
Apakah kamu sedang mencari informasi tentang sosok Sultan Maulana Hasanuddin, sang pendiri Kerajaan Banten? Kalau iya, pas banget karena kamu bisa menyimak lebih banyak informasi tentangnya di sini. Langsung saja baca ulasannya di bawah ini, yuk!
Kamu mungkin sudah mengetahui tentang fakta bahwa Sultan Maulana Hasanuddin merupakan pendiri dari Kerajaan Banten. Ia juga memiliki peranan yang cukup penting dalam menyebarkan agama Islam di daerah ujung Pulau Jawa bagian barat.
Nah, di artikel ini nanti, kamu tidak hanya akan membaca mengenai sepak terjangnya dalam mendirikan kerajaan dan menyebarkan Islam. Akan tetapi, akan ada pula secuil informasi mengenai kehidupan pribadinya sebelum menjadi sultan.
Bagaimana? Sepertinya kamu sudah sangat penasaran dan tidak sabar untuk meyimak ulasan mengenai pendiri Kerajaan Banten ini, kan? Kalau begitu, tunggu apalagi? Langsung saja cek ulasannya berikut.
Garis Silsilah Pendiri Kerajaan Banten
Sumber: Wikimedia Commons
Pendiri dari Kerajaan Banten ini lahir pada tahun 1479. Ayahnya adalah Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang dikenal sebagai salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Sementara itu, ibunya bernama Nyimas Kawunganten. Mengenai asal-usul sang ibu, terjadi sedikit kesimpangsiuran. Ada sumber yang mengatakan kalau ia adalah anak dari penguasa Banten saat itu, yaitu Prabu Surosowan. Namun ada pula yang mengatakan kalau ia adalah cucu raja Pakuan.
Dalam Naskah Mertasinga diceritakan bahwa Syarief Hidayatullah jatuh cinta pada Nyai Kawunganten saat pertama kali bertemu. Setelah itu, perempuan cantik ini dijadikan sebagai salah satu istrinya.
Dari pernikahan tersebut, lahir dua orang anak. Yang pertama seorang putri yang diberi nama Ratu Winahon. Dan yang kedua, seperti yang kamu baca tadi adalah Maulana Hasanuddin yang memiliki nama lahir Pangeran Sabakingkin.
Sebagai tambahan informasi, Sunan Gunung Jati memiliki beberapa orang istri. Selain Nyai Kawunganten, nama istrinya yang lain adalah Nyi Gedeng Babadan, Nyi Rara Jati, Nyi Mas Pakungwati, Nyi Rara Tepasan, Syarifah Baghdadi, Ong Tien Nio.
Baca juga: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Sosok Pendiri Kerajaan Sriwijaya
Kehidupan Maulana Hasanuddin Sebelum Menjadi Raja Kerajaan Banten
Pangeran Sabakingkin yang nantinya menjadi pendiri Kerajaan Banten tersebut menjalani masa anak-anak hingga dewasa di lingkungan keluarga ibunya. Karena di sini, ayahnya memiliki misi untuk menyebarluaskan agama Islam.
Ketika sang kakek meninggal dunia, tumpu kekuasaan jatuh ke tangan Arya Surajaya yang bergelar Prabu Pucuk Umun. Kalau berdasarkan silsilahnya, ia adalah paman dari Pangeran Sabakingkin.
Pada masa itu, agama yang masih diakui dan dianut secara resmi oleh raja dan pembesar yang lainnya adalah Hindu. Hal itu dikarenakan wilayah ini merupakan bawahan dari Kerajaan Pajajaran. Namun di luar istana, sudah banyak orang yang menjadi pengikut agama Islam.
Setelah naiknya Prabu Pucuk Umum sebagai raja, Sunan Gunung Jati kemudian memutuskan untuk kembali ke Cirebon. Di sana, ia menggantikan mertuanya, Pangeran Cakrabuana, untuk menjadi pemimpin Kerajaan Cirebon. Sementara itu, sang pangeran lebih memilih untuk berkelana dan memperdalam ilmu agama.
Beberapa waktu kemudian setelah pergi berkelana, Pangeran Sabakingkin pergi ke Cirebon untuk menemui sang ayah. Dari pertemuan itulah, ayahnya memberikan mandat agar sang pangeran kembali ke Banten dan mulai berdakwah.
Ia meminta hal tersebut karena tahu anaknya sudah memiliki ilmu yang cukup untuk membantu menyebarkan agama Islam. Pangeran Sabankingkin pun menyanggupi permintaan ayahnya dan kemudian kembali ke Banten.
Menjalankan Mandat dari Sang Ayah
Sumber: indonesiakaya
Sesampainya di Banten, Pangeran Sabakingkin mulai berdakwah dan mengajarkan agama Islam. Ia menyebarkan agama tersebut dengan cara-cara yang mudah diterima oleh masyarakat sekitar.
Contohnya adalah dengan menggunakan adu kesaktian atau menyabung ayam. Hal tersebut tertuang dalam buku Sejarah Banten, Membangun Tradisi dan Beradaban yang ditulis oleh Nina H. Lubis.
Laki-laki yang nantinya menjadi pendiri Kerajaan Banten tersebut berdakwah dengan berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya. Mulai dari Gunung Karang, Pulosari, dan sampai Pulau Panaitan.
Semakin lama, pengikutnya pun semakin banyak. Ia kemudian mendirikan sebuah pesantren. Para muridnya kemudian memanggilnya dengan nama Syekh Hasanuddin. Namun, ada pula yang memanggilnya Maulana Hasanuddin.
Sayang sekali, usahnya untuk semakin membesarkan agama Islam terbentur oleh Prabu Pucuk Umun. Pasalnya, pamannya tersebut ingin tetap mempertahankan Hindu sebagai agama resmi di wilayah tersebut. Salah satu caranya adalah dengan membatasi aktivitas penganut agama Islam.
Konflik kemudian tidak dapat dihindari. Kedua orang yang masih memiliki ikatan darah itu saling berseteru.
Baca juga: Inilah Dia Silsilah Para Raja yang Berkuasa di Kerajaan Demak
Berperang dengan Adu Jago
Tidak ingin membuat malu leluhurnya, Pangeran Sabakingkin dan Prabu Pucuk Umun menghindari peperangan yang dapat merenggut banyak korban. Setelah bermusyawarah, mereka kemudian memilih untuk melakukan sabung ayam.
Peraturannya adalah jika ayam jago milik Maulana Hasanuddin menang, maka sang prabu akan menyerahkan jabatannya. Sebaliknya, jika ayamnya kalah, maka ia harus menghentikan kegiatan dakwahnya.
Setelah sepakat, keduanya kemudian melakukan sabung ayam di lereng Gunung Karang. Hasil akhirnya, pertarungan itu dimenangkan oleh Maulana Hasanuddin.
Konon menurut cerita rakyat yang berkembang, Hasanuddin dapat mengalahkan sang prabu karena bantuan dari salah satu murid Sunan Ampel yang sakti sehingga dapat mengubah wujudnya menjadi seekor ayam. Akan tetapi, ada pula yang mengatkan kalau ayam jago milik Hasanuddin memang benar-benar kuat.
Sesuai dengan kesepakatan, Prabu Pucuk Umun menyerahkan tampu kepemimpinan Banten ke tangan Maulana Hasanuddin. Penyerahan secara resmi tersebut ditandai dengan penyerahan golok dan tombak.
Setelah itu, sang prabu dan pengikut setianya pergi dan mengasingkan diri ke daerah pedalaman. Sementara pengikut yang lainnya memilih untuk menetap dan masuk Islam.
Diangkat Menjadi Pemimpin Wilayah Banten
Atas keberhasilan tersebut, Maulana Hasanuddin kemudian diangkat sebagai pemimpin atau Bupati Banten oleh Sultan Demak. Karena pada waktu itu, wilayah tersebut sudah menjadi salah satu daerah taklukkan Kerajaan Demak.
Sekitar tahun 1540-an, Kerajaan Demak mulai goncang karena tewasnya Sultan Trenggono saat akan melakukan penyerangan ke Panarukan. Pemerintahan kerajaan tersebut lalu diambil alih oleh Hadiwijaya dan dipindahkan ke Pajang.
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Maulana Hasanuddin kemudian bertindak. Ia memilih untuk melepaskan wilayahnya dan menjadi kerajaan yang berdiri sendiri.
Baca juga: Informasi tentang Prasasti Bersejarah Peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang Perlu Kamu Ketahui
Kerajaan Banten di Tangan Sultan Maulana Hasanuddin
Sumber: Wikimedia Commons
Pada tahun 1552, Maulana Hasanuddin resmi diangkat menjadi raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Banten. Kerajaan ini mengalami perkembangan yang cukup pesat di bawah kepemimpinannya.
Kemudian atas saran ayahnya, sang sultan memindahkan letak ibu kota kerajaan Banten. Yang semula berada di Banten Girang, kemudian pindah ke Surosowan.
Alasan dipilihnya tempat tersebut adalah karena lokasinya yang strategis. Tepatnya berada di dekat pantai yang merupakan jalur perdagangan internasional.
Dan benar saja, setelah berpindah, perekonomian Kerajaan Banten menjadi lebih baik. Hal tersebut didukung oleh sarana prasarana yang memadai seperti membangun benteng, pasar, istana pemerintahan, dan juga tempat ibadah.
Untuk memperkuat keamanan dari serangan musuh, seluruh wilayah mendapatkan penjagaan yang ketat dan dibentengi dengan tembok tebal dari karang. Lalu, pada setiap sudutnya juga dilengkapi dengan meriam.
Di era pemerintahannya, Sultan Maulana Hasanuddin melakukan usaha untuk memperluas wilayahnya. Tak hanya menambah wilayah, ia juga ingin agama Islam supaya semakin besar.
Yang termasuk wilayah Kerajaan Banten kala itu adalah Jayakarta, Karawang, Bengkulu, dan Lampung. Selain itu, kerajaan ini menjadi pusat kegiatan dakwah atau penyiaran Islam di wilayah Jawa Barat dan Sumatra Selatan.
Banyak orang dari berbagai daerah datang ke sini untuk belajar agama. Tak hanya itu saja, sang sultan juga mengirimkan beberapa mubaligh untuk mengajar di daerah-daerah yang sudah ditaklukkannya.
Pernikahan Sultan Maulana Hasanuddin dan Wafatnya
Tidak banyak catatan yang menuliskan tentang kehidupan pribadi milik pendiri Kerajaan Banten ini. Namun menurut sebuah sumber, Sultan Maulana Hasanuddin menikah dengan putri ketiga dari Sultan Trenggono. Namanya adalah Ratu Ayu Kirana atau yang juga dikenal sebagai Nyimas Puranamasidi.
Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai tiga orang anak laki-laki. Mereka adalah Pangeran Suryani yang nantinya menjadi penguasa Madiun, Pangeran Pajajaran yang menjadi pemimpin Jepara, dan Maulana Yusuf yang meneruskan tahta ayahnya.
Sultan Maulana Hasanuddin meninggal dunia sekitar tahun 1570. Usianya pada waktu itu sudah mencapai 91 tahun.
Ia kemudian dikebumikan di kompleks pemakaman Masjid Agung Banten. Hingga saat ini, makamnya masih sering dikunjungi oleh orang-orang untuk berziarah.
Baca juga: Ulasan Lengkap tentang Silsilah Raja-Raja Pemimpin Kerajaan Aceh Darussalam
Sudah Puas Menyimak Ulasan tentang Pendiri Kerajaan Banten di Atas?
Demikianlah ulasan lengkap mengenai pendiri Kerajaan Banten, yaitu Sultan Maulana Hasanuddin yang bisa kamu simak di PosKata. Bagaimana? Apakah sudah mengurangi rasa penasaranmu akan sosoknya? Semoga saja iya.
Kalau misalnya kamu masih ingin membaca informasi lain tentang kerajaan ini, bisa langsung cek saja artikel-artikel yang berhubungan. Untuk yang penasaran dengan informasi serupa dari kerajaan lain di nusantara, kamu juga bisa menyimaknya di sini, lho. Baca terus PosKata, yuk!