
Persengketaan Indonesia dan Belanda mengenai status kedaulatan Indonesia berlangsung cukup lama. Usai melancarkan Agresi Militer I diadakanlah kesepakatan yaitu Perjanjian Renville. Mengenai latar belakang sejarah, isi, dan dampak Perjanjian Renville dapat disimak di bawah ini!
Peperangan antara Indonesia dan Belanda tetap terjadi dengan sengit usai proklamasi kemerdekaan. Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa pun turun tangan untuk menangani masalah tersebut. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan perjanjian Renville yang isi serta dampaknya dapat kamu baca lewat artikel berikut.
Perundingan Renville diadakan karena kesepakatan gencatan senjata antara pihak Indonesia dan Belanda yang telah disepakati bersama sebelumnya tidak berpengaruh banyak. Atas desakan negara-negara lain, PBB kemudian membentuk komisi untuk menyelesaikan persengketaan antara dua kubu yang bertengkar itu.
Lantas, bagaimana sejarah terjadinya dan apa isi dari Perjanjian Renville? Daripada kamu semakin penasaran, lebih baik cek saja ulasan selengkapnya berikut ini!
Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Renville
Sumber: Wikimedia Commons
Pada tanggal 20 Juli 1947, pemerintah Belanda melalui van Mook mengumumkan bahwa mereka sudah tidak lagi terikat dengan Perjanjian Linggarjati. Pemicunya adalah kemarahan bangsa asing itu karena pemerintah Indonesia tidak menggubris ultimatum-ultimatum yang diberikan Belanda. Mereka mengirimkan ultimatum tersebut karena merasa Indonesia telah melanggar perjanjian.
Kemudian keesokan harinya, tepatnya pada tanggal 21 Juli 1947, terjadilah Agresi Militer Belanda I. Mereka mengirimkan pasukan untuk mengepung wilayah-wilayah strategis seperti Bandung, Jakarta, Semarang, Palembang, dan masih banyak lagi.
Mendapatkan serangan yang mendadak membuat pasukan Indonesia kalang kabut. Melihat kejadian tersebut, bangsa asing itu tentu merasa puas. Bahkan, mereka juga dengan tega menembak pesawat yang membawa bantuan obat-obatan.
Untuk membantu mengatasi masalah ini, pemerintah Indonesia kemudian mengadukannya kepada PBB. Aksi dari Belanda tersebut kemudian mendapatkan kecaman dari berbagai negara.
Tanpa mengulur-ngulur waktu, PBB kemudian mengeluarkan resolusi supaya kedua pihak yang bertengkar segera melakukan gencatan senjata pada awal bulan Agustus. Namun oleh Belanda, resolusi tersebut bari diterima pada tanggal 15 Agustus 1947.
Selanjutnya, organisasi internasional itu membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menjadi mediator atau penengah dalam konflik. Tugas dari komisi tersebut adalah untuk membantu pihak yang bersengketa menyelesaikan masalah secara damai.
Baca juga: Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Perlawanan Rakyat terhadap Belanda Terbesar di Pulau Jawa
Perjanjian Renville
Untuk menindaklanjuti penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda, diadakanlah sebuah perundingan pada tanggal 8 Desember 1947. Karena tempat penyelenggaraannya di atas Kapal Renville milik Amerika Serikat yang tengah berlabuh di Teluk Jakarta, maka perundingan tersebut kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Renville.
Adapun tokoh-tokoh yang terlibat dalam Perjanjian Renville ini, yaitu:
- Delegasi Indonesia: Amir Syarifuddin. Haji Agus Salim, Ali Sastroamijoyo, Dr. Coatik Len, Nasrun, dan Dr. J. Leimena.
- Delegasi Belanda: van Vredenburg, Dr. Chr. Soumokil, dan Dr. PJ. Koets. Selanjutnya, ada seorang utusan Belanda yang berasal dari Indonesia, yaitu Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
Tak hanya dihadiri oleh delegasi pihak yang bersengketa, anggota KTN juga hadir sebagai mediatornya. Anggota KTN tersebut terdiri dari tiga orang.
Yang pertama adalah Richard Kirby asal Australia yang dipilih oleh Indonesia. Lalu, ada Paul van Zeeland dari Belgia yang ditunjuk oleh Belanda.
Dan, yang satu lagi adalah Frank Graham asal Amerika Serikat. Di sini, ia merupakan pihak yang netral.
Isi dari Perjanjian Renville
Berikut ini adalah beberapa hasil dari perjanjian Renville. Namun, isi dari perundingan tersebut baru disahkan pada tanggal 17 Januari 1948.
1. Sepakat untuk tepat melaksanakan pembentukan Republik Indonesia Serikat.
2. Sesuai dengan perjanjian sebelumnya yang telah dibuat, pemimpin Perserikatan Indonesia-Belanda adalah raja atau ratu Belanda.
3. Sebelum Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, Belanda masih berhak atas Indonesia. Mengenai kekuasaan, untuk sementara akan menjadi urusan pemerintha federal.
4. Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Mengadakan pemilihan umum untuk menentukan nasib wilayah dan Dewan Konstituante RI.
6. Pengakuan Belanda mengenai Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera yang menjadi wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
7. Adanya sebuah garis perbatasan, yaitu Garis Van Mook, untuk membatasi wilayah Indonesia dan Belanda.
8. Penarikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari wilayah Belanda.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
Dampak Perjanjian Renville
Sumber: Wikimedia Commons
Apa yang dapat kamu simpulkan dari isi Perjanjian Renville di atas? Salah satu sisi positifnya memang mengakhiri agresi militer yang dilakukan oleh Belanda. Namun, jika dilihat dengan seksama, keputusan tersebut banyak merugikan Indonesia.
Contoh nyatanya adalah luas wilayah Indonesia. Kesepakatan semula adalah Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra. Akan tetapi, dalam perjanjian Renville yang diakui hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera saja.
Karena penyempitan wilayah kekuasaan tersebut, tentu saja membuat keadaan ekonomi Indonesia menjadi menurun drastis. Pasalnya, banyak wilayah-wilayah penting yang menjadi kekuasaan Belanda.
Akibatnya, bahan pangan, sandang, dan juga senjata tidak bisa dengan mudah masuk ke wilayah Republik Indonesia. Hal tersebut sepertinya memang masuk ke dalam rencana Belanda. Dengan melakukan blokade, mereka berharap pemerintahan Indonesia menjadi lemah.
Selanjutnya, dalam RIS wilayah Hindia-Belanda terpecah-pecah menjadi beberapa. Dengan keadaan seperti ini, akan sangat mudah bagi Belanda jika ingin melakukan adu domba.
Adapun pembagian wilayah RIS adalah sebagai berikut:
- Negara Bagian:
- Republik Indonesia
- Pasundan
- Jawa Timur
- Madura
- Sumatera Timur
- Sumatera Selatan
- Indonesia Timur
- Satuan Kenegaraan:
- Jawa Tengah
- Belitung
- Kalimantan Timur
- Kalimantan Barat
- Banjar
- Kalimantan Tenggara
- Riau
- Bangka
- Dayak Besar
Baca juga: Informasi tentang Fujinkai: Organisasi Perempuan yang Dibentuk pada Masa Penjajahan Jepang
Pelanggaran Perjanjian Renville
Sayang sekali, apa yang keputusan dalam Perjanjian Renville tersebut tidak berjalan dengan baik. Kedua belah pihak tetap bersikukuh untuk mempertahankan keinginan masing-masing.
Indonesia tentu saja ingin mempertahankan kedaulatan. Sementara itu, Belanda tetap mau menguasai Indonesia. Hingga kemudian, Belanda mengirimkan nota kepada KTN yang berisikan tuduhan kalau Indonesia telah melanggar Perjanjian Renville.
Peristiwa tersebut kemudian berlanjut dengan pengumuman dari pihak Belanda kalau mereka tidak lagi mau terikat dengan perjanjian tersebut. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Beel selaku perwakilan Belanda pada tanggal 18 Desember 1948.
Keesokan harinya, terjadilah penyerangan Belanda ke Yogyakarta. Kejadian inilah yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.
Belanda melakukan serangan tersebut dengan tujuan untuk merebut ibu kota sementara Republik Indonesia, yaitu Yogyakarta. Keadaan pada saat itu benar-benar kacau. Bahkan, Jenderal Soedirman turun tangan sendiri untuk memimpin perang gerilya.
Meski sudah mengerahkan seluruh tenaga, sayang sekali tentara Belanda dapat masuk ke istana negara. Mereka menangkap presiden, wakil presiden, beserta beberapa menteri. Setelah itu, membuang mereka ke luar Jawa.
Serangan Belanda kembali ini kemudian dilaporkan oleh delegasi Indonesia ke PBB. Tak lama kemudian, Dewan Keamanan PBB lalu mengeluarkan resolusi.
Pada awalnya, Belanda menolak resolusi tersebut. Namun setelah mendapatkan desakan dari negara-negara lain, akhirnya bangsa asing itu menerimanya juga.
Pada tanggal 17 April 1949, diadakanlah perjanjian Roem-Royen. Akan tetapi, perjanjian ini belum mengakhiri Agresi Militer Belanda. Akhir dari serangan Belanda sekaligus penyerahan kedaulatan Indonesia terjadi setelah pelaksanaan Konferensi Meja Bundar yang terselenggara pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Informasi Lengkap tentang Isi Perjanjian Renville
Itulah tadi ulasan lengkap mengenai sejarah, isi, dampak, dan juga pelanggaran Perjanjian Renville. Semoga saja setelah membacanya dapat menambah wawasanmu mengenai sejarah Indonesia.
Untuk merdeka dan mempertahankan kedaulatan saja, para pendahulu harus menempuh proses yang sangat panjang. Untuk itu, kamu sebagai generasi penerus setidaknya harus mau menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia. Contohnya nyatanya adalah dengan bersikap toleran terhadap yang berbeda suku, agama, dan ras.
Nah di PosKata, kamu tidak hanya mengenai perjanjian-perjanjian pasca kemerdekaan saja, kok. Kalau misalnya ingin menyimak ulasan mengenai penjajahan atau bahkan sejarah kerajaan yang pernah ada di Indonesia juga ada, lho. Maka dari itu, tunggu apa lagi? Baca terus, yuk!