
Kamu mungkin sudah mengetahui fakta tentang negara kita yang dijajah oleh Belanda selama ratusan tahun. Nah, kalau ingin mengetahui sejarah lengkap pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, kamu bisa menyimaknya lewat artikel ini.
Menurut catatan sejarah, masa penjajahan Belanda dimulai ketika mereka pertama kali menginjakkan kaki di Indonesia pada tahun 1596. Dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman, pasukan Belanda menepi di wilayah Pelabuhan Banten.
Sayangnya, kedatangan bangsa asing tersebut tidak diterima dengan baik dan malah terlibat peperangan dengan rakyat. Meski pada akhirnya kembali ke tempat asal, mereka berhasil membawa pulang rempah-rempah dengan kualitas terbaik.
Nah, peristiwa inilah yang kemudian yang membuka jalan bagi orang Belanda lain untuk datang ke nusantara dan akhirnya mulailah masa penjajahan Belanda di Indonesia. Penasaran ingin membaca kisah selengkapnya? Daripada kebanyakan basa-basi, mending langsung cek saja di bawah ini!
Ulasan Sejarah tentang Jong Celebes: Perhimpunan Pemuda Sulawesi
Apakah sedang mencari ulasan mengenai sejarah Jong Celebes? Kalau iya, pas banget, nih. Kamu bisa mendapatkan ulasannya berikut ini.
Sejarah Kelahiran Jong Java: Organisasi yang Merangkul Semua Kalangan Pelajar
Apakah kamu sedang mencari ulasan mengenai sejarah kelahiran beserta tujuan pembetukan Jong Java? Kalau iya, pas banget, nih. Kamu bisa langsung menyimak ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!
Peristiwa Kongres Pemuda 2: Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda 2 yang terselenggara pada tanggal 27–28 Oktober 1928 menghasilkan sebuah keputusan penting, yakni Sumpah Pemuda. Kalau ingin mengetahui kronologi lengkapnya, bisa langsung ...
Sejarah Kongres Pemuda I: Pertemuan Kepemudaan Skala Nasional Pertama di Hindia Belanda
Kongres Pemuda 1 ini merupakan sebuah kegiatan untuk mempertemukan organisasi-organisasi pemuda yang masih bersifat kedaerahaan. Tujuannya adalah untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan ...
Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Media cetak memiliki peranan yang penting pada saat zaman pergerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya yang akan dibahas lewat artikel ini adalah surat kabar Sin Po. Penasaran ingin ...
Budi Utomo: Organisasi Pergerakan Nasional Pertama di Indonesia
Budi Utomo merupakan sebuah organisasi yang digagas oleh golongan terpelajar Hindia Belanda, khususnya mahasiswa STOVIA. Badan perkumpulan yang bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan ...
Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda
Apakah kamu sedang mencari ulasan tentang sejarah dan latar belakang Perang Tondano yang pernah terjadi di Sulawesi Utara? Kalau iya, pas banget, nih. Daripada semakin penasaran, mending ...
Sejarah Kronologi Perang & Perlawanan Rakyat Batak Melawan Belanda
Perlawanan terhadap Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah di bagian utara Pulau Sumatra, terutama dengan suku Batak. Nah, kalau ingin menyimak ulasan lengkap ...
Kronologi dan Latar Belakang Perang Rakyat Bali Melawan Belanda
Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, pada masa pendudukan Belanda banyak sekali terjadi perlawanan rakyat di daerah-daerah. Salah satunya juga terjadi di Bali. Kalau kamu ingin mengetahui ...
Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Perlawanan Rakyat terhadap Belanda Terbesar di Pulau Jawa
Salah satu perlawanan rakyat terbesar di Pulau Jawa pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah Perang Diponegoro. Kalau penasaran bagaimana sejarah kronologi Perang Diponegoro, ...
Kronologi Sejarah Perang Padri: Perang Saudara yang Berubah Menjadi Peperangan Melawan Penjajahan Belanda
Perang Padri merupakan salah satu bentuk perlawanan rakyat pada masa pendudukan Belanda. Namun, tahukah kamu kalau awal mula permasalahannya berasal dari peperangan antar saudara? Kalau ...
Sistem Kerja Rodi yang Diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial di Indonesia
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia diberlakukan kebijakan kerja rodi. Lantas, apa itu kerja rodi dan bagiamana sistem pelaksanaannya? Ulasan selengkapnya dapat kamu simak berikut.
Penerapan Kebijakan Politik Etis oleh Pemerintah Kolonial Belanda
Politik Etis merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan pada masa kependudukan Belanda. Kalau kamu ingin mengetahui informasi lengkap seputar kebijakan tersebut, bisa langsung cek ...
Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 2: Pengingkaran Perjanjian Renville
Agresi Militer Belanda 2 terjadi tak lama setelah diadakannya Perjanjian Renville yang resmi ditandatangani pada tahun 1748. Lantas, bagaimana kronologi selengkapnya? Cek artikel berikut ...
Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 1: Usaha untuk Kembali Menguasai Indonesia
Setelah menyatakan kemerdekaan, Belanda datang kembali ke Indonesia pada tahun 1945 dengan membonceng Sekutu. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I. Lantas mengapa ...
Sistem Tanam Paksa yang Diberlakukan pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
Kamu tentunya sudah tidak asing lagi saat mendengar sistem tanam paksa. Peristiwa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda ini memang tidak bisa dihapuskan dari sejarah kelam bangsa ...
Ulasan tentang Tujuan Dibentuknya VOC Beserta Penjelasannya
Apakah tujuan sebenarnya dibentuknya VOC? Apakah benar semata-mata untuk berdagang atau ada motif lain yang tersembunyi? Kalau penasaran, temukan langsung jawabannya lewat artikel berikut!
Sejarah Singkat tentang Terbentuknya VOC, Persekutuan Dagang Milik Belanda
Kalau mendengar kata VOC, mungkin yang ada dipikiranmu adalah orang-orang Belanda yang menjajah Indonesia. Namun, apakah benar seperti itu atau adakah hal lain yang perlu kamu ketahui? ...
Latar Belakang Kedatangan Belanda ke Indonesia
Sumber: Wikimedia Commons
Belanda bukanlah bangsa asing pertama yang melakukan penjajahan di Indonesia. Sebelumnya, sudah ada Portugis dan Spanyol yang datang untuk memonopoli perdagangan dan menjadikan wilayah nusantara sebagai koloni.
Menurut MC Ricklefs, Belanda dulunya merupakan bagian dari Kerajaan Spanyol. Kemudian pada tahun 1560-an, terjadilah perang revolusi kemerdekaan Belanda. Setelah dapat lepas dari Spanyol, orang-orang Belanda kemudian mencoba memenuhi kebutuhan dengan membuka jalur perdagangan sendiri.
Sebelum akhirnya dapat menemukan nusantara, Belanda membeli rempah-rempah dari Portugis untuk dijual kembali. Namun karena harganya semakin mahal dan keuntungan yang didapat tidak terlalu banyak, Belanda melakukan ekspedisi sendiri untuk mencari tempat sumber penghasil rempah-rempah.
Sekitar tahun 1592, perkumpulan pedagang Belanda mengutus Cornelis de Houtman pergi ke “Kepulauan Rempah-Rempah”. Selama bertahun-tahun, mereka hidup di atas laut untuk mencari jalur pelayaran menuju nusantara.
Hingga akhirnya, pasukan Cornelis de Houtman tiba di Banten pada tahun 1596. Kedatangan mereka pada awalnya diterima dengan baik oleh rakyat. Namun karena memiliki tabiat yang kasar, mereka akhirnya diusir dari sana.
Setelah itu, pasukan Belanda melanjutkan perjalanan ke Madura. Di sana, mereka juga membuat keributan hinga mengakibatkan pangeran Madura tewas terbunuh.
Selanjutnya, mereka pergi dari sana dan menepi di Pulau Bali. Di tempat inilah, pasukan Belanda mendapatkan merica lalu membawanya pulang ke tempat asalnya.
Ekspedisi pertama tersebut sebenarnya bisa dibilang kurang berhasil. Namun, inilah yang kemudian membuka jalan bagi pedagang Belanda lain untuk datang ke nusantara. Dan tentu saja, hal inilah yang menjadi cikal bakal penjajahan Bangsa Belanda di Indonesia.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Sejarah Era Kerajaan Ternate yang Masih Ada Hingga Sekarang
Mendirikan VOC
Seperti yang telah kamu baca di atas, kepulangan Cornelis de Houtman membawa rempah-rempah berkualitas baik dengan harga murah mendorong pedagang-pedagang untuk pergi ke nusantara. Pada tahun 1598, lima perusahaan asal Belanda mengirim sekitar 22 kapal untuk mengeruk rempah-rempah di sini.
Salah satu armada, yaitu yang dipimpin Jacob Van Neck, berhasil menepi di Kepulauan Maluku pada tahun 1599. Mereka membeli banyak sekali rempah-rempah hingga memenuhi kapal. Setelah itu, mereka kembali ke Belanda dan menjualnya. Tak main-main, keuntungan yang didapatkan sangatlah fantastis, yaitu mencapai 400%.
Para pedagang yang lain pun semakin berlomba-lomba untuk mengangkut rempah-rempah dari nusantara. Nah, hal inilah yang kemudian membuat pasokan menjadi berlebihan. Harga di pasaran kacau sehingga keuntungan yang didapatkan menjadi sedikit.
Dari kejadian tersebut, anggota parlemen Belanda menyarankan para pedagang untuk bergabung dalam sebuah kongsi dagang. Gagasan itu disetujui dan kemudian Vereenigde oost-Indische Compagnie atau VOC resmi terbentuk pada bulan Maret 1602.
Hal yang paling mendasari didirikannya VOC adalah untuk meminimalisir persaingan antar pedagang Belanda. Alasan lainnya adalah untuk menghimpun kekuatan untuk menyaingi kongsi dagang dari bangsa lain.
Awal Kedatangan VOC ke Indonesia
Sumber: Wikimedia Commons
Menurut catatan dari beberapa sumber sejarah, tujuan kedatangan Belanda atau VOC di Indonesia ini bukanlah untuk melakukan penjajahan. Pada awalnya, mereka memang fokus untuk berdagang dan mendapatkan rempah-rempah berkualitas dengan harga yang murah.
VOC mendirikan sebuah pangkalan di Batavia sebagai markas utama. Karena semakin lama menjadi lebih besar, mereka kemudian mendirikan pangkalan lain di Ambon dan Banda. Ketika perdagangan di pesisir Jawa mengalami kemorosotan, VOC dapat mempertahankan Batavia dengan baik dan menjadi salah satu pelabuhan penting di Jawa.
Kedudukan VOC menjadi semakin kuat setelah berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1641. Mereka yang semula juga berdagang ke beberapa daerah Asia lain seperti Tiongkok, Burma, dan Siam, kemudian memusatkan perhatiannya di Jawa.
Dari sini, kongsi dagang Belanda tersebut semakin berkuasa dan semena-mena terhadap rakyat. Inilah yang menjadi peristiwa awal penjajahan Belanda di Indonesia.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Kebijakan-Kebijakan yang Diberlakukan Pada Masa Kolonialisme Belanda di Indonesia
Selama berkuasa, VOC menunjuk Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal. Ia menerapkan kebijakan-kebijakan untuk mencapai tujuan kongsi dagang mereka. Adapun kebijakannya adalah sebagai berikut:
1. Monopoli Perdagangan
Kamu tentu sudah membaca kalau tujuan kedatangan VOC ke nusantara adalah untuk mendapatkan rempah-rempah berkualitas dengan harga murah. Karenanya cemi mencapai tujuan tersebut, mereka hanya memperbolehkan para petani menjual rempah-rempah kepada mereka.
Tak hanya memonopoli perdagangan, VOC juga menentukan lokasi jumlah tanaman yang boleh ditanam. Mereka juga memiliki hak untuk memusnahkan kelebihan panen. Hal tersebut dilakukan supaya harga tetap stabil.
2. Memberlakukan Penarikan Pajak dari Rakyat
Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah VOC dengan tujuan untuk menambah kas mereka. Pajak yang dipungut dari rakyat tersebut bukan dalam bentuk uang, melainkan hasil bumi.
Pajak yang ditarik itu adalah untuk sewa tanah. Jadi, bukan hanya hasil buminya saja yang dikuasai, tetapi para petani juga harus membayar sewa tanah mereka sendiri.
Selanjutnya, kejayaan kongsi dagang Belanda dalam melakukan penjajahan di Indonesia itu mulai meredup pada tahun 1749. Alasan utasmanya adalah karena terjadi korupsi besar-besaran yang dilakukan para pengurusnya untuk kepentingan pribadi. VOC kemudian resmi dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan meninggalkan utang yang sangat banyak.
Pendudukan Belanda di Bawah Kendali Prancis
Sumber: Wikimedia Commons
Sekitar akhir abad ke-18, terjadi peperangan antar bangsa di Eropa yang dipicu karena revolusi Prancis. Raja Prancis yang bernama Napoleon Bonaparte banyak melakukan penaklukkan wilayah, termasuk Belanda.
Pada tahun 1795, Belanda resmi menjadi daerah bawahan Kerajaan Prancis. Hal tersebut bisa diartikan bahwa wilayah jajahan Belanda juga menjadi jajahan Prancis.
Setelah menunjuk Louis Napoleon menjadi pemimpin di wilayah tersebut pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte kemudian mengangkat Herman Willem Dandels sebagai Gubernur Hindia Belanda yang baru.
Daendels memang seorang prajurit Belanda, tetapi setia pada Prancis. Selain itu, ia juga cakap dalam kepemimpinan, maka dari itu diangkat menjadi Gubernur Jenderal. Dengan pengangkatannya ini, resmilah era penjajahan Prancis di Indonesia dengan orang Belanda sebagai pelaksananya.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Mataram Islam
Kebijakan Daendels, Gubernur Jendral Hindia Belanda, pada Masa Penjajahan di Indonesia
Pada masa kepemimpinan Daendels, keadaan rakyat Indonesia tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Pasalnya, ia juga menerapkan kebijakan-kebijakan yang sangat memberatkan.
Contohnya adalah rakyat diwajibkan untuk menanam tanaman yang laku di pasaran dunia. Hasilnya nanti tentu saja diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Selanjutnya, rakyat juga diharuskan untuk membayar pajak.
Kebijakan lain pada masa penjajahan Belanda yang berada di bawah cengkraman Prancis ini adalah kerja rodi untuk membangun infrastruktur. Salah satunya adalah pembangunan jalan raya dari Anyer sampai Panaarukan.
Jalan yang melintas sepanjang Anyer-Panarukan tersebut memiliki jarak sekitar 1.100 km. Pada saat pelaksaan, banyak rakyat yang meninggal karena kelelahan bekerja maupun terkena penyakit.
Mengenai kerja rodi ini terdapat dua versi cerita. Versi yang pertama adalah rakyat benar-benar hanya disuruh untuk bekerja tanpa mendapatkan upah sepeser pun.
Sementara itu, versi lainnya adalah sebenarnya pemerintah Prancis sudah menganggarkan dana untuk menggaji orang-orang. Namun, uang tersebut dikorupsi oleh para bupati.
Era penjajahan ini mengalami kemunduran setelah pasukan Inggris menyerang pangkalan utama Prancis pada tahun 1810. Selanjutnya, bangsa asing itu tiba di Hinda Belanda dan merebut Batavia. Belanda secara resmi mengakui kekalahan dan menyerahkan kekuasaan kepada Inggris pada tanggal 18 September 1811 melalui Perjanjian Tuntang.
Belanda Berkuasa untuk Kedua Kalinya
Sumber: Wikimedia Commons
Seperti yang sudah kamu baca di atas, Inggris pernah melakukan penjajahan di Indonesia pada tahun 1811. Namun, kekuasaan mereka hanya bertahan sampai tahun 1816 saja.
Setelah itu, Belanda berhasil merebut daerah jajahannya kembali. Hal tersebut dikarenakan dalam Kongres Wina yang diselenggarakan pada tahun 1815 memutuskan bahwa Inggris harus mengambalikan Hinda Belanda. Nah, masa penjajahan Belanda di Indonesia untuk kedua kalinya dimulai dari sini.
Belanda menunjuk Van der Capellen sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru. Lalu pada tahun 1830, ia digantikan oleh Graaf Van den Bosch yang memusatkan pengawasan di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bangka.
Sebelumnya di tahun 1825, pihak Inggris dan Belanda kembali menandatangani kesepakatan, yaitu Treaty of London. Isinya adalah wilayah Bengkulu yang diduduki Inggris harus dikembalikan ke Belanda. Sebagai gantinya, Belanda menyerahkan Malaka.
Mulai tahun 1840, Belanda begitu bersemangat untuk mengobarkan perang demi kembali memperluas wilayah jajahan. Terutamanya di wilayah luar Pulau Jawa. Maka dari itu, timbullah perlawanan rakyat di berbagai daerah.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Perlawanan Rakyat pada Masa Penjajahan Belanda
Seperti yang telah kamu ketahui, kehidupan rakyat begitu menderita semasa penjajahan Belanda di Indonesia. Maka dari itu, timbullah perlawanan di berbagai daerah untuk mengusir bangsa asing tersebut. Beberapa ulasannya dapat kamu simak di bawah ini:
1. Perang Diponegoro
Salah satu perlawanan rakyat yang terjadi pada masa penjajahan Belanda di Indonesia adalah peperangan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pertempuran yang terjadi pada tahun 1825 hingga 1830 tersebut merupakan perlawanan paling besar yang dihadapi oleh Belanda.
Sebenarnya, perseteruan antara pihak Keraton Yogyakarta dengan Belanda sudah terjadi sangat lama. Semakin hari, permasalahan tersebut semakin menggunung dan siap meledak kapan saja. Puncaknya adalah ketika Belanda memindahkan patok-patok milik leluhur Pangeran Diponegoro untuk melebarkan jalan.
Perbuatan lancang tersebut tentu saja memancing kemarahan sang pangeran. Peperangan pun tidak dapat dihindarkan. Selama periode perang tersebut banyak sekali menelan korban jiwa. Menurut catatan ada lebih dari 200.000 penduduk meninggal dunia, sementara tentara Belanda yang tewas mencapai 8.000 orang.
2. Perang Padri
Perlawanan rakyat pada masa penjajahan Belanda selanjutnya terjadi di Sumatra Barat. Sebenarnya, awal mula konflik yang terjadi di daerah tersebut terjadi antara kelompok ulama (Padri) dan bangsawan (Adat).
Permasalahannya adalah karena kaum Adat yang sudah memeluk Islam banyak melanggar aturan-aturan agama. Contohnya seperti melakukan judi, minum minuman keras, atau bermain wanita.
Hal itu tentu saja tidak sejalan dengan Kaum Padri yang begitu memegang teguh ajaran agama. Maka dari itu, meletuslah perang antara kedua kubu pada tahun 1803.
Lalu pada tahun 1838, kaum Adat yang terdesak meminta bantuan kepada Belanda untuk menghadapi kaum Padri. Dari sinilah, keadaan menjadi semakin pelik dan kacau. Serangan demi serangan dilancarkan oleh Belanda untuk membasmi kaum Padri. Akan tetapi, usaha tersebut mengalami kegagalan karena lawannya memang cukup tangguh.
Hingga akhirnya, Belanda mengajukan “perjanjian damai” karena sudah tidak sanggup lagi. Pasalnya, bangsa asing itu juga banyak menghabiskan dana untuk menghadapi perlawanan-perlawanan yang juga terjadi di daerah lain.
Dalam masa damai tersebut, kaum Padri yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol mencoba memperbaiki hubungan dengan kaum Adat. Kesepakatan pun akhirnya tercapai setelah kaum Adat mau bekerja sama untuk mengusir Belanda dari tanah mereka.
Pada tahun 1833, mereka kemudian menyerang benteng Belanda. Serangan yang tiba-tiba itu sempat membuat kubu penjajah terdesak. Namun pada akhirnya, mereka menggunakan siasat licik dan dapat menangkap Tuanku Imam Bonjol pada tahun 1837.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
3. Perang Aceh
Perlawanan rakyat pada masa Belanda menjajah Indonesia juga terjadi di Aceh. Perang tersebut terjadi pada tahun 1873 hingga 1910. Penyebab utama meletusnya perang ini adalah karena Belanda ingin menguasai wilayah tersebut.
Perang tersebut terbagi ke dalam beberapa fase. Fase yang pertama terjadi pada tahun 1873 hingga 1874. Pasukan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah dan Panglima Polim dapat dengan mengatasi serangan Belanda.
Fase yang kedua terjadi mulai tahun 1874–1880 ketika Belanda berhasil merebut istana Kesultanan Aceh. Mau tak mau, pasukan Aceh yang dipimpin oleh tuanku Muhammad Dawood menggunakan strategi gerilya untuk melawan bangsa asing itu.
Selanjutnya, fase ketiga dimulai pada tahun 1881 sampai 1896. Perlawanan rakyat Aceh dipimpin oleh Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Cik Ditiro. Pada masa ini, Belanda berhasil memecah pertahanan mereka dari dalam karena kedatangan Snouck Hurgronje yang menyamar sebagai ulama.
Di tahun 1896 hingga 1910, ada beberapa pemimpin perlawanan yang ditangkap. Namun, itu tidak menyurukan semangat juang rakyat Aceh. Sayang sekali, perjuangan itu harus berakhir ketika Teuku Umar gugur pada tahun 1899. Setelah itu pada tahun 1905, Cut Nyak Dien juga ikut ditangkap oleh Belanda.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
4. Perang Batak
Perlawanan rakyat di Indonesia pada masa penjajahan Belanda juga terjadi di Tapanuli Utara. Perang ini terjadi dalam waktu yang cukup lama, yaitu mulai dari tahun 1878 hingga 1907. Perlawanan tersebut dipimpin oleh Raja Negeri Toba, yaitu Sisingamangaraja XII.
Konflik di wilayah tersebut dipicu oleh perkembangan agama Kristen yang dibawa oleh para misionaris Belanda. Sebenarnya, Sisingamangaraja tidak merasa keberatan dengan kehadiran agama tersebut.
Namun kemudian, misi penyebaran agama tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk memonopoli daerah Tapanuli. Hal itu tentu saja membuatnya geram. Terlebih lagi, sang raja masih ingin mempertahankan agama asli Batak, yaitu Parmalim.
Pada tahun 1877, Sisingamangaraja XII mengusir para misionaris untuk keluar dari wilayahnya. Setelah diusir, rupanya mereka minta perlindungan kepada pasukan Belanda. Dua tahun kemudian, para misionaris dan pasukan Belanda tiba di Pearaja. Kedatangan mereka menyulut kemarahan Sisingamangaraja yang kemudian menyatakan untuk perang.
Pada awalnya, peperangan antar dua kubu tersebut berlangsung dengan seimbang. Akan tetapi, pasukan Batak mulai mengalami kemunduran setelah wilayah Huta Paong dapat diduduki. Sementara itu, Sisingamangaraja dengan pasukannya yang tersisa melarikan diri dan melakukan gerilya.
Sayangnya di tahun 1907, Belanda dapat mengepung pasukan Batak. Sisingamangaraja menolak untuk menyerahkan diri sehingga bertarung hingga titik darah penghabisan.
5. Perang Bali
Peristiwa yang juga dikenal sebagai Perang Jagaraga ini terjadi pada tahun 1848. Hal yang menjadi pemicu meletusnya peperangan tersebut adalah karena Belanda menginginkan penghapusan Hak Tawan Karang yang berlaku di kerajaan-kerajaan Bali.
Untuk yang belum tahu, Hak Tawan Karang adalah sebuah tradisi di mana jika ada kapal yang terdampar atau karam di pesisir pantai Bali, maka barang-barangnya akan menjadi miliki raja setempat. Tradisi itu sudah berlaku secara turun temurun sehingga tidak mudah dihapuskan begitu saja.
Nah, Belanda ingin hukum tersebut dihapuskan supaya tidak membahayakan harta benda mereka yang diangkut menggunakan kapal. Raja-raja di wilayah lain menyetujuinya, namun tidak dengan raja wilayah Buleleng, Klungkung, dan Karangasem.
Pada tahun 1846, Belanda menyerang Bali setelah Kerajaan Buleleng menerapkan Tawan Karang pada dua kapal mereka yang karam. Dengan dipimpin oleh Van Den Bosch, pasukan Belanda menggempur wilayah Bali.
Kemudian di tanggal 6 Juli 1846, kedua belah pihak pernah menandatangani perjanjian damai. Setahun kemudian, Belanda menuduh Bali telah melanggar perjanjian dan kemudian mengerahkan pasukan untuk kembali menyerang. Dalam peperangan yang terjadi selama dua hari itu menewaskan I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
Kemunduran Masa Kolonialisme Belanda di Indonesia
Sebelum mengalami kemunduran, pada era penjajahan di Indonesia yang kedua kali ini, Pemerintah Belanda menerapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel. Tujuannya adalah untuk mengembalikan keuangan Belanda yang menipis akibat biaya perang.
Setiap warga pribumi haris menyediakan 20% tanahnya untuk ditanami komoditas seperti kopi, teh, tebu atau nila yang dapat diekspor ke luar negeri. Bagi yang tidak punya lahan, mereka harus bekerja di perkebunan milik Belanda. Celakanya, banyak orang-orang meninggal dunia akibat kelelahan kerja.
Kejadian tersebut mendapatkan kritikan dari kaum Liberal Belanda. Dari situ, tercetuslah Politik Etis atau Balas Budi. Isinya adalah membangun pengairan lahan pertanian (irigasi), transmigrasi ke daerah lain (imigrasi), dan memberikan pengajaran dan pendidikan (edukasi). Namun pada praktiknya, poin-poin tersebut tidak dijalankan dengan benar, jadi rakyat tetap saja menderita.
Menurut catatan sejarah, masa penjajahan Belanda di Indonesia mulai menemui titik akhirnya ketika terjadi Perang Dunia II pada tahun 1939. Pada waktu itu, Belanda bergabung di Blok Sekutu bersama Uni Soviet, Britania Raya, Tiongkok, dan Amerika Serikat. Sementara itu pihak lawan adalah Jerman, Italia, dan Jepang yang kemudian disebut Blok Poros.
Pada tahun 1941, Jepang menyerang Pearl Harbor, pangkalan milik Amerika Serikat. Sementara itu, wilayah Belanda juga hancur karena diserang Jerman. Hal ini membuat kedudukan Sekutu melemah.
Selanjutnya pada tahun 1942, Jepang tiba di Pulau Jawa dan berhasil menaklukkan benteng-benteng pertahanan milik Belanda. Pada saat itu, keadaan Belanda benar-benar terjepit sehingga tidak memiliki cara lain selain menyerah. Secara resmi, mereka menyerahkan kekuasaan atas Hindia belanda pada Jepang lewat Perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Bangunan Peninggalan Belanda di Indonesia pada Masa Penjajahan
Masa penjajahan Belanda yang sangat lama tentu saja meninggalkan bangunan-bangunan sejarah yang menjadi saksi bisu atas banyak peristiwa yang telah terjadi. Adapun bangunan-banguan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Museum Fatahillah
Bangunan sejarah peninggalan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia tersebut terletak di Jakarta Barat. Dulunya, tempat ini digunakan sebagai kota Batavia yang merupakan pusat pemerintahan Belanda.
Bangsa penjajah itu sebenarnya sudah membangun balai kota pertama mereka pada tahun 1620. Namun karena serangan Sultan Agung dan keadaan tanahnya yang buruk, kemudian bangunan itu diratakan.
Di tahun 1707, Gubernur Hindia Belanda pada saat itu, yaitu Joan Van Hoorn memerintahkan untuk membangun ulang dengan mengunakan fondasi yang kokoh. Gedung yang bergaya neoklasik inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Museum Fatahillah.
Gedung bersejarah tersebut sempat berpindah kepemilikan dan berganti-ganti nama. Namun kemudian pada tahun 1974, bangunan ini diresmikan menjadi Museum Fatahillah.
2. Lawang Sewu
Kamu mungkin sudah tidak asing lagi dengan salah satu peninggalan sejarah pada masa penjajahan Belanda di Indonesia yang menjadi ikon Kota Semarang ini. Bangunan yang memiliki luas sekitar 18,232 m² tersebut merupakan salah satu tempat wisata sejarah yang banyak dikunjungi.
Dulunya, tempat itu merupakan kantor perusahaan kereta api swasta milik Belanda, yaitu Het Hoofdkantoor van de Netherlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS). Perusahaan yang membangun jalur kereta api di Indonesia.
Nah, mungkin kamu bertanya-tanya mengapa tempat tersebut dinamakan Lawang Sewu. Alasannya adalah karena desainnya yang memiliki banyak pintu dan jendela. Pembangunannya dulu dimulai pada tahun 1904 dan baru selesai pada 1907.
Pada tahun 1942, Lawang Sewu pernah diduduki oleh Jepang dan dijadikan markas pasukannya. Setelah Indonesia merdeka, gedung ini pernah diambil alih oleh tentara Indonesia. Namun kemudian dikemablikan kepada PT KAI untuk dikelola.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
3. Gedung Sate
Selanjutnya, ada Gedung Sate menjadi salah satu ikon sejarah Kota Bandung. Bangunan yang didirikan oleh Belanda itu digunakan sebagai pusat administrasi ketika mereka ingin memindahkan pemerintahan dari Batavia.
Sebenarnya, di kompleks tersebut akan dibangun 17 gedung. Namun, yang selesai hanya tiga saja dikarenakan krisis ekonomi akibat Perang Dunia I. Proyek pembangunannya pun berhenti sampai di situ.
Gedung yang memiliki ciri khas terdapat tusukan sate di puncaknya tersebut digunakan untuk Kantor Gubernur Jawa Barat mulai tahun 1980. Kini, masyarakat lebih sering menyebutnya sebagai Gedung Putih Bandung.
4. Gedung Negara Grahadi
Kalau bangunan sejarah peninggalan masa penjajahan Belanda di Indonesia ini dibangun sekitar tahun 1795. Letaknya berada di tengah kota Surabaya, Jawa Timur.
Dulunya, gedung tersebut digunakan sebagai tempat peristirahatan para pejabat Belanda. Namun, terkadang juga digunakan sebagai tempat pertemuan atau pesta. Ketika masa penjajahan Jepang, tempat itu beralih fungsi menjadi rumah Gubernur Jepang.
Mulai tahun 1991, Gedung Negara Grahadi dibuka untuk tempat wisata sejarah. Untuk saat ini, bangunan tersebut juga dijadikan sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur. Selain itu, juga sering digunakan sebagai tempat untuk mengadakan acara peringatan hari nasional.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
5. Benteng Pendem
Bangunan bersejarah peninggalan kolonialisme Belanda di Indonesia yang terakhir ini dapat ditemukan di Jawa Tengah. Tepatnya berada di Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Nama aslinya adalah Fort Willem I yang dibangun pada tahun 1834 hingga 1845. Bangunan tersebut lebih dikenal sebagai benteng pendem karena dulu letaknya di bawah tanah karena dirancang untuk persembunyian saat perang.
Gedung yang sudah berusia lebih dari satu abad tersebut belum pernah mengalami pemugaran sehingga arsitekturnya masih asli. Sayangnya, karena sudah termakan usia, banyak bagian-bagiannya yang mulai rapuh.
Meskipun dikenal dengan suasana mistisnya, tempat ini rupanya tetap menarik minat wisatawan. Bahkan, terkadang juga digunakan sebagai lokasi untuk prewedding.
Selain sebagai wisata, sebagian gedungnya juga dijadikan sebagai lembaga pemasyarakatan. Lalu sebagian lagi yang masih layak, ada yang menggunakannya sebagai tempat tinggal.
Baca juga: Ulasan Lengkap Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Majapahit
Sudah Puas Menyimak Sejarah Masa Penjajahan Belanda di Indonesia Ini?
Itulah tadi informasi lengakap tentang sejarah masa penjajahan Belanda di Indonesia selama kurang lebih 350 tahun. Semoga saja setelah membacanya, wawasanmu menjadi lebih terbuka dan dapat menjawabdapat lebih membuka wawasanmu tentang sejarah masa lampau.
Lagi pula, ingatlah selalu pepatah yang dikatakan oleh Ir. Soekarno pada peringatan hari jadi RI tahun 1966. Pepatah tersebut adalah Jas Merah yang merupakan singkatan Jangan Sekali-Kali Meninggalkan Sejarah.
Tak hanya ulasan tentang masa kolonialisme dan imperialisme saja, kamu juga dapat menemukan informasi menarik seputar kerajaan-kerajaan di nusantara. Contohnya adalah Kerajaan Singasari, Majapahit, Sriwijaya, Samudra Pasai, dan masih banyak lagi.