
Setelah menyatakan kemerdekaan, Belanda datang kembali ke Indonesia pada tahun 1945 dengan membonceng Sekutu. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I. Lantas mengapa hal itu terjadi dan apa yang melatarbelakangi peristiwa tersebut? Ulasan lengkapnya dapat kamu simak di bawah ini!
Agresi Militer Belanda 1 adalah sebuah operasi militer yang dijalankan oleh bangsa asing tersebut pada tahun 1947. Yang menjadi sasaran operasinya adalah Pulau Jawa dan Sumatra.
Mereka mengambil alih wilayah-wilayah di pulau tersebut secara paksa. Pihak Belanda juga menyatakan bahwa Perjanjian Linggarjati yang sebelumnya dibuat juga sudah tidak berlaku lagi.
Ratusan ribu nyawa melayang akibat kejadian tersebut dan kemudian melibatkan PBB untuk membantu mengatasinya. Nah, untuk kamu yang penasaran dan ingin menyimak kronologi sejarah tentang Agresi Militer Belanda 1 secara lengkap bisa langsung cek saja artikel berikut.
Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda 1
Sumber: Wikimedia Commons
Seperti yang mungkin telah kamu ketahui, Belanda menyerahkan kekuasaan atas Hindia Belanda ke Jepang pada tahun 1942. Meskipun tidak rela untuk melepaskan tambang emasnya, mau tidak mau mereka harus melakukannya.
Peristiwa ini memiliki kaitan erat berkaitan dengan Perang Dunia II yang melibatkan banyak negara, termasuk Belanda dan Jepang yang berdiri di kubu berbeda. Belanda berada di kubu Sekutu bersama Amerika Serikat, Tiongkok, Inggris, dan Prancis. Sementara itu, Jepang di kubu Poros bersama Italia Jerman.
Pada waktu itu, Jepang berhasil menyerang pangkalan Amerika Serikat. Hal tersebut membuat blok Sekutu menjadi melemah. Terlebih lagi, wilayah Belanda sendiri mendapatkan serangan dari Jerman. Maka dari itu, Jepang dapat merebut wilayah Hindia Belanda dengan mudah.
Selanjutnya pada tahun 1945, Jepang mendapatkan serangan balasan dari Amerika dan wilayahnya luluh lantah. Negara tersebut kemudian menyerah pada Sekutu.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Indonesia dan memproklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus. Dengan demikian, Indonesia menjadi sebuah negara yang berdaulat dan memiliki kuasa atas wilayahnya sendiri.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Pengumuman tentang Negara Persemakmuran
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada tanggal 23 Agustus 1945, datanglah pasukan Sekutu dan NICA (Netherland Indies Civil Administration) atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda di Sabang, Aceh. Kedatangan mereka kemari adalah untuk membereskan sisa-sisa pasukan Jepang.
Selanjutnya pada tanggal 15 September 1945, mereka sampai ke Jakarta. Kedatangan NICA yang dipimpin oleh Hubertus van Mook ini rupanya membawa agenda tersendiri.
Sesampainya di sini, ia mengumumkan bahwa Kerajaan Belanda akan membentuk persemakmuran dengan Hindia. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Ratu Wilhelmina dalam pidatonya dan sudah disiarkan di radio-radio Belanda.
Pada waktu itu, pihak Belanda bersikukuh kalau Indonesia secara de jure masih menjadi bawahannya. Seperti yang ditulis oleh T. Suherly dalam bukunya Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia, pendudukan suatu negara dalam perang memang tidak mengubah kedudukan hukum wilayah yang sebelumnya diduduki. Karena hal tersebut, Belanda kemudian merasa berhak untuk kembali berkuasa di Indonesia setelah Jepang hengkang.
Selain itu, pihak penjajah tersebut juga membuat kesepakatan dengan Inggris. Yang isinya adalah Inggris akan melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan perang. Pihak Inggris juga membebaskan Belanda untuk kembali menduduki wilayah Indonesia, terutama di sebelah barat.
Selanjutnya, wilayah Indonesia akan resmi diserahkan ke Belanda pada tanggal 30 November 1945. Dan, wilayah sebelah timur akan dikuasai bersama dengan Australia. Hal ini tentu saja mendapat banyak tentangan karena tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan yang telah disahkan.
Baca juga: Benda-Benda Bersejarah Peninggalan Kerajaan Majapahit
Diadakannya Perjanjian Linggarjati
Sumber: Wikimedia Commons
Pernyataan yang disampaikan oleh van Mook tentu saja tidak digubris oleh rakyat. Walau bagaimanapun, rakyat tetap ingin mempertahankan kemerdekaan. Mereka siap menumpahkan darah demi bumi pertiwi agar tidak dijajah kembali.
Pihak Indonesia dan Belanda kemudian bertemu untuk merundingkan tentang status kemerdekaan. Sayangnya, pertemuan tersebut berjalan alot dan tidak terjadi kesepakatan antar kedua belah pihak.
Lalu pada pada tanggal 11 sampai 13 November 1946, Belanda dan Indonesia dipertemukan kembali untuk berunding. Tempat yang dipilih adalah di Desa Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat.
Dari pihak Indonesia diwakili oleh Soetan Sjahrir dan perwakilan dari Belanda adalah Wim Schermerhorn dan van Mook. Sementara itu, yang bertindak sebagai mediator adalah Lord Killearn dari Inggris.
Setelah mencapai kesepakatan bersama, perjanjian tersebut buru-buru untuk disahkan sebelum Belanda berubah pikiran. Tepatnya pada tanggal 15 November 1946, Perjanjian Linggarjati resmi ditandatangi di Istana Merdeka, Jakarta.
Namun baru pada tanggal 25 Maret 1947, perjanjian tersebut secara sah ditandatangi oleh kedua belah pihak. Isi dari Perjanjian Linggarjati adalah:
1. Belanda mengakui wilayah Republik Indonesia yang terdiri dari Jawa, Sumatra, dan Madura secara de facto.
2. Belanda selambat-lambatnya meninggalkan wilayah Republik Indonesia pada tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia memiliki kesepakatan untuk membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
4. Setelah terbentuk, RIS harus bergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dan mengakui ratu Belanda sebagai kepalanya.
Baca juga: Candi-Candi Peninggalan yang Menjadi Bukti Peradaban Kerajaan Singasari
Pro-Kontra beserta Dampak Perjanjian Linggarjati
Seperti yang kamu baca di atas, Presiden Soekarno menyetujui adanya pembentukan RIS. Namun, ia sebenarnya melakukan hal tersebut sebagai bentuk kompromi menghindari peperangan dengan pihak Belanda yang masih sulit menerima sistem republik.
Sayangnya, tidak semua kalangan dapat menerima keputusan tersebut. Mereka menganggap dengan menyetujuinya, posisi Pemerintah Indonesia menjadi lemah karena tidak bisa mempertahankan kedaulatan negara.
Perjanjian Linggarjati sendiri membawa dampak yang positif untuk Republik Indonesia, yaitu:
a. Republik Indonesia mendapatkan pengakuan politik secara de facto dari negara-negara lain. Dengan begitu, kedudukan politiknya menjadi setara dengan negara lain.
b. Republik Indonesia memiliki kekuasaan atas Pulau Jawa, Sumatra, dan Madura.
c. Redanya konflik antara Belanda dan Indonesia sehingga tidak akan ada lagi peperangan yang merenggut banyak korban jiwa.
Meskipun begitu, perjanjian tersebut juga memiliki dampak negatif, seperti:
a. Banyak kalangan yang berpikir bahwa hanya mendapatkan Pulau Jawa, Sumatra, dan Madura adalah sebuah kerugian mengingat wilayah Indonesia sangatlah luas. Kedaulatan atas ketiga pulau ini dianggap sangatlah terbatas dan kecil sekali.
b. Banyaknya dukungan penarikan terhadap pemerintah karena dianggap lebih pro ke Belanda.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
Meletusnya Agresi Militer Belanda 1
Sumber: Wikimedia Commons
Namun sangat disayangkan sekali, pihak Belanda malah banyak melakukan provokasi-provokasi sehingga memicu bentrokan di sejumlah daerah. Pada tanggal 27 Mei 1947, mereka mengirimkan ultimatum yang harus segera dijawab oleh pemerintahan Indonesia dalam kurun 14 hari. Isinya antara lain:
a. Membentuk pemerintahan peralihan atau ad interim bersama.
b. Mengeluarkan mata uang bersama dan mendirikan lembaga devisa.
c. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, yang di dalamnya juga termasuk wilayah RI yang membutuhkan bantuan Belanda.
d. Pemerintah RI harus memasok beras untuk rakyat yang tinggal di wilayah kekuasaan Belanda.
e. Mengadakan pengawasan bersama mengenai hal-hal ekspor impor seperi hasil-hasil perkebunan dan devisa.
Pada awalnya, ultimatum tersebut ditolak oleh Soetan Sjahrir selaku Perdana Menteri RI. Namun akhirnya, ia menyerah karena pasukan Belanda akan melakukan serangan. Sayangnya, kejadian tersebut malah membuat rakyat tidak percaya sehingga ia lengser dari jabatan.
Kemudian pada tanggal 15 Juli 1974, pihak Belanda kembali memberikan ultimatum supaya TNI mundur 10 km dari garis demarkasi. Untuk yang belum tahu, garis demarkasi adalah perbatasan buatan yang memisahkan wilayah milik Indonesia dan Belanda.
Namun ultimatum tersebut tidak dijawab oleh perdana menteri yang baru, yaitu Amir Sjarifoeddin. Akibatnya, van Mook marah dan mengumumkan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Perjanjian Linggarjati. Hal ini yang menandai meletusnya Agresi Militer Belanda 1 tepat pada tanggal 21 Juli 1947.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
Hal-Hal yang Terjadi Semasa Agresi Militer Belanda 1
Sumber: Wikimedia Commons
Salah satu tujuan Agresi Militer Belanda I adalah untuk menguasai wilayah dan sumber daya alam di Pulau Jawa dan Sumatra. Belanda mengeksekusi rencananya tersebut secara matang. Mereka menempatkan pasukannya ke daerah-daerah yang sangat strategis.
Daerah Jawa Barat telah dikuasai oleh pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung. Selanjutnya, pasukan di Surabaya mengambil alih Madura dan Ujung Timur.
Pasukan-pasukan lainnya lalu mengepung wilayah Semarang. Tak hanya di Pulau Jawa saja, mereka juga menguasai pertambangan, perkebunan, dan pelabuhan di Medan, Palembang, dan Padang.
Keadaan yang kacau tersebut tentu saja membuat semua orang menjadi kalang kabut. Pasukan Indonesia hanya bergerak tanpa arahan yang pasti.
Melihat kesuksesan dari kekacauan yang ditimbulkan, ambisi Belanda untuk mengambil alih pemerintahan tidak berhenti di situ saja. Mereka bahkan ingin menaklukkan Yogyakarta dan mendirikan pemerintah RI yang baru.
Rupanya, ambisi Belanda tersebut tidak didukung oleh Inggris dan Amerika. Kedua negara tersebut malah menyarankan Belanda untuk menghentikan aksi tersebut dan membiarkan Indonesia berdaulat.
Namun sepertinya Belanda tidak menggubrisnya. Malah pada tanggal 29 Juli 1947, pasukan mereka menembak helikopter berisi bantuan obatan-obatan. Dalam peristiwa tersebut, Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh, dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo meninggal dunia.
Dampak-Dampak yang Terjadi Akibat Agresi Militer Belanda 1
Agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda itu memiliki dampak yang sangat merugikan bagi Indonesia. Beberapa di antaranya adalah:
a. Kekuatan militer Indonesia menjadi lemah dan TNI selalu berada di bawah tekanan.
b. Banyak timbul korban jiwa selama perang. Kurang lebih sebanyak 500.000 orang meninggal dunia, baik dari pasukan terlatih maupun warga sipil.
c. Perekonomian Indonesia sangat menurun. Pemasukan berkurang karena banyak perkebunan dan pelabuhan dikuasai Belanda. Selain itu, juga banyak mengeluarkan uang untuk membiayai perang.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Sejarah Era Kerajaan Ternate yang Masih Ada Hingga Sekarang
Berakhirnya Agresi Militer Belanda 1
Sumber: Wikimedia Commons
Agresi Militer Belanda 1 secara resmi diadukan oleh pemerintah Republik Indonesia kepada PBB. Karena faktanya, bangsa penjajah itu memang melanggar perjanjian internasional yang telah dibuat, yaitu Linggarjati.
Aksi Belanda tersebut rupanya mendapatkan kecaman dari dunia internasional. Pada tanggal 31 Juli 1947, Australia dan India meminta agar masalah tersebut dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB.
Tanpa banyak mengulur waktu, keesokan harinya PBB kemudian mengeluarkan resolusi supaya konflik tersebut dihentikan. Organisasi internasional tersebut bahkan mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Mereka menyebut Indonesia dan bukan Hindia Belanda.
Karena desakan dari PBB, Pemerintah Belanda menerima resolusi untuk menghentikan serangan militernya pada tanggal 15 Agustus 1947. Dua hari kemudian, baik pihak dari Belanda maupun Indonesia menerima resolusi untuk melakukan gencatan senjata.
Gencatan senjata adalah sebuah kesepakatan antara kedua pihak yang berkonflik untuk sementara menghentikan perang atau tindakan agresif masing-masing. Selanjutnya pada tanggal 25 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah komite untuk menangahi konflik yang terjadi antara Belanda dan Indonesia.
Peranan Komisi Tiga Negara
Komite yang dimaksud adalah Komisi Tiga Negara atau yang dikenal sebagai KTN. Komisi ini resmi dibentuk pada tanggal 26 Agustus 1947. Anggotanya adalah Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia yang dipilih oleh Indonesia, dan Amerika Serikat menjadi pihak yang netral.
Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham. Sementara perwakilan dari Belgia adalah Paul van Zeeland dan perwakilan Australia adalah Richard C. Kirby.
Adapun salah satu tugas KTN adalah mendekatkan Indonesia dan Belanda supaya menyelesaikan masalah sengketa secara damai. Selain itu, nantinya mereka harus mempertemukan kedua belah pihak untuk melakukan perundingan kembali.
Nah, Perundingan tersebut dikenal dengan nama Perjanjian Renville dan disepakati pada tanggal 17 Januari 1948. Sayangnya, pihak Belanda kembali mengingkari perjanjian sehingga memunculkan agresi militer gelombang 2.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Sudah Jelaskah dengan Ulasan Kronologi Agresi Militer Belanda 1 Ini?
Itulah tadi informasi lengkap mengenai Agresi Militer Belanda 1 yang bisa kamu temukan di PosKata. Apakah kamu sudah bisa menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaanmu lewat artikel di atas? Semoga saja iya.
Selain mengenai sejarah penjajahan, di sini kamu juga dapat menemukan informasi menarik tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia, lho. Contohnya ada Kerajaan Singasari, Demak, Mataram Kuno, dan lain-lain. Baca PosKata terus, ya!