
Sebelum meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia mengalami waktu yang panjang di bawah penjajahan bangsa lain. Siapa sajakah bangsa yang menjajah dan bagaimana kronologisnya? Kamu dapat menemukannya lewat artikel sejarah penjajahan di Indonesia berikut.
Sebelum menikmati kemerdekan, bangsa Indonesia harus melalui masa yang kelam karena dijajah oleh bangsa lain selama ratusan tahun. Bagaimana itu bisa terjadi? Ulasan tentang sejarah penjajah di Indonesia dapat kamu simak di sini.
Lewat artikel ini, kamu akan membaca informasi secara kronologis tentang kedatangan bangsa-bangsa asing yang menjajah Indonesia. Mulai dari Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, hingga Jepang.
Selain itu, kamu juga bisa informasi tentang bagaimana perjuangan rakyat dalam mengusir mereka dan kemudian meraih kemerdekaan. Sudah tidak sabar untuk membaca ulasan lengkap tentang sejarah penjajahan di Indonesia? Kalau begitu langsung saja cek selengkapnya di bawah ini!
Ulasan Sejarah tentang Jong Celebes: Perhimpunan Pemuda Sulawesi
Apakah sedang mencari ulasan mengenai sejarah Jong Celebes? Kalau iya, pas banget, nih. Kamu bisa mendapatkan ulasannya berikut ini.
Sejarah Kelahiran Jong Java: Organisasi yang Merangkul Semua Kalangan Pelajar
Apakah kamu sedang mencari ulasan mengenai sejarah kelahiran beserta tujuan pembetukan Jong Java? Kalau iya, pas banget, nih. Kamu bisa langsung menyimak ulasan lengkapnya di bawah ini, ya!
Peristiwa Kongres Pemuda 2: Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda
Kongres Pemuda 2 yang terselenggara pada tanggal 27–28 Oktober 1928 menghasilkan sebuah keputusan penting, yakni Sumpah Pemuda. Kalau ingin mengetahui kronologi lengkapnya, bisa langsung ...
Sejarah Kongres Pemuda I: Pertemuan Kepemudaan Skala Nasional Pertama di Hindia Belanda
Kongres Pemuda 1 ini merupakan sebuah kegiatan untuk mempertemukan organisasi-organisasi pemuda yang masih bersifat kedaerahaan. Tujuannya adalah untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan ...
Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Media cetak memiliki peranan yang penting pada saat zaman pergerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya yang akan dibahas lewat artikel ini adalah surat kabar Sin Po. Penasaran ingin ...
Budi Utomo: Organisasi Pergerakan Nasional Pertama di Indonesia
Budi Utomo merupakan sebuah organisasi yang digagas oleh golongan terpelajar Hindia Belanda, khususnya mahasiswa STOVIA. Badan perkumpulan yang bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan ...
Informasi Seputar Jibakutai: Pasukan Berani Mati Bentukan Jepang
Sekitar akhir tahun 1944, kedudukan Jepang di Perang Asia Pasifik semakin melemah. Untuk itu, mereka kemudian membentuk sebuah barisan yang berisikan orang-orang pemberani. Namanya adalah ...
Keibodan: Organisasi Semi Militer Bentukan Jepang untuk Membantu Polisi
Di tengah kedudukannya yang semakin melemah melawan Sekutu, Pemerintah Jepang kemudian membentuk beberapa organisasi militer. Nah, Keibodan adalah salah satunya. Kalau penasaran dan ingin ...
Suishintai: Barisan Pelopor Bentukan Jepang yang Menjadi Pengawal Kemerdekaan Indonesia
Pada saat melancarkan propaganda terhadap Indonesia, Jepang membentuk beberapa organisasi semi militer. Salah satunya adalah Suishintai atau yang lebih dikenal sebagai Barisan Pelopor. ...
Propaganda-Propaganda yang Diterapkan Terhadap Indonesia Selama Penjajahan Jepang
Untuk menarik simpati atau dukungan dari rakyat Hindia Belanda, Jepang banyak menerapkan propaganda-propaganda. Kira-kira, kebijakan apa saja yang termasuk ke dalam program propaganda ...
Kronologi Perlawanan Rakyat Indramayu pada Zaman Penjajahan Jepang
Perlawanan rakyat terhadap Jepang di daerah Jawa Barat tidak hanya terjadi di Singaparna. Daerah lain yang melakukan hal serupa adalah Indramayu. Kira-kira apa penyebab dan bagaimana ...
Perlawanan Rakyat Singaparna Melawan Penjajahan Jepang
Masa pendudukan Jepang memang terjadi dalam kurun waktu yang sebentar. Namun penderitaan yang disebabkan sangatlah luar biasa. Maka dari itu, timbul perlawanan rakyat di berbagai daerah, ...
HEIHO: Organisasi Pembantu Tentara Jepang yang Turut Diterjunkan ke Perang Asia Pasifik
Pada masa pendudukannya, Jepang membentuk organisasi militer untuk memperkuat pertahanan. Selain PETA, organisasi lain yang dibentuk adalah Heiho. Lantas, bagaimana sejarah dan tujuan ...
Jawa Hokokai: Organisasi Propaganda Bentukan Jepang sebagai Pengganti PUTERA
Jepang membutuhkan sebuah organisasi untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Setelah membubarkan Gerakan 3A dan Putera, mereka kemudian membentuk Jawa Hokokai. Mengenai ulasan sejarah ...
Informasi tentang Fujinkai: Organisasi Perempuan yang Dibentuk pada Masa Penjajahan Jepang
Siapa bilang hanya laki-laki saja yang berperan dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia. Para wanita juga turut memberikan andil, kok. Salah satunya adalah lewat organisasi Fujinkai. Untuk ...
Ulasan tentang PUTERA: Organisasi Propaganda pada Zaman Penjajahan Jepang
PUTERA atau Pusat Tenaga Rakya merupakan sebuah organisasi propaganda yang dibentuk pada masa penjajahan Jepang. Lantas, tujuan apa yang ingin dicapai Jepang dalam pembentukan Putera? ...
Seinendan: Salah Satu Organisasi Semi Militer Bentukan Jepang
Saat menjajah Indonesia, Jepang membentuk beberapa organisasi untuk diharapkan mampu membantu melawan Sekutu. Salah satunya organisasi semi militer yang didirikan adalah Seinendan. Untuk ...
Sekilas tentang Chuo Sangi In: Dewan Perwakilan Rakyat pada Masa Penjajahan Jepang
Pada saat menjajah Indonesia, Jepang membentuk sebuah badan bernama Chuo Sangi-in. Lantas, apa yang dimaksud dengan Chuo Sangi in dan apa tujuan pembentukannya? Jawaban lengkapnya dapat ...
Ulasan Tentang Sejarah Romusha: Kerja Paksa Rakyat Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
Saat menjajah Indonesia, Jepang menerapkan banyak kebijakan. Salah satunya adalah romusha atau kerja paksa. Lantas, apa itu romusha dan bagaimana situasinya pada saat itu? Ulasan lengkapnya ...
Kronologi Terjadinya Peristiwa Pemberontakan Tentara PETA di Blitar
Beberapa bulan sebelum Indonesia merdeka, terjadi sebuah peristiwa besar dalam sejarah, yaitu pemberontakan pasukan PETA di Kota Blitar. Jika ingin mengetahui lebih lanjut, ulasan selengkapnya ...
Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda
Apakah kamu sedang mencari ulasan tentang sejarah dan latar belakang Perang Tondano yang pernah terjadi di Sulawesi Utara? Kalau iya, pas banget, nih. Daripada semakin penasaran, mending ...
Sejarah Kronologi Perang & Perlawanan Rakyat Batak Melawan Belanda
Perlawanan terhadap Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah di bagian utara Pulau Sumatra, terutama dengan suku Batak. Nah, kalau ingin menyimak ulasan lengkap ...
Kronologi dan Latar Belakang Perang Rakyat Bali Melawan Belanda
Seperti yang mungkin sudah kamu ketahui, pada masa pendudukan Belanda banyak sekali terjadi perlawanan rakyat di daerah-daerah. Salah satunya juga terjadi di Bali. Kalau kamu ingin mengetahui ...
Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Perlawanan Rakyat terhadap Belanda Terbesar di Pulau Jawa
Salah satu perlawanan rakyat terbesar di Pulau Jawa pada masa penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah Perang Diponegoro. Kalau penasaran bagaimana sejarah kronologi Perang Diponegoro, ...
Kronologi Sejarah Perang Padri: Perang Saudara yang Berubah Menjadi Peperangan Melawan Penjajahan Belanda
Perang Padri merupakan salah satu bentuk perlawanan rakyat pada masa pendudukan Belanda. Namun, tahukah kamu kalau awal mula permasalahannya berasal dari peperangan antar saudara? Kalau ...
Kebijakan Sistem Sewa Tanah yang Belaku pada Masa Penjajahan Inggris
Kebijakan sistem sewa tanah diberlakukan ketika Indonesia dijajah oleh Inggris. Tepatnya, pada masa kepemimpinan Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles sekitar tahun 1811–1816. Kalau ...
Sistem Kerja Rodi yang Diberlakukan oleh Pemerintah Kolonial di Indonesia
Pada zaman penjajahan Belanda, di Indonesia diberlakukan kebijakan kerja rodi. Lantas, apa itu kerja rodi dan bagiamana sistem pelaksanaannya? Ulasan selengkapnya dapat kamu simak berikut.
Penerapan Kebijakan Politik Etis oleh Pemerintah Kolonial Belanda
Politik Etis merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan pada masa kependudukan Belanda. Kalau kamu ingin mengetahui informasi lengkap seputar kebijakan tersebut, bisa langsung cek ...
Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 2: Pengingkaran Perjanjian Renville
Agresi Militer Belanda 2 terjadi tak lama setelah diadakannya Perjanjian Renville yang resmi ditandatangani pada tahun 1748. Lantas, bagaimana kronologi selengkapnya? Cek artikel berikut ...
Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 1: Usaha untuk Kembali Menguasai Indonesia
Setelah menyatakan kemerdekaan, Belanda datang kembali ke Indonesia pada tahun 1945 dengan membonceng Sekutu. Peristiwa tersebut dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I. Lantas mengapa ...
Sistem Tanam Paksa yang Diberlakukan pada Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
Kamu tentunya sudah tidak asing lagi saat mendengar sistem tanam paksa. Peristiwa yang terjadi pada masa penjajahan Belanda ini memang tidak bisa dihapuskan dari sejarah kelam bangsa ...
Ulasan tentang Tujuan Dibentuknya VOC Beserta Penjelasannya
Apakah tujuan sebenarnya dibentuknya VOC? Apakah benar semata-mata untuk berdagang atau ada motif lain yang tersembunyi? Kalau penasaran, temukan langsung jawabannya lewat artikel berikut!
Sejarah Singkat tentang Terbentuknya VOC, Persekutuan Dagang Milik Belanda
Kalau mendengar kata VOC, mungkin yang ada dipikiranmu adalah orang-orang Belanda yang menjajah Indonesia. Namun, apakah benar seperti itu atau adakah hal lain yang perlu kamu ketahui? ...
Penjajahan Portugis (1509–1595)
Sumber: Wikimedia Commons
Sejarah penjajahan pertama di Indonesia bermula dari kedatangan Bangsa Portugis. Masa penjajahan bangsa tersebut kurang lebih bertahan selama 90 tahun. Kisah lengkapnya adalah sebagai berikut:
Awal Mula Kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia
Bangsa Portugis datang ke wilayah Indonesia dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Pada waktu itu karena sedang musim dingin, mereka kebanyakan menyetok makanan yang dibekukan. Nah, mereka membutuhkan rempah-rempah untuk membantu mengawetkan dan menambah cita rasa masakan.
Pada awalnya, mereka membeli rempah-rempah dari para pedagang Arab. Namun karena harganya yang semakin mahal, mereka lalu memutuskan untuk pergi mencari sendiri ke tempat penghasilnya langsung.
Orang-orang Portugis itu sebenarnya tidak mengetahui dengan pasti di mana tempatnya. Namun kemudian, mereka melakukan ekspedisi ke arah timur yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque.
Setelah melakukan perjalanan berhari-hari, tibalah mereka di Goa, India. Mereka menaklukkan daerah tersebut, namun kemudian menyadari kalau tempat itu bukanlah yang mereka cari.
Sebagaian dari pasukan kemudian pergi melanjutkan perjalanan dan sampailah di Malaka. Karena lokasinya yang strategis dan menjadi transit perdagangan, bangsa Portugis kemudian menduduki tempat tersebut pada tahun 1512. Sejak pendudukan itu, mereka menjadi penguasa perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa.
Pendudukan di Malaka juga membuat Portugis mendapatkan akses lebih mudah untuk masuk ke wilayah nusantara. Karena dari sana, mereka mengetahui kalau daerah Maluku merupakan pusat penghasil rempah-rempah terutama pala dan cengkih.
Kebijakan yang Dibuat oleh Pemerintah Portugis
Setelah tiba di Maluku, Bangsa Portugis kemudian mengatur siasat agar dapat memonopoli perdagangan rempah di sana. Mereka kemudian membuat kesepakatan dengan para pemimpin. Selanjutnya, mereka juga mendirikan benteng serta pos-pos militer.
Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh Portugis ketika akhirnya dapat bekerja sama dengan para pemimpin adalah menguasai perdagangan rempah, terutama lada dan cengkih. Tak berhenti di situ saja, mereka juga sedikit demi sedikit mulai menancapkan pengaruhnya di wilayah tersebut. Bahkan, ada pula pemimpin yang mempercayai mereka dan menjadikannya sebagai penasihat kerajaan.
Selain untuk mendapatkan rempah-rempah, rupanya mereka juga memiliki misi untuk menyebarkan agam Kristen Katholik di daerah-daerah yang dikuasai. Bangsa jajahan juga mereka ajari menggunakan bahasa dan mengembangkan musik keroncong Portugis.
Kebijakan-kebijakan tersebut tentu saja memiliki dampak tersendiri. Tak hanya mengacaukan jaringan perdagangan, tetapi juga membuat kehidupan rakyat menjadi semakin menderita.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Sejarah Era Kerajaan Ternate yang Masih Ada Hingga Sekarang
Perlawanan Rakyat terhadap Bangsa Portugis
Keadaan yang tidak menguntungkan tersebut kemudian memicu perlawanan-perlawanan dari rakyat karena haknya diinjak-injak. Salah satunya adalah perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Hairun. Hal tersebut terjadi pada tahun 1565.
Namun sayang sekali, pemberontakan itu dapat dipadamkan. Portugis menggunakan cara yang sangat licik untuk membunuh Sultan Hairun.
Selanjutnya, perjuangan diteruskan oleh Sultan Baabullah. Sang pemimpin inilah yang nantinya dapat membuat Portugis tidak berkutik sehingga menyerah dan meninggalkan Ternate.
Kemunduran Penjajahan Bangsa Portugis
Titik balik sejarah penjajahan Bangsa Portugis di Indonesia terjadi pada tahun 1975. Hal tersebut berkaitan dengan meninggalnya Sultan Hairun yang dibunuh secara keji oleh mereka.
Sepeninggal sang mendiang sultan, perlawanan kemudian diteruskan oleh anak lelakinya yang menjadi pewaris tahta. Namanya adalah Sultan Baabullah.
Pemimpin yang baru ini ternyata lebih gigih dan tidak kenal takut untuk mengusir Portugis dari tanah mereka. Banyak sekali benteng-benteng pertahanan Portugis yang kemudian dihancurkan. Setelah itu, mereka kemudian terusir dari Ternate dan pindah ke Ambon pada tahun 1570-an.
Kemudian pada tahun 1605, Belanda datang ke Ambon dan meyerang benteng pertahanan milik Portugis. Pada tanggal 25 Februari 1605, pihak Portugis yang diwakili oleh Gaspar de Mello kemudian menyerah pada VOC.
Penyerahan tersebut dengan disertai syarat yang berbunyi pasukan Portugis yang memiliki senjata harus keluar dari Maluku. Namun bagi yang ingin tinggal mereka harus setia kepada Belanda. Kekuasaan Portugis benar-benar mengalami keruntuhan ketika Selat Malaka berhasil diambil alih oleh Belanda pada tahun 1641.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Penjajahan Spanyol (1521–1529)
Sumber: Wikimedia Commons
Materi sejarah selanjutnya yang dapat kamu simak dalam artikel ini adalah penjajahan Spanyol di Indonesia. Ulasan singkatnya adalah sebagai berikut:
Awal Mula Kedatangan Bangsa Spanyol ke Indonesia
Sejak zaman dahulu kala, Bangsa Spanyol dikenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka suka melakukan ekpedisi untuk menemukan jalur pelayaran yang baru. Ketika mereka mendengar kabar kalau Portugis berhasil mendapatkan sumber rempah-rempah, maka sejumlah pasukan diutus oleh pihak kerajaan untuk pergi mencarinya.
Pasukan Spanyol tiba di kawasan Asia Tenggara sekitar tahun 1519 Masehi. Jumlah rombongannya sekitar 260 orang. Yang bertindak sebagai pemimpinnya adalah Ferdinand Magelhaens dan dibantu oleh Juan Sebastian del Cano.
Penjajah asal Spanyol tersebut semula menduduki Filipina pada tahun 1520. Karena kemudian mendapatkan serangan dari suku Cebu yang menewaskan Magelhaens, ekspedisi kemudian diambil alih oleh de Cano.
Mereka kemudian melanjutkan pelayaran dan berhasil membuka jalur laut yang baru. Pada tahun 1521, mereka akhirnya tiba di Tidore.
Rombongan dari Spanyol tersebut diterima dengan baik oleh pihak Kerajaan Tidore. Bahkan, akhirnya mereka menjalin hubungan perdagangan pada masa kepemimpinan Sultan Al Mansyur.
Kebijakan Pemerintah Spanyol
Sebenarnya, tujuan awal kedatangan Spanyol ke Indonesia adalah untuk mencari rempah-rempah langsung dari sumber penghasilnya. Pada waktu itu, rempah-rempah adalah barang yang sangat berharga seperti emas.
Selanjutnya, mereka juga memiliki misi untuk menyebarkan agama Kristen Katholik. Dan yang terakhir adalah untuk mencari kejayaan. Pada waktu itu, terjadi persaingan di antara bangsa-bangsa Eropa, bahwa mereka yang memiliki banyak daerah jajahan akan dianggap lebih unggul.
Pada masa sejarah penjajahan Spanyol di Indonesia, ada beberapa kebijakan yang diberlakukan. Salah satunya adalah memberlakukan kebijakan barter.
Barang-barang yang ditukar adalah kebutuhan sehari-hari seperti jagung, beras, gandum, atau kain. Selanjutnya, bangsa Spanyol nanti akan mendapatkan rempah-rempah. Kebijakan yang dilakukan di Pulau Jawa tersebut terpaksa dilakukan karena mereka sulit untuk menancapkan pengaruhnya di wilayah-wilayah jajahan sehubungan dengan keberadaan bangsa penjajah lain.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Mataram Islam
Konflik dengan Portugis
Penyebab utama yang memicu permasalahan antara Spanyol dan Portugis adalah perebutan wilayah kekuasaan di Maluku. Masing-masing pihak menginginkan untuk menjadi penguasa atau memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.
Seperti yang telah kamu baca sebelumnya, yang tiba pertama kali tiba di wilayah Maluku adalah Portugis. Mereka kemudian mengadakan perjanjian kerja sama dengan Kerajaan Ternate.
Sementara itu, Spanyol baru datang setelahnya dan kemudian bersekutu dengan kerajaan Tidore. Kedatangan Spanyol ini tentu saja mengusik Portugis karena tujuan mereka sama, yaitu ingin menguasai rempah-rempah.
Sedikit banyak, bangsa-bangsa asing tersebut juga menjadi salah satu penyebab mengapa Kerajaan Ternate dan Tidore sering bertengkar. Padahal, kedua kerajaan tersebut bertetangga dekat dan serumpun.
Kemunduran Kekuasaan Spanyol di Indonesia
Sumber: Wikimedia Commons
Sejarah berakhirnya masa penjajahan Spanyol di Indonesia ditandai dengan adanya perjanjian damai. Perjanjian yang dikenal dengan nama Saragosa tersebut ditandatangani pada tanggal 22 April 1529.
Masing-masing pihak diwakili oleh rajanya sendiri. Dari pihak Spanyol adalah Raja Charles V dan Portugis oleh Raja John III.
Inti dari perjanjian tersebut adalah mereka sepakat untuk membagi dua wilayah kekuasaan atau daerah jajahan. Portugis mendapatkan kekuasaan dari Brasil ke arah timur hingga Kepulauan Maluku. Sementara itu, Spanyol berhak menguasai Meksiko ke arah barat hingga Kepulauan Filipina.
Karena sudah disepakati bersama, tentu saja Spanyol harus segera pergi dari Maluku dan kembali ke Filipina. Namun menurut catatan Adnan Amal dalam bukunya yang berjudul Kepulauan Rempah-Rempah (2016), konon Spanyol masih diam-diam datang ke Maluku.
Sebelum adanya Perjanjian Saragosa, sebenarnya pihak Portugis dan Spanyol pernah mengadakan perjanjian serupa. Namanya adalah Perjanjian Tordesillas yang berlaku mulai tanggal 4 Juni 1474.
Isinya hampir sama, yaitu Spanyol melakukan ke arah barat dan Portugis berlayar ke arah timur. Semula perjanjian itu diberlakukan untuk menghindari bentrokan antara kedua belah pihak.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Penjajahan Belanda (1602–1811)
Sumber: Wikimedia Commons
Pendudukan Belanda merupakan masa penjajahan di Indonesia yang paling lama sepanjang sejarah. Selama lebih dari 300 tahun, Indonesia berada di bawah cengkeraman mereka. Berikut adalah penjelasan singkatnya:
Awal Mula Kedatangan Belanda ke Indonesia
Di kalangan bangsa Eropa, rempah-rempah merupakan komoditi yang sangat menguntungkan. Berita mengenai Portugis mengusai sumber rempah-rempah di nusantara pun tersiar ke banyak negara.
Para pedagang Belanda sebenarnya juga berniat untuk pergi ke Maluku. Namun, mereka mengurungkan niat dan lebih memilih untuk membeli rempah-rempah dari pedagang Portugis. Hingga kemudian karena timbul sebuah masalah yang cukup rumit, akhirnya mereka memutuskan untuk langsung mencari rempah-rempah ke nusantara.
Dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman, selama 14 bulan pasukan Belanda mengarungi lautan dan akhirnya mendarat di Pelabuhan Banten. Menurut catatan sejarah, Belanda pertama kali menginjakkan kaki di wilayah Indonesia pada tahun 1596.
Awalnya, mereka diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar. Namun setelah memaksa rakyat Banten memberikan rempah-rempah secara gratis, mereka pun diusir.
Setelah itu, Belanda kemudian pergi dan tiba di Bali. Di sana, mereka juga ditolak hingga akhirnya memutuskan untuk pergi ke Eropa dengan tanggungan kerugian yang sangat banyak.
Pada tahun 1598, pasukan Belanda datang kembali ke Indonesia dengan dipimpin oleh Jacob Van Neck dan Van Warwijk. Karena menunjukkan sikap yang lebih baik dari sebelumnya, mereka pun diterima oleh masyarakat. Bahkan, bangsa tersebut diizinkan untuk berdagang di sini. Peristiwa inilah yang menjadi pembuka pintu bagi pedagang-pedagang Belanda lainnya untuk datang ke mari.
Mendirikan VOC
Persaingan antar pedagang kemudian menjadi semakin ketat, tak hanya dari Belanda saja tetapi juga dari negara Eropa lainnya. Karena harganya yang murah, mereka pun berlomba-lomba membeli rempah-rempah sebanyak-banyaknya.
Hal itu kemudian memunculkan sebuah gagasan dari pihak Belanda untuk membentuk kongsi dagang. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya dan memenangkan persaingan dagang.
Maka dari itu, Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) atau Perkumpulan Dagang Hindia Timur resmi dibentuk pada tanggal 20 Maret 1602. Pieter Both pun ditunjuk sebagai gubernur jenderal VOC yang pertama. Inilah yang kemudian yang menjadi penanda sejarah masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
Kebijakan-Kebijakan yang diberlakukan oleh VOC
Sumber: Wikimedia Commons
Selama berkuasa di Indonesia, VOC menerapkan kebijakan-kebijakan yang tentunya menguntungkan pihaknya dan merugikan rakyat. Dalam bidang ekonomi, ada beberapa kebijakan yang diterapkan, yakni:
a. Monopoli Perdagangan
Tujuan utama VOC datang ke Indonesia adalah untuk mendapatkan rempah-rempah yang berkualitas dengan harga miring. Maka dari itu, mereka melarang rakyat Maluku untuk menjualnya kepada pihak lain. Selain itu, mereka juga menentukan lokasi penanaman dan berapa jumlah tanaman yang boleh ditanam.
Hal itu kemudian memunculkan hak ekstirpasi. Maksudnya adalah Belanda dapat memusnahkan tanaman penghasil rempah-rempah ketika terjadi surplus panen. Pemusnahan tersebut dilakukan untuk menjaga kestabilan harga komoditi.
Tak berhenti di situ saja, pada tahun 1720 VOC mewajibkan rakyat untuk menanam kopi. Hasilnya nanti tentu saja harus disetorkan ke mereka. Mengenai kebijakan ini khusu berlaku di daerah Parahyangan.
b. Mendapatkan Hak Octroi
Selain memonopoli perdagangan, Belanda juga mendapatkan hak istimewa atau octroi. Isinya adalah mereka dapat membentuk angkatan perang sendiri, boleh melakukan peperangan, dan mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat. Selain itu, mereka juga mendapatkan hak untuk memerintah wilayah jajahannya.
c. Hak Contingenten
Keuntungan lain yang didapatkan oleh pihak VOC adalah mendapatkan pajak dari rakyat. Pajaknya bukan berupa uang melainkan hasil bumi dan tidak ada sistem ganti rugi. Tujuan diberlakukannya adalah untuk menambah kas keuangan milik VOC.
Tak ketinggalan, mereka juga menerapkan kebijakan-kebijakan dalam bidang politik. Di antaranya adalah:
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
a. Politik Adu Domba
Devide et impera atau politik adu domba ini memang cara yang paling sering dilakukan oleh Belanda untuk merusak persatuan. Tujuannya apa lagi kalau bukan supaya lebih mudah menancapkan pengaruhnya. Dengan demikian, mereka akan lebih mudah menyingkirkan orang pribumi yang berani menentang kebijakannya.
Cara yang dilakukan oleh Belanda ini terbukti efektif untuk memecah belah kekuatan pribumi. Terutama, di kalangan kerajaan yang sering terjadi perebutan kekuasaan. Contoh yang sudah terjadi adalah di Kerajaan Mataram Islam, Kerajaan Banjar, Kerajaan Banten, dan beberapa kerajaan lainnya.
b. Menerapkan Sistem Perintah Tidak Langsung
Yang dimaksud dengan kebijakan di atas adalah pihak VOC akan mengangkat pribumi yang dipercaya untuk menjadi kaki tangannya. Nah, orang inilah yang akan berurusan langsung dengan rakyat lainnya.
Kaki tangan VOC tersebut biasanya diambil dari keturunan-keturunan ningrat. Kalau tidak, mereka bisa saja berasal dari kalangan biasa tetapi dapat mengambil hati Belanda.
c. Mengangkat Gubernur Jenderal
Salah satu tugas dari pemimpin VOC atau gubernur jenderal adalah untuk mengatur supaya kongsi dagang dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, mereka juga dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Indonesia. Beberapa pejabat yang pernah dikenal sebagai gubernur jenderal VOC adalah Pieter Both, Jan Pieterszoon Coen, Cornelis Speelman, dan Gustaaf Willem Baron van Imhoff.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
Kemunduran VOC
Penanda sejarah berakhirnya masa penjajahan VOC di Indonesia dimulai dari perubahan kepengurusan lembaga tersebut. Mulai tahun 1749, kekuasaan tertinggi VOC berada di tangan Raja Willem IV. Hal itu kemudian dimanfaatkan oleh para pengurus untuk menarik simpati raja dan kemudian melanggar peraturan seenaknya.
Salah satunya adalah adanya korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh pengurus. Kejadian ini tentu saja membuat keuntungan perdagangan menjadi sangat berkurang. Tak hanya mengambil uang dagang, para pengurus juga melakukan praktik upeti terhadap sesama pegawai.
Selanjutnya, seiring meningkatnya luas wilayah kekuasaan, biaya anggaran untuk menggaji pegawai juga semakin banyak. Hal tersebut juga berkontribusi dalam penurunan keuntungan VOC.
Belum lagi biaya-biaya perang yang dikeluarkan untuk memadamkan pelawanan rakyat. Biaya tersebut tentu saja menghabiskan uang yang tidak sedikit.
Dengan keadaan ekonomi yang merosot tajam, mereka juga harus bersaing dengan kongsi dagang lain. Contohnya adalah East Indian Company atau EIC milik Inggris. Tentu saja, mereka tidak mampu untuk mempertahankannya.
Maka dari itu, dibentuklan panitia untuk membubarkan VOC pada tahun 1795. Di masa-masa menanti keputusan, hak-hak istimewa miliki VOC juga resmi dicabut. Selang empat tahun kemudian, tepatnya pada tahun 31 Desember 1799, kongsi dagang Belanda itu resmi dibubarkan.
Baca juga: Silsilah Lengkap Raja-Raja yang Pernah Menjadi Pemimpin Kerajaan Singasari
Penjajahan Prancis (1806–1811)
Sumber: Wikimedia Commons
Dari catatan sejarah, bangsa asing lain yang turut melakukan penjajahan di Indonesia adalah Prancis. Kalau penasaran bagaimana cerita kekuasaan Belanda di Indonesia bisa berpindah tangan ke Prancis, kamu bisa menyimaknya di bawah ini!
Mengambil Alih Kekuasaan Belanda
Pada akhir abad ke-18, terjadi peperangan perebutan kekuasaan di negara-negara Eropa. Tepatnya sekitar bulan Desember 1794, Prancis menyerang Belanda di bawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte.
Sang raja berhasil menaklukkan Belanda dan kemudian menjadikannya sebagai negara boneka. Dengan demikian, semua wilayah jajahan dari Belanda secara tidak langsung kemudian dikendalikan oleh Kerajaan Prancis. Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya yang bernama Louis Napoleon menjadi pemimpin negara tersebut.
Di tahun 1807, Louis Napoleon menunjuk Herman Willem Daendels untuk menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda. Ia dipilih bukan tanpa sebab. Konon, selain dikenal sebagai loyalis Prancis, laki-laki tersebut dipandang sebagai prajurit yang paling cakap menata pertahanan perang sekaligus membereskan urusan administrasi.
Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan dan memperkuat pertahanan Pulau Jawa dari ancaman Inggris. Karena pada waktu itu, pasukan Inggris memiliki benteng pertahanan di Bengkulu.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa masa kepemimpinan Daendels di Hindia Belanda ini merupakan yang paling berat dan keras. Pasalnya, semua kebijakan-kebijakan yang dilakukan memang digunakan sebagai persiapan dalam menghadapi serangan dari Inggris.
Selain itu ketika tiba di Batavia, Gubernur Hindia Belanda ini mewarisi carut marut dari kepemimpinan yang sebelumnya. Maka dari itu, ia melakukan restrukturisasi dan memberi penekanan tentang kewenangan pemerintah pusat.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Kebijakan yang Diterapkan oleh Pemerintah Prancis
Sumber: Wikimedia Commons
Masa penjajahan Prancis secara resmi berlangsung ketika pemerintahan di Hindia Belanda atau Indonesia dipegang oleh Herman Willem Daendels. Periode waktunya mulai dari tahun 1808-1811.
Dalam kurun waktu tiga tahun ia menjabat, banyak sekali kebijakan yang dilakukan secara sewenang-wenang dan begitu menyengsarakan pribumi. Rinciannya adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan di Bidang Politik dan Pemerintahan
Reorganisasi besar-besaran dilakukan oleh Herman Willem Daendels pada awal masa kepemimpinannya. Ia menerapkan sistem sentralisasi dalam pemerintahan dan birokrasi di Pulau Jawa.
Maka dari itu, ia kemudian mengeluarkan kebijakan untuk membatasi pengaruh kekuasaan para raja-raja di Jawa. Selain itu, pimpinan Hindia Belanda dianggap sederajat dengan para bangsawan.
Selanjutnya, membagi Pulau jawa menjadi 23 karesidenan. Dan, masih membagi lagi wilayah timur Jawa menjadi lima provinsi. Dan yang terakhir, jabatan bupati diubah menjadi pegawai pemerintahan kolonial.
b. Kebijakan di Bidang Ekonomi
Dalam sejarah masa penjajahan di Indonesia periode ini, kebijakan ekonomi yang diambil juga sangat menyengsarakan rakyat. Salah satu contohnya adalah menjual tanah kepada pihak swasta.
Rakyat pribumi kemudian diwajibkan untuk menanam tanaman yang laku di pasaran dunia. Hasilnya nanti wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Tak berhenti di situ saja, rakyat juga harus membayar pajak yang cukup tinggi.
Daendels pun memaksa para pemimpin kerajaan-kerajaan untuk menyetujui perjanjian yang dibuat. Kebanyakan, adalah menggabungkan daerah-daerah kerajaan menjadi di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang Sarat Akan Nilai Sejarah
c. Kebijakan di Bidang Hukum
Menurut catatan berbagai sumber, Gubernur Hindia Belanda ini menciptakan tiga jenis pengadilan. Masing-masing untuk membedakan pengadilan sesuai asal pelakunya. Jadi, pengadilan untuk pribumi, orang Eropa, dan orang asing yang berasal dari Timur akan dibedakan.
Selain itu, dengan mengubah struktur kepemimpinan menjadi sentralisasi, Daendels bisa dengan mudah mendepak orang-orang yang melakukan korupsi. Tidak pandang bulu, ia menyingkirkan mantan-mantan anggota kongsi dagang VOC yang terbukti korupsi.
Sayang sekali, sistem ini rupanya rawan sekali terjadi penyalahgunaan wewenang. Ia memang bisa menumpas para koruptor. Namun pada akhirnya, ia sendiri juga melakukan tindak korupsi.
d. Kebijakan di Bidang Pertahanan
Kebijakan terakhir yang terekam dalam sejarah penjajahan di Indonesia pada masa pendudukan Prancis adalah pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan. Tidak tanggung-tanggung, jalan yang terbentang dari Pulau Jawa bagian barat ke timur itu kurang lebih jaraknya adalah 1.100 km. Dan itu, diselesaikan hanya dalam kurun waktu satu tahun saja.
Selain itu, ia juga membangun beberapa benteng pertahanan. Salah satunya adalah benteng Meester Cornelis.
Kemudian yang terakhir, ia merekrut pasukan dari orang-orang pribumi cukup banyak untuk berperang. Jumlahnya kurang lebih mencapai 18.000 orang.
Kemunduran Penjajahan Prancis di Indonesia
Pada tahun 1795, pewaris tahta Belanda yang kekuasaannya direbut oleh Prancis, yaitu Willem V, berhasil melarikan diri ke Inggris. Ketika tinggal di sana, ia menemukan surat-surat yang berisi kalau pejabat-pejabat Belanda menginginkan wilayah mereka jatuh ke tangan Inggris, bukan Prancis.
Setelah mengetahui hal tersebut, pihak Inggris kemudian bergerak untuk merebut Hindia Belanda dari cengkeraman Prancis. Pasukan Inggris benar-benar menunjukkan taringnya ketika mereka berhasil menjatuhkan pangkalan utama Prancis di Mauritius sekitar akhir tahun 1810.
Selanjutnya, mereka tiba di Batavia pada tanggal 4 Agustus 1811. Tak membuang waktu, Bangsa Inggris kemudian menaklukkan pangkalan utama Belanda tersebut beserta daerah-daerah sekitarnya.
Beberapa bulan sebelum kedatangan Inggris, Daendels dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh Jan Willem Janssens. Ketika mendapatkan serangan dari Inggris, pemimpin yang baru itu tidak dapat berbuat banyak. Pasukan Belanda pun terdesak dan akhirnya menyingkir ke Jawa Tengah.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
Penjajahan Inggris (1811–1816)
Setelah berhasil menaklukkan Belanda pada tahun 1811, masa penjajahan Inggris di Indonesia pun dimulai dan kemudian menjadi catatan sejarah kelam bangsa ini. Ulasan lengkapnya adalah sebagai berikut:
Merebut Seluruh Kekuasaan Belanda (Perjanjian Tuntang)
Belanda secara resmi menyerah kepada Inggris lewat Perjanjian Tuntang yang ditandatangi pada tanggal 18 September 1811. Sesuai dengan namanya, Tuntang merupakan sebuah tempat di Jawa Tengah yang dulunya digunakan sebagai tempat peristirahatan pejabat tinggi Hindia Belanda.
Pada saat penandatangan tersebut, pihak Belanda diwakili oleh Jan Willem Janssens. Sementara itu, perwakilan dari Inggris adalah Thomas Stamford Raffles.
Isi dari perjanjian yang juga disebut Kapitulasi Tuntang tersebut adalah Pemerintah Belanda menyerahkan Hindia Belanda kepada Inggris. Selanjutnya, tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris.
Para pejabat Belanda maih diberi kelonggaran untuk menjadi pegawai pemerintahan Inggris.Dan yang terakhir adalah Inggris tidak menanggung utang Belanda.
Setelah penandatangan perjanjian, pemerintah Inggris lalu menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur yang memimpin Jawa. Sementara itu, jabatan gubernur jenderal masih dipegang oleh Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta, India.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Kebijakan Pemerintah Inggris
Adapun kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Raffles pada masa penjajahan di Indonesia yang tercatat dalam sejarah adalah:
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
Sejarah mencatat bahwa pada masa penjajahan Inggris di Indonesia, Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Karesidenan ini merupakan kumpulan distrik. Sementara itu, distrik adalah kumpulan dari kecamatan yang terdiri dari desa-desa.
Selanjutnya, mereka juga mengubah sistem pemerintahan. Yang semula diperintah oleh penguasa pribumi, kemudian berubah menjadi sistem pemerintahan kolonial. Para pejabat pribumi dicopot dari kedudukannya dan kemudian diangkat menjadi pegawai pemerintahan kolonial.
b. Bidang Ekonomi dan Keuangan
Selanjutnya, kebijakan yang diterapkan dalam bidang ekonomi adalah para petani memiliki kebebasan untuk memilih tanaman ekspor yang akan ditanam. Sementara itu, pemerintah akan wajib membuka pasar untuk memasarkan hasil panen.
Pembayaran pajak hasil bumi yang berlaku pada masa penjajahan Belanda dihapuskan. Begitu pula dengan sistem verplicthe leverantie atau penyerahan hasil bumi yang berupa kopi dan tembakau.
Namun sebagai gantinya, Inggris menerapkan sistem sewa tanah. Di sini, para petani dianggap sebagai penyewa dan pemerintah kolonial adalah pemilik tanah. Jadi, meskipun itu adalah tanah pribadi para petani, mereka tetap harus membayar sewa.
Tak berhenti di situ saja, mereka juga masih diwajibkan untuk membayar pajak. Pemungutannya melalui kepala desa masing-masing. Sistem sewa tanah tersebut diberlakukan di wilayah Pulau Jawa.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
c. Bidang Sosial dan Hukum
Sumber: Wikimedia Commons
Thomas Raffles menghapuskan kerja rodi yang diberlakukan oleh penguasa sebelumnya. Selain itu, ia juga menghilangkan sistem hukuman kejam yang mengharuskan pelaku untuk melawan harimau.
Perbudakan juga sebenarnya dihapuskan. Akan tetapi pada pelaksanaannya, ia melakukan hal yang serupa meskipun memiliki nama yang berbeda.
Sementara itu di bidang hukum, Letnan Gubernur perwakilan Inggris tersebut tidak memberikan hukuman yang berorientasi pada ras. Akan tetapi, ia memberlakukan hukuman yang setara dengan besar atau kecilnya kesalahan yang diperbuat.
d. Bidang Ilmu Pengetahuan
Kebijakan yang diberlakukan oleh Raffles memang banyak menyengsarakan rakyat. Akan tetapi, ia juga memberikan peninggalan yang berharga untuk bidang pengetahuan.
Salah satunya adalah pendirian Kebun Raya Bogor. Ia juga menemukan bunga bangkai yang kemudian diberi nama Rafflesia Arnoldi. Selain itu, laki-laki tersebut turut aktif dalam mendukung kegiatan perkumpulan kebudayaan yang bernama Bataviaach Genootschap.
Thomas Stamford Rafless menulis sebuah buku berjudul History of Java yang diterbitkan pada tahun 1817. Dalam penyusunannya, ia dibantu oleh Raden Ario Notodiningrat dan Notokusumo II.
Kemunduran Inggris
Dalam sumber sejarah tercatat bahwa masa pejajahan Inggris di Indonesia bisa dibilang cukup singkat, yaitu lima tahun saja. Lantas, apa yang menyebabkan ditariknya pasukan Inggris dari Indonesia?
Pengaruh Inggris terhadap Hindia Belanda mulai melemah ketika negara-negara musuh Napeoleon Bonaparte bersepakat untuk mendirikan Kerajaan Belanda yang baru. Kemudian pada tahun 1815, pada Kongres Wina diputuskan kalau Inggris harus mengembalikan Hindia Belanda kepada Belanda.
Keputusan tersebut diambil untuk mengakhiri Perang Napoleon. Serah terima secara resmi dilakukan pada bulan Agustus 1816 yang kemudian menjadi penanda sejarah berakhirnya pendudukan Inggris di Hindia Belanda atau Indonesia.
Sementara itu, Raffles dicopot dari kedudukannya dan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1818. Setahun kemudian, ia berhasil menguasai Singapura.
Lalu pada tahun 1825, Belanda dan Inggris kembali membuat kesepatakan lewat Treaty of London. Isinya adalah Belanda menyerahkan wilayah Malaka kepada Inggris. Sebagai gantinya, Bengkulu harus diserahkan pada Belanda.
Selanjutnya, Inggris berkuasa di sebelah utara garis paralel Singapura. Sementara itu, Belanda menguasai bagian selatan. Inilah sejarah berakhirnya masa pendudukan Inggris di Indonesia.
Baca juga: Prasasti Peninggalan yang Menunjukkan Keberadaan Kerajaan Kutai
Belanda Merebut Berhasil Merebut Kekuasaannya Kembali (1816–1942)
Sumber: Wikimedia Commons
Semenjak penandatanganan Treaty of London, wilayah Hinda Belanda kembali lagi ke tangan kolonial Belanda. Yang diangkat menjadi Gubernur Jenderal pada saat itu adalah Van der Capellen. Masa kepemimpinannya hanya dari 19 Agustus 1816 sampai 1 Januari 1826.
Ia tidak banyak disukai karena dianggap terlalu lemah. Selanjutnya, pada tahun 1830 di bawah kepemimpinan Graaf van den Bosch, memfokuskan untuk menerapkan kebijakan yang dibuat untuk Pulau Jawa, Sumatera, dan Bangka.
Namun, sejak tahun 1840, Belanda mulai mengobarkan perang untuk memperluas dan semakin menancapkan taringnya ke wilayah luar Pulau Jawa. Hal tersebut bertujuan untuk mengklaim bahwa mereka telah menguasai nusantara.
Beberapa contoh wilayahnya adalah Minangkabau, Banjarmasin, Aceh, Bali, dan Lombok. Maka dari itu, tidak mengherankan jika timbul perlawanan dari berbagai daerah.
Perlawanan Rakyat Indonesia
Sehubungan dengan fakta di atas, ada banyak sekali perlawanan tokoh-tokoh sejarah yang tercatat pada masa penjajahan Belanda di Indonesia yang kedua ini. Salah satunya adalah Perang Padri.
Perang yang terjadi di Sumatra Barat tersebut bermula dari pertentangan oleh Kaum Padri dengan Kaum Adat pada tahun 1803. Namun kemudian, Belanda ikut campur ke dalam masalah tersebut karena diminta tolong oleh Kaum Adat. Peperangan pun semakin runyam.
Hingga pada tahun 1825, pemimpin Kaum Padri, yaitu Tuanku Imam Bonjol, mencoba untuk berdamai dengan Kaum Adat. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mengusir Belanda. Kesepakatann bersama tersebut baru terbentuk pada tahun 1833.
Di tahun yang sama, mereka kemudian menyerang benteng pertahanan Belanda bersama-sama. Pihak Belanda yang tidak mengira hal tersebut akan terjadi menjadi terdesak karena serangan yang mendadak itu.
Sayang sekali, perjuangan itu harus terhenti ketika Belanda akhirnya berhasil menangkap Tuanku Imam Bonjol. Wilayah Minangkabau kemudian menjadi daerah kekuasaan Belanda.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Raden Wijaya, Sang Pendiri Kerajaan Majapahit
Kebijakan Lain yang Dibuat Oleh Belanda
Sumber: Wikimedia Commons
Berikut ini adalah kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah Belanda ketika berkuasa kembali:
1. Tanam Paksa
Pada tahun 1830, Johannes van den Bosch selaku Gubernur Jenderal yang menjabat mengeluarkan sistem cultuurstesel yang kemudian dikenal sebagai tanam paksa. Ia mencetuskan ide ini karena sistem sewa tanah yang digunakan pada masa pendudukan sebelumnya malah menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk mengembalikan perekonomian Belanda yang carut marut karena banyak mengeluarkan biaya untuk perang. Adapun aturan-aturan yang harus dipatuhi adalah:
a. Setiap warga pribumi harus menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditas yang laku untuk diekspor ke luar negeri. Contohnya adalah teh, kopi, tebu, dan nila. Pengerjaan penanaman tersebut tidak boleh lebih dari tiga bulan.
b. Jika nanti hasil panen melebihi ketentuan, maka akan dikembalikan. Lalu, jika terjadi gagal panen akibat bencana atau terserang hama, kerugian diganti oleh pemerintah Belanda.
c. Tanah yang dijadikan cultursteel dibebaskan dari pajak. Sementara itu, bagi orang yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan milik Belanda selama 66 hari.
Namun, kemudian apa yang tertulis itu tidak benar-benar ditepati Belanda. Bahkan, penguasa lokal memanfaatkannya untuk memeras teman sebangsanya sendiri.
Banyak sekali petani yang meninggal karena kelelahan dalam bekerja. Kebijakan ini mendapatkan kritik dari berbagai kalangan, termasuk kaum Liberal Belanda.
2. Politik Etis
Sebagai bentuk “tanggung jawab” atas kekejaman yang dilakukan kepada pribumi, Belanda kemudian menggagas Politik Etis. Kebijakan yang dikenal sebagai Politik Balas Budi ini dicetuskan oleh Conrad Theodor van Deventer.
Isi dari kebijakan Politik Etis tersebut ada tiga hal. Pertama, membangun saluran pengairan untuk pertanian (irigasi). Lalu, mengajak pribumi untuk bertransmigrasi (imigrasi). Dan yang terakhir adalah memperluas pendidikan dan pengajaran (edukasi).
Namun sayang sekali kebijakan untuk irigasi dan imigrasi tetap saja pada akhirnya disalahgunakan. Mereka hanya melakukan irigasi untuk perkebunan Belanda. Selain itu, rakyat juga dipindahkan untuk menjalani kerja rodi di perkebunan Belanda yang terletak di daerah lain.
Satu-satunya yang dapat dipertanggungjawabkan adalah di bidang pendidikan. Mereka benar-benar membangun sekolah di banyak daerah. Meskipun pada pelaksanaannya, sekolah dibedakan untuk kaum bangsawan dan rakyat biasa.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat dengan Sosok Sultan Suriansyah, Pendiri dari Kerajaan Banjar
Kemunduran Masa Penjajahan Belanda di Indonesia untuk Kedua Kalinya
Seperti yang tertulis dalam sumber sejarah, masa penjajahan Belanda di Indonesia pun menemui titik akhirnya. Hal tersebut bermula dari meletusnya Perang Dunia II pada tahun 1939.
Pada tahun 1940, Belanda memutuskan untuk bergabung ke Blok Sekutu bersama dengan Amerika Serikat, Uni Soviet, Britania Raya, dan Tiongkok. Sementara itu, lawan mereka adalah Blok Poros yang digawangi oleh Italia, Jerman, dan Jepang.
Hingga kemudian, Jepang berhasil menyerang pangkalan Amerika Serikat, Pearl Harbor yang terletak di Hawai. Hal tersebut tentu saja membuat kekuatan Blok Sekutu menjadi lemah.
Sementara itu, Belanda juga mengalami kehancuran karena mendapatkan serangan dari NAZI Jerman. Keadaan menjadi semakin merosot ketika pasukan Jepang mendarat di Pulau Jawa bagian barat pada tanggal 1 Maret 1942.
Tak membutuhkan waktu yang lama, mereka berhasil menaklukkan benteng-benteng milik Belanda. Dalam kurun waktu satu minggu, benteng utama Belanda dapat diambil alih.
Karena hal tersebut, mau tidak mau Belanda harus menyerah kepada Jepang. Secara resmi, bangsa kulit putih itu menyerah tanpa syarat dan menyerahkan semua kekuasaan di Hindia Belanda.
Pernyataan tersebut tertuang dalam Perjanjian Kalijati yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1942. Dengan demikian, masa penjajahan di Indonesia benar-benar berakhir dan menjadi bagian dari sejarah.
Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit yang Begitu Bersejarah
Penjajahan Jepang (1942–1945)
Sumber: Wikimedia Commons
Jepang menjadi bangsa asing terakhir yang menjajah Indonesia sebelum akhirnya merdeka. Masa penjajahannya bisa dibilang cukup singkat jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain.
Namun, penderitaan yang dialami rakyat pada saat itu lebih dari yang bisa dibayangkan. Nah, kamu dapat menyimak ulasan singkat tentang sejarah penjajahan Jepang di Indonesia di bawah ini.
Awal Mula Kedatangan Bangsa Jepang
Jepang pertama kali datang ke Indonesia pada awal tahun 1942. Mereka mendarat di Kalimantan Timur, tepatnya daerah Tarakan. Selanjutnya, pasukan Jepang tersebut mulai menjalankan aksinya untuk merebut benteng-benteng milik Belanda.
Dari Tarakan, mereka kemudian mengambil alih Balikpapan dan Pontianak. Di bulan Februari, mereka berhasil menaklukkan daerah Samarinda, Banjarmasin, dan Palembang.
Sesudah kota-kota penting di luar Jawa dikuasai, pasukan Jepang lalu bergerak ke mendekat ke Pulau Jawa. Mereka mendarat di Teluk Banten pada tanggal 1 Maret 1942.
Tak buang-buang waktu, mereka berhasil mengambil Alih Batavia beberapa hari kemudian. Hal itu tentu saja membuat Gubernur Jenderal Belanda terdesak mundur dan pergi ke Jawa Barat.
Letnan Jenderal Jepang yang bernama Hitosi Imamura kemudian meminta Belanda untuk menyerahkan semua wilayah kekuasaan pada mereka. Kalau menolak, mereka tidak akan segan-segan untuk meluluhlantakkan Bandung.
Karena tak memiliki pilihan lain, Belanda pun menyetujuinya. Penyerahan tersebut tertuang dalam Perjanjian Kalijati yang ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1942. Inilah yang menjadi tanda dimulainya masa penjajahan Jepang di Indonesia yang meninggalkan catatan sejarah yang begitu kelam.
Baca juga: Faktor-Faktor yang Diduga Menjadi Pemicu Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam
Membangun Propaganda
Sumber: Wikimedia Commons
Kedatangan Jepang di berbagai wilayah Indonesia seperti memberikan angin segar pada rakyat yang menginginkan perubahan. Rakyat memang menginginkan kebebasan dari pengaruh Belanda. Maka dari itu, pasukan Jepang diterima dengan baik.
Selain itu, penjajah dari Asia timur tersebut juga menggunakan sebuah trik untuk merebut simpati rakyat. Mereka dengan sengaja menyiksa orang-orang Belanda yang menjadi tawanan di depan umum. Untuk semakin meyakinkan, mereka membebaskan para pribumi yang ditahan oleh Belanda.
Konon dalam sebuah sumber sejarah menyebutkan bahwa sebelum kedatangan Jepang ke Indonesia, propaganda Jepang sudah disiarkan di radio Tokyo. Mereka juga mendengungkan bahwa Indonesia sudah dianggap sebagai saudara tua.
Tepat pada Hari Nasional Jepang yang jatuh pada tanggal 29 April 1942, secara resmi lahirlah gerakan propaganda Jepang yang disebut dengan Gerakan 3A. Isinya adalah Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia, dan Nippon Cahaya Asia.
Salah satu wujud dari gerakan tersebut adalah dengan mendirikan Cuo Seinen Kunrensyo. Ini merupakan pendidikan kilat untuk remaja yang berumur 14–18 tahun. Tujuannya adalah untuk melatih kedisplinan, ketertiban, dan kesopanan. Lalu pada malam harinya, anak-anak itu akan diajari bahasa Jepang.
Namun bagi golongan intelektual, gerakan tersebut tidak ada faedahnya karena terlalu menonjolkan Jepang, Rakyat pun menjadi tidak simpati sehingga Gerakan 3A dibubarkan pada akhir 1942.
Baca juga: Ulasan Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam
Kebijakan Pemerintah Jepang
Jepang datang ke Indonesia bukanlah tanpa sebab. Mereka memiliki tujuan yang tentu saja akan menguntungkan bangsa mereka. Salah satunya adalah menjadikan Indonesia sebagai pemasok bahan bakar dan bahan mentah untuk kepentingan Industri mereka.
Setelah itu, hasil industrinya akan dipasarkan kembali ke Indonesia. Mengingat jumlah rakyat Indonesia sangatlah banyak, pangsa pasar di sini tentu akan sangat menguntungkan bagi mereka.
Dan yang terakhir, Jepang bisa mendapatkan tenaga kerja yang sangat banyak dengan upah yang rendah. Hal ini sama saja seperti yang dilakukan oleh Belanda, bukan? Memeras tenaga rakyat Indonesia demi memakmurkan negaranya.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka kemudian menerapkan beberapa kebijakan-kebijakan. Yang pertama adalah dengan menghapuskan pengaruh kolonialisme Belanda.
Selain dengan menggaungkan Gerakan Tiga A, Jepang merombak total sistem pemerintahan baik yang berada di pusat maupun daerah. Mereka membukan luas sekolah untuk semua golongan rakyat.
Namun, ada perintah-perintah yang tidak boleh dilanggar. Di sekolah, bendera Jepang harus dikibarkan. Tak lupa juga menyanyikan lagu Kimigayo untuk perayaan hari besar Jepang. Sistem kalendar pun menggunakan kalender Jepang.
Kebijakan lainnya adalah membuat rakyat Indonesia untuk membantu Jepang memenangkan Perang Asia Timur. Hal itu diwujudkan dengan membentuk beberapa organisasi seperti PETA, Heiho, Keibodan, Seinendan, Jawa Hokokai, dan Fujinkai.
Organisasi tersebut sebenarnya merupakan alat untuk mendoktrin rakyat Indonesia. Namun kemudian, nantinya mereka inilah yang akan mengobarkan semangat untuk lepas dari cengkeraman Jepang.
Akhir Masa Penjajahan Jepang di Indonesia
Sumber: Wikimedia Commons
Sejarah mencatat akhir dari penjajahan Jepang di Indonesia mulai tercium pada tahun 1944. Pada saat itu, kedudukan Jepang dalam perang Asia Pasifik mulai terdesak. Pusat-pusat pertahanan milik mereka banyak yang jatuh ke tangan Amerika.
Jepang tentu saja menjadi semakin terpuruk. Mereka juga mengalami kerugian yang sangat besar setelah kalah perang melawan Amerika di Laut Koral. Nah, keterpurukan ini tentu saja membawa angin segar untuk Indonesia.
Tak hanya menghadapi lawan dari pihak lawan, Jepang juga terus mendapatkan rongrongan dari para pejuang Indonesia yang menuntut kemerdekaan. Pejuang-pejuang dari berbagai daerah secara berkesinambungan melakukan serangan-serangan terhadap mereka.
Lalu pada tanggal 7 September 1944, Jenderal Kuniaki Koiso menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Asalkan, rakyat mau membantu Jepang dalam Perang Pasifik. Janji tersebut baru diwujudkan pada tanggal 1 Maret 1945 dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Anggotanya terdiri dari 67 pribumi dan 7 orang Jepang. Pada tanggal 7 Agustus 1945, badan tersebut berganti nama menjadi Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPPKI) yang diketuai oleh Soekarno.
Sementara itu, keadaan di wilayah Jepang menjadi semakin genting. Pada tanggal 6 Agustus, Amerika menjatuhkan bom atom di Hiroshima. Selanjutnya, pasukan Amerika kembali menjatuhkan bom pada tanggal 9 Agustus, kali ini sasarannya adalah Nagasaki. Total jumlah korban dalam peristiwa naas itu mencapai lebih dari 200.000 jiwa.
Akhirnya pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Hal ini menjadi penanda resmi berakhirnya masa penjajahan di Indonesia yang paling kelam dalam sejarah.
Keadaan tersebut kemudian dimaanfaatkan oleh Bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno membaca teks proklamasi dengan didampingi oleh Bung Hatta.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Mengungkap Keberadaan Kerajaan Singasari
Sudah Puas Menyimak Ulasan tentang Sejarah Penjajahan di Indonesia Ini?
Nah, itulah tadi ulasan cukup panjang tentang kronologis sejarah penjajahan di Indonesia. Mulai dari pendudukan Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, hingga Jepang.
Bagaimana? Semoga saja setelah membacanya, kamu mendapatkan informasi yang dapat menambah wawasanmu, ya! Ingatlah, bangsa yang baik adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarahnya.
Di PosKata, kamu tidak hanya akan menemukan informasi seputar sejarah penjajahan di Indonesia saja, lho. Akan tetapi, ada pula ulasan menarik seputar kerajaan-kerajaan di nusantara yang sayang sekali jika kamu lewatkan.
Tentu saja, bukan hanya kerajaan bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Aceh, atau Demak. Kamu pun akan menemukan informasi kerajaan bercorak Hindu-Buddha beserta peninggalan-peninggalan sejarahnya. Maka dari itu, tunggu apa lagi? Langsung saja cek, yuk!