
Ingin mengajarkan pentingnya berbakti pada orang tua untuk anak-anak? Kamu bisa mengajarkannya lewat media cerita dongeng. Kisah Pohon Apel adalah salah satu contoh dongeng yang mengajarkan perjuangan orang tua dan pentingnya berbakti kepada mereka. Kisah serunya bisa kamu simak di artikel ini!
Dongeng memang biasanya mengandung pesan moral yang cocok untuk disampaikan kepada anak-anak. Salah satu contoh dongeng yang mengandung amanat positif adalah kisah Pohon Apel.
Secara singkat, dongeng ini mengisahkan tentang sebuah pohon apel yang tumbuh sendirian di padang pasir. Lalu, ada seorang anak kecil laki-laki yang selalu menemani pohon apel itu. Akan tetapi, ketika dewasa, anak itu jadi bersikap egois.
Lantas, bagaimana kelanjutan kisah Pohon Apel? Kalau penasaran, mending langsung lanjutkan baca artikel ini, yuk! Tak hanya kisahnya saja, ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya juga telah kami paparkan. Selamat membaca!
Kisah Dongeng Pohon Apel
Alkisah, pada zaman dahulu kala, hiduplah sebuah pohon apel yang teramat rimbun dan besar di sebuah padang rumput. Tak hanya besar dan rimbun, ia juga memiliki banyak sekali buah-buahan apel yang amat manis.
Sayangnya, ia tumbuh di padang pasir sendirian. Tak ada yang menemaninya. Hingga suatu hari, ada seorang anak kecil bernama Jojo yang bermain di bawah pohon apel. Ia memanjat dahan pohon itu dan memakan buah-buahnya.
Pohon Apel merasa sangat senang. Akhirnya ia memiliki kawan. Anak kecil itu bertempat tinggal di dekat padang rumput. Setiap hari, ia bermain di sekitar pohon apel.
“Hmm, betapa asyiknya bermain denganmu, Pohon Apel. Aku bisa memanjatmu, berlindung dari terik matahari di bawahmu, dan makan buahmu yang amat manis, ” ujar Jojo.
“Hohoho, aku pun merasa bahagia karena mendapatkan teman kecil sepertimu. Kau pembawa kebahagiaan di padang rumput yang sepi ini,” jawab Pohon Apel. Jojo sangat menyayangi Pohon Apel. Begitu pula sebaliknya. Mereka selalu bersama dalam suka mau pun duka.
Jojo Jarang Menemui Pohon Apel
Waktu pun berlalu dengan cepat. Jojo telah beranjak remaja. Seiring bertambahnya usia, semakin bertambah pula kesibukannya, sehingga ia jarang mengunjungi Pohon Apel. Dulu setiap hari, kalau saat ini mungkin seminggu sekali.
Pada suatu pagi, setelah sekian lama, tiba-tiba saja Jojo datang menemui Pohon Apel dengan wajah yang sedih. “Apel, aku merasa sangat sedih dan tak bersemangat,” ucap Jojo sambil bersandar di batang pohon.
“Kenapa kau bersedih, Jojo? Apa yang membuatmu sedih?” tanya pohon baik hati itu.
“Aku tak punya mainan. Rasanya aku ingin membeli mainan, tapi aku tak punya uang,” kata Jojo sambil menangis.
Pohon Apel merasa iba melihat Jojo menangis. “Jangan menangis anakku sayang,” ucapnya.
Ia lalu menjatuhkan beberapa buah apel dari tubuhnya. “Aku sedang tak ingin makan, Pohon. Aku hanya menginginkan mainan,” ucap Jojo.
“Apel ini bukan untuk kau makan. Tapi kau jual. Kumpulkan beberapa buahku, lalu bawalah ke pasar. Setelah itu, kau akan mendapatkan uang untuk membeli mainan,” ujar si pohon.
“Benarkah bisa begitu? Apakah tidak apa-apa jika aku menjual buahmu?” ucap Jojo antusias.
“Tentu saja. Buahku manis, orang-orang pasti menyukainya,” ucap si Pohon.
Jojo bergegas mengumpulkan buah apel yang berjatuhan. Dengan rona wajah penuh kegembiraan, ia lalu menjualnya ke pasar dan membeli mainan yang ia dambakan.
Sayangnya, setelah mendapatkan uang, Jojo tak pernah kembali. Bersedihlah hati si Pohon karena ia juga ingin melihat mainan seperti apa yang Jojo beli.
Jojo Beranjak Dewasa
Tak terasa, J0jo sudah tumbuh dewasa. Ia bahkan sudah punya istri dan anak. Namun, ia tak pernah mengunjungi Pohon Apel. Ia juga tak pernah memperkenalkan anak-anaknya pada si pohon. Betapa sedih dan kecewa si Pohon yang hidup sendirian itu.
Pada suatu hari, Pohon Apel mendapati Jojo lewat di padang rumput. “Hei, Jojo, kemarilah dan bermain denganku,” ucap si pohon.
“Ah, aku tak punya waktu untuk bermain. Aku harus bekerja untuk memberi makan dan tempat tinggal anak dan istriku. Tetapi, aku tak punya cukup uang untuk membeli rumah,” ucap Jojo mengeluh.
Pohon Apel tak tega melihat Jojo tak punya rumah. “Jojoku sayang, aku memang tak bisa memberimu rumah. Tapi, kau bisa memotong ranting-rantingku yang kokoh untuk membangun rumah agar anak dan istrimu tak lagi kedinginan,” ucap si Apel.
“Wah, ide bagus. Terimakasih Pohon karena kamu selalu membantuku,” ucap Jojo kegirangan sambil memeluk pohon itu.
Jojo langsug mengambil gergaji dan memulai memotong banyak ranting. Sebenarnya, si Pohon Apel merasa kesakitan tiap kali rantingnya digergaji. Namun, ia menahan rasa sakit itu demi Jojo.
Namun, setelah berhasil mendapatkan ranting dan membangun rumah, Jojo lagi-lagi tak kembali menemui si Pohon, Bahkan, Jojo tak mengucapkan terimakasih dan tak menceritakan bentuk rumahnya. Betapa sedih hati si pohon.
Hanya Datang Kala Bersedih
Setelah beberapa tahun kemudian, Jojo kembali lagi ke Pohon Apel. Wajahnya tampak letih, lesu, dan tak bersemangat. Ia lalu tidur bersandar di batang pohon.
Betapa bahagia Pohon Apel melihat Jojo tertidur di pangkuannya. “Aku teringat akan masa kecilmu. Dulu kau setiap hari datang kemari dan bermain denganku. Lihatlah kau sekarang. Tua dan tak berdaya,” ucap Pohon.
“Aku sudah tua dan merasa jenuh hidup di dunia ini. Rasanya, aku ingin menghibur diriku dengan berlayar di samudera luas. Bisakah kau memberiku kapal yang besar?” tanya Jojo.
“Aku tak bisa memberimu kapal yang besar, Jo. Tapi, kau boleh memotong batang pohonku dan membuat kapal,” kata Pohon Apel dengan tulus. Meski Jojo hanya berkunjung saat butuh sesuatu, si Pohon Apel tetap tulus memaafkannya dan memberinya pertolongan.
Dengan senang hati, Jojo memotong batang Pohon Apel yang besar dan mengubahnya menjadi kapal. Tentu saja si Pohon merasa kesakitan, tapi, lagi-lagi ia menahannya. Semua demi kebahagiaan sang anak.
Tempat untuk Istirahat
Kini, Pohon Apel hanya tinggal akar yang lemah. Ia sangat bersedih dan berdoa agar Jojo kembali padanya meski ia sudah tak punya apa-apa.
Setelah sekian lama menanti, tiba-tiba Jojo yang sudah sangat tua kembali mengunjungi si Pohon. “Kemarilah, Nak. Bersandarlah padaku. Kau tampak sangat lelah. Aku kini sudah tak punya apa-apa. Kuharap kau tak kecewa,” ucap Si Pohon.
“Tidak, Aku tak butuh apa pun lagi darimu. Aku tak butuh buahmu karena gigiku sudah tak kuat untuk menggigitnya. Rantingmu juga sudah tak kubutuhkan karena tubuhku terlalu lemas untuk memanjatnya,” kata Jojo.
“Lalu, apa yang kau butuhkan dariku? Semua telah kuberikan padamu hingga tak ada yang tersisa lagi di hidupku,” ujar Pohon Apel.
Jojo langsung berlutut dan menangis di dekat akar tua itu. “Maafkan aku karena telah merampas semua milikmu. Apalagi aku sering pergi meninggalkanmu. Anak-anakku, sudah sibuk dengan dunianya masing-masing. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Kini, izinkan aku berbaring di sampingmu. Aku terlalu lelah dan membutuhkan tempat untuk beristirahat,” ucap Jojo.
“Kemarilah, Jo. Aku akan memberikan tempat istirahat yang tenang sepanjang sisa hidupmu,” kata si Pohon sambil tersenyum.
Baca juga: Legenda Minang Cindua Mato Beserta Ulasan Lengkapnya, Kisah Pemuda Pemberani Dalam Membela Kebenaran
Unsur Intrinsik
Usai membaca kisah Pohon Apel dan anak laki-laki ini, siapa yang penasaran dengan unsur intrinsiknya? Nah, kalau kamu penasaran, langsung saja bahas ulasan singkatnya berikut;
1. Tema
Inti cerita atau tema dari dongeng sebelum tidur yang cukup panjang ini adalah tentang perjuangan orang tua dalam membahagiakan anaknya. Meski pun harus berjuang menahan sakit, orang tua tetap mengutamakan kebahagiaan sang anak.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tak banyak tokoh utama dalam kisah ini, yaitu Pohon Apel dan seorang anak laki-laki bernama Jojo. Pohon Apel adalah penggambaran dari karakter orang tua yang selalu berkorban untuk anaknya.
Ia selalu tulus memberikan apa pun yang anaknya pinta. Namun, ia tak pernah meminta apa pun dari sang anak. Ia terkadang hanya meminta agar si anak meluangkan waktu untuknya.
Jojo adalah tokoh utama antagonis dalam kisah Pohon Apel. Awalnya, ia digambarkan sebagai bocah laki-laki yang selalu bermain dengan si pohon. Namun, semakin dewasa, ia semakin sibuk dan melupakan Pohon Apel. Ia hanya datang ke Pohon Apel kala butuh sesuatu.
3. Latar
Latar tempat yang kisah ini gunakan tak banyak, yaitu hanya di padang rumput. Tak disebutkan pula secara spesifik di mana letak padang rumput tersebut.
4. Alur Kisah Pohon Apel
Kisah Pohon Apel memiliki alur maju alias progresif. Cerita bermula dari sebuah Pohon Apel yang merasa kesepian karena tinggal di sebuah padang rumput yang lapang sendirian.
Kemudian, ada seorang anak kecil bernama Jojo yang tiap hari menemaninya. Jojo kerap memanjat pohon apel dan tidur di bawahnya. Sejak saat itu, Pohon Apel merasa sangat bahagia.
Namun, saat Jojo mulai dewasa, sikapnya berubah. Ia jarang mengunjungi Pohon Apel. Pada suatu pagi, Jojo yang telah lama tak berkunjung, tiba-tiba mendatangi Pohon Apel. Rupanya ia merasa sedih karena tak uang untuk membeli mainan.
Lalu, si Pohon menggoyangkan badannya dan menjatuhkan beberapa buah apel. Ia meminta Jojo untuk menjual buah-buah itu dan uangnya bisa untuk membeli mainan.
Jojo yang telah merasa bahagia pun tak pernah mengunjungi Pohon Apel lagi. Setelah sekian tahun, Jojo tiba-tiba kembali ke Pohon Apel. Bukan tanpa alasan, ia ke sana untuk mengeluh karena tak memiliki rumah untuk anak dan istrinya.
Dengan kebaikan hatinya, si Pohon Apel memberinya saran untuk memotong ranting-rantingnya untuk membangun rumah. Jojo pun dengan semangat menggergaji ranting-ranting Pohon Apel dan membangun rumah. Setelah itu, ia tak kembali lagi ke padang rumput.
Meski merasa sedih dan kecewa, Pohon Apel tetap membantu Jojo di saat membutuhkan bantuan. Ia merelakan batangnya untuk Jojo yang ingin berkelana menggunakan perahu besar.
Pada akhirnya, Pohon Apel tak punya apa-apa. Ia hanya memiliki akar yang sudah tua saja. Tak lama kemudian, Jojo kembali menemui Pohon Apel. Ia meminta maaf karena telah mengambil seluruh milik Pohon itu. Di sisa hidupnya, Jojo berada di samping Pohon Apel untuk beristirahat.
5. Pesan Moral
Kisah Pohon Apel memiliki pesan moral utama yang sangat penting, yaitu berbaktilah kepada orang tuamu. Pohon Apel dalam kisah ini digambarkan sebagai sosok orang tua yang rela berjuang apa pun demi sosok yang telah ia anggap seperti anak sendiri.
Sampai titik darah penghabisannya pun, ia masih mau berjuang untuk memenuhi keinginan sang anak. Namun, sebagai seorang anak yang telah diperjuangkan mati-matian, Jojo malah bersikap semaunya sendiri. Ia hanya datang menemui Pohon Apel saat membutuhkan sesuatu saja.
Jika kamu sudah dewasa dan bekerja, jangan pernah lupakan orang tuamu. Jagalah orang tuamu seperti mereka menjagamu saat masih belia. Selain itu, berusahalah dengan keras dan jangan sampai kamu merepotkan orang tuamu yang mungkin sudah lanjut usia.
Orang tua itu mungkin tak meminta apa-apa. Mereka hanya ingin sang anak meluangkan waktu untuk dihabiskan bersama. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari jika terus mengabaikan mereka.
Selain unsur instrinsik, cerita dongeng ini juga memiliki unsur ekstrinsik. Di antara unsur ekstrinsiknya adalah nilai ketuhanan, sosial, budaya, dan moral dari lingkungan di sekitar.
Fakta Menarik
Sebelum mengakhiri kisah Pohon Apel dan anak laki-laki ini, simaklah dulu dua fakta menariknya. Apa sajakah itu? Berikut ulasan singkatnya;
1. Kisah Nyata Anak yang Melupakan Orang Tuanya
Tak hanya di dongeng saja, anak melupakan orang tuanya banyak terjadi di kehidupan nyata. Seperti kisah yang terjadi di Guangdong, China. Ada seorang nenek tua bernama Zhang yang ditelantarkan oleh anaknya sendiri.
Dilansir dari berbagai sumber, Zhang sempat dirawat di rumah sakit karena jatuh dari tempat tidur. Anak-anaknya bukannya menjenguk malah berkata, “Jika memang sudah saatnya mati, ya biarkan saja, tinggal dibakar.”
Tak hanya di China, di Indonesia pun banyak kasus orang tua terlantar. Pada tahun 2017, aparat Kelurahan Duri Utara, Jakarta Barat menemukan seorang pria tua berusia 74 tahun yang hidup sakit-sakitan di atas got.
Pria itu tampak lemas dan lesu. Para aparat lalu membawanya ke rumah sakit. Lalu, aparat menemui anak-anak dari pria tua itu. Sayangnya, mereka tak mengakui pria itu sebagai ayahnya. Miris sekali, bukan?
Ada kisah yang lebih memilukan lagi di Kabupaten Kebumen. Pada tahun 2020, ada seorang wanita tua berusia 83 tahun yang mendapatkan pukulan botol minuman di pelipisnya. Ironisnya, pukulan itu dilakukan oleh anaknya sendiri.
Sang anak tega memukul ibunya lantaran tidak mendapatkan harta warisan. Tak seharusnya uang dan harta warisan menjadi penyebab terjadinya kekerasan, bukan?
2. Hukum Anak Menelantarkan Orang Tuanya dalam Agama
Setiap agama yang ada di dunia ini pasti mengajarkan umatnya untuk berbakti kepada orang tua. Dalam Alquran surah Al-Ahqaf ayat 15 menegaskan bahwa seorang anak berkewajiban untuk berbakti pada orang tuanya. Pengorbanan orang tua, terutama ibu, tak dapat dibalas dengan apa pun.
Menurut hadis Riwayat Bukhari, Rasullullah bersabda bahwa durhaka terhadap orang tua adalah dosa besar. Karena itu, jangan sampai kita sebagai manusia menelantarkan orang tua. Jaga dan rawatlah mereka seperti mereka menjaga dan merawat kita saat masih kecil.
Selain menelantarkan orang tua, hal-hal yang termasuk dalam durhaka adalah berkata kasar pada mereka, membuat mereka bersedih atau menangis, tidak menghormati mereka, dan lain-lain.
Bagikan Kisah Pohon Apel ke Teman-Temanmu
Nah, itulah tadi kisah Pohon Apel dan anak laki-laki yang kisahnya cukup memilukan, tapi tetap sarat akan pesan moral. Kamu suka sama kisahnya? Kalau suka, bagikan artikel ini ke teman-temanmu, yuk! Kamu juga bisa menceritakannya pada adik atau mungkin anakmu.
Buat yang masih pengen baca kisah lainnya, langsung saja kepoin Poskata.com kanal Ruang Pena. Ada banyak, lho, kisah yang bisa kamu baca, seperti dongeng Cinderella, Beauty and The Beast, Pinokio, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!