
Setelah peristiwa kemerdekaan, pemerintahan Indonesia terbagi menjadi tiga periode, yaitu masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Secara khusus, artikel ini akan membahas mengenai Orde Lama.
Menurut catatan sejarah, negara Indonesia memiliki tiga periode penting dalam pemerintahan. Yang paling awal dan akan dibahas di sini adalah masa Orde Lama.
Pemerintahan Orde Lama berjalan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Era ini berada di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan berlangsung mulai dari tahun 1945 sampai 1966.
Sementara itu, masa Orde Lama sendiri juga terbagi menjadi tiga periode, yaitu tahun 1945–1950, 1950–1959, dan 1959–1966. Kalau masih penasaran dan ingin membaca informasi lengkapnya, kamu bisa langsung cek selengkapnya di bawah ini, ya!
Informasi Sejarah Mengenai Konfrontasi Indonesia dan Malaysia
Perihal Indonesia dan Malaysia yang kerap bersitegang rupanya sudah terjadi sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Ulasan lengkap mengenai sejarah dan penyebab Konfrontasi Indonesia-Malaysia ...
Ulasan Lengkap tentang Masa Demokrasi Parlementer di Indonesia
Dalam menjalankan Orde Lama, ada tiga sistem pemerintahan yang dijalan oleh Seokarno. Nah, yang akan dibahas lebih mendalam lewat artikel ini adalah masa sistem pemerintahan yang menggunakan ...
Penyimpangan-Penyimpangan yang Terjadi pada Masa Orde Lama
Ada banyak sekali penyimpangan-penyimpangan pada masa Orde Lama. Terutama ketika menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin. Ulasan lebih lengkapnya dapat kamu simak di bawah ini, ya!
Mengenal Lebih Jauh Masa Orde Lama
Sumber: Wikimedia Commons
Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, Sekutu melakukan pengeboman terhadap dua kota besar Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa tersebut mengubah pendirian Jepang yang pada awalnya bertahan menjadi menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Jepang secara resmi mengaku kalah pada tanggal 15 Agustus 1945. Penyerahan bangsa penjajah tersebut tentu saja dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Meskipun sempat diwarnai ketegangan antara golongan muda dan golongan tua, akhirnya Indonesia melakukan proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Lokasinya berada di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Setelah merdeka, Indonesia lalu menggunakan sistem presidensial. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan bersama dalam rapat PPPKI. Nah, periode inilah yang kemudian disebut sebagai masa Orde Lama.
Secara sederhana, Orde Lama adalah masa pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden Soekarno. Istilah tersebut muncul karena pemerintahan pada zaman Soeharto disebut sebagai Orde Baru.
Pada masa ini, Indonesia mengalami beberapa pergantian sistem pemerintahan, yaitu Demokrasi Parlementer, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Terpimpin. Salah satu penyebab pergantian sistem ini adalah situasi negara yang memang belum stabil.
Terlebih lagi, Belanda kembali datang dan sempat tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia sehingga menimbulkan kekacauan. Hal itu karena mereka ingin menguasai Indonesia kembali dengan menjadikannya sebagai negara bawahan.
Alasan lainnya adalah pemerintah juga mencari sistem pemerintahan yang sejalan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat pada waktu itu, Indonesia adalah negara yang masih benar-benar baru sehingga perlu banyak mencoba dan mencari yang pas.
Baca juga: HEIHO: Organisasi Pembantu Tentara Jepang yang Turut Diterjunkan ke Perang Asia Pasifik
Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan Indonesia
Masa Orde Lama sendiri terbagi menjadi tiga periode. Yang pertama adalah pemerintahan pasca kemerdekaan Indonesia. Periode ini berlangsung mulai tahun 1945 sampai 1950.
Seperti yang sudah menjadi keputusan bersama dalam sidang PPKI, Indonesia menggunakan sistem presidensial. Untuk membantu tugas presiden, lalu mereka membentuk kabinet yang beranggotakan para menteri. Selain itu, kabinet juga berfungsi sebagai alat kelengkapan negara.
Nah, dengan menggunakan sistem presidensial, rakyat mempercayakan semua keputusan di tangan Soekarno-Hatta. Pada waktu itu, belum ada pembentukan dewan perwakilan rakyat. Maka, presiden juga dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Karena terpusat pada presiden, tentu ada kecemasan dari beberapa pihak jikalau terjadi kekuasaan absolut pada satu orang saja. Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia lalu mengeluarkan beberapa maklumat:
- Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 berisi tentang penetapan KNIP menjadi lembaga legislatif.
- Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 isinya adalah tentang pembentukan partai politik.
- Pemerintah mengeluarkan maklumat lagi pada tanggal 14 November 1945 yang isinya adalah mengubah sistem pemerintahan menjadi demokrasi parlementer.
Berubah Menjadi Demokrasi Parlementer
Dengan dikeluarkan maklumat pemerintah ada tanggal 14 November 1945, sistem pemerintahan kemudian berganti menjadi demokrasi parlementer. Yang semula keputusan terpusat di presiden, kini beralih ke parlemen.
Hal tersebut berarti kekuasaan legislatif lebih kuat apabila dibandingkan dengan eksekutif. Selain itu, para menteri nantinya harus mempertanggungjawabkan kebijakan yang diambil kepada DPR.
Pada sistem demokrasi parlementer, rakyat memiliki wewenang lebih banyak untuk ikut campur dalam masalah politik. Para menteri juga dapat melakukan kritik kepada pemerintah apabila ada kebijakan yang dirasa merugikan rakyat Indonesia.
Akan tetapi, pada saat itu pemerintah tidak bisa menjalankan pemerintahan secara maksimal. Hal tersebut karena kedatangan Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia dan menyebabkan konflik berkepanjangan.
Perseteruan antara Indonesia dan Belanda mencapai titik terang ketika diadakan Konferensi Meja Bundar pada tanggal 23 Agustus 1949. Salah satu keputusannya adalah menjadikan Indonesia menjadi negera federasi dan mengakui Ratu Belanda sebagai kepala pemerintahan.
Ketika menjadi negara federasi dan berubah nama menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), wilayahnya terbagi menjadi beberapa negara bagian dan satuan wilayah:
- Negara Bagian:
- Republik Indonesia
- Indonesia Timur
- Pasundan
- Sumatera Timur
- Sumatera Selatan
- Jawa Timur
- Madura
- Satuan kenegaraan:
- Bangka
- Belitung
- Jawa Tengah
- Kalimantan Barat
- Kalimantan Timur
- Banjar
- Dayak Besar
- Kalimantan Tenggara
- Riau
Sistem seperti ini sebenarnya merugikan RI karena wilayahnya menjadi terpecah-pecah. Ya, tapi memang itulah tujuan Belanda sebenarnya. Memecah-mecah wilayah supaya mudah melakukan praktik adu domba.
Sayangnya, Republik Indonesia Serikat yang resmi berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 ini tak berlangsung lama. Banyak dari pemimipin negara bagian lain menginginkan untuk bergabung dengan Negara RI lagi.
Kemudian pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah sepakat untuk membubarkan RIS dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. RIS dibubarkan secara resmi setelah Presiden Soekarno menandatangani UUD RI sementara pada tanggal 15 Agustus 1950.
Baca juga: Kronologi Terjadinya Agresi Militer Belanda 1: Usaha untuk Kembali Menguasai Indonesia
2. Demokrasi Liberal
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS), Indonesia kemudian menjalankan pemerintahan menggunakan sistem demokrasi liberal. Penggunaannya berlangsung mulai tahun 1950 samai 1959.
Pada waktu itu, pemerintah mengadopsi konsep liberalisme utuk menjalankan demokrasi yang bebas di Indonesia. Tidak hanya dalam kegiatan berpolitik saja, tetapi juga ekonomi.
Dengan menggunakan sistem demokrasi liberal, presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Akan tetapi, ia memiliki hak untuk membentuk kabinet.
Sementara itu, nantinya pemerintah akan dijalankan oleh perdana menteri yang membawahi kabinet. Nantinya, perdana menteri akan mempertanggungjawabkannya kepada parlemen atau DPR.
Pada masa ini pula, Indonesia mulai menggunakan sistem multipartai. Jumlahnya cukup banyak, yaitu sekitar 28 partai. Namun, hal ini rupanya memiliki dampak yang kurang baik untuk pemerintahan.
Salah satu dampaknya adalah seringnya pergantian kabinet. Akibatnya adalah banyak rencana-rencana yang tidak bisa terealisasikan dengan baik.
Dalam kurun sembilan tahun, Indonesia mengalami pergantian sebanyak tujuh kali. Peristiwa ini tentu saja semakin membuat keadaan menjadi tidak stabil.
Meskipun dengan keadaan yang kurang kondusif, pemerintah tetap menyelenggarakan pemilihan umum untuk yang pertama kalinya. Pemilu tersebut diadakan pada tahun 1955.
Di tahun itu, terjadi dua kali pemilihan umum. Yang pertama diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memiliki anggota DPR. Selang beberapa bulan kemudian, Pemilu terselenggara untuk memilih Dewan Konstituante. Sementara itu, partai yang mendapatkan suara terbesar adalah PNI, Masyumi, NU, PKI, dan PSII.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
3. Demokrasi Terpimpin
Sistem pemerintahan terakhir yang berlaku pada masa Orde Lama adalah Demokrasi Terpimpin. Pemberlakuan sistem yang baru ini atas dasar gagalnya demokrasi liberal. Salah satu penyebabnya adalah persaingan partai politik yang memperebutkan kepentingan.
Maka dari itu, Presiden Soekarno kemudian mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Isinya adalah memberlakukan kembali UUD 1945 dan membentuk MPRS dan DPAS. Selain itu, presiden juga menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950 dan juga membubarkan konstituante.
Menurut Soekarno, pemberlakuan sistem pemerintah sebelumnya tidak terlalu cocok karena merupakan “produk” impor. Ia menambahkan kalau sebaiknya menggunakan mengadopsi nilai-nilai bangsa sendiri pada sistem pemerintahan. Dengan demikian, sistem politiknya akan sesuai dengan jati diri bangsa.
Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin membawa perubahan besar di kancah perpolitikan Indonesia. Sayangnya perubahan tersebut bukan ke arah yang lebih baik, tetapi sebaliknya.
Sesuai dengan namanya, dalam Demokrasi Terpimpin ini Presiden Soekarno memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengatur negara. Akibatnya, kekuasaan tersebut rawan untuk disalahgunakan demi kepentingan pribadi.
Pada periode ini juga terjadi konflik yang cukup berat antara Presiden, Angkatan Darat, serta PKI. Selain itu, terjadi pula banyak penyimpangan-penyimpangan yang lainnya.
Dan, yang menjadi puncaknya adalah peristiwa G30S PKI. Peristiwa tersebut menjadi penanda berakhirnya Demokrasi Terpimpin pada masa Orde Lama.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Penyimpangan yang Terjadi pada Masa Orde Lama
Sumber: Wikimedia Commons
Seperti yang telah kamu simak di atas, Orde Lama terbagi dalam tiga periodisasi yang masing-masing pelaksanaannya tidaklah sempurna. Semasa kurang lebih dua puluh tahun kepemimpinan Soekarno, ada cukup banyak penyimpangan yang terjadi.
Terutama, pada masa Demokrasi Terpimpin. Sebenarnya, sistem pemerintahan tersebut berdasarkan demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sesuai apa yang tercantum pada UUD 1945.
Sayangnya, banyak kebijakan yang diambil pada masa Order Lama ini hanya berdasarkan ambisi politik sepihak saja dan menjadi otoriter. Beberapa di antaranya adalah:
1. Mengeluarkan Penetapan Presiden
Presiden Soekarno menetapkan sebuah produk hukum yang bernama Penetapan Presiden (penpres). Nah, kedudukan penpres ini sifatnya sejajar dengan undang-undang. Ia dapat mengeluarkan penpres tanpa lewat DPR.
Beberapa penpres yang dibuat juga dinilai sudah tidak sejalan lagi dengan UUD 1945. Contohnya adalah:
- Membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
- Membubarkan DPR yang dipilih pada Pemilu 1955 dan sebagai gantinya membentuk DPR-GR.
- Membubarkan partai politik dan lain-lain.
Baca juga: Sejarah dan Tujuan Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
2. Presiden Mengendalikan Lembaga Legislatif
Kedudukan MPRS dan DPR-GR berada di bawah kendali Presiden. Hal tersebut dikarenakan kedua lembaga itu terbentuk karena adanya penpres.
Padahal seharusnya, kedudukan MPRS lebih tinggi daripada presiden dan DPR-GR sejajar dengan presiden. Akan tetapi, keduanya malah berada di bawah pimpinan presiden.
Ada beberapa kebijakan dari MPRS yang dinilai hanya menguntungkan presiden saja. Ya, hal tersebut bisa terjadi karena presiden sendiri yang memilih para anggota lembaga tersebut.
Salah satu kebijakan MPRS yang menyimpang adalah mengeluarkan keputusan untuk mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Hal tersebut tentu saja bertentangan pasal 7 UUD 1945 yang isinya adalah presiden dan wakil presiden hanya boleh memegang jabatan selama lima tahun dan boleh dipilih kembali setelahnya.
3. Menjalankan Paham Nasakom
Presiden menerapkan paham Nasionalisme, Agama, Komunis (Nasakom). Awalnya, ia bertujuan untuk menyatukan tiga kekuatan tersebut. Jika ketiganya bersatu, ia meyakini kalau itu akan semakin memperkuat persatuan dan kesatuan.
Namun pada pelaksanaannya, paham tersebut bertujuan untuk memperkuat kedudukan presiden semata. Bahkan, juga muncul polemik yang kalau PKI ingin menggeser Pancasila dengan menerapkan paham komunis.
Kejadian tersebut tentu saja membuat rakyat gusar. Golongan cendekiawan dan TNI tentu saja menentang hal tersebut. Yang kemudian menimbulkan perseteruan antara kubu Soekarno dan PKI dengan TNI.
Baca juga: Peristiwa Westerling: Sejarah Kelam Bagi Masyarakat di Sulawesi Selatan Usai Proklmasi Kemerdekaan
Pemberontakan pada Masa Orde Lama
Sumber: Wikimedia Commons
Dalam perjalanannya, ada banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh Soekarno dalam memimpin Orde Lama. Salah satunya adalah menghadapi pemberontakan-pemberontakan yang cukup banyak dan datang dari berbagai pihak. Ulasan singkatnya dapat kamu simak berikut ini:
1. Pemberontakan PKI di Madiun
Pemberontakan di Madiun ini bermula dari pelengseran Amir Sjarifuddin dari jabatannya sebagai perdana menteri pada tahun 1948. Alasannya adalah karena ia menandatangani Perjanjian Renville yang merugikan Indonesia.
Setelah itu, mantan perdana menteri tersebut membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) menjalin kerjasama dengan beberapa partai sosialis. Contohnya seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), dan Barisan Tani Indonesia (BTI).
Dari situ, Amir Sjarifuddin memiliki hubungan yang baik dengan tokoh PKI, yaitu Muso. Mereka lalu ingin menyebarkan paham komunisme di Indonesia dan menjadi oposisi pemerintah.
Kesempatan mereka datang ketika Kabinet Hatta I membuat kebijakan untuk mencopot jabatan ratusan ribu tentara menjadi rakyat biasa. Hal tersebut tidak disetujui oleh pihak TNI karena sama saja dengan melemahkan kekuatan tentara.
Setelah itu, kerusuhan pun terjadi di Madiun. Mulai bulan Juli 1948, beberapa tokoh negara diculik dan dibunuh. Termasuk RM Ario, Gubernur Jatim, dan juga Dr. Moewardi. Puncaknya adalah ketika kelompok Muso dalam penguasai Madiun dan memgumumkan berdirinya Republik Soviet Indonesia.
Untuk mengamankan situasi dan mengatasi pemberontakan, Jenderal Soedirman lalu memerintahkan Kolonel Sungkono untuk menumpas pemberontakan. Pada tanggal 30 September 1948, akhirnya pasukan Indonesia dapat mengambil alih kembali Madiun.
Dalam operasi tersebut, Muso dapat ditembak mati dalam pengejaran di Ponorogo. Amir Sjarifuddin pun ditangkap dan juga ditembak mati. Sementara itu, beberapa petinggi PKI melarikan diri ke luar negeri.
Baca juga: Sejarah Kongres Pemuda I: Pertemuan Kepemudaan Skala Nasional Pertama di Hindia Belanda
2. Republik Maluku Selatan
Pemberontakan lain yang terjadi pada masa Orde Lama adalah adanya gerakan separasi Republik Maluku Selatan. Peristiwa tersebut dimulai pada tanggal 25 April 1950 dan dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil.
Tujuannya adalah untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka menginginkan Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai negara federasi.
Persoalan semakin pelik ketika Belanda menerjunkan KNIL untuk melindungi para tokoh Maluku Selatan. Pemerintah tentu saja geram dan mencurigai Belanda turut andil dalam pembentukan RMS.
Tidak ingin masalah semakin berlarut-larut, pemerintahan lalu mengirimkan Johannes Leimena untuk melakukan perundingan dengan RMS. Akan tetapi, upaya tersebut mendapatkan penolakan. Karena jalan damai tertutup, maka satu-satunya cara untuk membasmi pemberontakan adalah dengan mengirimkan pasukan militer.
Pemerintah menunjuk Kolonel Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Maluku Selatan. Sebagai tambahan informasi, pada waktu pemberontakan ini terjadi, angkatan bersenjata RI bernama APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).
APRIS menerjunkan lebih dari 800 pasukannya untuk melemahkan RMS. Mereka kemudian berpencar ke Pulau Buru, Aru, Seram, dan Kai di Maluku Selatan. Dan yang paling penting, pasukan memfokuskan targetnya ke daerah Ambon yang merupakan basis RMS.
Perlahan tapi pasti, APRIS dalam menaklukkan basis-basis pertahanan RMS. Pada bulan November 1950, pasukan Indonesia berhasil merebut Ambon. Sementara itu, Soumokil menjadi buron dan baru tertangkap pada tanggal 12 Desember 1963. Ia lalu dibawa ke Mahkamah Militer Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
3. Perjuangan Rakyat Semesta
Selain RMS, di Negara Indonesia Timur juga terbentuk gerakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Yang menggerakkan pemberontakan ini adalah dari kalangan militer dan dipimpin oleh Kolonel Vence.
Pembentukan Permesta terjadi pada tanggal 2 Maret 1957. Mulanya gerakan tersebut berbasis di Makassar. Namun karena berbagai pertimbangan, kemudian pindah ke Manado.
Salah satu penyebab munculnya gerakan Permesta pada masa Orde Lama adalah karena ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah pusat. Para perwira militer menganggap kalau pemerintah hanya menganakemaskan Pulau Jawa.
Hal tersebut berdampak pada perekonomian di NIT yang menjadi terhambat. Pada saat itu memang Pulau Jawa yang menjadi pusat kegiatan politik sekaligus perekonomian. Kekecewaan itulah yang kemudian memunculkan gagasan untuk segera melepaskan di dari RI.
Untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah melancarkan tiga operasi militer. Operasinya bernama Merdeka, Tegas, dan Sadar. Pemerintah Indonesia dan pihak Permesta pernah mengadakan perundingan damai pada tanggal 5 Januari 1960.
Perundingan berjalan dengan sangat alot. Bahkan, terus berlanjut hingga sampai hampir satu tahun. Permesta pada akhirnya mau mengakhiri pemberontakan pada tanggal 17 Desember 1960.
Hal tersebut terjadi setelah pemerintah pusat mau membagi Provinsi Sulawesi menjadi dua, yaitu Tengah dan Utara. Selain itu, pemerintah juga memberikan amnesti dan abolisi kepada mereka yang terlibat dalam gerakan Permesta.
Baca juga: Sejarah Kelahiran Jong Java: Organisasi yang Merangkul Semua Kalangan Pelajar
Berakhirnya Orde Lama
Sumber: Wikimedia Commons
Masa Orde Lama semakin mengalami pergolakan ketika era Demokrasi Terpimpin. Presiden Soekarno semakin menunjukkan sikap otoriter yang membuat banyak pihak menjadi tidak puas.
Seperti yang sudah kamu simak sekilas di atas, permasalahan pada orde ini semakin meruncing ketika terjadi konflik antara Presiden bersama PKI dengan Angkatan Darat. Puncaknya adalah terjadi peristiwa G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965.
Situasi pada saat itu tentu saja sangat kacau, banyak sekali petinggi militer yang diculik dan dibunuh dengan kejam oleh PKI. Keadaan ekonomi pun semakin memburuk. Hal itu kemudian membuat rakyat melakukan demo besar-besaran.
Pada anggal 12 Januari 1966, para mahasiswa mewakili rakyat dengan menyerukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Isinya adalah pembubarkan PKI serta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, dan menurunkan harga pangan.
Presiden Soekarno baru menanggapi protes tersebut pada tanggal 21 Februari 1966. Ia memang mengganti susunan kabinet, tapi malah menambahkan orang-orang PKI di dalamnya. Hal tersebut tentu saja semakin menyulut amarah rakyat.
Hingga akhirnya, Presiden Soekarno terpaksa meletakkan jabatannya. Pada tanggal 11 Maret 1966, terbitlah Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditandatangani oleh sang presiden.
Isinya adalah menunjuk Letnan Jenderal Soeharto untuk menjalani pemerintaham. Secara resmi, pemerintahan diserahkan kepada Soekarno pada tanggal 23 Februari 1967. Hal inilah yang menandai berakhirnya Orde Lama.
Baca juga: Ulasan Lengkap Peristiwa Pertempuran Ambarawa: Perang Besar antara TKR dan Pasukan Sekutu
Ulasan tentang Orde Lama
Demikianlah informasi yang perlu kamu ketahui mengenai masa Orde Lama yang bisa dibaca lewat artikel ini. Bagaimana? Apakah artikel di atas sudah menjawab rasa penasaranmu mengenai apa yang terjadi pada masa itu? Semoga saja iya.
Sistem pemerintahan pada masa Orde Lama memang banyak kelemahan. Namun tentu saja, periode ini tetap memiliki sisi positifnya. Salah satunya adalah mampu mempertahankan kemerdekaan.
Nah tak hanya mengenai Orde Lama, di PosKata ini kamu juga bisa menyimak informasi sejarah lain yang tidak kalah menarik. Mulai dari zaman penjajahan, persiapan kemerdekaan, hingga peristiwa-peristiwa yang terjadi usai kemerdekaan.
Kalau misalnya mau mencari ulasan tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Indonesia juga ada, lho. Beberapa di antaranya adalah sejarah Kerajaan Samudra Pasai, Majapahit, Singasari, dan masih banyak lagi.