
Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang cukup besar di Jawa Tengah. Kalau ingin menyimak informasi mengenai sejarah tentang Kerajaan Mataram Islam lebih lanjut, langsung saja cek artikel di bawah ini!
Jika membicarakan tentang sejarah kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa, rasanya kurang lengkap jika tidak menyebutkan Kerajaan Mataram Islam. Menurut sejarawan, kerajaan tersebut sudah ada sejak abad ke-16 lalu.
Di sini nanti, kamu tidak hanya akan membaca ulasan tentang sejarahnya saja, kok. Akan tetapi, juga mengenai silsilah pemimpin, peninggalan-peninggalan sejarah, serta fakta menariknya.
Semakin tidak sabar untuk membaca ulasan lengkap tentang sejarah dari Kerajaan Mataram Islam? Daripada kebanyakan basa-basi, mending simak saja selengkapnya berikut.
Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja yang Memerintah Kerajaan Mataram Islam
Ulasan lengkap mengenai daftar silsilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Islam berikut memang sayang sekali kalau dilewatkan. Untuk itu, jika penasaran, langsung saja ...
Faktor-Faktor yang Diduga Menjadi Pemicu Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam merupakan kerajaan bercorak Islam yang besar di Pulau Jawa. Lantas, kira-kira apakah faktor yang menjadi penyebab runtuhnya Kerajaan Mataram Islam ini? Jawabannya ...
Mengulik tentang Kehidupan Pendiri Kerajaan Mataram Islam, Panembahan Senapati
Apakah kamu penasaran dengan sosok pendiri Kerajaan Mataram Islam, yaitu Danang Sutawijaya atau yang dikenal sebagai Penembahan Senapati? Kalau iya, informasi selengkapnya bisa kamu simak ...
Ulasan Lengkap tentang Peninggalan Sejarah yang Berharga dari Kerajaan Mataram Islam
Informasi lengkap tentang peninggalan-peninggalan bersejarah dari Kerajaan Mataram Islam bisa kamu temukan di sini. Apa sajakah itu? Kalau penasaran mending langsung cek artikelnya berikut!
Lokasi Kerajaan Mataram Islam
Menurut beberapa sumber sejarah, letak dari Kerajaan Mataram Islam adalah di Alasa Mentaok. Tepatnya berada di antara Kali Opak dan Kali Progo.
Sementara itu, pusat pemerintahannya pada awalnya berada di daerah Banguntapan. Namun kemudian, dipindahkan ke Kutagedee.
Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Islam dimulai dari kemenangan Sultan Hadiwijaya dari Pajang yang dapat mengalahkan Arya Panangsang dari Jipang. Kemenangan tersebut tidak akan tercapai apabila ia tidak dibantu oleh orang-orang kepercayaannya. Salah satunya adalah Ki Ageng Pamanahan.
Sebagai ucapan terima kasih, Sultan Hadiwijaya memberikannya sebuah hadiah berupa tanah kosong yang bernama Alas Mentaok. Namun pada awalnya, sang sultan sempat menunda memberikan tanah tersebut.
Pasalnya, pada waktu acara pelantikannya menjadi pemimpin Pajang, Sunan Prapen meramal kalau di daerah tersebut akan muncul sebuah kerajaan besar. Ramalan itu tentu saja membuatnya menjadi gelisah.
Hingga kemudian, Sunan Kalijaga mengetahui hal tersebut. Diketahui, Sunan Kalijaga adalah guru dari Sultan Hadiwijaya dan Ki Ageng Pamanahan. Untuk itu, ia mencoba mencari cara supaya kedua muridnya tersebut mendapatkan jalan tengah yang terbaik.
Dengan didampingi oleh Sunan Kalijaga, kedua orang tersebut kemudian bertemu dan membicarakan mengenai duduk perkaranya. Keputusan akhirnya adalah Ki Ageng Pamanahan bersumpah setia untuk tidak berkhianat pada Sultan Hadiwijaya.
Pada tahun 1556, pemimpin dari Pajang itu secara resmi memberikan Alas Menatok kepada Ki Ageng Pamanahan. Setelah itu, tanah ini dibuka dan dijadikan pemukiman yang kemudian bernama Desa Mataram. Ki Ageng dan keluarganya pun pindah ke sana.
Baca juga: Ulasan Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam
Menurunkan Raja-Raja Mataram
Menurut naskah Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Pamanahan yang merupakan pendiri cikal bakal Kerajaan Mataram Islam tersebut memiliki keistimewaan. Lantas apa, sih, keistimewaannya?
Kisahnya bermula dari dirinya yang berkunjung ke rumah seorang sahabat bernama Ki Giring. Setelah tiba di sana, ia kemudian melihat kelapa muda di dapur. Karena merasa haus sekali, ia pun menghabiskan air kelapanya tanpa bersisa.
Tidak tahunya, yang ia minum tersebut adalah air kelapa ajaib yang bertuah. Karena sudah meminumnya, maka ia ditakdirkan untuk memiliki keturunan yang nantinya akan menjadi raja-raja di Pulau Jawa.
Desa Mataram yang dipimpin oleh Ki Ageng Pamanan merupakan daerah yang istimewa. Hal itu dikarenakan Desa Mataram menjadi sebuah desa yang bebas pajak atau perdikan.
Lama kelamaan, wilayah tersebut semakin berkembang. Namun tetap saja, kekuasaannya berada di bawah Kerajaan Pajang.
Ki Ageng Pamanahan memimpin desa Mataram hingga tahun 1584 Masehi. Setelah itu, kepemimpinan jatuh ke tangan anak lelakinya yang bernama Sutawijaya.
Nah pada saat inilah, Sutawijaya menginginkan agar desa Mataram menjadi wilayah mandiri yang bebas dari bayang-bayang Pajang. Ia kemudian memberontak dan melepaskan wilayahnya.
Peperangan antaran dua orang yang dulunya memiliki hubungan baik ini pun tidak terhindarkan. Karena sebelumnya diketahui kalau Sutawijaya merupakan anak angkat dari Sultan Hadiwijaya.
Peperangan pun akhirnya dimenangkan oleh pihak Sutawijaya. Setelah itu, ia resmi dinobatkan menjadi raja dari Kerajaan Mataram Islam.
Baca juga: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sosok Pendiri Kerajaan Sriwijaya
Raja-Raja yang Pernah Menduduki Singgasana Kerajaan Mataram Islam
Di bawah ini adalah daftar silsilah yang berisi nama raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Mataram Islam. Ulasan singkatnya dapat kamu simak berikut ini:
1. Panembahan Senapati
Danang Sutawijaya merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Mataram Islam. Ia naik tahta pada tahun 1586 dan bergelar Ingkang Sinuhun Kanjeng Panembahan Senapati ing Ngalaga Sayyidin Panatagama. Nantinya, ia lebih dikenal sebagai Panembahan Senapati.
Seperti yang telah kamu baca di atas, ayahnya adalah Ki Ageng Pamanahan. Sementara itu, ibunya bernama Nyai Sabinah atau yang lebih dikenal sebagai Nyai Ageng Pamanahan.
Sewaktu kecil, Panembahan Senapati pernah diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya. Hal itu karena pemimpin Pajang dan istrinya tersebut belum bisa memiliki anak. Pada waktu itu, ia mendapatkan nama Raden Ngabehi Saloring Pasar.
Menurut sejarawan, selama hidup pemimpin Kerajaan Mataram Islam ini memiliki empat orang istri. Dari pernikahan-pernikahan tersebut, mereka mendapatkan 14 orang anak.
Panembahan Senapati cukup lama memerintah Kerajaan Mataram Islam, yaitu kurang lebih selama 15 tahum. Ia meninggal pada tahun 1601 dan dimakamkan di Pasarean Mataram.
2. Sultan Hanyakrawati
Sepeninggal Panembahan Senapati, tahta Kerajaan Mataram Islam kemudian diturunkan kepada anak lelaki sulungnya, yaitu Raden Mas Jolang. Gelarnya adalah Panembahan Hanyakrawati yang berarti pemimpin yang memelihara hukum dan penguasa dunia.
Sementara itu, ibunya adalah anak dari putri Ki Ageng Panjawi yang bernama Ratu Mas Wakitajawi. Sebenarnya, ayah dan ibunya adalah saudara sepupu.
Sebelum menjadi seorang raja, Sultan Hanyakrawati pernah diutus oleh ayahnya untuk menghadapi pemberontakan Adipati Pragola. Kejadian itu berlangsung pada tahun 1600.
Selama hidup, sang raja pernah menikah sebanyak dua kali. Yang pertama adalah dengan Ratu Tulungayu dari Ponorogo. Mereka baru mendapatkan putra saat sang raja menduduki tahta di tahun keempat. Namanya adalah Raden Mas Wuryah.
Di masa penantian anak dari permaisurinya, ia menikah lagi dengan Dyah Banowati yang berasal dari Pajang. Dari pernikahan keduanya, ia mendapatkan dua orang anak, yaitu Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari.
Prabu Hanyakrawati wafat pada tahun 1613 karena mengalami kecelakaan saat berburu di Hutan Krapyak. Ia pun mendapatkan gelar anumerta, yaitu Panembahan Seda ing Krapyak.
Baca juga: Faktor-Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit yang Harus Kamu Tahu
3. Sultan Agung Hanyakrakusuma
Selanjutnya, yang menjadi penerus tahta Kerajaan Mataram Islam adalah Raden Mas Rangsang. Ia resmi menjadi pemimpin pada tahun 1613 dengan gelar Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma. Ketika dinobatkan, usianya baru menginjak 20 tahun.
Sebenarnya, yang lebih berhak untuk mewarisi tahta adalah Raden Mas Wuryah. Terlebih lagi, Sultan Hanyakrawati telah berjanji pada permaisurinya kalau anaknya kelak yang akan mewarisi tahta.
Namun sayang sekali, keadaan Raden Mas Wuryah yang tunagrahita dikhawatirkan tidak dapat memimpin kerajaan dengan baik. Maka dari itu, secara simbolis ia dinobatkan menjadi raja selama sehari. Selanjutnya, yang kepemimpinan berada di tangan Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Sang sultan memang dikenal memiliki kepribadian yang baik, tangguh, cekatan, dan taat beragama. Tidak mengherankan apabila Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin olehnya.
Beberapa sumber sejarah mengatakan kalau Sultan Kerajaan Mataram Islam ini memiliki dua istri. Yang pertama adalah Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk atau dikenal sebagi Ratu Kulon. Kemudian istrinya yang lain adalah Kanjeng Ratu Batang atau Ratu Wetan.
Sultan Agung Hanyakrakusuma meninggal dunia pada tahun 1645. Oleh karena jasanya yang berani melawan VOC, ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Pemerintah Indonesia pada tahun 1975.
4. Hamengkurat I
Nama raja yang mengisi daftar silsilah Kerajaan Mataram Islam selanjutnya adalah Raden Mas Sayyidin. Ia merupakan anak dari Sultan Agung Hanyokrakusuma dengan Ratu Mas Tinumpuk yang lahir pada tahun 1618.
Ia resmi menggantikan ayahnya pada tahun 1646. Gelarnya adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I.
Berbeda dengan ayahnya yang dikenal tegas, cerdik, dan bijaksana, Hamengkurat I bisa disebut pemimpin yang egois dan kejam. Seluruh kekuasaan berpusat pada dirinya dan menguntungkan kehidupannya.
Yang mengerikan adalah jika ada orang yang dianggap berkhinat, ia tidak segan-segan untuk menghabisinya. Namun tentu saja, ia menggunakan cara licik supaya tidak ketahuan kalau dirinya yang mendalangi kekejaman itu.
Menurut catatan Van Goens, pada tahun 1648, sang sultan menyuruh pasukannya untuk membunuh para ulama atas tuduhan membunuh Pangeran Alit, adiknya. Tidak tanggung-tanggung, ia menghabisi kurang lebih sejumlah 6000 orang dalam waktu 30 menit.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Demak yang Masih Bisa Dilihat Hingga Kini
5. Hamengkurat II
Sultan Hamengkurat II memiliki nama asli Raden Mas Rahmat. Ia adalah anak dari Sultan Hamengkurat I dengan Ratu Kulon. Dirinya naik tahta pada tahun 1677 dengan gelar Sri Susuhan Hamengkurat II.
Beberapa sumber mengatakan bahwa pemimpin Kerajaan Mataram Islam ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya. Masalah yang utama adalah karena terdengar desas-desus bahwa sang ayah akan memiliki anaknya yang lain sebagai putra mahkota menggantikan dirinya.
Masalah lainnya adalah karena ia jatuh cinta dengan Rara Oyi yang akan menjadi selir ayahnya. Dengan bantuan sang kakek, ia berhasil membawa pergi Rara Oyi dari Istana.
Namun sayangnya, hal itu membuat Sultan Hamengkurat I sangat marah dan membunuh kakek beserta pengikutnya. Setelah itu, Raden Mas Rahmat dipaksa membunuh pujaan hatinya untuk mendapatkan pengampunan.
Lantas, bagaimana ia akhirnya bisa menduduki singgasana kerajaan? Jawabannya adalah dirinya mendapatkan bantuan dari VOC. Tentu saja tidak gratis, nantinya ia haruslah membayar biaya untuk perang sebesar 2,5 juta gulden.
Pada tahu 1680, Sultan Hamengkurat II membuka hutan di daerah Wanakarta untuk dijadikan istana baru. Keraton inilah yang nantinya diberi nama Kartasura yang menjadi tempat kediaman raja-raja selanjutnya.
Sultan Hamengkurat II cukup lama memimpin kerajaan, yaitu selama 26 tahun. Ia wafat pada tahun 1702 dengan meninggalkan tahta yang rebutan penerusnya.
6. Hamengkurat III
Pada tahun 1703, Raden Mas Sutikna duduk di singgasana pemerintahan menggantikan Sultan Hamengkurat II. Ia merupakan putra satu-satunya dari mendiang raja yang sebelumnya.
Sebelum acara penobatan, sebenarnya terjadilah konflik internal mengenai siapa yang lebih pantas untuk menjadi penerus tahta. Banyak pejabat keraton dan rakyat menilai bahasa Pangeran Puger yang lebih layak menjadi pemimpin.
Diketahui, Pangeran Puger adalah adik dari Sultan Hamengkurat II. Di periode sebelumnya, memang Pangeran Puger-lah yang lebih aktif berperan dalam pemerintahan.
Namun, Raden Mas Sutikna tetap bersikeras untuk naik tahta. Setelah dinobatkan, ia bergelar Sultan Hamengkurat Mas.
Sultan Hamengkurat III dikenal sebagai orang yang memiliki kepribadian buruk. Ia mudah sekali marah dan suka bertindak seenaknya. Selain itu, juga suka bermain wanita.
Pemerintahan Sultan Hamengkurat III berakhir setelah mendapatkan serangan dari pasukan Pangeran Puger yang bekerja sama dengan VOC. Ia beserta keluarganya kemudian melarikan diri ke Jawa Timur.
Meski sempat berpindah-pindah tempat persembuyian, sang sultan akhirnya tertangkap juga. Ia kemudian dibuang ke Sri Lanka untuk menjalani pengasingan dan meninggal pada tahun 1734.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
7. Pakubuwana I
Sumber: Wikimedia Commons
Masa pemerintahan Sultan Hamengkurat III hanya berjalan selama tiga tahun saja. Setelah itu, penggantinya adalah Pangeran Puger. Ia naik tahta pada tahun 1704 dengan gelar Sri Susuhan Pakubuwana I.
Sang sultan diketahui memiliki kepribadian yang baik dan dihormati oleh rakyat. Bahkan di Naskah Babad, ia dituliskan sebagai raja agung yang bijaksana.
Namun memang, kedudukannya sebagai raja di Kerajaan Mataram Islam ini tidak terlepas dari peran Belanda. Maka dari itu setelah resmi, Belanda kemudian meminta untuk memperbaharui perjanjian.
Pada masa pemerintahan Amangkurat II, kerajaan diwajibkan membayar biaya perang sebesar 4,5 juta gulden. Namun di masa pemerintahan ini, Pakubuwana I setiap tahunnya harus mengirim berasa sebanyak 13.000 ton. Dan, itu harus dilakukan selama 25 tahun.
Periode kekuasaan Pakubuwana I dimulai dari tahun 1704 hingga 1719. Setelah wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Islam lalu jatuh ke tangan anak lelakinya.
8. Hamengkurat IV
Yang menempati urutan kedelapan dalam sejarah silsilah pemimpin Kerajaan Mataram Islam adalah Raden Mas Suryasaputra. Ia adalah anak Pakubuwana I dengan permaisurinya yang bernama Ratu Mas Blitar.
Sepeninggal ayahnya, ia kemudian didapuk untuk menjadi penerus tahta pada tahun 1719. Gelarnya adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping IV.
Sayangnya, belum ada sumber akurat yang menjelaskan mengapa ia memilih Hamengkurat sebagai gelarnya. Padahal, ia bisa saja memakai gelar Pakubuwana seperti sang ayah.
Pada masa pemerintahannya ini juga terjadi pemberontakan. Banyak sekali keluarga keraton yang kurang menyetujui kalau Hamengkurat IV menjadi raja.
Hingga kemudian, terpecahlah menjadi lima kubu, yaitu kubu Hamengkurat I, Pangeran Purbaya, Pangeran Blitar, Arya Dipanagara, dan Arya Mataram. Keadaan kerajaan pada saat itu menjadi tidak kondusif. Keributan tersebut baru dapat diatasi pada tahun 1723.
Sekitar bulan Maret 1726, Sultan Hamengkurat IV jatuh sakit akibat diracun oleh seseorang. Ia kemudian meninggal pada bulan April 1726.
Baca juga: Ulasan tentang Raden Patah, Sang Pendiri Kerajaan Demak yang Masih Keturunan Ningrat
9. Pakubuwana II
Sepeninggal Sultan Hamengkurat IV, tumpu kekuasaan Kerajaan Mataram Islam jatuh ke tangan Raden Mas Prabasuyasa. Ia merupakan anak dari mendiang sultan yang sebelumnya dengan Gusti Kanjeng Ratu Kencana.
Penobatannya sebagai raja dilaksanakan beberapa bulan setelah ayahnya meninggal. Tepatnya pada tanggal 15 Agustus 1726. Pada waktu itu usianya masih sangat muda, yaitu 15 tahun.
Karena usianya itu, banyak pihak-pihak yang ingin menyetirnya untuk menguasai kerajaan. Pejabat kerajaan pun terpecah menjadi dua.
Yang pertama adalah golongan pro Belanda yang dipimpin oleh Ratu Amangkurat. Sementara itu, golongan satunya adalah anti Belanda yang dipimpin oleh Patih Cakrajaya.
Di tahun 1732, rupanya terjadi perselisihan antara Pakubuwana II dengan Patih Cakrajaya. Sang raja kemudian meminta Belanda untuk membuang patihnya itu. Dari situ, hubungan keduanya menjadi baik.
Setelah itu, terjadilan pemberontakan-pemberontakan yang semakin melemahkan kerajaan. Sultan Pakubuwana II sendiri meninggal dunia pada tahun 1749 akibat sakit yang dideritanya.
10. Pakubuwana III
Sultan kesepuluh ini memiliki nama asli Raden Mas Suryadi. Ia adalah anak laki-laki dari Pakubuwana II dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang lahir pada tahun 1732.
Raden Mas Suryadi dilantik oleh Belanda untuk menjadi pemimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1749. Ia bergelar Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwono III.
Di masa pemerintahannya ini, masih terjadi pemberontakan-pemberontakan yang tersisa dari era sebelumnya. Mereka memang menargetkan sang sultan untuk turun tahta. Entah bisa disebut keberuntungan atau tidak, istana masih dilindungi oleh Belanda sehingga para pemberontak dapat dipukul mundur.
Semasa kepemimpinannya, Sultan Pakubuwono III memang dikenal begitu tunduk kepada Belanda. Makanya, tidak heran jika terus terjadi pemberontakan oleh orang-orang yang anti Belanda.
Meskipun begitu, ia mampu mempertahankan kekuasaannya kurang lebih selama 39 tahun. Ia wafat pada tahun 1788 dengan keadaan kerajaan yang cukup kacau.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
Peninggalan Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Di bawah ini adalah peninggalan-peninggalan sejarah yang menjadi bukti keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Untuk penjelasan lengkapnya bisa kamu simak berikut:
1. Masjid Kotagede
Bangunan peninggalan Kerajaan Mataram Islam ini merupakan masjid paling tua di wilayah Kotagede. Lokasinya berada di kawasan Pasar Kotagede, Kelurahan Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Bantul.
Menurut beberapa sumber, masjid ini dulunya dibangun oleh Panembahan Senapati pada tahun 1587. Baru kemudian diperluas pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Hal menarik yang bisa kamu temukan pada bangunan ini adalah gapura masuknya yang menyerupai pura agama Hindu. Dari awal berdiri hingga sekarang, bentuk gapura tersebut tetap dipertahankan keasliannya. Tujuannya adalah untuk mempertahankan akulturasi budaya peninggalan nenek moyang.
Selain gapuranya yang unik, di sini juga terdapat sebuah bedug yang juga sangat tua. Konon, alat tersebut didapatkan oleh Sunan Kalijaga ketika sedang mengembara melewati Kulon Progo.
2. Pasar Kotagede
Peninggalan sejarah selanjutnya dari Kerajaan Mataram Islam adalah Pasar Kotagede yang dibangun sekitar abad ke-16. Bahkan, pasar ini memiliki usia yang lebih tua dibandingkan istana Mataram Islam, lho.
Keberadaan pasar tersebut sudah ada ketika Mataram Islam masih berupa desa yang dipimpin oleh Ki Gede Pamanahan. Tempat ini bisa dibilang sangat penting. Tentunya bukan semata-mata untuk kegiatan ekonomi saja, tetapi juga sebagai tempat berkumpulnya warga untuk berinteraksi.
Pasar Kotagede merupakan wujud dari konsep Catur Gatra Tunggal yang dipakai pada kerajaan-kerajaan Islam pada zaman dahulu. Dalam semua pemerintahan harus ada empat hal penting, yaitu istana, pasar, alun-alun, dan masjid.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
3. Masjid Agung Gedhe Kauman
Masih berupa bangunan, peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang lainnya adalah Masjid Agung Gedhe Kauman. Letaknya berada di sebelah barat Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta.
Bangunan tersebut didirikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana I. Ia merupakan anak laki-laki dari Sultan Hamengkurat IV yang menjadi pendiri Kesultanan Yogyakarta.
Menurut catatan, masjid ini dibangun pada tanggal 29 Mei 1773 Masehi. Arsiteknya bernama Kyai Wiryokusumo.
4. Benteng Vastenburg
Vastenburg merupakan benteng peninggalan Belanda yang lokasinya berada di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Kedung Lumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Benteng tersebut didirikan atas perintah Gubernur Jenderal Baron pada tahun 1745.
Tujuan pembangunannya adalah supaya Belanda lebih mudah untuk mengawasi Keraton Surakarta. Terlebih lagi, di sebrangnya merupakan tempat kediaman sang gubernur.
Ketika Indonesia merdeka, bangunan ini kemudian beralih fungsi sebagai markas TNI. Tepatnya sebagai pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade Infanteri 6 untuk wilayah Surakarta sekitar tahun 1970 hingga 1980-an.
Setelah itu, benteng tersebut ditinggalkan dan tidak terawat. Hingga kemudian pada masa kepemimpinan Jokowi, peninggalan era Kerajaan Mataram Islam ini direstorasi untuk menjaga jejak sejarah.
Baca juga: Prasasti-Prasasti Peninggalan yang Menjadi Bukti Eksistensi Kerajaan Mataram Kuno
5. Situs Kerto
Peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam terakhir yang bisa kamu simak di artikel ini adalah Situs Kerto. Menurut para sejarawan, situs tersebut pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma. Lokasinya berada di Dusun Kerto, Desa Pleret Kecamatan Pleret, Bantul.
Pada zaman dahulu, wilayah Istana Kerto ini sangatlah luas. Salah satu buktinya dapat dilihat dari sketsa R Van Goens mengenai kondisi ruangan dari keraton tersebut.
Namun sayang sekali, kondisinya kini begitu memprihatinkan dan tidak terawat. Di situs ini hanya ditemukan sebuah batu atau umpak yang sudah ditumbuhi lumut. Tanahnya pun tidak terlalu luas.
Sayang sekali, tidak banyak informasi yang didapat mengenai Keraton Kerto ini. Padahal, bisa dibilang kalau tempat ini memiliki nilai historis yang tinggi. Keraton ini tidak lagi ditinggali oleh keluarga kerajaan setelah mengalami kerusakan akibat kebakaran. Setelah itu, pusat pemerintahan kemudian di pindah ke Pleret.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang
Fakta Menarik dari Sejarah Kerajaan Mataram Islam
Sumber: Wikimedia Commons
Tadi kamu sudah menyimak ulasan tentang sejarah berdirinya, silsilah raja, dan peninggalan dari Kerajaan Mataram Islam, kan? Nah selanjutnya, ada fakta menarik tentang kerajaan tersebut yang sayang kalau dilewatkan.
1. Kehidupan Politik
Pada akhir masa kejayaan, situasi di Kerajaan Mataram Islam menjadi semakin tidak kondusif. Selain karena peperangan menghadapi Belanda, muncul juga konflik internal para penerus yang memperebutkan tahta.
Untuk meredam permusuhan antar Pakubuwana II dengan Belanda yang bekerjasama dengan Pangeran Mangkubumi, diadakanlah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
Isinya adalah Mataram Barat diserahkan pada Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwana I. Sementara itu, wilayah Mataram Timur atau Kasunanan Surakarta diberikan kepada Pakubuwana III.
Lalu, ada pula Perjanjian Salatiga yang digunakan untuk meredam perlawanan Raden Mas Said. Isinya adalah Surakarta Utara diserahkan pada Raden Mas Said yang bergelar Mangkunegoro I.
2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Mataram Islam
Secara geografis, Kerajaan Mataram Islam berada di daerah yang memiliki tanah yang subur. Maka dari itu, sumber penghasilan utamanya adalah dari sektor pertanian. Bahkan, kerajaan ini dulunya menjadi salah satu penghasil beras yang kemudian menjadi komoditi ekspor.
Selain pertanian, sektor perdagangan laut juga berkembang dengan baik. Hal itu dikarenakan kerajaan ini memiliki pelabuhan-pelabuhan penting yang berada Pantai Jawa bagian utara. Kekuatan ekonomi agraris dan maratim inilah yang membuat kedudukan Kerajaan Mataram Islam menjadi kuat pada saat itu.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
3. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa kejayaan Kerajaan Mataram Islam, sastra dan kesenian juga berkembang dengan pesat. Di bidang sastra, beberapa kitab yang terkenal adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astabrata. Bahkan, Sultan Agung juga mengarang sebuah naskah yang berjudul Kitab Sastra Gending.
Selain sastra, juga ada beberapa tari-tarian yang lahir di pada zaman ini. Beberapa di antaranya adalah Tari Bedaya, Tari Serimpi, Tari Gambu, Tri Bedhoyo Ketawang, dan masih banyak lagi.
Di era ini juga, muncul sebuah kebudayaan baru yang dinamakan Kejawen. Kepercayaan ini merupakan percampuran antara kebudayaan asli nenek moyang, Islam, Hindu, dan Buddha.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
Sudah Puas Menyimak Ulasan Lengkap Sejarah Kerajaan Mataram Islam di Atas?
Demikianlah informasi lengkap mengenai lokasi, sejarah, silsilah raja, peninggalan-peninggalan, beserta fakta menarik dari Kerajaan Mataram Islam. Cukup panjang memang, tetapi cocok dibaca untuk kamu yang penasaran dan ingin menambah wawasan tentang sejarah salah satu kerajaan bercorak Islam ini.
Nah, bagaimana kalau kamu ingin membaca informasi serupa mengenai kerajaan-kerajaan lain di Indonesia? Tidak usah khawatir, karena kamu juga bisa menemukannya di sini.
Tidak hanya kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudra Pasai atau Demak saja, lho. Tetapi juga ada kerajaan bercorak Hindu Buddha, yaitu Tarumanegara, Majapahit, Singasari, dan lain-lain. Pokoknya baca PosKata terus, ya!