
Sedang mencari informasi tentang peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Pajajaran? Kalau iya, pas banget karena kamu bisa menemukannya di sini. Tunggu apalagi, mending cek saja artikelnya di bawah ini, yuk!
Salah satu hal yang menjadi bukti nyata adanya sebuah peradaban kerajaan dapat dilihat dari benda-benda peninggalan. Sama halnya seperti Kerajaan Pajajaran yang dapat diketahui informasinya karena peninggalan-peninggalan sejarahnya sudah ditemukan. Nah, dalam artikel ini secara khusus akan membahas mengenai prasasti, tempat bersejarah, dan beberapa karya sastra yang bersejarah dari kerajaan tersebut.
Sebuah fakta unik yang mungkin perlu kamu tahu, Kerajaan Pajajaran ini berbeda dari kebanyakan kerajaan lainnya karena tidak memiliki candi. Mengapa bisa begitu? Hal tersebut dikarenakan ibu kotanya dulu sering berpindah-pindah.
Lantas, apa saja peninggalan prasasti sejarah dari Kerajaan Pajajaran ini? Kalau penasaran, kamu bisa menyimak ulasan lengkapnya berikut ini.
Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Pajajaran yang Berupa Prasasti
Berikut adalah beberapa prasasti peninggalan dari kerajaan yang memiliki nama lain Sunda Galuh ini:
1. Prasasti Padrao
Sumber: Wikimedia Commons
Peninggalan sejarah yang satu ini juga dikenal sebagai prasasti perjanjian Sunda dan Portugis. Benda yang berwujud tugu tersebut tidak sengaja ditemukan di Batavia saat akan membangun fondasi bangunan pada tahun 1918 lalu.
Prasasti Padrao ini terbuat dari batu andesit dengan tinggi 175 cm, lebar 44 cm, dan tebal 34 cm. Pada bagian atas benda tersebut ada sebuah gambar bola dunia dengan garis khatulistiwa dan lima garis lintang sejajar. Untuk sekarang, prasasti tersebut disimpan dengan baik di Museum Nasional Republik Indonesia.
Adanya prasasti tersebut bermula dari Kesultanan Demak dan Banten yang menguasai pelabuhan perdagangan di pantai Pulau Jawa sebelah utara. Sri Baduga Maharaja kemudian menjadi gusar karena takut Sunda Kelapa jatuh ke tangan mereka.
Sang raja kemudian mencari cara untuk mempertahankan pelabuhan tersebut dan memutuskan menjalin kerjasama dengan Portugis. Ia mengutus putranya, Surawisesa untuk pergi Malaka dan menandatangani perjanjian. Sementara itu, dari pihak Portugis mengirimkan utusannya yang bernama Kapten Enrique Leme.
Isi dari perjanjian yang telah disepakati tersebut adalah Kerajaan Pajajaran memperbolehkan Portugis untuk membangun benteng di Sunda Kelapa. Selain itu, kerajaan tersebut juga akan mendapatkan akses yang mudah untuk mendapatkan lada.
Hal tersebut tentu saja tidak dapat ditolak oleh Portugis. Nah, sebagai gantinya, Portugis nanti harus membantu Kerajaan Pajajaran untuk menghadapi musuh-musuhnya.
Pada tanggal 21 Agustus 1522, perjanjian tersebut resmi ditandatangi dan disaksiksan oleh beberapa saki. Masing-masing pihak juga mendapatkan salinannya. Setelah itu, mereka pergi ke Ci Liwung dan mendirikan sebuah prasasti.
Namun, sepertinya Kerajaan Sunda menaruh harapan terlalu tinggi kepada Portugis. Karena pada akhirnya, sekutunya itu tidak mampu membantu banyak saat Kerajaan Demak menyerang dan merebut Sunda Kelapa. Pada akhirnya, pelabuhan penting tersebut jatuh ke tangan Kerajaan Demak.
Baca juga: Peninggalan Sejarah yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Kediri
2. Prasasti Huludayeuh
Benda peninggalan Kerajaan Pajajaran selanjutnya adalah prasasti Huludayeuh. Sama seperti namanya, prasasti tersebut ditemukan di Dusun Huludayeh, Desa Cikahalang, Kecamatan Dukupuntan, Kabupaten Cirebon.
Sebenarnya, batuan purbakala tersebut sudah ditemukan sejak lama oleh masyarakat setempat dan dianggap keramat. Hanya saja, mereka baru melaporkannya pada bulan September tahun 1991.
Tulisan yang terpahat pada prasasti tersebut berjumlah sebelas baris dengan menggunakan bahasa Sunda Kuno dan aksara Pallawa. Sementara itu, tingginya sekitar 75 cm, lebar 36 cm, dan tebal 20 cm.
Sayangnya, tidak ada yang bisa menanskripkan tulisan tersebut secara lengkap karena ada beberapa bagian yang hilang. Selain itu, beberapa tulisannya juga sudah ada yang aus sehingga sulit dibaca.
Akan tetapi dari beberapa tulisan yang terbaca, didapatkan informasi bahwa prasasti Huludayeuh didirikan oleh Sri Baduga Maharaja. Tujuannya adalah sebagai tanda untuk memperingati proyek-proyek yang telah dilakukan untuk rakyat. Mengenai wujud dari proyek itu sendiri tidak diketahui.
Berbeda dari yang sebelumnya, prasasti ini tidak dibawa ke Museum Nasional. Penduduk setempatlah yang meminta untuk tidak dibawa dan akan menjaga sendiri peninggalan berharga tersebut.
Baca juga: Peninggalan Sejarah yang Menunjukkan Eksistensi Kerajaan Tarumanegara
3. Prasasti Batutulis
Sumber: Wikimedia Commons
Benda purbakala ini dibuat pada pemerintahan Raja Surawisesa pada tahun 1533 Masehi. Tahun tersebut dipilih karena bertepatan dengan peringatan 12 tahun wafatnya sang ayah, Raja Sri Baduga Maharaja atau yang juga dikenal sebagai Prabu Siliwangi.
Peninggalan sejarah Kerajaan Pajajaran ini terbuat dari batu andesit yang berbentuk seperti gunungan. Tulisan yang terpahat pada batuan tersebut menggunakan aksara Jawa Kuno dan bahasa Sunda Kuno.
Prasasti Batutulis dittemukan pertama kali oleh seorang Belanda yang bernama Scipio. Hal tersebut berdasarkan laporan tulisan ekpedisinya yang ditulis pada tanggal 28 Juli 1678.
Beberapa abad berlalu, pada tahun 1981 barulah seorang sejarawan Indonesia, yaitu Saleh Danasasmita, menyusun ulang teks tersebut. Isinya adalah untuk mengingat Sri Baduga Maharaja yang berhasil membawa kerajaan mencapai puncak kejayaan.
Sayangnya di tahun yang sama dengan didirikan monumen tersebut, banyak sekali daerah-daerah yang melepaskan diri. Hal tersebut membuat Raja Surawisesa menjadi sedih dan menyesal karena tidak mampu untuk menjaga peninggalan sang ayah.
Baca juga: Candi-Candi yang Menjadi Bukti Kemegahan Kerajaan Mataram Kuno
4. Prasasti Ulubelu
Sumber: Kebudayaan Kemdikbud
Sesuai dengan namanya, prasasti peninggalan Kerajaan Pajajaran tersebut ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kota Agung, Lampung pada tahun 1936. Kamu mungkin bertanya-tanya bagaimana bisa kerajaan ini memiliki peninggalan di luar Jawa.
Ini sebenarnya bukanlah sebuah hal yang mengherankan karena dulunya Lampung merupakan salah satu daerah kekuasaan Pajajaran. Beberapa sejarawan juga mendukung hal tersebut dan mengatakan kalau tulisan yang terpahat pada prasasti itu menggunakan huruf Sunda Kuno.
Prasasti Ulubelu terbuat dari batu alam yang kecil. Tulisan yang terpahat pada batuan tersebut begitu kecil dan tipis. Karena sudah dimakan usia, kondisi pahatannya pun sudah aus.
Sementara itu, isi dari prasasti tersebut berupa mantra-mantra untuk meminta tolong kepada para dewa. Utamanya adalah dewa Trimurti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Namun, ada pula mantra yang ditujukan untuk dewa yang menguasai tanah, pohon, dan air. Tujuannya adalah supaya manusia mendapatkan keselamatan.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Mengungkap Keberadaan Kerajaan Singasari
5. Prasasti Cikapundung
Sumber: Voa Indonesia
Sekitar bulan Oktober tahun 2010 lalu, ditemukan sebuah benda peninggalan sejarah di tepi Sungai Cikapundung, Bandung. Setelah diteliti, benda yang berupa bongkahan batu besar tersebut merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno yang dibuat sekitar abad ke-14.
Sesuai dengan tempat penemuannya, prasasti tersebut kemudian diberi nama Cikapundung. Lebarnya mencapai 190 cm dan tinggi 55 cm. Pada batu tersebut terdapat cap seperti telapak kaki bayi di sebelah kiri tulisan. Selain itu, terdapat juga ukiran bunga yang menghiasi bagian kanan tulisan.
Tulisan yang terpahat pada Prasasti Cikapundung ini berjumlah dua baris dan ditulis dengan menggunakan huruf Sunda Kuno. Bunyinya adalah “unggal jagat halmah hendap,” yang memiliki arti seluruh manusia yang ada di dunia akan mengalami suatu peristiwa.
Saat pertama kali ditemukan, orang-orang begitu bersemangat untuk melihat peninggalan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, mereka melupakan keberadaannya.
Prasasti Cikapundung ini sampai sekarang masih berada di tempat pertama kali ditemukan. Tidak ada perhatian khusus dari pemerintah atau sekadar pagar untuk melindungi peninggalan leluhur itu. Karena berada di pemukiman padat penduduk, upaya untuk pembebasan lahan memang mengalami kendala akibat kompensasi yang kurang sesuai.
Baca juga: Candi-Candi Peninggalan yang Menjadi Bukti Peradaban Kerajaan Singasari
6. Prasasti Pasir Datar
Selanjutnya, batu purbakala tersebut ditemukan kembali di sebuah perkebunan kopi yang terletak di Desa Cisande, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Kira-kira ditemukan pada tahun 1872 Masehi.
Sayang sekali, tidak banyak informasi yang dapat dikulik dari prasasti peninggalan Kerajaan Pajajaran ini. Pasalnya, belum ada yang bisa menerjemahkannya. Saat ini, benda tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
7. Prasasti Sang Hyang Tapak
Sumber: Wikimedia Commons
Yang terakhir ada Prasasti Sang Hyang Tapak yang dibuat sekitar tahun 1030 Masehi. Lokasi penemuannya berada di sekitar tepi Sungai Cicatih, Sukabumi.
Prasasti yang terbuat dari batu tersebut berjumlah empat buah dan ditemukan di kampung yang berbeda. Satu prasasti ditemukan di Kampung Pancalikan dan tiga lainnya ditemukan di Kampung Bantar Muncang.
Di atas benda-benda itu terpahat sebanyak 40 baris tulisan yang menggunakan huruf Kawi. Konon, tulisan-tulisan itu dulunya memiliki kekuatan supranatural.
Isinya adalah tentang larangan supaya orang-orang tidak menangkap ikan di sungai tersebut sampai dengan wilayah yang ada dua pohon besar. Kalau ada yang melanggar, mereka akan meninggal dengan cara yang mengerikan.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Raden Wijaya, Sang Pendiri Kerajaan Majapahit
Peninggalan-Peninggalan Lain dari Kerajaan Pajajaran
Setelah menyimak prasasti sejarah Kerajaan Pajajaran, berikut ini ada beberapa peninggalan yang berupa situs dan cerita.
1. Situs Karangkamulyan
Sumber: Kebudayaan Kemdikbud
Situs Karangkamulyan merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Pajajaran atau Sunda Galuh yang bukan berupa prasasti. Namanya sendiri diambil dari kata “karang kamulyan” yang artinya adalah tempat yang dimuliakan.
Lokasinya berada di Desa Karangkamulyan, Cijeungjing, Ciamis, Jawa Barat. Tepatnya berada di sebuah hutan lindung yang menghubungkan Ciamis dan Banjar.
Luasnya sendiri kurang lebih 25,5 hektar. Di kalangan masyarakat setempat, tempat ini berkaitan erat dengan legenda Ciung Wanara yang konon merupakan keturunan dari Raja Galuh.
Beberapa objek yang dapat ditemukan di sini adalah:
a. Sanghyang Bedil
Ada sebuah halaman yang diberi nama Sanghyang Bedil. Tempat tersebut dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari batu dengan tinggi sekitar 80 cm. Di tengah-tengah halaman ini terdapat dua buah menhir yang memiliki ukuran berbeda.
Yang pertama berukuran 60×40 cm dan dalam posisi roboh sehingga mirip senapan. Sementara yang satunya berdiri tegak dan memiliki ukuran yang lebih kecil, yaitu 20×80 cm.
Kalau dilihat dari bentuknya, ini bisa jadi tradisi leluhur pada zaman megalitikum yang tetap dipakai. Konon, tempat tersebut dulunya digunakan untuk menyimpan senjata.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
b. Tempat Sabung Ayam dan Lambang Peribadatan
Kemudian, ada sabung ayam yang letaknya berada di sebelah selatan dari Sanghyang Bedil. Menurut kepercayaan setempat, tempat tersebut digunakan untuk sabung ayam oleh Ciung Wanara dan sang raja.
Tak jauh dari sini, juga ada sebuah batu yang sering disebut lambang peribadatan. Letaknya berada di tengah halaman dan berbentuk spersegi empat. Di sekelilingnya terdapat batu-batu bulat.
c. Cikahuripan
Yang dinamakan Cikahurapan adalah sebuah sumur yang letaknya berada di pertemuan antara dua sungai, yaitu Citanduy dan Cimuntur.
Sumur tersebut dinamai demikian karena dianggap berisi air kehidupan. Selain itu, sumur tersebut tidak pernah mengalami kekeringan.
d. Batu Pangcalikan
Sumber: Kebudayaan Kemdikbud
Peninggalan ini juga disebut sebagai Pelinggihan. Bentuknya berupa batu-batu bertingkat berbentuk segi empat dan memiliki warna putih. Konon, batu tersebut digunakan sebagai tempat pemujaan.
e. Makam Adipati Panaekan
Selain itu, di situs Karangkamulyan terdapat sebuah makam yang dipercaya miliki Adipati Panaekan. Lantas, siapakah ia?
Konon, ia merupakan anak dari salah satu raja Galuh yang meninggal karena dibunuh oleh adik iparnya karena sebuah perselisihan. Setelah itu, ia dihanyutkan di Sungai Cimuntur yang kemudian ditemukan dan dimakamkan di Karangkamulyan.
Baca juga: Ulasan Lengkap Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Majapahit
2. Taman Sri Baginda
Sumber: Infociapus
Peninggalan lain dari Kerajaan Pajajaran adalah Taman Sri Baginda yang terletak di Desa Pasireurih, Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat. Pada zaman dahulu, hanya keluarga kerajaan saja yang boleh berada di taman ini.
Di area ini, ada sebuah kolam yang berukuran 45 x 15 meter yang dikelilingi pagar dari batu alami. Pada sisi selatan kolam terdapat dua buah batu besar yang dipercaya dulunya merupakan fondasi sebuah balai.
Menurut kepercayaan setempat, taman ini merupakan hadiah dari Sri Baduga Maharaja untuk istrinya yang bernama Dewi Kentring Manik Mayang Sunda. Sayangnya, di sekitar tempat ini sekarang sudah padat dengan penduduk.
3. Sumur Jalatunda
Selanjutnya, ada juga sebuah sumur yang diberi nama Jalatunda. Letaknya tidak jauh dari Taman Sri Baginda. Sumur inilah yang menjadi sumber mata air untuk kolam yang berada di taman Sri Baginda.
Sumur Jalatunda memiliki ukuran 2 x 1 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Keberadaannya diperkirakan sudah ada sejak abad ke-13.
Dulunya, sumur ini digunakan sebagai tempat untuk mandi bagi calon raja dan hanya boleh dikunjungi oleh keluarga kerajaan. Namun untuk sekarang, siapa saja boleh datang berkunjung.
Selain yang berlokasi di Pasireurih tersebut, ada tiga lagi Sumur Jalatunda yang terletak di daerah lain. Ketiga sumur itu masing-masing berada di Cirebon, Dieng, dan Madiun. Tapi memang, yang diperkirakan berumur paling tua adalah yang terletak di Bogor ini.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
4. Carita Waruga Guru
Sumber: Wikimedia Commons
Salah satu kitab kuno yang dibuat sekitar abad ke-16 ini merupakan peninggalan bersejarah dari Kerajaan Pajajaran. Benda tersebut diperkirakan sudah ada pada akhir abad ke-17. Menurut sebuah catatan sejarah, naskah ini ditemukan di daerah Kawali, Ciamis.
Carita Waruga guru ditulis pada lembaran kertas daluang. Ukurannya sekitar 20 x 15 cm. Tebal halamannya sendiri berjumlah 24 lembar. Sementara itu, tulisannya menggunakan huruf dan bahasa Sunda Kuno.
Orang pertama yang meneliti naskah ini adalah seorang belanda bernama C.P. Pleyte. Hasilnya kemudian diterbitkan dalam sebuah artikel yang berjudul “De Patapaan Adja Soeka Resi: ander gezegd de khuizenarij op den Goenoeng Padang: Tweede bijrage tot de kennis van het oude Soenda” pada tahun 1913.
Sayang sekali, keberadaan dari naskah tersebut kini sudah tidak diketahui lagi. Hanya saja, ada versi fasimilnya yang dikirimkan oleh Pleyte. Sementara itu, isi dari Carita Guru adalah tentang silsilah pemimpin Kerajaan Pajajaran jika dirunut dari Nabi Adam. Ya, cukup panjang memang.
Termasuk juga, di dalamnya menceritakan kisah dari Ciung Wanara dan Hariang Banga yang merupakan keturunan dari kerajaan tersebut. Keduanya saling berperang untuk memperebutkan kekuasaan.
Pada akhirnya, kerajaan dibagi menjadi dua. Di bagian barat dipimpin oleh Ciung Wanara, sementara bagian timur dipimpin oleh Hariang Banga. Setelah itu, masih dituliskan pula mengenai penerus-penerus selanjutnya.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
5. Carita Parahyangan
Naskah lainnya yang merupakan peninggalan kerajaan yang pernah dipimpin oleh Prabu Siliwangi ini adalah Carita Parahyangan. Naskah tersebut pertama kali diteliti oleh K.F Holle pada tahun 1881 yang kemudian dilanjutkan oleh C.M. Pleyte.
Untuk penerjemahannya sendiri dilakukan oleh Poerbatjaraka. Awalnya dialibahasakan ke bahasa Sunda terlebih dahulu, kemudian baru diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Menurut Pleyte, Tjarita Parahyangan ini dibuat pada sekitar tahun 1579 sebelum Kerajaan Pajajaran mengalami keruntuhan. Isinya adalah tentang perkembangan Kerajaan Sunda dan Galuh secara kronologis.
Tak hanya rajanya saja, di situ juga diceritakan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Termasuk juga di dalamnya ada Perang Bubat yang terjadi antara Kerajaan Sunda dan Majapahit.
Carita Prahyangan ditulis pada lembaran daun lontar dengan menggunakan bahasa dan huruf Sunda Kuno. Ukuran dari naskah tersebut yaitu sekitar 21 x 3 cm.
Naskah tersebut terdiri dari 47 lembar dengan masing-masing berisi empat baris tulisan. Untuk sekarang, buku peninggalan tersebut disimpan dengan baik di Museum Nasional Indonesia.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
Informasi tentang Peninggalan Sejarah Kerajaan Pajajaran
Itulah tadi informasi lengkap tentang peninggalah sejarah dari Kerajaan Pajajaran, baik yang berupa prasasti, tempat legenda, maupun kitab kuno. Semoga saja, kamu mendapatkan pengetahuan baru setelah membacanya, ya!
Nah, apakah kamu masih ingin membaca lebih banyak lagi informasi tentang kerajaan tersebut? Kalau iya, nggak perlu bingung mencarinya kemana-mana karena kamu bisa menemukannya di sini.
Selain itu, untuk yang mencari informasi serupa tentang kerajaan lain di Indonesia, kamu dapat membaca artikel-artikel menarik lainnya di PosKata, lho. Beberapa di antaranya adalah Kerajaan Samudra Pasai, Demak, Tarumanegara, dan Kediri.