 yang berfungsi untuk mengatur Republik Indonesia Serikat.
Nah, tujuan dari perundingan antara Indonesia dan BFO adalah untuk menyatukan pendapat. Pertemuan tersebut terjadi dua kali di tempat yang berbeda. Yang pertama terjadi pada tanggal 19–22 Juli 1949 di Jogja. Sementara itu, perundingan yang kedua terjadi di Jakarta pada tanggal 31 Juli-3 Agustus 1949.
Menurut buku Sejarah Nasional Indonesia karangan Marwati dan Nugroho, pertemuan itu menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya adalah bentuk negara yang baru, yaitu RIS. Selain itu, ditetapkan pula mengenai tempat pelaksanaan KMB, yaitu di Den Haag, Belanda.
Nah beberapa waktu sebelum terlaksananya KMB, Presiden Soekarno memberikan perintah untuk melakukan gencatan di Pulau Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatra tanggal 15 Agustus 1949.
Selanjutnya, Indonesia juga menunjuk beberapa tokoh untuk menjadi perwakilan di Konferensi Meja Bundar. Penunjukan tersebut terjadi pada pada tanggal 11 Agustus 1949.
Ketua delegasinya adalah Mohammad Hatta. Sementara itu anggota lainnya adalah Soepomo, Dr. J. Leimena, Mohammad Roem, Ali Sastroamidjoyo, Sujono Hadinoto, Ir. Djuanda, T.B. Simatupang, Abdul Karim Pringgodigdo, Sukiman, dan Muwardi.
Baca juga: Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda
Pembicaraan Selama Persidangan
Pelaksanaan Konferensi Meja Bunda (KMB) berlangsung mulai dari tanggal 23 Agustus–2 November 1949 dan dipimpin oleh van Maarseveen. Ada banyak sekali pembahasan mengenai hal-hal yang menyangkut Indonesia dan Belanda dalam persidangan tersebut dan menjadi keputusan bersama. Beberapa di antaranya adalah:
- Bersepakat untuk menarik mundur tentara Belanda secepatnya.
- Republik Indonesia mau mengambil alih kesepakatan dagang yang telah dirundingkan oleh Hindia Belanda.
- Tidak ada perlakuan diskriminasi terhadap perusahaan atau warga Belanda.
- Perundingan ini juga menghasilkan dokumen-dokumen penting seperti Statuta Persatuan dan Piagam Kedaulatan.
Keputusan-keputusan di atas diambil tanpa perdebatan yang berarti. Namun, ada juga hal-hal yang membutuhkan diskusi sangat alot. Salah satunya adalah mengenai status Papua Barat.
Dari pihak Indonesia tentu berpendapat bahwa Papua Barat masuk ke wilayah Indonesia karena masih bagian dari Hindia Belanda. Sementara itu, Belanda tidak menyetujuinya dan mengatakan bahwa daerah tersebut tidak memiliki ikatan etnis dengan wilayah yang lainnya.
Sebenarnya, pendapat dari Indonesia mendapatkan dukungan dari publik Belanda. Akan tetapi, pemerintah Belanda tetap tidak menyetujuinya. Karena belum juga sepakat, akhirnya diputuskan bahwa setahun setelah penyerahan kedaulatan, Indonesia dan Belanda akan mengadakan perundingan kembali.
Masalah lainnya yang cukup menyita perhatian adalah tentang utang pemerintah kolonial Belanda. Usulan penyelesaiannya adalah utang tersebut akan dilimpahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
Mendengar hal tersebut, tentu saja delegasi Indonesia marah dan tidak menyetujuinya. Pasalnya, pemerintah Belanda menggunakan uang utang tersebut untuk menyerang Indonesia.
Perdebatan cukup menguras emosi pada waktu itu. Namun akhirnya, Indonesia bersedia membayar hutang Belanda sebesar 4.3 miliar gulden. Diketahui, pada tahun 1850-1956, Indonesia telah membayar utang ssebanyak 4 miliar gulden. Akan tetapi, kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.
Baca juga: Ulasan tentang PUTERA: Organisasi Propaganda pada Zaman Penjajahan Jepang
Hasil Konferensi Meja Bundar
Sumber: Wikimedia Commons
Nah selanjutnya, perundingan tersebut secara umum menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1. Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada Republik Indonesia Serikat tanpa syarat dan tidak dapat dicabut. Belandan mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
2. RIS menerima kedaulatan tersebut berdasarkan pada konsitutusi.
3. Kerajaan Belanda akan menyerahkan kedaulatan paling lambat pada tanggal 30 Desember 1949.
Keputusan tersebut sebenarnya masih mendapatkan perdebatan dari berbagai pihak, tetapi Komite Nasional Indonesia (KNIP) telah meratifikasinya pada tanggal 14 Desember 1949. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949.
Sementara itu, dampak dari Konferensi Meja Bunda adalah berdirinya Republik Indonesia Serikat. Yang ditunjuk sebagai presiden adalah Soekarno dan Mohammad Hatta menjadi perdana menterinya.
Republik federasi yang berdaulat ini terdiri dari 16 negara bagian. Tanggal peresmiannya sama dengan tanggal penyerahan kedaulatan.
Baca juga: Informasi Seputar Jibakutai: Pasukan Berani Mati Bentukan Jepang
Sudah Puas Menyimak Konferensi Meja Bundar
Tadi kamu sudah menyimak latar belakang, kronologi, hasil, serta dampak dari Konferensi Meja Bundar, kan? Bagaimana? Semoga saja setelah membacanya, kamu mendapatkan pengetahuan baru mengenai sejarah Indonesia.
Nah, di PosKata ini kamu tidak hanya akan menemukan informasi menarik mengenai zaman kemerdekaan saja. Kalau kamu mau mencari ulasan tentan masa-masa kelam penjajahan juga ada. Bahkan, kalau misalnya tertarik membaca sejarah tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia pun bisa. Pokoknya baca terus, yuk!