
Perlawanan terhadap Belanda terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah di bagian utara Pulau Sumatra, terutama dengan suku Batak. Nah, kalau ingin menyimak ulasan lengkap mengenai sejarah Perang Batak melawan Belanda, cek saja di bawah ini!
Di tanah Batak, juga terjadi perlawanan rakyat untuk mengusir Belanda. Menurut catatan sejarah, Perang Batak tersebut dipimpin oleh Sisingamangaraja XII. Ia merupakan salah satu pemimpin rakyat Batak pada saat itu.
Belanda pertama kali datang ke Tapanuli sekitar tahun 1878. Sama seperti yang terjadi di daerah lain, mereka kemudian mencampuri urusan masyarakat setempat sehingga menimbulkan kekacauan. Dan tentu saja, mereka juga memiliki agenda untuk menguasai wilayah tersebut.
Lantas, seperti apa sejarah dan jalannya Perang Batak untuk mengusir bangsa penjajah ini? Tidak usah kebanyakan basa-basi lagi, kalau penasaran informasi selengkapnya bisa kamu baca di bawah ini, ya!
Kedatangan Bangsa Belanda di Tanah Batak
Sumber: Wikimedia Commons
Belanda diperkirakan datang ke Sumatra Utara sekitar tahun 1870-an. Mereka berani melakukan invasi ke wilayah ini berdasarkan perjanjian yang dilakukan dengan Inggris.
Perjanjian yang ditandatangai tahun 1824 itu menyatakan bahwa Inggris memberikan wilayah kekuasaannya kepada Belanda, termasuk Sumatra. Tanpa buang-buang waktu, Belanda kemudian bergerak untuk menguasainya.
Pertama-tama, mereka datang terlebih tiba di Aceh sekitar tahun 1873. Di sana, kedatangan mereka tidak diterima dengan baik. Hingga kemudian timbul perlawanan rakyat Aceh melawan Belanda.
Selain di Aceh, mereka juga bergerak ke daerah Tanah Batak. Kehadiran mereka pada awalnya diterima dengan baik oleh para raja di sana.
Namun, keadaan tersebut tidaklah bertahan lama. Hubungan kedua belah pihak itu menjadi buruk setelah pihak tanah Batak mengetahui apa yang direncanakan oleh Belanda.
Perihal Agama dan Kepercayaan Penduduk Batak
Selain untuk melakukan perluasan wilayah, bangsa asing itu rupanya membawa misi khusus untuk menyebarkan agama Kristen di tanah Batak. Mereka membawa para misionaris yang tergabung dalam sebuah organisasi bernama Zending ke sana.
Pada waktu itu, rakyat di tanah Batak kebanyakan merupakan penganut animisme dan kepercayaan lokal yang jumlahnya beragam. Di antara kepercayaan lokal itu, ada beberapa yang memiliki pengikut yang cukup besar.
Salah satunya adalah Malim. Sementara itu, penganutnya yang disebut sebagai Permalim. Dalam ajaran tersebut, mereka percaya bahwa keturunan-keturunan dari Sisingamangaraja akan menjadi pemimpin di seluruh dunia.
Untuk yang belum tahu, Sisingamangaraja bukanlah sebuah nama, melainkan gelar kehormatan. Gelar tersebut disandang oleh pemimpin-pemimpin kerajaan.
Bagi para penganutnya, Malim bukanlah sekadar agama saja, tetapi juga tatanan sosial dan politik. Maka ketika Belanda menyebarkan agama Kristen di sana, tentu saja menimbulkan keributan besar.
Baca juga: Faktor-Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit yang Harus Kamu Tahu
Munculnya Konflik Penyebab Perang Batak
Sumber: Wikimedia Commons
Menurut catatan beberapa sumber sejarah, memang benar yang menjadi salah satu penyebab meletusnya Perang Batak adalah kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda. Namun sebenarnya, Sisingamangaraja XII sendiri pada awalnya tidak merasa keberatan dengan berkembangnya agama tersebut.
Ia adalah pemimpin yang toleran dan tidak pernah memaksakan kehendak pada rakyatnya. Hal tersebut termasuk juga agama yang mereka anut.
Namun kemudian, Belanda menggunakannya sebagai alat politik untuk memonopoli wilayah tersebut. Itulah yang kemudian yang membuat Sisingamangaraja menjadi geram. Selanjutnya, ia mengadakan musyawarah dengan beberapa raja lain untuk mengatasi hal tersebut.
Dari situ, ia tersebut kemudian memutuskan untuk menolak kegiatan penyebaran agama Kristen. Selain karena tidak menyukai apa yang dilakukan Belanda, ia juga ingin kepercayaan Malim tidak tergusur.
Sekitar tahun akhir 1877, ia mulai mengusir para misionaris atau penyebar agama Kristen yang berada di Bahal Batu dan Silindung. Setelah diusir, misionaris-misionaris itu kemudian meminta bantuan dan perlindungan kepada pemerintah Hindia Belanda. Dari sinilah hubungan antara Belanda dan rakyat Batak semakin memanas.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Kronologi Sejarah Berlangsungnya Perang Batak
Sekitar awal bulan Februari 1878, datanglah pasukan Belanda yang bergabung dengan para misionaris. Hal tersebut rupanya semakin menyulut kemarahan Sisingamangaraja XII.
Pada tanggal 16 Februari 1878, laki-laki bangsawan itu kemudian memerintahkan pasukannya untuk menyerang pos-pos Belanda. Rupanya, perlawanan dari rakyat tersebut memang sudah diprediksikan oleh pihak Belanda. Peristiwa sejarah ini menjadi penanda bermulanya Perang Batak.
Nah sebenarnya, masalah agama bukanlah satu-satunya pemicu meletusnya perang tersebut. Penyebab lainnya adalah karena Belanda yang menerapkan kebijakan politik liberal di mana pengusaha Eropa bisa dengan bebas menyewa tanah milik penduduk.
Pada pelaksanaannya, tak sedikit rakyat yang dipaksa untuk menyewakan tanah dengan harga yang begitu murah. Bahkan, ada yang sampai kehilangan hak milik tanahnya. Tidak ingin lagi melihat rakyat menderita, ia kemudian memutuskan untuk melakukan perlawanan.
Untuk menghadapi perlawanan tersebut, Belanda mendatangkan pasukan dari daerah lain untuk membantu mengatasi perlawanan. Tentara bantuan tersebut baru tiba sekitar pertengahan Maret 1878.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya tanggal 1 Mei 1878, Belanda melakukan serangan balasan ke Tapanuli. Pertempuran yang sengit pun tidak dapat dihindarkan dan banyak memakan korban jiwa.
Sayang sekali, pada peperangan kali ini dimenangkan oleh pihak Belanda. Sisingamangaraja XII beserta sisa pasukannya bisa menyelamatkan diri dan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Namun, raja-raja lain yang tertangkap lalu dipaksa untuk bersumpah setia kepada Belanda. Dan juga, wilayah kedudukannya, yaitu di Bangkara menjadi wilayah kekuasaan bangsa penjajah itu.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
Perang Lanjutan
Belanda memang sudah menguasai daerah kekuasaan dan mencengkeram beberapa pimpinan untuk tunduk pada mereka. Akan tetapi, hal itu tidak membuat Sisingamangaraja gentar. Menurut sebuah sumber sejarah, ia melanjutkan Perang Batak dengan menggunakan taktik gerilya.
Perjuangan mereka kali ini rupanya tidak terlalu membuahkan hasil. Pasalnya, Belanda berhasil menguasai semakin banyak wilayah. Contohnya adalah daerah Naga Saribu, Huta Ginjang, Butar dan Lobu Siregar.
Alasan mengapa pasukan yang dipimpin oleh Sisingamangaraja dalam Perang Batak ini adalah persenjataan yang kalah canggih. Namun permasalahan itu segera terpecahkan setelah mereka mendapatkan bantuan dari pasukan Aceh.
Di tahun 1888, pasukan gabungan Batak dan Aceh melakukan penyerbuan ke pos Belanda yang berada di Kota Tua. Walau sudah menggabungkan kekuatan, perlawanan itu dapat dengan mudah diatasi oleh tentara Belanda di bawah pimpinan J.A. Visser.
Jika dibandingkan dengan peperangan yang sebelumnya, Belanda bisa dibilang sedikit melunak. Hal itu dikarenakan di saat yang bersamaan mereka juga sedang menghadapi pemberontakan di Aceh. Untuk itu, mereka melakukan hal ini untuk meminimalisir jumlah korban jiwa dari pihaknya.
Penolakan Ajakan Damai
Selanjutnya, pertarungan yang sengit juga terjadi pada tahun 1889. Pasukan Sisingamangaraja XII melakukan penyerangan ke posko pertahanan Belanda yang berada di Lobu Batu.
Pada awalnya, mereka dapat merebut tempat itu. Namun tak lama berselang, tempat itu berhasil diambil alih Belanda kembali.
Sekitar bulan September 1889, giliran Belanda menyerang pertahanan pasukan Batak yang ada di Huta Paung. Saat prajurit akan ditarik ke Pasingguran, mereka sudah terkepung oleh pasukan Belanda. Lagi-lagi, peperangan pun terjadi.
Baik pasukan Belanda maupun Batak memiliki kekuatan yang imbang. Mereka bertahan untuk mewujudkan tujuan masing-masing. Maka dari itu, perang akan terus terjadi.
Dari pihak Belanda sendiri sebenarnya merasa khawatir dengan keadaan seperti ini. Hal itu dikarenakan mereka tidak hanya akan rugi tenaga, tetapi materi juga.
Mereka kemudian mencoba untuk mengadakan perjanjian damai seperti yang dilakukan pada pemimpin perlawanan di daerah lainnya. Akan tetapi, ajakan itu ditolak mentah-mentah oleh Sisingamangaraja XII.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang Sarat Akan Nilai Sejarah
Berakhirnya Perang Batak
Sumber: Wikimedia Commons
Dalam catatan sejarah, Sisingamangaraja terus mengobarkan Perang Batak melawan Belanda. Namun pada tahun 1900-an, kekuatannya semakin melemah.
Strategi perangnya yang semula sering melakukan penyerangan, kini diubah menjadi mempertahankan diri. Alasannya adalah pasukannya semakin sedikit karena banyak yang gugur di medan perang.
Terlebih lagi, ruang gerak mereka semakin sempit karena banyaknya wilayah yang sudah jatuh ke Belanda. Keadaan menjadi semakin sulit ketika bangsa asing itu gencar melakukan pembasmian gerakan-gerakan perlawanan yang muncul di daerah Sumatra.
Sementara itu, pasukan Batak sudah tidak memiliki sekutu untuk melawan bangsa penjajah. Pasalnya, akses untuk berhubungan dengan pasukan Aceh sudah terputus.
Keadaan kian hari kian genting. Ia dan pasukan yang tersisa pun harus berpindah-pindah tempat supaya tidak mudah dikepung oleh Belanda.
Usaha Penangkapan Sisingamangaraja XXI
Strategi perang atau taktik gerilya yang dijalankan selama Perang Batak oleh pasukan Sisingamangaraja memang cukup membuat Belanda kewalahan. Akan tetapi, hal itu tidak menyurutkan niat bangsa asing tersebut untuk menangkap para pejuang.
Sekitar tahun 1906, banyak petinggi pemimpin pasukan Batak yang tertangkap. Salah satunya adalah sang panglima yang bernama Amandopang Manullang. Tidak hanya itu saja, sang penasihat, yaitu Guru Somaling juga ikut ditangkap.
Dari penangkapan itu, Belanda kemudian menelusuri jejak Sisingamangaraja XII. Sekitar tahun 1907, bukan lagi pilar pasukan Batak yang ditangkap, melainkan keluarga dekat sang pemimpin. Selain ibunya, mereka juga menangkap istri beserta beberapa anaknya.
Meskipun begitu, ia tidak memiliki waktu untuk bersedih. Laki-laki itu tetap melanjutkan perlawanan dan tetap berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
Sekitar bulan April 1907, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Hans Christoffel masih kesulitan untuk menangkap Sisingamangaraja XII. Untuk mempermudah pencarian, pasukan kemudian dibagi menjadi tiga tim.
Selanjutnya, pada bulan Juni 1907, mereka mendapatkan informasi mengenai tempat yang diduga sebagai tempat persembunyian pimpinan Batak itu. Tempat yang dimaksud adalah Penegen dan Bululuge.
Tak menunggu lama, pasukan dikerahkan untuk menyerbu ke sana. Namun sayang sekali, setelah tiba mereka tidak menemukan seorang pun di sana.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Sisingamangaraja XII Akhirnya Ditangkap
Sumber: Wikimedia Commons
Pada tanggal 16 Juni 1097, pasukan Belanda akhirnya berhasil mengepung tempat persembunyian Sisingamangaraja XII. Rupanya, ia dan pasukannya bersembunyi di sebuah gua.
Dari luar, Christoffel berteriak supaya laki-laki itu menyerahkan diri. Namun, teriakan itu tidak digubris sama sekali.
Akhirnya, pertempuran antara pasukan Belanda dan prajurit Batak yang berjaga di luar gua pun terjadi. Suara peluru dan dentingan parang terdengar dengan begitu jelas.
Hingga akhirnya, dari luar terdengar suara jeritan seorang perempuan yang sangat dikenal oleh Sisingamangaraja XII. Tanpa pikir panjang, ia kemudian keluar dari tempat persembunyian dan mendapati anak perempuannya, yaitu Lopian terluka parah.
Sisingamangaraja XXI lalu menghampiri sang putri dan memeluknya. Kemunculannya itu dilihat oleh salah seorang penembak jitu pasukan Belanda.
Tak lama kemudian, sebuah peluru pun tepat mengenai kepalanya. Ia meregang nyawa dan tewas pada saat itu juga. Sementara itu, anggota lainnya yang masih selamat ditangkap dan disiksa.
Kejadian pilu tersebut terjadi di dekat sungai Sibulbolon pada tanggal 17 Juni 1907. Peristiwa sejarah inilah yang kemudian menandai berakhirnya Perang Batak.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
Dampak Perang Batak
Sesuai dengan sejarah yang sudah tercatat, Perang Batak terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Kurang lebih selama 29 tahun, yaitu mulai dari tahun 1878 hingga 1907.
Peristiwa berdarah yang terjadi sekian lama itu tentu saja memiliki dampak negatif bagi wilayah tersebut. Tidak hanya materi saja yang habis, tetapi banyak orang yang kehilangan anggota keluarganya.
Setelah semua pengorbanan dilakukan, pada akhirnya Belanda tetap saja berhasil menguasai hampir seluruh tanah Batak. Untuk menutup kerugian dan pendanaan perang, mereka menerapkan kebijakan monopoli perdagangan di sana.
Dan yang terakhir, agama Kristen yang awalnya menjadi salah satu penyebab meletusnya Perang Batak kemudian menyebar dengan sangat luas. Pada akhirnya, banyak rakyat yang meninggalkan kepercayaan mereka dan beralih memeluk agama tersebut.
Baca juga: Silsilah Lengkap Raja-Raja yang Pernah Menjadi Pemimpin Kerajaan Singasari
Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perang Batak
Sumber: Wikimedia Commons
Tadi kamu sudah menyimak sejarah tentang perlawanan rakyat Batak hingga dampat yang ditimbulkan dari Perang Batak atau Tapanuli ini, kan?
Nah selanjutnya, tidak ada salahnya jika kamu menyimak sekilas informasi tentang tokoh-tokoh yang terlibat di dalam peperangan tersebut.
1. Sisingamangaraja XII
Yang pertama adalah Sisingamangaraja I. Laki-laki tersebut merupakan sosok penting dalam mengobarkan perlawanan rakyat Batak untuk mengusir Belanda.
Ia yang memiliki nama asli Patuan Bosar Sinambela tersebut lahir di Bakara pada tanggal 18 Februari 1845. Konon, nenek moyangnya adalah pejabat yang ditunjuk oleh pemimpin Kerajaan Pagaruyung untuk pergi ke Sumatra Utara.
Ia naik tahta pada tahun 1876 untuk menggantikan ayahnya yaitu Sisingamangaraja XI. Selama menjadi raja inilah, dirinya memimpin rakyat untuk melawan penjajahan Belanda.
Seperti yang telah kamu baca di atas, perjuangan Sisingamangaraja XII harus terhenti setelah tewas ditangan musuh pada tanggal 17 Juni 1907. Selanjutnya oleh Pemerintah Republik Indonesia, ia resmi dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tanggal 19 November 1961.
2. Hans Christoffel
Tokoh lain yang tidak kalah penting dalam peristiwa sejarah Perang Batak adalah Kapten Hans Christoffel. Ialah yang berhasil menumbangkan Sisingamangaraja XII.
Rupanya, laki-laki tersebut bukanlah tentara sembarangan. Sebelum menjadi seorang kapten, ia tergabung dalam pasukan khusus bernama Marsose.Sebelum menjalankan tugas meredamkan perlawanan di Batak, ia pernah ditugaskan ke Aceh, Gowa, Banjarmasin, dan beberapa daerah lainnya.
Tak lama setelah Perang Batak usai, ia berhenti dari karier kemiliterannya. Ia meninggal pada tahun 1962 di Antwerpen dalam usia 97 tahun.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Informasi Lengkap tentang Sejarah Perang Batak
Demikianlah ulasan mengenai sejarah dan kronologi Perang Batak yang dipimpin oleh Sisingamangaraja XII. Bagaimana? Semoga setelah membaca artikel di atas bisa menambah wawasanmu mengenai perjuangan rakyat mengusir bangsa penjajah dari tanah air.
Di PosKata, kamu tidak hanya akan menemukan artikel mengenai penjajahan saja, lho. Namun, ada juga artikel-artikel menari tentang kerajaan-kerajaan nusantara yang sayang sekali jika dilewatkan.
Contohnya ada sejarah Kerajaan Samudra Pasai, Singasari, Gowa Tallo, Mataram Islam, dan masih banyak lagi. Maka dari itu, baca terus, yuk!