Ulasan lengkap mengenai daftar silsilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Islam berikut memang sayang sekali kalau dilewatkan. Untuk itu, jika penasaran, langsung saja cek ulasannya di bawah ini, ya!
Setiap kerajaan pasti memiliki detail silsilah mengenai raja-raja yang pernah berkuasa, begitu pula dengan Kerajaan Mataram Islam. Salah satu kerajaan besar bercorak Islam di Pulau Jawa ini didirikan oleh Panembahan Senapati dan mencapai kejayaan ketika dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Setiap raja yang memimpin memang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada yang begitu benci dan melakukan segala cara untuk mengusir VOC dari wilayah kerajaan. Namun, ada pula yang malah tunduk terhadap kata-kata dan menggantungkan nasib kerajaan di tangan penjajah tersebut.
Sudah penasaran dan tidak sabar ingin segera menyimak ulasan lengkap mengenai silsilah para raja di Kerajaan Mataram Islam ini, ya? Daripada kebanyakan basa-basi, langsung saja cek selengkapnya berikut ini, yuk!
Silsilah Kerajaan Mataram Islam
Ulasan selengkapnya tentang nama raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Matara Islam bisa disimak di bawah ini:
1. Panembahan Senapati
Yang menjadi pendiri sekaligus raja pertama di Kerajaan Mataram Islam adalah Raden Danang Sutawijaya. Ia naik tahta pada tahun 1586 dan memiliki gelar Panembahan Senapati.
Laki-laki tersebut merupakan anak dari Ki Ageng Pamanahan yang merupakan pendiri dari Desa Mataram. Sementara itu, ibunya bernama Nyai Sabinah.
Perjalanannya dari pemimpin desa menggantikan ayahnya menjadi seorang raja tidaklah mudah. Awalnya, ia harus melepaskan wilayahnya dari bayang-bayang Kerajaan Pajang. Itu berarti ia harus berhadapan dengan ayah angkatnya, yaitu Sultan Hadiwijaya.
Namun kemudian, ia mendapatkan kesempatan emas ketika Sultan dari Pajang tersebut meninggal dunia karena kecelakaan. Tahta Pajang kemudian jatuh ke tangan Pangeran Benawa.
Nah, raja baru tersebut malah berkeinginan untuk menggabungkan wilayah dengan Mataram. Setelah mencapai kesepakatan, Panembahan Senapati resmi dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Mataram Islam.
Dirinya memang sengaja tidak memakai gelar Sultan untuk menghormati Pangeran Benawa dan mendiang Sultan Hadiwijaya. Sementara itu, Kotagede dipilih untuk menjadi pusat pemerintahan.
Di bawah kepemimpinan Panembahan Senapati, Kerajaan Mataram Islam dapat berkembang dengan baik. Terutama dalam usaha untuk melakukan perluasan wilayah.
Ia tidak hanya dapat menguasai daerah-daerah di daerah Jawa Tengah saja. Namun, kekuasaannya sudah sampai ke wilayah Jawa Timur.
Kehidupan Pribadi
Menurut catatan sejarah, Panembahan Senapati menikah sebanyak empat kali selama hidupnya. Sebelum menjadi seorang raja, ia pernah menikah dengan Rara Ayu Semangkin dan Rara Ayu Prihatin.
Kakak beradik tersebut merupakan cucu dari Sultan Trenggono. Mereka menikah karena Panembahan Senapati pada waktu itu berhasil membunuh Arya Panangsang.
Setelah itu, ia menikah lagi dengan anak dari Ki Ageng Panjawi. Namanya adalah Waskita Jawi. Wanita tersebut memiliki gelar Kanjeng Ratu Mas. Selain itu, ia juga dikenal Ratu Kulon atau permaisuri pertama.
Dari pernikahan tersebut, ada salah satu anaknya yang bernama Raden Mas Jolang. Dialah nanti yang akan meneruskan tahta kepemimpinan Panembahan Senapati.
Pada saat melakukan penaklukkan ke daerah Surabaya, raja pertama yang mengisi daftar silsilah Kerajaan Mataram Islam ini jatuh cinta dengan Retna Dumilah. Sang wanita rupanya adalah anak dari pemimpin Surabaya yang ditaklukkan.
Karena memiliki kedudukan yang tinggi, Retna tidak dijadikan selir namun permaisuri kedua atau Ratu Wetan. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tiga orang anak, yaitu Raden Mas Julig, Raden Adipati Djoeminah, dan Raden Mas Kaniten.
Selain ketiga orang tersebut, ada lagi seorang wanita bernama Nyai Adisara yang dijadikan selir oleh Panembahan Senapati. Sayangnya, tidak banyak informasi mengenai dirinya selain memiliki peranan penting dalam penaklukkan Surabaya dan memiliki anak bernama Pangeran Puger.
Baca juga: Bukti Peninggalan-Peninggalan Sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo, Serambi Mekah di Indonesia Timur
2. Panembahan Hanyakrawati
Panembahan Senapati meninggal pada tahun 1601. Setelah itu, tumpu kekuasaan diserahkan kepada sang putra mahkota, yaitu Raden Mas Jolang.
Ia mendapatkan gelar Panembahan Hanyakrawati. Artinya adalah pemimpin yang memelihara hukum dan penguasa dunia.
Raden Mas Jolang semasa muda dikenal sebagai pribadi yang cekatan dan tangguh. Bahkan, ia pernah ditugaskan oleh sang ayah untuk menghadapi pemberontakan Adipati Pragola.
Diketahui, Adipati Pragola adalah adik dari Waskita Jawi. Konon, pemberontakan itu dipicu karena ia khawatir kedudukan kakaknya terancam setelah Panembahan Senapati mempersunting Retna Damilah.
Namun sayang, pada waktu itu kekuatan Raden Mas Jolang masih belum dapat menandingi pamannya. Dalam peperangan tersebut, ia terluka dan terpaksa harus mundur.
Saat akan naik tahta, muncul lagi pergolakan dari Pangeran Puger. Ia merasa keberatan jika Mas Jolang. Pasalnya, ia adalah putra tertua sehingga lebih berhak untuk mewarisi tahta.
Sayangnya, keputusan sudah bulat bahwa Raden Mas Jolang yang harus meneruskan tumpu kepemimpinan Kerajaan Mataram Islam. Pangeran Puger sakit hati dan melakukan pemberontakan pada tahun 1602. Beruntungnya, pemberontakan itu dapat diatasi.
Kehidupan Pribadi
Menurut sumber sejarah, raja yang menempati urutan kedua dalam daftar silsilah pemimpin Kerajaan Mataram Islam tersebut menikah sebanyak dua kali. Istri pertamanya bernama Ratu Tulungayu yang asalnya dari Ponorogo.
Pada awalnya, pasangan tersebut hidup dengan bahagia. Bahkan, sang raja menjanjikan kalau keturunan mereka kelak akan menduduki tahta kerajaan. Namun setelah sekian lama menanti, mereka belum juga mendapatkan keturunan.
Dalam penantian tersebut, sang raja memutuskan untuk menikah kembali dengan Dyah Banowati. Dari pernikahan ini, mereka mendapatkan dua orang anak. Mereka adalah Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari.
Beberapa tahun setelah menjadi raja, Ratu Tulungayu pun hamil dan melahirkan seorang anak bernama Raden Mas Wuryah. Sayangnya, anak yang digadang-gadang menjadi penerus ini konon memiliki kondisi yang kurang sempurna.
Pada tahun 1613, Sultan Hanyakrawati meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan saat berburu di Hutan Krapyak. Sebelum wafat, ia memilih Raden Mas Rangsang untuk menjadi penerusnya.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
3. Sultan Agung Hanyakrakusuma
Nah, pada ulasannya sebelumnya tertulis bahwa Panembahan Hanyakrawati berjanji untuk mengangkat Raden Mas Wuryah sebagai raja Mataram Islam selanjutnya. Namun, ia menyandang tunagrahita sehingga tidak dapat memimpin dengan baik.
Maka dari itu, keputusannya adalah tetap mengangkat Mas Rangsang sebagai raja. Namun untuk memenuhi janji, secara simbolis Raden Mas Wuryah diangkat menjadi raja selama satu hari. Kemudian, ia juga diberi gelar, yaitu Adipati Martopuro.
Mengenai kondisi Raden Mas Wuryah ini sebenarnya masih menjadi perdebatan. Pasalnya, ada sumber yang mengatakan kondisinya dibuat demikian supaya perpindahan tahta dari Mas Wuryah ke Mas Rangsang minim konflik. Namun, mengenai alasan yang sebenarnya tidak pernah diketahui.
Raden Mas Rangsang resmi dinobatkan dan mulai memimpin kerajaan pada tahun 1613. Pada waktu itu, usianya masih cukup muda, yaitu 20 tahun. Gelarnya adalah Paduka Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma.
Raja yang paling terkenal ini mampu membawa Kerajaan Mataram Islam menuju puncak kejayaan. Pada masa pemerintahannya, wilayah kerajaan semakin meluas hingga mencapai hampir seluruh pulau Jawa bagian timur.
Selain itu, sektor pertanian sangat diperhatikan dengan baik. Terlebih lagi, daerah pusat kerajaan memang cocok untuk sebagai lahan pertanian karena tanahnya yang subur. Bahkan, sang raja tak segan untuk membuka lahan baru dan membuka bendungan untuk membantu para petani.
Perang Melawan VOC
Peperangan antara Sultan Agung Hanyakrakusuma dengan Belanda bermula sekitar tahun 1619. Pada saat itu, VOC mengirim utusannya ke Kerajaan Mataram Islam untuk bekerja sama dan minta izin mendirikan kantor-kantor perdagangan di daerah pantai utara.
Hal tersebut tentu saja langsung ditolak mentah-mentah. Karena jika diizinkan, VOC pasti akan menguasai perekonomian yang pastinya akan berdampak buruk untuk kerajaan. Karena alasan tersebut, hubungan keduanya menjadi renggang.
Hingga kemudian, VOC berhasil merebut Jayakarta dari tangan Kesultanan Banten pada tahun 1619. Mengetahui fakta itu, Sultan Agung kemudian mengirimkan utusan dan menawarkan tawaran damai ke VOC dengan mengajak bekerjasama pada bulan April 1628.
Tujuannya apalagi kalau bukan untuk memanfaatkan mereka untuk menaklukkan Banten. Namun kali ini, gantian VOC yang menolak mentah-mentah tawaran tersebut.Hal ini kemudian membuat Sultan Agung marah. Ia pun memutuskan untuk menyerang VOC.
Pada bulan Agustus 1628, penerus ketiga silsilah Kerajaan Mataram Islam tersebut mengirimkan kurang lebih 10.000 pasukan untuk menyerang VOC di Batavia. Perang yang sangat hebat pun tidak dapat dihindarkan. Namun karena kurangnya perbekalan, pasukan Mataram harus menerima kekalahan.
Tidak patah semangat, ia memutuskan mengirim pasukan kembali untuk menyerang VOC pada bulan Mei 1629. Kali ini, sebayak 14.000 prajurit dikerahkan.
Sayang sekali, meski telah mengerahkan semua tenaga, pasukan Mataram Islam tetap kewalahan menghadapi VOC. Terlebih lagi mata-mata musuh juga berhasil menghanguskan lumbung perbekalan mereka. Namun kali ini, mereka berhasil mengotori Sungai Ciliwung sehingga menyebabkan J.P. Coen, Gubernur Jendral VOC terserang kolera dan meninggal dunia.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Pajajaran
Kehidupan Pribadi
Ketika masih muda, penerus silsilah Kerajaan Mataram Islam ketiga ini dikenal sebagai pribadi yang bijaksana, cerdas, tangguh, dan taat bergama. Pengetahuan agama yang didapatkannya berasal dari para wali, terutama Sunan Kalijaga.
Nah semasa hidupnya, sejarah mencatat bahwa Sultan Agung Hanyakrakusuma juga memiliki lebih dari seorang istri. Permaisurinya yang pertama adalah Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk.
Ia merupakan anak perempuan dari Sultan Cirebon yang bernama Panembahan Ratu. Dari pernikahan dengan Ratu Kulon, sang raja mendapatkan beberapa orang putra. Salah satunya adalah Pangeran Alit.
Setelah itu, Sultan Agung Hanyakrakusuma menikah lagi dengan Kanjeng Ratu Batang. Putri dari Pangeran Upasanta tersebut dijadikan permaisuri kedua dengan gelar Ratu Wetan. Salah satu anak yang dikenal dari pernikahan ini adalah Raden Mas Sayyidin atau Amangkurat I.
Selama menjabat menjadi pemimpin, sang sultan tidak hanya cakap dalam mengatur strategi pemerintahan saja. Akan tetapi, ia juga merupakan seorang budayawan.
Tak hanya dapat menciptakan tarian, ia juga menulis sebuah buku yang berjudul Kitab Sastra Gending. Selain itu, dirinya juga menciptakan sistem Penanggalan Jawa yang masih digunakan hingga kini.
Sultan Agung Hanyakrakusuma meninggal pada tahun 1645 karena menderita sakit. Ia kemudian disemayamkan di Pasarean Imogiri. Lalu pada masa pemerintahan Soekarno, sang sultan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia.
Baca juga: Informasi Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Memimpin Mataram Kuno
4. Hamengkurat I
Sebelumnya, sudah ditetapkan bahwa Pangeran Alit yang menjabat sebagai putra mahkota akan meneruskan tahta Sultan Agung Hanyakrakusuma. Namun ketika sang sultan sedang sakit, Ratu Wetan berhasil membujuknya untuk memilih Raden Mas Sayidin sebagai penerus.
Keputusan tersebut tentu saja sempat mendapatkan protes dari pendukung setia Pangeran Alit. Ratu Wetan mengatasi keributan yang mungkin akan terjadi dengan mengadakan upacara penobatan Raden Mas Sayidin secara tertutup.
Raden Mas Sayidin resmi menjadi penerus silsilah Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1646. Ia bergelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I. Singkatnya, dikenal sebagai Amangkurat atau Hamengkurat I.
Pada masa kepemimpinannya ini, kerajaan mulai mengalami kemunduran. Pemimpin yang baru tersebut memiliki watak yang jauh berbeda dengan sang ayah. Selain mementingkan diri sendiri, ia juga dikenal sebagai orang yang kejam dan licik.
Ia tidak segan-segan untuk membunuh orang yang dianggapnya berkhianat atau membahayakan kedudukannya di kerajaan. Dan tentu saja, ia menyuruh orang lain dan berpura-pura tidak mendalangi kejahatan tersebut.
Kekejaman Hamengkurat I
Salah satu kejahatan yang paling sadis dilakukan oleh sang sultan adalah membunuh 6.000 ulama beserta keluarganya. Bukan main, hal tersebut dilakukan kurang dari 30 menit, lho.
Pemicu dari tindakan yang brutal tersebut adalah karena pemberontakan yang hampir dilakukan oleh Pangeran Alit setelah melihat sifat asli sang sultan. Garisbawahi kata hampir karena sang pangeran urung melakukannya. Pasalnya, ada seseorang yang membocorkan rencana tersebut sehingga ia sudah dibunuh terlebih dahulu.
Rencana pemberontakan tersebut membuat Sultan Hamengkurat I merasa marah dan terancam. Ia takut kalau ada pengikut setia Pangeran Alit yang akan melakukan tindakan serupa.
Maka dari itu, ia menyuruh orang-orang kepercayaannya untuk membunuh pengikut Pangeran Alit, termasuk para ulama. Bahkan, ia memfitnah dengan mengatakan bahwa ulama-ulama itulah yang berada di balik kematian sang pangeran.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Akhir Hidup Sultan Hamengkurat I
Masa kehancuran Sultan Mataram Islam yang dikenal kejam tersebut mulai terjadi ketika mendapatkan serangan dati Trunojoyo. Bangsawan asal Madura ini melakukan pemberontakan sekitar tahun 1670-an.
Selain karena ingin membebaskan wilayahnya dari kerajaan tersebut, ia juga diajak kerjasama oleh Pangeran Adipati Anom atau Raden Mas Rahmat untuk menggulingkan pemerintahan ayahnya. Sang pangeran melakukan hal tersebut karena takut kedudukannya akan digantikan oleh saudaranya yang lain.
Pasukan dari Trunojoyo mendapatkan banyak bantuan dari kerajaan lain ketika menyerang Mataram Islam. Kejadian ini tentu saja membuat pasukan kewalahan. Bahkan, Sultan Hamengkurat I beberapa anggota keluarga memilih kabur untuk menyelamatkan diri.
Pangeran Adipati Anom melihat kekacuan tersebut dan berbalik memusuhi Trunojoyo. Namun, hal tersebut tidak berpengaruh banyak. Kerajaan dapat diduduki dengan mudah oleh Trunojoyo. Salah satu putri dari sang sultan bahkan diperistri olehnya.
Sementara itu, nasib baik tidak terlalu berpihak pada Sultan Hamengkurat I. Tidak hanya kehilangan orang-orang terdekatnya, ia juga jatuh sakit karena usia yang sudah tidak muda lagi. Sang sultan meninggal pada tahun 1677 dan dimakamkan di daerah Tegal.
Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang Sarat Akan Nilai Sejarah
5. Hamengkurat II
Penerus silsilah Kerajaan Mataram Islam selanjutnya berada di tangan Raden Mas Rahmat. Ia adalah putra dari Hamengkurat I dengan anak perempuan Pangeran Pekik asal Surabaya.
Menurut catatan sejarawan, ia tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya. Bahkan sepeninggal sang ibu, ia kemudian besar di lingkungan keluarga ibunya yang berada di Surabaya.
Pada tahun 1661, ia pernah mengadakan pemberontakan terhadap ayahnya karena takut posisinya sebagai Putra Mahkota digantikan oleh Pangeran Singasari. Namun, pemberontakan itu bisa dengan mudah dihadapi oleh ayahnya.
Puncak amarah Raden Mas Rahmat terjadi ketika kekasihnya yang bernama Rara Oyi akan dijadikan selir oleh sang ayah. Dengan bantuan kakeknya, ia berhasil membawa lari gadis tersebut.
Namun tentu saja, peristiwa ini memancing kemarahan Hamengkurat I. Ia kemudian menyuruh orang-orang suruhan itu untuk menghabisi keluarga mertuanya sendiri. Entah keberuntungan atau kemalangan, Raden Mas Rahmat mendapatkan pengampunan sang ayah, namun setelah dengan terpaksa membunuh pujaan hatinya.
Nah menurut beberapa sumber, sang sultan diketahui memiliki banyak istri. Namun dari beberapa pernikahan tersebut, ia hanya memiliki seorang anak laki-laki saja dari pemaisurinya. Namanya adalah Raden Mas Sutikno.
Akhirnya Mendapatkan Tahta Mataram Islam
Seperti yang sudah kamu simak sebelumnya, pengisi daftar silsilah kerajaan Mataram Islam kelima itu bekerja sama dengan Trunojoyo untuk menggulingkan Amangkurat I. Namun, ia kemudian berbalik ke kubu sang ayah setelah melihat betapa kuatnya pasukan Trunojoyo.
Ketika Kerajaan Mataram Islam terdesak akibat serangan itu, Raden Mas Rahmat kemudian meminta bantuan kepada VOC untuk menghentikan pasukan Madura. Selain itu, ia juga diberi pinjaman untuk membangun istana baru di daerah Surakarta.
Belanda tentu saja tidak semurah hati itu karena ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syaratnya adalah menanggung penuh biaya perang melawan Trunojoyo, wilayah pantai utara menjadi jaminan dan beberapa wilayah kekuasaan kerajaan harus diserahkan pada VOC. Dan yang terakhir, VOC memonopoli perdagangan di wilayah kerajaan.
Setelah menyanggupi, VOC kemudian mengerahkan pasukan untuk menghadapi Trunojoyo. Akhirnya, pemimpin pemberontakan dari Madura tersebut dapat ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati.
Raden Masa Rahmat resmi dinobatkan menjadi raja pada tahun 1677. Pusat pemerintahannya pada waktu itu berada di istana Surakarta.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
Akhir Pemerintahan
Selama memimpin, penerus silsilah Kerajaan Mataram Islam ini dikenal sebagi raja yang tidak begitu tegas dan mudah dipengaruhi. Bahkan, adiknya yang bernama Pangeran Puger lebih terlihat perannya di pemerintahan dibandingkan dengan dirinya.
Sang sultan memang dikenal begitu dekat dengan VOC. Namun kemudian, ia berbalik memusuhi sekutunya itu supaya telepas dari jeratan utang yang sangat banyak.
Ia membantu musuh VOC, yaitu Untung Surapati, untuk bersembunyi di wilayahnya. Ia bahkan juga membantu pasukan Untung untuk menghabisi tentara VOC.
Hingga kemudian, tindakannya tersebut terbongkar oleh VOC. Pihak penjajah menemukan surat-surat yang darinya untuk beberapa kerajaan lain. Isinya tentu saja untuk melawan VOC.
Hal itu membuat VOC marah dan semakin menekan sang sultan untuk melunasi hutangnya. Dalam keadaan terjebak, ia kemudian berpura-pura memerintahkan pasukannya untuk menyerang Untung Suropati.
Sultan Hamengkurat II bisa dibilang cukup lama memegang pemerintahan, kurang lebih selama 26 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1702. Situasi kerajaan menjadi begitu kacau karena terjadi perebutan kekuasaan.
Baca juga: Peninggalan Sejarah yang Menunjukkan Eksistensi Kerajaan Tarumanegara
6. Hamengkurat III
Pada tahun 1703, Raden Mas Sutikno meneruskan silsilah pemimpin Kerajaan Mataram Islam menggantikan ayahnya . Gelarnya adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping III.
Sebelum ia resmi memegang tumpu kekuasaan, sempat terjadi keributan mengenai siapa yang lebih pantas untuk meneruskan tahta. Banyak pejabat keraton dan rakyat memilih Pangeran Puger karena dianggep lebih cakap dalam mengurus pemerintahan.
Sebagai tambahan informasi, Pangeran Puger pada masa ini berbeda orang dengan Pangeran Puger yang memberontak pada masa pemerintahan Panembahan Hanyakrawati. Mereka beda orang, hanya memiliki nama sama.
Meski tidak banyak didukung, Raden Sutikno tetap kekeuh untuk menggantikan ayahnya. Pasalnya, ia adalah anak satu-satunya dan tentu sangat berhak untuk mewarisi tahta.
Semasa hidupnya, pengisi daftar silsilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Islam di urutan keenam ini memiliki banyak sekali istri. Tepatnya, dua permaisuri dan 48 selir.
Ia bahkan pernah menikahi sepupunya sendiri, yaitu anak perempuan Pangeran Puger. Namun pada akhirnya mereka berpisah karena sifat sang sultan yang mudah marah dan pencemburu.
Akhir Pemerintahan
Selama memerintah, Sultan Hamengkurat III selalu merasa resah. Pasalnya, pasalnya orang-orang tetap menginginkan Pangeran Puger untuk menduduki tahta.
Pada tahun 1704, ia kemudian mengutus orang kepercayaannya untuk memburu Pangeran Puger. Sayangnya, sang pangeran sudah terlebih dahulu kabur ke Semarang dan minta bantuan ke VOC.
Setelah kedua belah pihak membuat kesepakatan, Pangeran Puger menobatkan dirinya sebagai raja pada tahun 1705. Gelarnya adalah Pakubuwana I.
Pada awalnya, pemimpin yang juga disebut Sunan Mas tersebut membangun pertahanan dengan dibantu oleh Arya Mataram, pamannya. Namun, siapa yang menyangka kalau sang paman ternyata pengikut setia dari Pangeran Puger.
Gabungan pasukan Pangeran Puger dan VOC kemudian bergerak untuk merebut Istana Kartasura. Sang sultan berhasil dibujuk oleh Arya Mataram pergi dari istana tersebut.
Ia melarikan diri hingga sampai ke Ponorogo untuk minta bantuan dari Untung Surapati. Hingga kemudian terjadilah peperangan yang cukup besar. Namun sayang sekali, Untung Surapati meninggal dalam perang tersebut.
Peristiwa ini tentu menyebabkan Mangkurat III kalang kabut. Ia kemudian berpindah-pindah tempat persembunyian dan menjadi buronan Pangeran Puger. Pada tahun 1708, ia memutuskan untuk menyerahkan diri.
Sultan Mangkurat III ditangkap oleh VOC dan ditahan di Batavia. Setelah itu, dirinya kemudian dipindahkan ke Sri Lanka. Sri Sultan menjalani sisa hidupnya di pengasingan dan meninggal pada tahun 1734.
Baca juga: Nama Para Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Kutai
7. Pakubuwana I
Pangeran Puger yang berhasil merebut tahta Kerajaan Islam dari Hamengkurat III adalah putra dari Sultan Mangkurat I dengan permaisuri kedua yang berasal dari Pajang. Ia lahir dengan nama Raden Mas Drajat.
Sebelum menjadi raja, ia sebenarnya pernah diangkat menjadi Putra Mahkota. Namun kemudian, jabatannya dicabut dan diserahkan pada Raden Mas Rahmat atau Mangkurat II.
Ketika kerajaan mendapatkan serangan dari Trunojoyo, ia menolak kabur dan tetap berjuang untuk mempertahankan Istana Plered. Hal tersebut untuk membuktikan kepada ayahnya, bahwa ada anggota kerjaan yang masih setia dan tidak berkhianat.
Sayangnya karean pasukan Madura sangat kuat, Raden Mas Drajat terpaksa menarik mundur pasukannya. Ia kemudian menyingkir ke sebuah desa bernama Jenar dan kemudian membangun istana di situ. Namanya adalah Keraton Purwakanda.
Setelah itu, ia pernah melakukan pemberontakan lagi. Namun kemudian menyerah dan mengakui kedudukan kakaknya, Hamengkurat II sebagai raja pada tahun 1681. Setelah itu, ia kembali diberi gelar pangeran dan ikut membantu pemerintahan di Istana Kartasura.
Berhasil Mendapatkan Tahta
Laki-laki yang meneruskan silsilah pemimpin Kerajaan Mataram Islam ini mendapatkan kesempatan untuk naik tahta ketika Mangkurat II meninggal dunia. Selama kakakanya memerintah, malah dirinyalah yang dianggap lebih memperhatikan urusan pemerintahan.
Meskipun keponakannya, yaitu Hamengkurat III naik tahta, masih banyak orang yang mendukung dirinya. Hal tersebut rupanya menjadi bumerang karena keponakannya itu mengirim pasukan untuk membunuh keluarganya.
Sebelum tertangkap, ia bersama pengikutnya berhasil meloloskan diri dan meminta bantuan VOC di Semarang. Bayarannya cukup mahal memang, salah satunya adalah harus menyerahkan kekuasaan Madura ke VOC. Namun, ia menyetujuinya karena tidak memiliki pilihan lain.
Dengan Bantuan VOC, Pangeran Puger menyerang Istana Kartasura dan berhasil merebutnya. Tahta kerajaan pun resmi jatuh ke tangannya pada tanggal 17 September 1705.
Pada masa pemerintahannya, keadaan kerajaan menjadi lebih kondusif. Sang raja juga dikenal memiliki pribadi yang bijaksana dan adil. Sayangnya, keadaan perekonomian tidak terlalu baik karena harus membayar hutang kepada Belanda.
Pada masa pemerintahan sebelumnya, kerajaan diwajibkan membawa hutang sebanyak 4,5 juta gulden untuk mengganti biaya perang. Nah di era pemerintahannya, perjanjian diperbaharui menjadi setiap tahun wajib mengirim beras sebanyak 13.000 ton dan itu dilakukan selama 25 tahun.
Sultan Pakubuwana I memerintah kerajaan kurang lebih selama 15 tahun. Ia wafat pada tahun 1719 dan dimakamkan di pemakaman Imogiri.
Baca juga: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sosok Pendiri Kerajaan Sriwijaya
8. Hamengkurat IV
Sepeninggal Pakubuwana I, silsilah kepemimpinan Kerajaan Mataram Islam jatuh ke tangan Raden Mas Suryasaputra. Ia adalah anak dari sang mendiang sultan dengan Ratu Mas Balitar. Ibunya adalah keturunan dari Pangeran Juminah, anak dari Retna Dumilah.
Ia naik tahta pada tahun 1719 dan dikenal dengan nama Amengkurat atau Hamengkurat IV. Gelarnya Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping IV.
Sayangnya, alasan mengapa ia lebih memilih memakai gelar yang sama dengan sepupu dan bukan ayahnya, tidak diketahui dengan pasti. Menurut catatan sejarah, semasa hidup sang sultan ini memiliki beberapa orang istri.
Permaisurinya bernama GKR Kencana. Dari pernikahan ini, lahirlah seorang anak laki-laki bernama Raden Mas Prabasuyasa. Ia nantinya yang akan menjadi pendiri Kasunanan Surakarta.
Sementara itu, ia memiliki tiga orang selir. Selir yang pertama adalah Mas Ayu Tejawati. Anaknya bernama Raden Mas Sujana yang nanti dikenal sebagai Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Yogyakarta.
Selain itu, ada Mas Ayu Karo yang kemudian melahirkan Pangeran Mangkunagara. Putranya ini nanti menjadi pendiri Kadipaten Makunagaraan.
Dan yang terakhir adalah Raden Ayu Ratna Susilawati. Dari putri Untung Surapati tersebut lahirlah Raden Mas Sandeyo. Berbeda dari saudara-saudaranya yang menjadi pembesar istana, ia nantinya lebih memilih memperdalam agama dan menjadi pendakwah.
Masa Pemerintahan Hamengkurat IV
Di era pemerintahan Hamengkurat IV bisa dibilang situasi kerajaan tidak terlalu kondusif. Pasalnya, terjadi lagi pemberontakan yang menginginkan sang sultan untuk turun dari singgasananya.
Rupanya, ada banyak sekali keluarga keraton yang tidak menyukainya menjadi raja. Hingga kemudian, kepercayaan orang-orang terpecah menjadi beberapa kubu.
Ada yang masih memihak Hamengkurat IV. Namun, banyak juga yang masing-masing memihak Pangeran Purbaya, Pangeran Balitar, Arya Dipanagara, dan Arya Mataram.
Karena situasi yang tidak terkendali, akhirnya pihak kerajaan meminta bantuan kepada VOC untuk meredakan pemberontakan. Yang pertama, mereka berhasil melumpuhkan Arya Mataram dan kemudian menjatuhi hukuman mati pada tahun 1790.
Selanjutnya, koalisi pasukan Mataram dan VOC dapat menumpas kubu Pangeran Balitar pada bulan November 1720. Sang pangeran dapat dipukul mundur sehingga melarikan diri ke daerah timur.
Pangeran Purbaya dapat ditangkap dan kemudian diasingkan ke Batavia. Yang terakhir, Arya Dipanagara juga tertangkap lalu dibuang ke Tanjung Harapan.
Sultan Hamengkurat IV meninggal dunia pada bulan Maret 1726. Penyebabnya adalah jatuh sakit karena diracun oleh orang. Sayangnya, pelakunya tidak dapat dilacak.
Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit yang Begitu Bersejarah
9. Penerus Silsilah Kerajaan Mataram Islam yang Lain
Setelah Hamengkurat IV mangkat, silsilah pemimpin Kerajaan Mataram Islam kemudian dilanjutkan oleh Raden Mas Prabasuyasa. Ia lahir pada tanggal 8 Desember 1711.
Pada waktu dinobatkan, umurnya masih sangat muda, yaitu 15 tahun. Gelarnya adalah Pakubuwana II.
Karena usianya yang masih muda dan kurang berpengalaman inilah, banyak orang-orang yang ingin menyetir sang sultan demi kepentingan pribadi. Maka dari itu, timbul perpecahan di tubuh keraton.
Kubu pertama dipimpin oleh Ratu Amangkurat yang diketahui pro Belanda. Sementara itu, kubu satunya diketuai oleh Patih Cakrajaya. Kubu yang ini sangat anti Belanda.
Hingga kemudian terjadilah perseteruan antara Sultan Pakubuwana II dengan Patih Cakrajaya. Ia kemudian menyuruh Belanda untuk membuang sang patih.
Diketahui, hubunganya dengan penjajah bisa dibilang cukup baik. Pasalnya, ia juga rutin untuk mengangsur utang-utang yang dibuat pada zaman pendahulunya.
Kekacauan-Kekacauan yang Terjadi
Hingga pada suatu hari, terjadilah pemberontakan Pangeran Cakaraningrat IV. Bupati Madura yang juga sekaligus saudara ipar sang sultan. Ia ingin melepaskan wilayahnya dari pemerintahan Mataram Islam.
Setleah itu, terjadilah pertempuran yang tidak ada habisnya. Bahkan melibatkan etnis Tionghoa. Di tahun 1742, sempat ditandatangani perjanjian damai. Namun, kesepakatan itu tidak bertahan lama.
Lalu timbullah kekacauan yang lain. Sultan Pakubuwana II harus menyingkir untuk menyelamatkan dirinya ke Ponorogo.
Sekitar tahun 1745, sang sultan mengadakan sayembara untuk merebut sebuah wilayah yang dikuasai oleh Raden Mas Said. Sang raden ini merupakan pendukung dari pemberontakan Tionghoa. Akhirnya, yang berhasil memenangkan adalah Pangeran Mangkubumi atau Raden Mas Sujana, adik dari Pakubuwana II.
Sementara itu, situasi di kerajaan Mataram Islam semakin kacau. Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff mendesak sang sultan untuk menyewakan daerah pesisir pantai kepada VOC.
Pangeran Mangkubumi tentu saja menentang hal tersebut. Namun kemudian, ia dihina oleh Van Imhoff. Kakaknya sendiri tidak dapat berbuat banyak.
Sang pangeran yang sakit hati kemudian pergi dari Istana Kartasura. Ia kemudian malah bergabung kembali dengan Raden Mas Said dan kemudian melakukan suksesi.
Baca juga: Inilah Dia Silsilah Para Raja yang Berkuasa di Kerajaan Demak
Akhir Kejayaan Mataram Islam
Pada tahun 1749, Sultan Pakubuwana II jatuh sakit. Karena tidak bisa mempercayai saudara-saudaranya lagi, ia kemudian menyerahkan pemerintahan kerajaan ke tangan Belanda.
Tepat tanggal 11 Desember 1749, sebuah perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak. Ini berarti kerajaan tersebut telah benar-benar kehilangan kedaulatannya. Sejak saat itu, Belanda memiliki hak untuk melantik raja-raja yang meneruskan silsilah keturunan Kerajaan Mataram Islam.
Beberapa hari kemudian, sang sultan meninggal dunia. Setelah itu kepemimpinan jatuh ke tangan anaknya, yaitu Raden Mas Suryadi. Gelarnya adalah Pakubuwana III.
Di masa pemerintahan sultan yang baru ini, sisa-sisa pemberontakan dari era sebelumnya terus bergulir. Hingga akhirnya, dibuat lagi kesepakatan untuk meredam situasi.
Kesepakatan itu dikenal dengan nama Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755. Isinya adalah pembagian wilayah Mataram Islam menjadi dua.
Dengan Sungai Opak sebagai batasnya, wilayah sebelah timur adalah milik Sultan Pakubuwana III. Wilayah ini kemudian menjadi Kasunanan Surakarta.
Sementara itu, daerah tempat Mataram Islam yang sebenarnya atau wilayah barat sungai menjadi milik Pangeran Mangkubumi. Setelah memisahkan diri, ia mendirikan Kesultanan Yogyakarta.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Sudah Puas dengan Penjelasan Silsilah Pemimpin Kerajaan Mataram Islam di Atas?
Kisah mengenai keluarga kerajaan memang menarik sekali untuk diikuti, ya? Sama seperti yang sudah kamu simak pada artikel ulasan lengkap mengenai silsilah raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Mataram Islam ini.
Nah, buat yang penasaran dan ingin menyimak informasi serupa tentang kerajaan lain, langsung cek saja artikel-artikel lain di PosKata. Yuk, baca terus!