Apakah kamu penasaran dengan peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Aceh Darussalam yang masih ada hingga sekarang? Kalau iya, mending kamu langsung cek saja ulasan lengkapnya di bawah ini, yuk!
Peninggalan-peninggalan sejarah yang ditemukan ini menjadi bukti dari keberadaan Kerajaan Aceh Darussalam. Apa sajakah itu? Jawabannya dapat kamu temukan lewat artikel ini.
Tidak seperti kerajaan bercorak Hindu, Kerajaan Aceh Darussalam ini tidak memiliki peninggalan prasasti. Namun peradabannya dapat diketahui dari naskah kuno, tempat yang dibangun, dan benda bersejarah lainnya.
Sudah semakin tidak sabar ingin segera menyimak ulasan tentang peninggalan sejarah dari Aceh Darussalam? Daripada semakin penasaran, lebih baik simak saja informasi selengkapnya berikut ini. Selamat membaca!
Bukti Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Aceh Darussalam
Ulasan lengkap tentang peninggalan-peninggalan sejarah dari Kerajaan Aceh Darussalam bisa kamu simak berikut ini:
1. Masjid Raya Baiturrahman
Kamu mungkin sudah tidak asing lagi dengan peninggalan sejarah dari Kerajaan Aceh yang satu ini. Lokasinya berada di pusat kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
Pada waktu terjadi bencana Gempa dan Tsunami tahun 2004 lalu, ikon Aceh tersebut tetap berdiri dengan kokoh. Memang ada sedikit kerusakan di beberapa bagian, tetapi masih wajar sehingga bangunan tetap dapat digunakan.
Bangunan ini didirikan pada tahun 1612 lalu pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selain digunakan untuk tempat beribadah, tempat tersebut dulunya juga merupakan pusat pendidikan agama Islam. Orang yang belajar agama di sana tidak hanya berasal dari Indonesia saja, tetapi juga Arab, Melayu, Persia, dan Turki.
Lalu pada saat masa penjajahan Belanda, masjid tersebut juga memiliki fungsi sebagai benteng pertempuran. Sayangnya pada tahun 1873, bangunan ini habis dilalap si jago merah karena perbuatan Belanda.
Karena tindakan tersebut, rakyat semakin marah dan semakin gencar melakukan serangan. Untuk mengurangi amarah dan meredam perlawanan rakyat, Belanda berjanji untuk membangun kembali bangunan yang sudah rata itu.
Peninggalan Kerajaan Aceh ini kemudian mulai dibangun lagi pada tahun 1879 dan baru selesai pada tahun 1881. Pada awalnya, rakyat tidak mau menggunakan bangunan yang dibuat oleh penjajah ini. Namun lambat laun, tetap dipakai juga.
Masjid Raya Baiturrahman memiliki luas bangunan kurang lebih 4.000 m² yang bisa digunakan untuk menampung lebih dari 20.000 orang. Sementara itu, keseluruhan areanya memiliki luas 31.000 m².
Arsitektur Bangunan
Saat pertama kali dibangun oleh Iskandar Muda, Masjid Raya Baiturrahaman ini memiliki atap berbentuk limas. Bentuk tersebut merupakan ciri khas dari bangunan masjid di Indonesia pada masa itu.
Namun setelah tragedi pembakaran oleh Belanda, bentuknya berubah total. Pembangunan kembali masjid tersebut dirancang oleh seorang arsitek Belanda yang bernama Gerrit Bruins.
Desainnya sendiri mengikuti gaya kebangkitan Mughal yang memiliki ciri khas dari menara dan kubah besarnya. Arsitektur seperti ini juga bisa dilihat pada bangunan Taj Mahal di India.
Namun tentu saja, bangunan masjid di sini tetap dipadukan dengan kebudayaan Aceh. Setelah selesai dibangun, kenampakan masjid tersebut memang berbeda dengan masjid-masjid di Aceh pada umumnya.
Dulunya, masjid peninggalan Kerajaan Aceh ini hanya memiliki satu menara dan satu kubah saja. Seiring berjalannya waktu, dilakukan perluasan dengan menambah kubah dan menara.
Sekarang, kubahnya berjumlah tujuh buah. Pada dindingnya berhiaskan tuliasan kaligrafi yang terbuat dari kuningan. Sementara itu, menaranya ada delapan. Menara utamanya sendiri berada di tengah halaman dan memiliki tinggi sekitar 53 meter.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah dari Kerajaan Demak yang Masih Bisa Dilihat Hingga Kini
2. Koin Emas Kerajaan Aceh
Peninggalan selanjutnya adalah koin emas kerajaan. Benda tersebut tidak sengaja ditemukan oleh seorang pencari tiram pada tahun 2013 lalu.
Tempat penemuannya adalah tambak seorang warga yang berada di aliran sebuah sungai di daerah Gampong, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh.
Koin-koin tersebut ditemukan berada di dalam sebuah kaleng tua. Jumlahnya ada sekitar 300 keping. Uang ini beratnya sekitar 600 miligram dan memiliki kadar emas 18 karat. Sementara itu, diameternya kurang lebih 11 milimeter.
Setelah diteliti lebih lanjut, pada uang dirham itu terdapat tulisan yang bila diartikan adalah “mata uang emas Kerajaan Aceh”. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa kepingan benda itu memang peninggalan dari kerajaan tersebut.
Dilihat dari nama-nama yang terukir, kepingan koin tersebut diterbitkan pada masa yang berbeda. Beberapa nama pemimpin yang ditulis adalah Sultan Salah Ad-Din, Sultan Ali Riayat Syah, Sultan Ala ad-Din Riyat Syah al-Qahar, Sultan Ala ad-Din bin Amad, dan Sultan Ala ud-Din bin Ala ud-Din.
3. Benteng Indra Patra
Situs sejarah yang satu ini diketahui sudah ada sejak abad ke-7, jauh sebelum Kerajaan Aceh berdiri. Benteng tersebut dulunya adalah milik kerajaan bercorak Hindu pertama di Aceh yang bernama Lumuri.
Ketika era peradaban Hindu mulai tergusur, benteng ini kemudian diambil alih. Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, bangunan tersebut kemudian digunakan sebagai benteng pertahanan untuk menghadapi musuh.
Alasannya adalah karena letaknya yang begitu strategis karena dekat dengan pantai dan menghadap ke Selat Malaka. Tempat ini dulunya merupakan jalur perdagangan internasional yang ramai.
Pada situs ini mulanya terdapat tiga benteng. Akan tetapi entah karena apa, sekarang hanya tersisa dua saja. Benteng utamanya memiliki luas 70 x 70 meter dengan tinggi 4 meter dan tebal 2 meter.
Di dalamnya, ada dua stupa yang salah satunya terdapat sebuah sumur. Sementara itu, benteng kedua memiliki ukuran yang lebih kecil dan digunakan sebagai tempat peletakan meriam.
Benteng Indra Patra tersebut dulunya dibangun dengan menggunakan beberapa bahan campuran. Contohnya adalah batu gunung, kapur, kulit kerang, tanah liat, dan telur.
Kalau ingin berkunjung ke sini, lokasinya mudah dijangkau karena hanya sekitar 30 menit dari Banda Aceh. Tepatnya berada di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya.
Baca juga: Candi-Candi Peninggalan yang Menjadi Bukti Peradaban Kerajaan Singasari
4. Masjid Tuha Indrapuri
Satu lagi bangunan yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Aceh Darussalam adalah Masjid Tuha Indrapuri. Lokasinya berada di Desa Keude, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar.
Sebelum dibangun menjadi masjid, tempat ini dulunya merupakan sebuah pura Hindu milik Kerajaan Lamuri. Lantas, bagaimana cerita di balik pergantian tersebut?
Pada zaman dahulu, wilayah kerajaan ini mendapatkan serangan dari bajak laut asal Cina yang memiliki ilmu tinggi. Karena begitu terdesak, Raja Lumuri akhirnya menerima tawaran bantuan dari Tengku Abdullah Lampeuneun untuk memukul mundur para bajak laut.
Diketahui, Tengku Abdullah adalah seorang penyebar agama Islam yang berasal dari Perlak. Setelah musuh berhasil dikalahkah, Raja Lamuri dan rakyatnya kemudian masuk Islam. Karena hal tersebut, banyak pura yang kemudian terbengkalai.
Pada tahun 1618, barulah dibangun sebuah masjid di atas pura Indrapuri ini. Kalau kamu perhatikan, pada bangunan tersebut masih tertinggal peradaban Hindu yang berupa atap bertingkat.
Area masjid tersebut terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu tangga, pelataran, dan juga kolam kecil untuk berwudu. Luas areanya sendiri mencapai 33.875 hektar.
Selain menjadi tanda peralihan dari peradaban Hindu ke Islam, Masjid Tuha Indrapuri juga memiliki nilai historis yang lain. Pada tahun 1875, tempat ini digunakan sebagai tempat penobatan Raja Kerajaan Aceh Darussalam terakhir, yaitu Sultan Muhammad Daud Syah.
5. Meriam Kesultanan Aceh
Benda selanjutnya yang menjadi bukti keberadaan kerajaan yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah ini adalah meriam. Letaknya berada di Desa Arongan, Kecamatan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat.
Pada awalnya, jumlah meriam yang ditemukan adalah lima buah. Namun, kini hanya tersisa tiga buah saja karena dua yang lainnya tersapu gelombang air laut pada saat terjadi tsunami tahun 2004 lalu.
Menurut para sejarawan, benda yang digunakan untuk menembak musuh itu sudah aja sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Konon, meriam ini dipesan khusus dari Kesultanan Turki. Sebuah hal kemungkinan besar terjadi mengingat kedua kerajaan tersebut memiliki hubungan yang sangat baik.
Namun sayang sekali, benda peninggalan tersebut kurang terawat. Lihat saja, meriam tersebut dipenuhi dengan tumbuhan lumut. Lubang untuk mengisi mesiu pun sudah berkarat dan tersumbat tanah. Beberapa meter dari situ juga terdapat beberapa puing bangunan yang teronggok begitu saja.
Sebenarnya, tempat ini sudah hampir mendapatkan bantuan dari Brunei Darussalam untuk dijadikan monumen sejarah. Akan tetapi, rencana tersebut tidak jadi dilaksanakan karena adanya konflik.
Baca juga: Peninggalan Bersejarah yang Membuktikan Keberadaan Kerajaan Pajajaran
6. Taman Sari Gunongan
Peninggalan dari Kerajaan Aceh Darussalam yang dijadikan wisata sejarah tersebut juga berlokasi di pusat Kota Banda Aceh. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Masjid Baiturrahman.
Bangunan bersejarah ini dibuat oleh Sultan Iskandar Muda untuk menghibur Putroe Phang, istrinya, yang sedih karena merindukan tempat asalnya. Ini juga sekaligus menjadi bukti cinta raja untuk sang permaisuri.
Tidak main-main, yang menjadi arsiteknya saja berasal dari dua negara, yaitu Tiongkok dan Turki. Setelah selesai dibangun, permaisuri sering menghabiskan waktunya di sini.
Selain bangunan yang bisa kamu lihat gmabarnya di atas, di area taman ini juga terdapat arsitektur unik yang lain. Salah satunya adalah sebuah kursi dari batu berbentuk kelopak bunga yang diberi nama Penterana Batu.
Kemudian, ada juga bagian lain yang digunakan sebagai tempat pemakaman keluarga kerajaan. Namanya adalah Kandang Baginda. Pemimpin kerajaan yang dimakamkan di sini adalah Sultan Iskandar Thani.
Selain itu, tak jauh dari sini ada sebuah bangunan yang diberi nama Pinto Khop. Bentuknya hampir mirip dengan gambar di atas, hanya saja ukurannya lebih kecil dan desainnya lebih sederhana.
Konon, Pinto Khop ini merupakan pintu yang menghubungkan antara Taman Sari Gunongan dengan Istana Kerajaan Aceh. Luas areanya sendiri mencapai lima hektar. Untuk saat ini, tempat tersebut juga beralih fungsi untuk dijadikan wisata.
7. Kerkhof Peucut
Kerkhof Peucut merupakan salah satu bukti betapa gigihnya rakyat Aceh dalam melawan penjajahan. Ini adalah kompleks pemakaman bagi tentara Belanda yang gugur dalam peperangan tersebut.
Tidak main-main, jumlahnya mencapai lebih dari 2.000 orang. Selain tentara Belanda, ada sebagian kecil tentara Jepang dan pribumi yang turut dimakamkan di sini.
Pada tahun 1636, ada juga anak laki-laki dari Sultan Iskandar Muda ada yang dimakamkan di sini. Ia meninggal dunia setelah dihukum rajam karena melakukan perbuatan terlarang.
Saat ditemukan pada tahun 1970 oleh Johan Brendgen, seorang pensiunan tentara Belanda, Kerkhof Peucut kondisinya begitu memprihatinkan. Makam-makam tidak terawat dan dijadikan tempat untuk menggembala kambing.
Ia kemudian meminta izin pada pemerintah Aceh untuk merawat tempat tersebut. Setelah disetujui, didirikanlah Yayasan Dana Peutjut untuk mengelola bantuan para donatur dari Belanda.
Luas areanya sendiri kurang lebih sekitar 3,5 hektar. Lokasinya berada di Desa Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, tepatnya di pusat Kota Banda Aceh.
Area pemakaman ini dilengkapi gerbang khas Belanda yang memiliki tinggi sekitar empat meter. Pada gerbang tersebut tertulis nama-nama para tentara yang gugur dalam perang. Meskipun ini adalah area pemakaman, tapi suasanaya tidaklah menyeramkan.
Ada banyak orang yang menjadikannya sebagai tempat wisata sejarah atau sekadar untuk berburu foto. Nah yang harus diperhatikan kalau berkunjung ke sini adalah berperilaku dan berkatalah dengan sopan, serta jaga kebersihan.
Baca juga: Candi-Candi yang Menjadi Bukti Kemegahan Kerajaan Mataram Kuno
8. Makam Sultan Iskandar Muda
Kalau yang satu ini peninggalan makam dari Raja Kerajaan Aceh Darussalam yang paling terkenal, yaitu Sultan Iskandar Muda. Lokasinya berada di Kelurahan Peniti, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.
Makam milik Sultan Iskandar Muda ini pernah dihilangkan jejaknya oleh pemerintah Belanda pada saat terjadinya perang Aceh. Beruntungnya, dapat ditemukan kembali setelah mendapatkan petunjuk dari salah satu istrinya.
Selanjutnya, makam tersebut dirawat dan kemudian dibeton lalu dihiasi dengan pahatan kaligrafi. Selain makam sang raja, pada kompleks pemakaman ini juga ada makam milik anggota kerajaan yang lain.
Semasa hidup, sang raja memang dikenal sebagai raja yang sangat adil dan bertanggung jawab. Bahkan ketika anak lelakinya melanggar hukum, ia tak segan-segan menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.
Kejadian tersebut benar-benar membekas di ingatan rakyat Aceh. Yang kemudian muncullah pepatah, “Adoh Anek Meupat Jirat. Gadoh Adat Pat Tamita.” Artinya adalah hilang anak tahu makamnya, hilang ada mau cari di mana.
Peninggalan dari Kerajaan Aceh ini sering didatangi oleh warga untuk berwisata rohani. Tidak hanya dari dalam negeri saja, tetapi juga dari negara tetangga seperti Malaysia.
9. Stempel Cap Sikureung
Benda peninggalan ini merupakan cap yang digunakan oleh para pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam. Cap ini memiliki fungsi untuk mengesahkan sebuah perintah.
Pada cap yang dibuat dari batu tersebut terukir sembilan nama sultan atau sultanah yang memerintah. Maka dari itu, diberi nama Cap Sikureung yang dalam bahasa Indonesia Cap Sembilan.
Mengenai penempatan nama sultan dalam cap sendiri ada urutannya, lho. Tiga tempat disediakan untuk pemimpin yang sebelumnya. Pada bagian tengahnya, merupakan ukiran nama sultan atau sultanah yang pada saat itu sedang memerintah. Sementara itu, lima tempat lainnya dituliskan nama raja dari keluarganya.
10. Kitab Bustanus Salatin
Dan yang terakhir, Kitab Bustanus Salatin merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Nuruddin ar-Raniri pada tahun 1636 lalu. Ia adalah penasihat Kerajaan Aceh Darussalam ketika dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani.
Buku yang cukup tebal ini berisi tujuh bab. Bab I dan II berisi tentang sejarah umum kerajaan, termasuk juga asa-usul raja di dunia. Sementara itu, bab III sampai VII isinya tentang kode etik penguasa.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Pajajaran
Sudah Puas Menyimak Ulasan Lengkap tentang Peninggalan Sejarah Kerajaan Aceh Darussalam di Atas?
Itulah dia 10 peninggalan sejarah Kerajaan Aceh Darussalam yang informasi lengkapnya bisa kamu simak di sini. Bagaimana? Apakah setelah membacanya kamu berniat untuk mengunjungi beberapa tempat sejarah tersebut?
Untuk yang mungkin masih ingin membaca informasi menarik lainnya seputar kerajaan tersebut, kamu bisa menemukannya pada artikel lain di PosKata. Selain itu, ada juga ulasan-ulasan dari kerajaan-kerajaan lain di Indonesia yang sayang sekali jika kamu lewatkan.
Contohnya ada Kerajaan Samudra Pasai, Demak, Tarumanegara, dan lain-lain. Pokoknya baca PosKata terus, yuk!