
Buat yang sedang mencari informasi mengenai silsilah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sriwijaya, kamu bisa menyimak informasi lengkapnya berikut ini. Mari langsung saja dicek!
Raja yang pernah menduduki tahta Kerajaan Sriwijaya ternyata cukup banyak. Kekuasaan kerajaan tersebut dimulai dari sang pendiri yang bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa dan dibawa ke puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Raja Balaputradewa.
Nah, kamu mungkin sudah tahu mengenai fakta bahwa biasanya tahta itu diturunkan kepada seseorang yang mempunyai ikatan darah dengan raja. Biasanya, sih, anak lelaki pertamanya. Kalau tidak punya, terkadang bisa jatuh ke tangan saudara sang raja atau keponakannya. Lantas, apakah hal itu terjadi juga pada kerajaan tersebut?
Kalau penasaran, kamu bisa mengetahui jawabannya pada artikel ini. Daripada kebanyakan basa-basi, mending simak langsung artikel lengkapnya di bawah ini, ya! Selamat membaca!
Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Sriwijaya
Berikut ini adalah daftar serta penjelasan singkat mengenai para raja yang pernah duduk di singgasana kerajaan. Mereka adalah:
1. Dapunta Hyang Sri Jayanasa
Sumber: Wikimedia Commons
Sri Jayanasa atau yang dikenal dengan Dapunta Hyang merupakan pendiri dari Kerajaan Sriwijaya. Ia diperkirakan memimpin kerajaan tersebut mulai tahun 671 hingga 702 Masehi.
Nama sang raja disebut dalam prasasti Kedukan Bukit yang ditulis pada tahun 683 Masehi. Dari benda peninggalan tersebut, dapat diketahui kalau ia berasal dari Minanga Tamwan.
Setelah itu bersama dengan 20.000 pasukannya, Sri Jayanasa melakukan perjalanan dengan menggunakan perahu. Dalam perjalanan itu pula, mereka penaklukkan daerah-daerah yang nantinya akan menjadi wilayah kekuasaannya.
Contoh daerah yang ditaklukkan adalah Lampung, Jambi, dan Bangka. Setelah berhasil menaklukkan daerah-daerah tersebut, ia juga mendirikan prasasti yang berisikan kutukan jika ada orang yang memiliki niat untuk memberontak.
2. Sri Indrawarman
Pada tahun 702, Sri Indrawarman naik tahta menggantikan Sri Jayanasa. Sayangnya, tidak banyak sumber yang membahas tentang salah satu raja dari Kerajaan Sriwijaya ini.
Namanya pernah disebutkan pada Prasasti Ligor yang ditemukan di Thailand. Selain itu, ia juga pernah disebut dalam surat Bani Umayyah untuk Umar bin Abdul Aziz.
Isi dari surat tersebut adalah sang raja ingin menjalin hubungan yang baik dengan sang khilafah dan meminta agar dikirimi utusan untuk menjelaskan tentang Islam padanya. Selain itu, di dalamnya juga tertulis kalau raja mengirimkan beberapa bingkisan sebagai hadiah persahabatan.
Masa pemerintahan Raja Sri Indrawarman bisa dibilang cukup lama, yaitu kurang lebih selama 26 tahun. Ia memerintah sampai tahun 728 Masehi.
3. Rudra Wikrama
Setelah itu, tumpu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya jatuh ke tangan Rudra Wikrama atau yang juga dikenal dengan Rudrawarman. Untuk silsilahnya sendiri, tidak diketahui apakah ia merupakan anak dari Sri Indrawaman atau bukan karena tidak banyak informasi yang bisa ditemukan.
Namanya disebutkan dalam Kitab Dinasti Tang dan memiliki gelar Amerta. Ia menjadi raja cukup lama, yaitu mulai dari tahun 728 hingga 775 Masehi.
Selama masa pamerintahannya, ia meneruskan jejak pendahulunya untuk melakukan perluasan wilayah kerajaan. Ekspansi tersebut terjadi di sepanjang Selat Malaka hingga Selat Sunda.
4. Maharaja Wisnu
Pada tahun 775 Masehi, tumpu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya kemudian jatuh ke tangan Maharaja Wisnu yang merupakan seorang raja dari Dinasti Sailendra. Banyak ahli sejarah yang berpendapat hal ini bisa terjadi karena sang raja berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya.
Sayangnya, informasi mengenai penerus Raja Rudra Wikrama tersebut mengalami kesimpangsiuran karena sedikitnya bukti. Ada sumber yang mengatakan kalau pemerintahan jatuh ke tangan raja yang bernama Dharanindra.
Menurut Slamet Muljana, yang merupakan seorang sejarawan asal Indonesia, mengatakan kalau Dharanindra dan Maharaja Wisnu merupakan orang yang sama. Hal itu dapat dilihat dari tulisan yang ada pada prasasti Ligor B dan Prasasti Kelurak.
Dalam Prasasti Kelurak, Raja Dharanindra disebut sebagai Wairiwarawiramardana. Sementara itu, sebutan Maharaja Wisnu dalam Prasasti Ligor adalah Sarwwarimadawimathana. Jika ditelisik lebih jauh, kedua sebutan ini mempunyai makna yang sama, yaitu pembunuh para musuh perwira.
Apabila keduanya benar orang yang sama, maka diperkirakan ia memimpin Kerajaan Sriwijaya dari tahun 775 hingga 782 Masehi. Pada masa kepemimpinannya ini, pusat pemerintahan kemudian berpindah ke Jawa. Tepatnya, dipindahkan ke Kerajaan Medang atau yang juga disebut Mataram Kuno.
5. Raja-Raja Wangsa Sailendra yang Lain
Sepeninggal Raja Wisnu, singgasana Kerajaan Sriwijaya kemudian diteruskan oleh Samaragrawijaya. Namanya muncul pada saat Prasasti Nalanda ditemukan.
Dalam prasasti itu, ia ditulis sebagai anak laki-laki dari seseorang yang memiliki sebutan Wirawairimathana. Karena julukan tersebut mirip dan memiliki arti sama dengan julukan Dharanindra, maka ahli sejarah menyimpulkan kalau ia merupakan putra dari Dharanindra.
Raja Samawaragrawijaya menjadi raja mulai tahun 782 hingga 792 Masehi saja. Setelah itu, ia kemudian digantikan oleh Samaratungga yang mulai memimpin dari tahun 792 hingga 835 Masehi.
Berbeda dari raja-raja sebelumnya, Samaratungga tidak memiliki ambisi untuk melakukan perluasan wilayah. Pemerintahannya lebih berfokus pada bidang keagamaan dan kebudayaan.
Nah, salah satu wujud peninggalan dari pemerintahan Samaratungga adalah pembangunan Candi Borobudur. Candi terbesar di Indonesia ini selesai dibangun pada tahun 825 Masehi.
6. Balaputradewa
Menurut teori De Casparis, Samaratungga dan Samaragrawira adalah orang yang sama. Ia menikah dengan Dewi Tara lalu memiliki anak Balaputradewa dan Pramodawardhani.
Setelah sang ayah lengser, kemudian terjadilah perebutan kekuasaan antara Balaputradewa dengan suami Pramodawardhani, yaitu Rakai Pikatan. Balaputradewa kalah, lalu menyingkir ke Sumatra.
Akan tetapi, Slamet Muljana berpendapat bahwa Samaragrawira dan Samaratungga adalah orang yang berbeda. Dalam Prasasti Kayumwungan tertulis kalau Samaratungga hanya memiliki seorang putri saja, yaitu Pramodawardhani.
Menurutnya, Balaputradewa dan Samaratungga adalah anak dari Samaragrawijaya. Samaragrawijaya menikah dengan Dewi Tara yang merupakan anak dari Sri Dharmasetu. Dalam Prasasti Kelurak disebutkan bahwa Dharmasetu merupakan orang kepercayaan Raja Dharanindra.
Nah, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang memang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Samaragrawijaya kemudian membagi kekuasaan secara adil untuk kedua anaknya supaya tidak terjadi pertumpahan darah. Ia memberikan kekuasaan pada Samaratungga untuk menjadi raja dan mengurus wilayah kekuasaan Wangsa Sailendra yang berada di Jawa.
Sementara itu, ia menunjuk Balaputradewa untuk menjadi raja di wilayah kekuasaan yang berada di Pulau Sumatra. Masa kepemimpinan Balaputradewa dimulai sekitar tahun 860 Masehi.
Kerajaan Sriwijaya kemudian mencapai puncak keemasan pada saat pemerintahan oleh Balaputradewa. Pada masa kepemimpinannya, kerajaan ini memiliki wilayah perairan laut yang luas dan pasukan yang sangat tangguh.
Hal tersebut tentu saja membuat para pedagang asing merasa aman untuk singgah di sana. Semakin lama, semakin banyak pedagang yang datang dan tentu saja memiliki dampak yang baik bagi perekonomian kerajaan tersebut. Terlebih lagi di ibu kotanya, yaitu Palembang.
Kota tersebut menjadi pusat perdagangan karena merupakan jalur perdagangan yang strategis. Kerajaan Sriwijaya kemudian menjelma menjadi kerajaan yang besar, aman, dan makmur.
7. Sri Udayaditya Warmadewa
Informasi mengenai pemimpin Kerajaan Sriwijaya setelah Balaputradewa memang tidaklah terlalu banyak. Bahkan, ada periode di mana pemimpinnya tidak diketahui.
Pada tahun 960 Masehi, diketahui kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja bernama Sri Maharaja Udayaditya Warmadewa. Namanya disebutkan dalam sebuah kronik Tiongkok.
Di dalam kronik tersebut diketahui ia pernah mengirimkan untusan ke Cina pada tahun 960 Masehi. Ia selesai memangku jabatan sebagai raja paada tahun 792 Masehi.
8. Sri Cudamani Warmadewa
Kemudian, tahta dilanjutkan oleh Sri Cudamani Warmadewa. Dirinya menjadi raja sekitar tahun 988 hingga 1008 Masehi.
Pada masa pemerintahannya, diketahui kerajaan tersebut memiliki hubungan yang sangat baik dengan Cina. Bukti dari hal tersebut adalah sang raja membangunkan sebuah candi untuk kaisar Cina. Bangunan tersebut dinamakan Candi Bungsu yang lokasinya berada di Muara Takus.
Tidak hanya dengan kekaisaran Cina saja, sang raja juga menjalin hubungan yang baik dengan Dinasti Chola yang berasal dari India. Hal tersebut diketahui dari adanya sebuah vihara bernama Culamanivarmma di India bagian selatan. Menurut Prasasti Leiden, vihara itu didedikasikan untuk sang raja.
9. Raja-Raja Terakhir Kerajaan Sriwijaya
Raja Sri Cudamani Warmadewa turun tahta pada tahun 1008, lalu digantikan oleh Sri Mara-Wijayottunggawarman. Pada masa pemerintahannya diketahui ia masih menjalin hubungan yang baik dengan Cina. Hal itu dapat diketahui karena di tahun yang sama ia mengirim utusan ke negara tersebut.
Di kepemimpinannya ini jugalah terjadi peperangan dengan Kerajaan Medang atau Mataram Kuno. Penyebab pastinya tidak diketahui, tetapi diduga Kerajaan Sriwijaya membantu kerajaan taklukkan dari Medang untuk memberontak.
Kepemimpinan Raja Sri Mara-Wijayottunggawarman bisa dibilang tidak terlalu lama. Ia turun tahta pada tahun 1017 lalu digantikan oleh Sangrama-Vijayotunggawarman.
Di masa pemerintahannya, kerajaan diserang oleh Raja Rajendra I dari Dinasti Chola. Raja Sangrama-Vijayotunggawarman kalah dan bahkan sempat menjadi tawanan. Masa pemerintahannya berakhir pada tahun 1030.
Menurut sejarawan, ia adalah raja terakhir yang masih dapat mempertahankan wilayahnya. Karena setelah itu, kerajaan kemudian diambil alih oleh Dinasti Chola.
Informasi Lengkap Mengenai Para Raja yang Menduduki Tahta Kerajaan Sriwijaya
Itulah tadi penjelasan mengenai silsilah para raja yang pernah menduduki singgasana Kerajaan Sriwijaya. Bagaimana? Semoga saja informasi di atas berguna dan bisa sedikit memuaskan rasa penasaranmu, ya!
Nah, untuk yang masih ingin membaca fakta menarik mengenai kerajaan tersebut, langsung saja cek artikel lainnya, ya! Yuk, baca terus!