
Perihal Indonesia dan Malaysia yang kerap bersitegang rupanya sudah terjadi sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Ulasan lengkap mengenai sejarah dan penyebab Konfrontasi Indonesia-Malaysia bisa disimak berikut ini, ya!
Kamu mungkin pernah mendengar ungkapan Ganyang Malaysia yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno. Menurut catatan sejarah, kejadian ini menandai konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia secara resmi.
Lantas, apa sebenarnya penyebab dari konfrontasi tersebut? Konon, salah satunya adalah karena Indonesia menolak dengan tegas berdirinya Federasi Malaysia. Namun, apakah memang benar demikian?
Kalau penasaran dan ingin mengetahui jawabannya secara lengkap, mending kamu simak ulasan di bawah ini sampai selesai. Jadi tunggu apalagi? Selamat membaca, ya!
Latar Belakang Terjadinya Konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia
Sumber: Wikimedia Commons
Inggris mulai menguasai wilayah Malaya (Malaysia) sekitar abad ke-18. Setelah melalui perjuangan yang sangat panjang, bangsa asing itu akhirnya memberikan kemerdekaan terhadap Malaya pada tanggal 8 Februari 1956.
Namun sebenarnya, Inggris tidak rela untuk melepas Malaya begitu saja. Maka dari itu, terdapat wacana untuk membentuk Federasi Malaysia. Beberapa daerah yang masuk ke dalam rencana federasi tersebut adalah Sabah, Serawak, Brunei, dan Singapura.
Salah satu alasan mengapa tercetus ide untuk membentuk federasi adalah bangsa asing itu tidak siap untuk kehilangan sumber uangnya. Seperti diketahui, wilayah Malaya adalah penghasil sumber daya alam untuk diekspor sepert karet, timah, dan minyak kelapa sawit.
Sementara itu, Brunei adalah salah satu tambang minyak. Dan yang tak kalah penting, Singapura merupakan pelabuhan transit strategis untuk mengendalikan perekonomian.
Selanjutnya pada tanggal 16 September 1963, pemerintah Malaya dan Inggris secara resmi mengumumkan tentang berdirinya federasi tersebut. Hal ini kemudian mendapatkan reaksi keras dari Presiden Soekarno. Mengapa bisa demikian?
Salah satu alasannya adalah karena Soekarno menganggap kalau pembentukan Federasi Malaysia akan membuat kontrol Inggris di wilayah tersebut menjadi semakin kuat.Terlebih lagi jika Malaya digunakannya sebagai pangkalan militer Barat di Asia Tenggara.
Secara tidak langsung, nantinya dapat berimbas pada stabilitas dan kedaulatan negara-negara di kawasan tersebut. Termasuk Indonesia. Selain itu, pembentuan Federasi Malaysia tidak menggunakan prosedur yang telah disepakati bersama. Mereka melanggar resolusi PBB no 1514.
Baca juga: Sejarah Kongres Pemuda I: Pertemuan Kepemudaan Skala Nasional Pertama di Hindia Belanda
Alasan Lain Terjadinya Konfrontasi Indonesia ke Malaysia
Sebuah sumber sejarah mengungkapkan alasan lain dibalik ketidaksetujuan Presiden Indonesia ini. Alasannya bukan semata-mata karena kolonialisme saja, lho.
Rupanya, Inggris mendahului Indonesia untuk mendirikan Federasi Malaysia. Karena sebelumnya, Bapak Proklamator Indonesia tersebut berkeinginan untuk membentuk Melayu Raya.
Melayu Raya nantinya akan menyatukan wilayah Semenanjung Malaya dan keseluruhan Kalimantan di bawah kekuasaan Indonesia. Ide tersebut juga didukung oleh Ibrahim Yacob pada awalnya.
Sayangnya, Malaysia malah terlebih dahulu mengumumkan mengenai pembentukan federasi di bawah Inggris. Sebelum mengumumkan kepada publik, sebenarnya perwakilan Malaka bernama Ghazali telah menghubungi pihak Indonesia lewat Subandrio.
Akan tetapi, pihak Indonesia sudah terlanjur kecewa. Setelah pengumuman pembentukan Federasi Malaysia, rakyat Indonesia melakukan demo di depan kantor Kedutaan Inggris. Mereka berbondong-bondong melakukan unjuk rasa untuk menolak keputusan tersebut.
Selain Indonesia, negara Filipina juga tidak menyetujui adanya federasi tersebut. Alasannnya adalah karena mereka mengklaim Sabah sebagai wilayahnya karena memiliki keterikatan sejarah. Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia dan Filipina kemudian berada di pihak yang berseberangan dengan Inggris dan Malaysia.
Hubungan negara-negara bertetangga itu semakin lama semakin menegang. Untuk menghindari dampak konfrontasi Indonesia dan Malaysia yang lebih parah, sebenarnya telah diadakan sebuah perundingan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Namun sayang, penyelesaian jalur diplomasi ini tidak menemukan titik terang meskipun sudah dibantu oleh negara-negara lain.
Baca juga: Kronologi Terjadinya Perang Puputan Margarana di Bali
Percikan Permusuhan Akibat Konfrontasi Indonesia ke Malaysia
Sementara itu, di Malaysia sendiri juga tidak kalah ribut. Di sana, banyak rakyat yang tergabung dalam gerakan anti-Indonesia karena sikap yang diambil oleh Presiden Soekarno.
Mereka melakukan demonstrasi pada tanggal 17 Agustus 1963. Demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat Malaysia tersebut berlangsung sang ricuh. Mereka juga menghina Indonesia dengan menginjak-injak lambang negara.
Kemudian di hari yang sama, Malaysia memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Pihak negara tetangga itu merasa sangat tidak terima dengan penolakan Indonesia yang terlalu keras.
Pemutusan hubungan tersebut ditanggapi oleh Presiden Soekarno dengan menghentikan hubungan dagang antara kedua negara. Keputusan itu ia ambil pada tanggal 23 September 1963.
Sebenarnya sebelum masalah menjadi besar, Presiden Indonesia ini pernah menulis surat untuk John F Kennedy, Presiden Amerika. Isinya adalah adalah ia mengharapkan agar orang nomor satu di Amerika itu menjadi penengah konfrontasi yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia.
Ia bahkan meminta jalan keluar yang tidak hanya menyelamatkan satu pihak saja. Namun karena situasinya sudah berubah dan menjadi kacau, sepertinya jalan keluar yang baik tidak akan pernah tercapai.
Sikap menentang pembentukan Federasi Malaysia terus Soekarno gaungkan. Apapun yang terjadi, ia ingin tetap maju terus pantang mundur.
Baca juga: Konferensi Meja Bundar: Belanda Akhirnya Menyerahkan Kedaulatan Indonesia
Mulainya Perang Akibat Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia
Seperti yang telah kamu simak di atas, pengumuman resmi pembentukan Federasi Malaysia terjadi pada tanggal 16 September 1963. Nah rupanya, Brunei akhirnya menolak untuk bergabung dengan federasi tersebut. Melihat keributan besar yang terjadi, Singapura memutuskan untuk keluar tak lama kemudian.
Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, situasi di Indonesia maupun Malaysia menjadi semakin genting. Banyak perusuh yang datang dan kemudian membakar kedutaan Inggris di Jakarta. Kedutaan Singapura di Jakarta dan rumah diplomatnya juga tak luput dari sasaran.
Sementara itu di Malaysia, massa menangkap agen Indonesia. Selain itu, mereka juga menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Kerusuhan juga terjadi di perbatasan antara kedua negara.
Ketegangan tersebut hanya terjadi di Selat Malaka, tetapi juga sepanjang perbatasan Kalimantan. Lalu pada tanggal 23 September 1963, Presiden Soekarno lalu memberikan pengumuman secara resmi akan mengganyang Malaysia.
Sekitar akhir tahun 1963, pasukan tidak resmi Indonesia kemduian mencoba untuk mengambil alih wilayah Sabah dan Sarawak. Namun sayang, operasi tersebut tidak berjalan dengan baik.
Pembentukan Operasi Dwikora
Menindaklanjuti konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, Presiden Soekarno lalu mengeluarkan perintah Dwikora (Dwi Komando Rakyat) pada tanggal 3 Mei 1964. Hal itu, ia sampaikan lewat pidato pada saat acara Appel Besar Sukarelawan Pengganjang Malaysia di Istana Negara.
Sesuai dengan namanya, isi Dwikora ada dua. Yang pertama adalah memperhebat ketahanan Revolusi Indonesia. Lalu yang satunya adalah membantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei untuk merdeka.
Sebenarnya, maksud dari Soekarno menolak adanya Federasi Malaysia bukan untuk bermusuhan dengan Malaysia. Akan tetapi, hanya ingin menghentikan imperialisme. Caranya adalah mengusir Inggris dan membangkitkan semangat nasionalisme serta patriotisme.
Tak lama setelah itu, presiden lalu membentuk Komando Siaga untuk menyerang Federasi Malaysia. Komando yang kemudian berubah nama menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga) ini dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani.
Pasukan Kolaga terdiri dari tiga komando:
- Komando Tempur Satu (Kopurtu): terdiri dari 12 batalyon yang dipimpin oleh Brigadrir Jenderal Kemal Idri. Fokus sasarannya adalah Semenanjung Malaya.
- Komando Tempur Dua (Kopurda): terdiri dari 13 batalyon dengan pemimpin Brigadir Jenderal Soepardjo. Markasnya berada di Bengkayang, Kalimantan Barat.
- Yang terakhir adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari pasukan TNI AL dan KKO. Fokus operasinya berada di daerah perbatasan Kalimantan Timur dan Riau.
Baca juga: Sejarah dan Tujuan Pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Kelanjutan Perang antara Indonesia dan Malaysia
Operasi yang dilakukan oleh pasukan Indonesia tersebut tentu tidak selalu berjalan mulus. Sekitar bulan Agustus 1964, beberapa pasukan Indonesia ditangkap di wilayah Johor. Sehubungan dengan hal tersebut, aktivitas operasi yang dilakukan oleh pasukan RI pun menjadi semakin meningkat.
Malaysia tentu tidak tinggal diam. Akan tetapi untuk menjaga dan mempertahankan markas, mereka tak banyak menerjunkan pasukan. Misi utama mereka adalah mencegah pasukan Indonesia masuk ke Malaysia.
Karena hal itu, pasukan Indonesia lebih sering terlibat baku tembak dengan tentara Inggris dan Australia yang tergabung dalam Special Air Service (SAS). Pertempuran yang cukup sengit itu merenggut banyak korban jiwa.
Menurut catatan sumber sejarah, setidaknya ada sekitar 2.000 pasukan Indonesia yang gugur. Sementara itu, dari pihak SAS hanya sekitar 200 orang. Meskipun begitu, Indonesia masih tetap berjuang.
Pada tanggal 17 Agustus 1964, pasukan terjun payung RI mendarat di pantai barat daya wilayah Johor. Kedatangan mereka adalah untuk melakukan operasi dengan taktik gerilya.
Tak lama setelah itu, RI mengirimkan pasukan terjun payung lagi pada tanggal 2 September 1964. Kali ini, sasarannya adalah di kota Labis, Johor.
Tak berhenti di situ saja, pada tanggal 29 Desember di tahun yang sama, RI kembali mengirim pasukan ke perbatasan Johor-Malaka, yaitu Pontian. Pasukan ini behasil memukul mundur kepolisian Kerajaan Malaysia.
Baca juga: Informasi tentang Sin Po: Surat Kabar yang Tak Takut Memberitakan Perjuangan Indonesia
Menuju Akhir dari Konfrontasi Negara Bertentangga
Perseteruan antara Indonesia dan Malaysia semakin meruncing ketika Soekarno memutuskan untuk keluar dari PBB pada tanggal 20 Januari 1965. Alasannya adalah karena presiden kecewa dengan keputusan pengangkatan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Soekarno sepertinya tidak main-main. Setelah keluar, ia lalu mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces). Beberapa negara yang juga bergabung adalah Republik Rakyat Tiongkok, Republik Demokratik Vietnam, dan Republik Demokratis.
Di saat yang bersamaan, Malaysia meminta bantuan kepada Australia untuk mengirimkan pasukannya ke Kalimantan. Pihak Australia menyanggupinya dengan dengan mengirimkan tiga resimen kerajaan dan satu resimen Australian Special Air Service.
Kalau dijumlahkan, kurang lebih ada sekitar empat belas ribu pasukan yang dikirimkan ke sana. Menurut peraturan yang tertulis, pasukan dari Australia tersebut memang tidak dapat melakukan penyerangan ke perbatasan Indonesia. Akan tetapi, mereka nekat melakukannya secara diam-diam.
Mengetahui apa yang terjadi, pasukan Indonesia tentu saja tidak tinggal diam. RI semakin gencar mengirimkan pasukan pada pertengahan tahun 1965. Setelah menyeberangi perbatasan, para tentara dapat masuk ke Pulau Sebatik di Sabah.
Konflik Selesai
Penyerangan kemudian berlanjut pada tanggal 1 Juli 1965. Kemiliteran Indonesia mengerahkan lima ribu paskannya untuk menyerbu pangkalan Angkatan Laut Malausia di Samporna.
Pengepungan tersebut terjadi selama beberapa bulan, yaitu hingga awal bulan September 1965. Sayangnya, operasi yang bernama Pengepungan 68 Hari ini gagal.
Pada bulan September di tahun yang sama, terjadi peristiwa pemberontakan besar oleh PKI di Indonesia. Peristiwa yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September ini membuat fokus Indonesia menjadi teralihkan dari Malaysia. Dengan demikian, pertempuran pun mereda.
Keadaan di Indonesia sendiri menjadi tak terkendali. Akibat G30S/PKI, terjadi demo besar-besaran karena Presiden Soekarno tak kunjung membubarkan PKI. Lalu kemudian pada tanggal 11 Maret 1966, muncul Surat Perintah yang berisikan pemberian mandat dari Soekarno ke Soeharto untuk menyelesaikan konflik.
Karena peristiwa-peristiwa yang terjadi, Soekarno kemudian sudah tidak memiliki cukup pengaruh lagi. Pada konferensi Bangkok yang diselenggarakan tanggal 28 Mei 1966, ia sempat protes mengenai keputusan yang diambil untuk perseteruan dengna Malaysia. Namun, itu tidak berpengaruh banyak.
Akhirnya, Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Malaysia sepakat untuk mengakhiri konflik dan menormalisasi kembali hubungan dua negara ini. Kesepakatan tersebut berkahir dengan penandatanganan Perjanjian Damai pada tanggal 11 Agustus 1966.
Baca juga: Ulasan Tentang Sejarah Romusha: Kerja Paksa Rakyat Indonesia pada Zaman Penjajahan Jepang
Sudah Puas Menyimak Ulasan Konfrontasi Indonesia-Malaysia Ini?
Demikianlah informasi tentang konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia yang bisa kamu simak di sini. Bagaimana? Semoga saja dapat menjawab rasa penasaranmu mengenai salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia ini.
Nah buat kamu yang mungkin ingin membaca ulasan serupa bisa langsung cek artikel menari lainnya, ya! Nggak hanya soal Orde Lama, tapi juga zaman penjajahan hingga sejarah kerajaan di Indonesia.