
Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, pada masa pendudukan Belanda banyak sekali terjadi perlawanan rakyat di daerah-daerah. Salah satunya juga terjadi di Bali. Kalau kamu ingin mengetahui lebih lanjut mengenai latar belakang Perang Jagaraga di Bali beserta kronologinya, bisa menyimak ulasannya berikut ini.
Belanda pernah menduduki Indonesia selama ratusan tahun dan menyebabkan penderitaan yang luar biasa untuk kehidupan rakyat. Maka dari itu, kemudian banyak timbul perlawanan dari berbagai daerah, termasuk di Pulau Dewata. Lantas, apa yang menjadi latar belakang meletusnya Perang Jagaraga di Bali tersebut?
Nah, kamu bisa mendapatkan ulasan lengkapnya melalui artikel ini. Tidak hanya mengenai latar belakangnya saja, kamu pun akan menyimak mengenai kronologi perang yang terjadi pada tahun 1848 hingga 1849 ini.
Bagaimana? Sudah tidak sabar ingin segera menyimak ulasan lengkapnya? Kalau begitu tunggu apalagi, informasi selengkap tentang latar belakang dan kronologi Perang Jagaraga dapat kamu baca di bawah ini.
Kedatangan Belanda di Bali
Sumber: Wikimedia Commons
Jauh sebelum meletusnya Perang Jagaraga, Belanda datang pertama kali ke di Pulau Dewata pada tahun 1597. Dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman, mereka mendarat di salah satu pesisir pantai.
Pada waktu itu, penduduk sana menerima kedatangan mereka dengan baik. Hal tersebut mengejutkan karena sebelumnya mereka sering ditolak jika singgah di suatu tempat.
Setelah itu, Cornelis de Houtman mencoba menjalin hubungan yang baik dengan para penguasa kerajaan yang ada di Pulau Dewata. Salah satunya adalah dengan Raja Gelgel.
Bahkan, ia menyuruh bawahannya membawa cenderamata untuk sang raja. Semenjak saat itu, mereka pun menjalin hubungan yang baik.
Selama puluhan tahun, hubungan antara salah satu penguasa Kerajaan Bali dengan orang-orang Belanda itu berjalan dengan baik. Akan tetapi, hubungan tersebut mulai memburuk sekitar tahun 1800-an.
Terutama, ketika masa kepemimpinan Hindia Belanda berada di tangan Daendels. Hal itu dikarenakan ia berupaya untuk menguasai banyak wilayah di nusantara, termasuk Bali.
Pada tahun 1817, pihak Belanda berencana untuk mendirikan pangkalan dagang di Pulau Bali. Namun, rencana tersebut mendapatkan pertentangan dari para raja-raja di Bali.
Rakyat di sana tidak lagi menyambut bangsa asing dengan hangat. Karena apa yang diperbuat oleh mereka, rakyat pun selalu menaruh kecurigaan.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Raden Wijaya, Sang Pendiri Kerajaan Majapahit
Membuka Jalur Perdagangan
Walaupun kurang diterima dengan baik oleh rakyat Bali, Belanda tentu saja pantang menyerah. Mereka tetap menginginkan kalau daerah tersebut dapat dijadikan tempat perdagangan.
Pada awalnya, hal tersebut mendapatkan penolakan dari para penguasa kerajaan-kerajaan Bali. Namun pada tahun 1827, J.S. Wetters berhasil meyakinkan mereka dan akhirnya dipercaya untuk mengatur perdagangan di sana.
Selama beberapa waktu, hal tersebut berjalan dengan baik. Lama-kelamaan, pihak Belanda menunjukkan sifat aslinya yang serakah dan ingin menguasai wilayah Bali.
Salah satu caranya adalah dengan mencoba untuk membuat hukum yang ada di Bali menjadi lemah. Mereka kemudian sering ikut campuri masalah yang terjadi di kerajaan-kerajaan.
Tindakan Belanda yang semena-mena itu tentu saja membuat pemimpin kerajaan-kerajaan menjadi berang. Mereka marah karena kelancangan tersebut.
Terlebih lagi, pihak Belanda selalu mengadakan perjanjian-perjanjian diplomatis yang merugikan pihak pribumi. Pasalnya lewat perjanjian tersebut, mereka bisa dengan mudah menjajah Bali tanpa harus mengeluarkan tenaga atau biaya yang ekstra.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Demak yang Masih Bisa Dilihat Hingga Kini
Latar Belakang Terjadinya Perang Jagaraga di Bali
Puncak memburuknya hubungan kedua belah pihak ini adalah karena Belanda menginginkan penghapusan Hukum Tawan Karang. Peristiwa tersebut tentu membuat beberapa pemimpin kerajaan Bali tidak setuju.
Hukum Tawan Karang bahkan sudah ada jauh sebelum Belanda datang ke Bali. Dari prasasti yang ditemukan, yaitu Babetin dan Sembiran, tradisi tersebut sudah berjalan dari tahun 896 Masehi.
Untuk yang belum tahu, Tawan Karang merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh raja-raja di Bali. Pada zaman dulu, jika ada kapal tenggelam atau terdampar, barang-barangnya akan menjadi hak milik raja wilayah tersebut.
Misalnya, ada sebuah kapal yang terdampar di wilayah Kerajaan Karangasem. Maka, seluruh barang-barang di kapal itu menjadi milik Raja Karangasem. Hal itu berlaku juga untuk kerajaan di Bali seperti Tabanan, Klungkung, Badung, Buleleng, dan lain-lain.
Lantas, apa alasan Belanda ingin menghapuskan hukum tersebut? Ya, tentu saja tidak mau kapal-kapalnya terancam. Karena bagaimanapun, kapal milik mereka sering berlayar melewati perairan di Bali dengan membawa banyak muatan.
Meskipun banyak yang menolak, bangsa penjajah tersebut pada akhirnya dapat memengaruhi beberapa raja untuk menghapuskan hukum tersebut. Kerajaan-kerajaan yang menyetujui antara lain Badung, Tabanan, dan Klungkung. Sementara itu, Kerajaan Buleleng dan Karangasem tetap menolak.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Peperangan antara Kerajaan Buleleng dan Belanda
Sebelum terjadi Perang Jagaraga di Bali, terlebih dahulu ada sebuah peristiwa yang menjadi latar belakang atau penyebab meletusnya peperangan itu. Pada tahun 1846, terjadi penyerangan terhadap Kerajaan Buleleng oleh Belanda.
Penyebabnya adalah Kerajaan Buleleng tetap menjalankan tradisi Tawan Karang dan mengambil barang-barang milik kapal Belanda yang karam di wilayahnya. Belanda mengajukan ganti rugi, tapi ditolak oleh pihak kerajaan.
Karena hal tersebut, Belanda marah dan mengirimkan pasukannya untuk menyerang Kerajaan Buleleng. Pada waktu itu, sekitar 1.700 tentara dikerahkan. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Van den Bosch.
Sementara itu di pihak lawan, pasukan dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dan sang raja, yaitu I Gusti Ngurah Made. Dalam berperang, kerajaan tersebut juga dibantu oleh Kerajaan Karangasem. Menurut beberapa sumber sejarah, sewaktu terjadi perang tersebut Buleleng sudah menjadi bagian dari Karangasem.
Peperangan ini terjadi selama dua hari dan banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Setelah mengerahkan seluruh jiwa raga, Kerajaan Buleleng tetap mengalami kekalahan. Penyebabnya apa lagi kalau bukan persenjataan yang masih kalah modern.
Belanda tak hanya dapat menaklukkan wilayah Kerajaan Buleleng saja, tetapi juga Karangasem. Tak lama setelah itu, pihak penjajah itu juga mendirikan benteng di sana.
Baca juga: Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Mengadakan Perjanjian
Sumber: Alchetron
Setelah mengalami kekalahan, Kerajaan Buleleng dan Karangasem harus menandatangani sebuah perjanjian yang juga terjadi pada tahun 1846. Mengenai isi dari perjanjian damai yang harus dipatuhi oleh kerajaan yang kalah adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan Buleleng dan Karangasem menjadi daerah bawahan Belanda. Mereka harus mengakui Raja Belanda sebagai pemimpinnya.
2. Tradisi Tawan Karang tetap harus dihapuskan.
3. Kedua kerajaan tersebut tidak diperbolehkan untuk membuat perjanjian dengan bangsa berkulit putih yang lain.
4. Selanjutnya, kedua kerajaan tersebut diharuskan mengganti biaya perang sebanyak 300.000 ribu Gulden. Dalam jangka waktu 10 tahun, Kerajaan Buleleng harus membayar 2/3 dari biaya perang. Sementara itu, 1/3 bagian harus dilunasi oleh Kerajaan Karangasem.
Latar Belakang Perang Jagaraga
Kekalahan dalam peperangan di atas membuat para pemimpin kerajan mundur. Mereka kemudian membangun pusat pertahanan di daerah Jagaraga.
Mereka memilih daerah tersebut karena letaknya yang berada di perbukitan dan jurang sehingga memudahkan serangan mendadak. Selain itu, tempat itu juga strategis sehingga bisa dengan mudah untuk mengintai musuh.
Di tempat ini, Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik menyusun rencana untuk mengadakan serangan balasan. Mereka banyak membangun benteng pertahanan di desa ini.
Para prajurit Buleleng dilatih untuk selalu siap sedia untuk menghadapi peperangan yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Selain itu, para pemimpin juga diam-diam meminta bantuan dari raja Bali yang lain untuk menyuplai persenjataan.
Mereka berada dalam keadaan siap siaga seperti itu selama kurang lebih dua tahun. Selanjutnya, mereka bersiap untuk menyerang pihak lawan.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Meletusnya Perang Jagaraga 1
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah memantapkan kekuatan, I Gusti Ketut Jelantik mulai menggerakkan pasukannya untuk menyerang kapal-kapal dan pos milik Belanda pada tahun 1848. Mereka menggunakan strategi perang gerilya dalam misinya kali ini.
Selain itu, mereka juga melakukan pemboikotan terhadap suplai bahan makanan milik tentara Belanda. Mengetahui serangan yang dilancarkan oleh pihak Buleleng, Belanda pun menyadari kalau mereka telah melanggar perjanjian yang dibuat.
Pada tanggal 8 Juni 1848, Belanda melakukan penyerangan dengan menggunakan meriam. Di sisi lain, pasukan I Gusti Ketut Jelantik juga sudah siap sedia menerima serangan.
Perang Jagaraga I pun meletus. Kedua belah pihak yang berseteru bertempur dengan sengit. Tak sedikit korban jiwa yang jatuh pada peperangan ini.
Namun, pihak Belanda-lah yang paling terkena dampaknya. Peristiwa tersebut menewaskan kurang lebih dari 250 tentaranya.
Yang menjadi latar belakang mengapa Perang Jagaraga I di Bali ini dapat dimenangkan adalah Belanda yang tidak mengenai medan perang dengan baik. Selain itu, semangat rakyat begitu tinggi untuk mengusir bangsa asing itu dari wilayah mereka.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah yang Membuktikan Keberadaan Kerajaan Pajajaran
Meletusnya Perang Jagaraga 2
Setelah perang yang terjadi pada tahun 1848 ini, keadaan menjadi lebih kondusif untuk sementara waktu. Periode tersebut digunakan oleh Belanda untuk menyusun rencana dan mengadakan serangan balasan.
Mereka melakukan segala cara untuk melumpuhkan pasukan I Gusti Ketut Jelantik. Mulai dari mengirim mata-mata untuk mengetahui strategi perang yang digunakan hingga mencari petunjuk jalan supaya lebih menguasai daerah perang.
Selain itu, pihak Belanda kemudian menggunakan taktik yang biasa dilakukannya, yaitu devide et impera atau adu domba. Melalui mata-mata yang dikirim, mereka juga membuat berita yang tidak benar untuk memecah belah persatuan.
Menurut sebuah sumber sejarah, Belanda menyebarkan berita mengenai sebagian besar Kerajaan Bali yang sudah dapat ditaklukkan. Berita tersebut tentu saja membuat pihak Buleleng menjadi kalang kabut. Hingga kemudian, banyak dari pasukan kerajaan ini meninggalkan pos pertahanan mereka di Jagaraga.
Keadaan yang kacau tersebut tentu saja dimanfaatkan oleh Belanda dengan sebaik mungkin. Mereka kemudian bersiap untuk pergi dan menyerang Jagaraga.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
Akhir dari Perang Jagaraga di Bali
Kemudian pada tanggal 14 April 1849, Belanda sampai di pelabuhan terdekat daerah Jagaraga. Mereka bersiap untuk menyerang daerah tersebut.
Untuk mengulur waktu, I Gusti Ketut Jelantik menemui dan meminta Belanda untuk mengadakan perjanjian damai. Hal ini dilakukan supaya ia memiliki cukup waktu untuk meminta bantuan kepada kerajaan lain.
Sayangnya sekali, permintaaan itu ditolak oleh Belanda. Sekembalinya ke Jagaraga, ia mendapati kalau benteng pertahanan sudah porak poranda.
I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng lalu memutuskan untuk pergi menemui Raja Karangasem. Namun di tengah perjalanan, mereka dihadang oleh pasukan Belanda. Saat itu juga, mereka diserang dan tewas di tangan pasukan penjajah.
Menurut beberapa sumber, ada dua versi mengenai gugurnya tokoh Perang Jagaraga, yaitu I Gusti Ketut Jelantik. Versi yang pertama adalah yang telah kamu baca di atas.
Sementara itu, versi lainnya adalah di pagi-pagi buta tanggal 15 April 1849, pasukan Belanda menyerang pertahanan Jagaraga dari berbagai sisi. Karena tidak siap, banyak sekali korban tewas pada penyerangan ini.
Selanjutnya, Ketut Jelantik mundur dan hendak menyingkir ke Gunung Batur. Namun karena diburu oleh pasukan Belanda dan kondisinya terluka parah, ia pun meninggal dunia.
Gugurnya sang pemimpin perlawanan ini kemudian menandai berakhirnya Perang Jagaraga. Wilayah Buleleng pada akhirnya tetap dikuasai oleh Belanda.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Ulasan Kronologi dan Latar Belakang Perang Jagaraga di Bali
Demikianlah tadi informasi lengkap tentang latar belakang beserta kronolog Perang Jagaraga yang terjadi di Pulau Bali. Setelah membaca artikel di atas, apakah kamu sudah menemukan jawaban dari pertayaan-pertanyaanmu? Semoga saja iya.
Selain mengenai latar belakang dan sejarah Perang Jagaraga Bali, di PosKata kamu juga bisa mendapatkan ulasan tentang masa penjajahan bangsa asing lain. Baik itu masa penjajahan Spanyol, Portugis, Inggris, maupun Jepang.
Tak hanya itu saja, kamu pun dapat menemukan artikel menarik tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di nusantara. Contohnya adalah Majapahit, Gowa-Tallo, Mataram Kuno, dan lain-lain. Maka dari itu, baca terus PosKata, ya!