
Ingin mengetahui apa saja peninggalan dari Kerajaan Demak yang masih ada hingga sekarang? Kalau penasaran, temukan jawabannya pada artikel ini, ya!
Eksistensi Kerajaan Demak bisa diketahui dari benda-benda sejarah peninggalannya. Salah satunya yang paling terkenal adalah Masjid Agung Demak yang masih berfungsi dengan baik hingga sekarang.
Namun selain tiu, masih ada banyak peninggalan yang tidak kalah penting. Apa sajakah itu? Kamu nanti bisa menyimak macam beserta penjelasannya lewat artikel ini.
Kamu sepertinya sudah tidak sabar ingin segera menyimak ulasan tentang peninggalan Kerajaan Demak ini, kan? Kalau gitu, tidak usah banyak basa-basi lagi, langsung cek saja selengkapnya di bawah ini!
Peninggalan-Peninggalan Berharga dari Kerajaan Demak
Yang disebutkan di bawah ini adalah beberapa peninggalan berharga dari Kerajaan Demak. Berikut adalah ulasannya.
1. Masjid Agung Demak
Seperti yang sudah kamu baca di atas, Masjid Agung Demak merupakan peninggalan bersejarah dari kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah. Dari cerita yang beredar di masyarakat, tempat ini digunakan oleh Walisongo untuk berkumpul dan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Masjid Agung ini dibangun pada tanah seluas 12.752,74 m² dengan luas serambi 497 m². Sementara itu, keseluruhan pilar yang menangga bangunan tersebut berjumlah 128 buah.
Bangunan yang didirikan sekitar abad ke-15 ini dibangun secara bertahap. Hal tersebut tertulis dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Muhammad Zaki pada tahun 2017 lalu.
Tahap pembangunan pertama dilakukan pada sekitar tahun 1466 Masehi. Pada waktu itu bangunan belum berbentuk masjid, melainkan sebuah pondok pesantren bernama Glagah Wangi. Pondok tersebut diurus oleh Raden Patah dan Sunan Ampel.
Sebelas tahun kemudian, tempat tersebut direnovasi dan dibangun menjadi Masjid Kadipaten Glagah Wangi Demak. Ketika Raden Patah dinobatkan sebagai raja pada tahun 1478, masjid tersebut direnovasi kembali menjadi lebih megah.
Saat melihat Masjid Agung Demak, kamu akan menemukan perpaduan budaya yang unik dalam bangunannya. Akulturasi Islam dan Hindu-Buddha masih terlihat begitu kental. Hal ini bisa dibilang wajar mengingat kerajaan tersebut berdiri pada saat pengaruh agama Hindu-Buddha masih cukup kental.
Masjid Agung Demak memiliki atap serupa dengan punden berundak. Ini merupakan budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu. Selain itu, pemilihan punden berundak bersusun tiga ini melambangkan Iman, Islam, dan Ihsan.
Atap yang berjumlah ganjil dulunya juga ditemukan pada bangunan pura Hindu. Bentuknya yang menyerupai segitiga tersebut melambangkan gunung yang dipercaya sebagai tempat para dewa.
Kemudian, masjid tersebut memiliki lima buah pintu. Jumlah tersebut melambangkan rukun Islam. Sementara itu, jendelanya yang berjumlah enam digunakan sebagai lambang rukun iman.
2. Soko Guru
Peninggalan dari Kerajaan Demak selanjutnya adalah Soko Guru. Sebenarnya, benda ini masih termasuk bagian dari Masjid Agung Demak. Letaknya tepat berada di tengah bangunan masjid.
Fungsi utama dari Soko Guru adalah sebagai penyangga atap dan kerangka masjid. Soko tersebut berjumlah empat dan memiliki tinggi kurang lebih 16 meter.
Pada waktu membangun masjid, Raden Patah bekerjasama dengan para wali. Nah, ada empat wali yang membantunya untuk mencari soko yang terbuat dari kayu jati tersebut, yaitu Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
Menurut kepercayaan masyarakat, masjid tersebut direnovasi hanya dalam waktu satu malam saja. Maka dari itu tiangnya harus segera ditemukan.
Sunan Ampel, Sunan Bonang, dan Sunan Gunung Jati sudah berhasil mendapatkan tiang dengan kriteria yang sesuai. Sayangnya, tiang milik Sunan Kalijaga ukuran tingginya lebih pendek dari yang lain.
Supaya tidak membuang waktu, tiang tersebut kemudian disambung dengan serpihan kayu yang direkatkan jadi satu atau disebut juga tatal. Selain untuk menambah tinggi, ternyata tatal tersebut memiliki filosofi tersendiri, lho.
Serpihan kayu yang dijadikan satu ini bisa dibilang sebagai lambang persatuan. Ketika kecil dan berdiri sendiri mungkin kurang kuat dan bermakna. Namun kalau sudah disatukan, akan memiliki kekuatan tersendiri.
Hingga saat ini, Soko Guru yang dicari oleh para wali tersebut masih digunakan, lho. Hanya saja, ada beberapa bagiannya yang sudah diganti karena rapuh dan keropos dimakan usia.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
3. Maksurah
Masih ditemukan di dalam Masjid Agung Demak, maksurah adalah kaligrafi yang berisi ayat-ayat dalam Alquran. Menurut Guru Besar UGM, Inajati Adisijanti, benda peninggalan Kerajaan Demak tersebut digunakan sebagai pelindung saat para pemimpin sedang melakukan ibadah salat.
Menurutu sebuah sumber, kaligrafi ini dibuat oleh Adipati Demak yang bernama Aryo Purbaningrat pada tahun 1866 Masehi. Benda tersebut ditempelkan pada dinding bagian dalam masjid.
4. Bedug dan Kentongan
Benda lainnya yang merupakan peninggalan Kerajaan ini adalah bedug dan kentongan. Fungsi dari kedua benda tersebut tidak jauh berbeda dari kegunaannya pada masa kini.
Bedug dan kentongan ini dulunya digunakan sebagai sarana penanda waktunya salat. Bentuknya juga bisa dibilang cukup unik, yaitu menyerupai tapal kuda. Konon, filosofinya adalah ketika dibunyikan orang-orang muslim di sekitar akan merasa terpanggil lalu segera melaksanakan ibadah secepat orang naik kuda.
5. Piring Campa
Pada urutan kelima ada piring dari Campa. Konon, piring tersebut merupakan hadiah untuk Demak dari ibu Raden Patah.
Piring antik tersebut berjumlah 65 buah dan digunakan sebagai dekorasi. Sebagian dari benda tersebut dipasang di tempat imam. Sementara itu, yang lainnya dipasang pada dinding masjid.
Baca juga: Nama Raja-Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Sriwijaya
6. Pintu Bledeg
Pintu Bledeg ini dulunya digunakan sebagai pintu masuk utama ke dalam masjid. Bledeg sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti petir. Lantas, mengapa dinamai demikian?
Konon menurut cerita yang berkembang di masyarakat, dulu ada seorang tokoh yang disegani bernama Ki Ageng Selo. Pada suatu hari, ia pergi untuk menggarap sawah miliknya.
Sayangnya beberapa waktu kemudian, hujan turun dengan disertai petir yang menyambar. Ia kemudian menghentikan akitvitasnya di sawah yang kehujanan tersebut lalu berpindah ke daerah sawah lain yang tidak kehujanan.
Namun ketika dirinya berpindah, petir tersebut seolah-olah mengikutinya. Hal ini tentu saja membuatnya jengkel lalu mengajaknya bertempur. Dengan kesaktiannya, ia pun berhasil menangkap petir dan mengikatnya dengan padi gagang yang kering.
Hingga kemudian, berita mengenai Ki Ageng Selo menangkap petir ini sampai juga ke telinga Istana Demak. Ia lalu diundang ke istana dan petir itu menjadi tontonan warga.
Karena dinilai sangat ini indah, pihak istana kemudian memanggil seorang juru lukis untuk melukis petir itu pada pintu. Akan tetapi, melukis petir memang tidak semudah yang dibayangkan karena bentuk yang muncul berbeda-beda.
Saat bagian bagian atas lukisan selesai, tiba-tiba ada seorang perempuan tua datang lalu menyiramkan air ke arah lukisan tersebut. Tanpa diduga, petir kemudian menyambar sang perempuan tua lalu menghilang.
Desas-desus mengatakan kalau perempuan tua itu merupakan jelmaan dari Ki Ageng Selo sendiri. Walaupun awalnya jengkel, tapi ia merasa kasihan saat petir dijadikan bahan tontonan dan memutuskan untuk melepaskannya.
Itulah tadi legenda mengenai pintu petir yang ada di Masjid Agung Demak. Mau percaya atau tidak itu terserah kamu.
Pintu Bledeg ini memiliki ukiran kepala naga dengan latar berwarna merah. Ketika berkunjung ke sana, kamu mungkin sudah tidak akan menemukan pintu ini lagi. Pasalnya benda tersebut sudah di museumkan karena telah rapuh.
Baca juga: Ulasan Mengenai Letak Kerajaan Majapahit yang Menjadi Teka-Teki
7. Mihrab dan Dampar Kencana
Sumber: Phinemo
Peninggalan Kerajaan Demak selanjutnya adalah Mihrab. Untuk yang belum tahu, mihrab adalah tempat yang biasa dipakai oleh imam saat memimpin ibadah salat.
Pada Mihrab terdapat sebuah prasasti Condro Sengkolo yang berbentuk bulus dan bertuliskan “Nogo Mulat Saliro Wani”. Sejarawan pun membedah makna dari penemuan tersebut dan menyimpulkan bahwa itu merupakan lambang dari tahun pembangunan masjid.
Kepala bulus melambangkan angka 1, kemudian kaki bulus berjumlah empat bermakna angka 4. Sementara itu, tempurungnya berarti angka 0 dan ekornya menyimbolkan angka 1. Sehingga, kalau digabungkan menjadi 1401 Saka.
Selain itu, masih ada juga Dampar Kencana yang merupakan singgasana raja. Benda tersebut merupakan hadiah untuk Raden Patah dari Kerajaan Majapahit.
Dulunya, Dampar Kencana digunakan sebagai mimbar Imam ketika berkhutbah. Namun kemudian untuk menghindari kerusakan, singgasana ini tidak dipakai lagi dan disimpan di museum.
8. Serambi Majapahit
Pada Masjid Agung Demak, terdapat area dengan bangunan terbuka yang disebut Serambi Majapahit. Ukurannya cukup besar, yaitu 31 x 15 meter. Nah, kamu penasaran tidak mengapa tempat ini disebut Serambi Majapahit?
Jawabannya karena tiang yang digunakan sebagai pilar serambi tersebut merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Konon, tiang-tiang ini tidak ada yang mengurus lagi setelah kerajaan runtuh.
Maka dari itu, Adipati Unus memutuskan untuk membawanya ke Demak. Jumlahnya ada delapan dengan hiasan ukiran-ukiran khas kerajaan tersebut yang indah.
Baca juga: Faktor yang Ditengarai Sebagai Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kutai
9. Situs Kolam Wudhu
Kalau peninggalan Kerajaan Demak yang satu ini letaknya tidak di dalam bangunan masjid, akan tetapi di luar. Dulunya, kolam tersebut digunakan sebagai tempat wudhu untuk para santri asuhan Raden Patah.
Untuk yang belum tahu, sebelum menjadi seorang raja, Raden Patah mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Glagah Wangi. Ia mengurus pesantren itu bersama dengan Walisongo.
Selain digunakan untuk wudhu, situs ini juga pernah digunakan sebagai tempat diadakan sayembara, lho. Lebih tepatnya, sayembara untuk menentukan raja di Kasultanan Demak.
Pada waktu itu, kisahnya bermula dari tahta kerajaan mengalami kekosongan pemerintahan sepeninggal Sultan Trenggono. Tahta seharusnya diteruskan oleh Sunan Prawoto atau Raden Mukmin. Namun, ia lebih memilih untuk fokus pada kegiatan menyebarkan agama.
Setelah itu, para wali mencari cara agar tahta tidak menjadi rebutan dan menimbulkan pertumpahan darah. Akhirnya, diputuskanlah barangsiapa yang mampu melompati kolam menggunakan tombak dengan arah membelakangi, maka akan dinobatkan sebagai raja.
Sayembara tersebut tidak terbatas untuk kalangan ningrat saja. Akan tetapi, orang biasa yang merasa mampu juga bisa untuk mencoba.
Akhirnya, yang bisa memenangkan sayembara tersebut adalah Jaka Tingkir yang kemudian diberi gelar Sultan Hadiwijoyo. Untuk yang belum tahu, Jaka Tingkir ini adalah seorang panglima perang yang juga menantu dari Sultan Trenggana.
Kolam tersebut dulunya sangatlah besar dan luas, lebarnya saja kira-kira 50 meter. Namun karena ada satu hal dan yang lain, tempat itu kemudian hanya berukuran 10 x 25 meter saja.
Nah untuk sekarang, situs tempat wudhu ini sudah tidak digunakan lagi. Tempat tersebut hanya dirawat sebagai peninggalan berharga dari kerajaan dan para wali.
Baca juga: Candi-Candi Bersejarah Peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya
10. Makam Sunan Kalijaga
Peninggalan Kerajaan Demak terakhir yang bisa kamu temukan pada ulasan ini adalah makam Sunan Kalijaga. Lokasinya berada di Desa Kadilagu, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Tidak sulit untuk menemukannya karena letaknya berada di sekitar pemukiman penduduk yang cukup padat. Kalau dari Masjid Agung Demak, jaraknya kira-kira hanya 3 kilometer saja.
Tempat wisata religi bagi umat muslim ini biasanya cukup ramai dikunjungi. Terutama pada hari-hari seperti Jumat Pahing, Jumat Pon, dan Jumat Kliwon. Bukannya apa, pada hari-hari tersebut biasanya pintu cungkup makam akan dibuka.
Tidak hanya makam saja, tempat ini juga ada bangunan masjid yang dulunya digunakan oleh Sunan Kalijaga beserta para santrinya. Bentuknya serupa dengan joglo dengan atap bersusun tiga.
Untuk bisa masuk ke sini tidak dikenai biaya apa pun. Hanya saja, kamu bisa memberikan sumbangan seikhlasnya. Tempat ini terbuka selama 24 jam, lho.
Baca juga: Prasasti Peninggalan yang Menunjukkan Keberadaan Kerajaan Kutai
Ulasan Lengkap tentang Peninggalan Kerajaan Demak
Itulah tadi informasi lengkap mengenai peninggalan-peninggalan Kerajaan Demak yang bisa kamu simak di sini. Karena sebagian besar berada di Masjid Agung Demak, kamu bisa pergi ke sana kalau ingin melihatnya secara langsung.
Buat yang ingin membaca ulasan dan informasi mengenai kerajaan lain di Indonesia seperti Majapahit, Sriwijaya, atau Kutai, kamu bisa menyimak artikelnya di PosKata. Yuk, langsung saja dicek!