Apakah kamu penasaran dengan sosok pendiri Kerajaan Mataram Islam, yaitu Danang Sutawijaya atau yang dikenal sebagai Penembahan Senapati? Kalau iya, informasi selengkapnya bisa kamu simak berikut ini!
Kerajaan Mataram Islam tidak akan bisa menjadi besar dan mengalami masa kejayaan jika bukan karena jasa sang pendiri, yaitu Panembahan Senapati. Ia adalah anak dari Ki Ageng Pamanahan yang menurunkan raja-raja di Pulau Jawa.
Lewat artikel ini nanti, kamu tidak hanya akan menyimak mengenai bagaimana ia mendirikan Kerajaan Mataram Islam. Akan tetapi, kamu juga bisa membaca sedikit mengenai kehidupannya.
Semakin tidak sabar ingin segera menyimak ulasan tentang pendiri Kerajaan Mataram Islam ini? Kalau begitu, daripada kebanyakan basa-basi, kamu bisa langsung cek selengkapnya di bawah ini, ya! Selamat membaca!
Silsilah Keluarga Panembahan Senapati
Pendiri dari Kerajaan Mataram Islam ini merupakan anak laki-laki pertama dari pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah. Orang tuanya ini masih memiliki hubungan darah, yaitu saudara sepupu.
Ki Ageng Pamanahan adalah adalah anak dari Ki Ageng Enis yang berasal dari Pati. Sementara itu, ibunya bernama Nyai Sabinah. Ia adalah anak dari Nyai Ageng Saba yang merupakan kakak perempuan Ki Ageng Enis.
Diketahui, dari silsilah sang ayah, ia masih keturunan dari Raja Brawijaya, penguasa Mataram Kuno. Sementara itu, jika dilihat dari keturunan sang ibu, ia masih memiliki darah dari salah satu Walisongo, yaitu Sunan Giri.
Sewaktu kecil, pemimpin yang memiliki nama lain Raden Bagus Dananjaya tersebut pernah diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya dari Pajang. Hal itu dikarenakan sang sultan dan istrinya pada waktu itu masih belum diberi keturunan.
Setelah diangkat anak, ia diberi fasilitas tempat tinggal yang berada di sebelah utara pasar. Maka dari itu, ia juga sering dipanggil Raden Ngabehi Saloring Pasar.
Awal Mula Berdirinya Desa Mataram
Cikal bakal berdirinya Kerajaan Mataram berawal dari meletusnya perang di Kerajaan Demak. Sepeninggal Sultan Trenggono, kerajaan tersebut menjadi kacau karena perebutan kekuasaan.
Ratu Kalinyamat yang berhak mewarisi tahta menginginkan pemimpin Pajang yang bernama Jaka Tingkir atau Hadiwijaya untuk mengambil alih kerajaan. Sementara itu, Arya Panangsang, cucu dari Raden Patah, yang sudah menjadi adipati di Jipang juga menginginkannya.
Pada awalnya, Hadiwijaya tidak mau karena ia hanyalah seorang menantu. Sementara, Arya Panangsang memang keturunan yang berhak menjadi pewaris kerajaan.
Pada akhirnya, ia memutuskan untuk membuat sayembara. Barang siapa dapat mengalahkan Arya Panangsang, maka akan mendapatkan hadiah tanah di Mataram dan Pati. Atas desakan Ki Juru Martani, Ki Ageng Pamanahan dan Ki Penjawi pun mengikuti sayembara tersebut.
Tanpa disangka, Sutawijaya juga ingin turut serta bergabung dengan ayah kandungnya untuk mengikuti sayembara. Nah, Hadiwijaya yang mengetahui kalau anak angkatnya ikut serta, kemudian mengirimkan pasukan untuk melindunginya.
Peperangan yang tak terelakkan antara Pasukan Ki Ageng Pamanahan dengan Arya Panangsang terjadi di sekitar Bengawan Sore. Banyak korban yang jatuh dari kedua kubu.
Beruntungnya berkat siasat dari Ki Juru Martani, Arya Panangsang pun dapat ditumpas. Adipati Jipang tersebut tewas di tangan Sutawijaya.
Karena berhasil memenangkan sayembara, kelompok Ki Ageng Pamanahan mendapatkan tanah yang dijanjikan. Ki Juru Martani mendapatkan tanah di Pati. Sementara itu, Ki Ageng mendapatkan Mataram.
Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Raden Wijaya, Sang Pendiri Kerajaan Majapahit
Membuka Desa Mataram
Hadiwijaya dinobatkan menjadi pemimpin Pajang pada tahun 1549. Dalam acara tersebut, ia mendengar dari Sunan Prapen yang mengatakan bahwa di daerah Mataram nanti akan muncul sebuah kerajaan yang besar. Hal itu tentu saja membuatnya menjadi gusar.
Maka dari itu, ia kemudian menunda untuk memberikan daerah Mataram secara resmi kepada Ki Ageng Pamanahan hingga tahun 1556. Pada waktu itu, Mataram masih berupa sebuah hutan yang bernama Alas Mentaok.
Sunan Kalijaga yang mengetahui hal tersebut kemudian mencari jalan tengah supaya tidak terjadi pertengkaran nantinya. Sang sunan merupakan guru dari Sultan Hadiwijaya dan Ki Ageng Pamanahan.
Ketika sudah menemukan waktu yang tepat, ia kemudian mempertemukan kedua orang tersebut dan membicarakan duduk perkaranya. Mengetahui kerisauan teman seperguruannya, Ki Ageng Pamanahan kemudian bersumpah untuk tidak akan pernah mengkhianati Sultan Hadiwijaya.
Setelah masalah selesai, Ki Ageng Pamanahan kemudian membuka Alas Mentaok dan menjadikannya sebagai pemukiman. Namanya adalah Desa Mataram.
Ia memimpin desa tersebut hingga tahun 1584. Setelah meninggal, jabatannya kemudian diteruskan oleh anaknya, Sutawijaya. Nah ketika diteruskan oleh anaknya inilah, masalah dengan Kerajaan Pajang bermula.
Mendapatkan Serangan dari Sultan Hadiwijaya
Masalah awalnya dipicu karena keponakan Sutawijaya, yaitu Raden Pabelan kepergok menyelinap ke keputren Kerajaan Pajang. Ia melakukan hal tersebut karena ingin bertemu dengan putri bungsu sang sultan. Namanya adalah Rara Sekar Kedaton.
Tindakan tersebut membuat Raden Pabelan ditangkap dan diasingkan. Mengetahui kejadian itu, ibu dari Raden Pabelan merasa tidak terima dan meminta bantuan Sutawijaya untuk menyerang pasukan yang membawa anaknya ke pengasingan.
Sultan Hadiwijaya kemudian merasa sangat disepelekan. Lalu, ia memerintahkan untuk menyerang Desa Mataram. Karena pada saat itu, Sutawijaya juga sudah jarang sekali menemuinya sehingga dianggap berkhianat.
Namun ketika sang sultan menyerbu Mataram, tiba-tiba Gunung Merapi meletus. Untuk menekan korban jiwa, mau tidak mau ia harus menarik pasukannya mundur.
Saat dalam perjalanan pulang, ia malah jatuh dari gajah yang ditumpanginya. Kesehatannya pun semakin memburuk dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1582.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, Kerajaan Pajang mengalami kekacauan karena perebutan kekuasaan. Kedudukan sang putra mahkota, yaitu Pangeran Benawa, digulingkan oleh Arya Pangiri yang hanya menantu dari sang sultan.
Baca juga: Kisah Lengkap tentang Sultan Maulana Hasanuddin, Sang Pendiri Kerajaan Banten
Kerajaan Mataram Resmi Berdiri
Melihat apa yang terjadi di Kerajaan Pajang, Danang Sutawaijaya mengambil kesempatan untuk melepaskan wilayahnya dari Pajang. Ia mempersiapkan semuanya, baik secara material maupun spiritual.
Setelah berhasil merdeka, ia kemudian diajak kerjasama oleh Pangeran Benawa untuk merebut kembali tahta Kerajaan Pajang. Sang pangeran rupanya tidak menyukai kepemimpinan Arya Pangiri yang semakin menyusahkan rakyat.
Peperangan antara Mataram dan Kerajaan Pajang pun tidak dapat dihindarkan. Pada akhirnya, Arya Pangiri dapat dikalahkan dan Pangeran Benawa naik tahta.
Karena sang pangeran menjadi sultan, otomatis jabatan putra mahkota Kerajaan Pajang mengalami kekosongan. Danang Sutawijaya kemudian ditunjuk untuk menempati posisi tersebut.
Hingga kemudian, Pangeran Benawa menginginkan kalau Kerajaan Pajang bergabung dengan Mataram. Hal tersebut menjadikan Pajang sebagai salah satu daerah kekuasaan Mataram.
Lalu pada tahun 1586, Danang Sutawijaya resmi mendirikan Kerajaan Mataram Islam dan menjadi raja pertama. Gelarnya adalah Panembahan Senapati. Ia memang memilih tidak memakai gelar sultan untuk menghormati Sultan Hadiwijaya dan Pangeran Benawa.
Masa Kepemimpinan Panembahan Senapati
Pada masa pemerintahannya, pendiri Kerajaan Mataram Islam tersebut gencar untuk melakukan ekspansi wilayah. Pada mulanya, ia mulai menyatukan wilayah-wilayah Pajang yang melepaskan diri.
Usahanya untuk memperluas wilayah tidak hanya dengan menggunakan jalur perang, tetapi juga lewat pernikahan. Salah satu contohnya adalah ia dapat menguasai daerah Pati dengan damai setelah menikahi putri dari Ki Penjawi.
Setelah itu, Panembahan Senapati bergerak ke wilayah Pulau Jawa bagian timur. Beberapa daerah yang akhirnya dapat dikuasai adalah Madiun, Surabaya, dan Pasuruan.
Tak hanya meluaskan wilayah, ia juga berfokus untuk membangun sektor ekonomi, terutama di bidang pertanian. Hal tersebut berkaitan dengan letak dari ibu kota kerajaan yang memiliki tanah subur karena dekat dengan gunung berapi.
Sementara itu di bidang pemerintahan, Panembahan Senapati mengangkat beberapa wali dari Kadilangu untuk dijadikan penasihat. Pada saat itu, pengaruh tokoh agama memang sangat kuat sehingga penting bagi kedudukan raja.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di kerajaan tersebut juga dipengaruhi oleh hukum Islam. Selain itu, sang sultan juga membentuk sebuah lembaga bernama Reh Pengulon yang mengurusi masalah-masalah pelanggaran hukum yang terjadi.
Pada masa ini pula, terdapat dua tradisi Islam yang berkembang dan banyak dilakukan. Adapun tradisinya adalah Islam Pesantren dan Islam Kejawen.
Baca juga: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Raja yang Pernah Memimpin Kerajaan Kediri
Sekilas tentang Kehidupan Pribadi
Kamu tadi sudah menyimak ulasan dari kehidupan sang pendiri Kerajaan Mataram Islam mulai dari kecil hingga menjadi pemimpin, kan? Nah selanjutnya, masih ada sedikit ulasan tentang kehidupan pribadinya yang menarik untuk disimak.
Pernikahan dengan Waskita Jawi
Selama hidupnya, pendiri dari Kerajaan Mataram Islam ini tercatat pernah menikah sebanyak empat kali. Permaisurinya bernama Waskita Jawi yang kemudian bergelar Kanjeng Ratu Mas.
Wanita tersebut adalah putri dari Ki Ageng Panjawi. Tidak diketahui dengan pasti berapa keturunan dari pasangan tersebut. Namun nantinya, sang anak sulung mereka yang bernama Raden Mas Jolang akan meneruskan tahta Kerajaan Mataram Islam.
Selain itu, sang ratu ini nantinya juga dikenal sebagai Ratu Kulon. Yang artinya adalah permaisuri pertama.
Pernikahan dengan Nyai Adisara
Tidak banyak catatan yang menceritakan tentang bagaimana Panembahan Senapati dan Nyai Adisara bertemu dan kemudian menikah. Namun, beberapa sumber mengatakan kalau ia adalah salah satu selir dari pendiri Kerajaan Mataram tersebut.
Diketahui, wanita ini sangat berperan dalam usaha kerajaan untuk menaklukkan wilayah Madiun. Pada waktu itu, daerah tersebut sangat susah ditaklukkan karena pemimpinnya yang bernama Rangga Jumena memiliki pusaka yang sakti.
Kemudian atas usul Ki Ageng Mangir Wanabaya, Nyai Adisara diutus untuk mencuci kaki Rangga Jumena. Alasannya nanti adalah airnya akan digunakan untuk keramas oleh Sutawijaya.
Pada awalnya, pemimpin Madiun tersebut merasa curiga. Namun kemudian, hal tersebut terlupakan begitu saja terlena karena melihat kecantikan sang wanita.
Ketika sudah selesai, Nyai Adisara kemudian dikawal oleh pasukan untuk kembali ke Mataram. Setelah itu, pasukan yang lain tiba-tiba mengepung Madiun yang saat itu tidak memiliki persiapan apapun tentu saja kalah. Rupanya, kedatangan sang selir memang digunakan untuk mengecoh keadaan.
Baca juga: Mengenal Sosok Kundungga, Sang Pendiri Kerajaan Kutai
Pernikahan dengan Retna Dumilah
Setelah itu, Panembahan Senapati menikah lagi dengan Retna Dumilah saat akan menaklukkan Surabaya. Butuh waktu yang sangat lama dan usaha ekstra dari lelaki tersebut untuk mempersunting sang dewi.
Sang sultan memang tangguh dan memiliki paras yang tampan. Akan tetapi, hal tersebut tidak serta merta membuat Retna Dumilah begitu saja bisa menerima pinangannya.
Lagi pula, pada waktu itu pendiri Kerajaan Mataram Islam sedang terlibat peperangan yang sengit dengan Pangeran Timur, pemimpin wilayah Madiun.
Pangeran Timur atau Rangga Jumena adalah ayah dari Retna Dumilah. Keduanya terlibat konflik karena ekspansi yang dilakukan Kerajaan Mataram.
Ketika Pangeran Timur turun dari jabatannya, kepemimpinan kemudian diwariskan kepada Retna Dumilah. Ia menjadi bupati wanita pertama pada saat itu.
Segala usaha dilakukan oleh Retna Dumilah untuk menjadi pemimpin yang baik seperti ayahnya. Ia bahkan sering bertapa untuk mendapatkan kekuatan dan senjata pusaka. Gunanya untuk berjaga-jaga jika ada musuh yang menyerang.
Namun kemudian, wanita itu tidak dapat berkutik ketika menghadapi Panembahan Senapati yang sakti. Ia sudah mengusahakan yang terbaik dan mengerahkan semua kemampuannya untuk mengalahkan lelaki itu, tapi akhirnya gagal juga.
Retna Dumilah akhirnya mengakui kekalahan dan bersedia dipinang oleh pendiri dari Kerajaan Mataram Islam itu. Ia kemudian diboyong ke kerajaan dan menikah.
Karena memiliki kedudukan yang tinggi, ia tentu saja tidak dapat dijadikan selir. Maka dari itu, sang sultan kemudian mengangkatnya menjadi permaisuri kedua. Julukannya adalah Ratu Wetan.
Nah dari pernikahan ini, pasangan tersebut mendapatkan tiga orang putra. Mereka adalah Raden Mas Julig, Raden Adipati Djoeminah, dan Raden Mas Kaniten.
Baca juga: Informasi Lengkap tentang Ken Arok, Sang Pendiri Kerajaan Singasari yang Punya Masa Lalu Kelam
Pernikahan dengan Rara Ayu Mas Semangkin
Selanjutnya, istri dari Panembahan Senapati yang lain adalah Rara Ayu Mas Semangkin. Ia merupakan salah satu putri Sunan Prawoto, yang berarti masih cucu dari Sultan Trenggono penguasa Demak.
Ketika Sunan Prawoto dibunuh oleh Arya Panangsang, gadis itu dan saudarinya yang bernama Rara Ayu Prihatin lalu diangkat anak oleh Ratu Kalinyamat. Setelah itu, ia mereka kemudian pindah ke Jepara.
Di bawah asuhan bibinya, kedua putri Sunan Prawoto tersebut didik dengan baik. Tidak hanya ilmu agama, tetapi juga beladiri dan kanuragan. Bahkan, Ayu Semangkin menjabat sebagai Senopati Putri di Kerajaan Jepara.
Nah ketika Danang Sutawijaya berhasil membunuh Arya Panangsang, Ratu Kalinyamat kemudian memberikan kedua putri angkatnya untuk dinikahi. Setelah itu, Rara Ayu Mas Semangkin dan Rara Ayu Prihatin kemudian diboyong ke Pajang.
Sayangnya, tidak banyak sumber yang menceritakan tentang Rara Ayu Prihatin. Sementara itu, setelah menikah Rara Ayu Semangkin tetap ikut berlatih perang dan bergabung dengan pasukan Pajang.
Baik Sutawijaya maupun Ayu Semangkin dikenal sebagai senopati. Mereka sama-sama sakti dan tangguh, maka dari itu banyak ditakuti oleh musuh.
Dari pernikahan tersebut, pasangan ini dikaruniai dua orang anak laki-laki, namanya adalah Danang Syarif dan Danang Sirokol. Rara Ayu Semangkin meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Mayong Lor.
Selanjutnya, Panembahan Senapati cukup lama Kerajaan Mataram Islam, yaitu sampai tahun 1601. Ia tutup usia dan dimakamkan di Pasarean Mataram yang terletak di Kotagede.
Baca juga: Nama Raja-Raja yang Pernah Memerintah Kerajaan Sriwijaya
Sudah Puas Menyimak Ulasan Lengkap tentang Pendiri Kerajaan Mataram Islam di Atas?
Demikianlah informasi lengkap dari Panembahan Senapati, sang pendiri Kerajaan Mataram Islam yang dapat kamu simak di PosKata. Bagaimana? Apakah setelah membacanya, kamu mendapatkan wawasan baru tentang sejarah kerajaan tersebut? Semoga saja iya.
Nah, untuk kamu yang mungkin juga ingin menyimak ulasan serupa tentang kerajaan lain di Indonesia, lebih baik langsung cek saja artikel-artikel di sini. Beberapa di antaranya adalah Kerajaan Majapahit, Tarumanegara, Samudra Pasai, dan Aceh Darussalam. Yuk, baca terus!