Indonesia adalah negeri yang kaya akan cerita rakyat, termasuk tentang putri. Salah satunya adalah cerita rakyat Putri Tangguk yang berasal dari Jambi. Penasaran dengan kisahnya? Langsung saja cek artikel berikut!
Biasanya, sosok tokoh putri dalam sebuah dongeng akan digambarkan memiliki sikap yang budiman, baik hati, dan lemah lembut. Namun, tidak demikian dengan sosok wanita dalam cerita rakyat Putri Tengguk yang berasal Jambi.
Ia digambarkan memiliki sifat yang buruk dan suka seenaknya sendiri. Sehingga akhirnya ia pun mendapatkan karma dan hidupnya yang sebelumnya menyenangkan menjadi menderita.
Kira-kira, apakah yang terjadi pada sang putri? Kalau penasaran, langsung saja simak cerita rakyat Putri Tangguk yang berasal dari Jambi ini. Selamat membaca!
Cerita Rakyat Putri Tangguk dari Jambi
Alkisah pada zaman dahulu kala, di Negeri Bunga Tanjung, Kecamatan Danau Kerinci, Provinsi Jambi, Indonesia, hiduplah seorang petani wanita. Sang petani memiliki sebuah sawah yang luasnya hanyalah sebesar tangguk, yakni keranjang dari rotan yang biasanya digunakan untuk menangkap ikan atau udang.
Oleh karena itu, sang petani banyak dikenal dengan nama Putri Tangguk. Petani tersebut hidup bersama suami dan tujuh anak mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Putri Tangguk bersama suaminya menanam padi di sawahnya yang hanya seluas keranjang rotan itu. Meskipun begitu, sawah ajaib itu selalu menghasilkan padi yang sangat banyak. Setiap kali selesai dipanen, tanaman padi di sawah tersebut muncul kembali dan menguning. Nantinya kalau dipanen lagi, tanaman padi akan kembali muncul, seperti itu terus menerus.
Berkat keajaiban dan ketekunan sepasang suami istri petani itu dalam bekerja siang dan malam menuai padi, mereka memiliki tujuh lumbung padi yang besar dan hampir penuh. Namun, sayangnya karena kesibukan itu, mereka tidak sempat bersilaturahmi dengan tetangga atau bahkan mengurus ketujuh anaknya.
Rencana Sang Putri
Pada suatu malam, ketika ketujuh anaknya sudah terlelap, Putri Tangguk mengajak suaminya yang sedang berbaring untuk mengobrol.
“Bang, sebenarnya aku sudah capek setiap hari harus menuai padi. Aku ingin memiliki waktu untuk mengurus anak-anak dan bersilaturahmi dengan tetangga.” ungkap sang putri kepada suaminya.
“Jadi, rencanamu bagaimana, Dik?” tanya sang suami dengan suara pelan.
“Aku sedang berpikiran untuk besok memenuhi tujuh lumbung padi yang ada di samping rumah untuk persediaan kebutuhan kita selama beberapa bulan ke depan,” jawab sang putri.
“Baiklah. Besok kita ajak anak-anak ke sawah untuk membantu mengangkut padi pulang ke rumah,” ucap sang suami.
“Baik, Bang,” ucap sang putri.
Sesudahnya, mereka langsung tertidur lelap karena kelelahan bekerja nyaris sehari semalam.
Ketika malam semakin larut, mendadak hujan turun dengan deras sampai matahari mulai terbit. Hal itu menjadikan semua jalanan yang ada di kampung hingga menuju ke sawah menjadi semakin licin.
Menyerakkan Padi di Jalanan
Keesokan harinya, Putri Tangguk memberi tahu ketujuh anaknya untuk ikut berangkat ke sawah membantu menuai padi dan membawanya ke rumah. Segera setelah selesai sarapan, bersama-sama mereka menuju ke sawah untuk menuai padi. Setelah mengumpulkan cukup padi, mereka mengangkutnya ke lumbung padi yang ada di dekat rumah mereka.
Namun, di tengah jalan, Putri Tangguk terpeleset hingga terjatuh. Untungnya, saat itu suaminya berjalan di belakangnya hingga bisa segera menolongnya. Meskipun begitu, tapi tetap saja Putri Tangguk marah-marah karena kesal.
“Awas saja! Padi yang nanti aku tuai akan aku serakkan di sini sebagai pengganti pasir agar tidak licin lagi hingga membuatku terjatuh!” tambahnya.
Benar saja, Putri Tangguk kembali lagi ke sawahnya kemudian menuai padi sebanyak yang bisa ia bawa. Padi tersebut kemudian ia sebarkan ke sepanjang jalan agar tidak menjadi licin.
Ketika matahari mulai terbenam dan kembali ke rumah, mereka hanya membawa pulang sedikit padi. Padi-padi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lumbung.
Sesuai janjinya pada sang suami, setelah itu Putri Tangguk tak lagi pernah menghabiskan waktu menuai padi. Kini ia banyak mengisi waktu dengan menenun kain dan membuat baju untuk diirnya sendiri, suami, juga anak-anaknya. Namun, siapa sangka kesibukannya dalam menenun kain sekali lagi membuatnya lupa bersilaturahmi ke rumah tetangga, juga mengurus ketujuh anaknya.
Bahkan, pada suatu ketika karena terlalu sibuk menenun kain sedari pagi hingga sore hari, Putri Tangguk sampai lupa menanak nasi di dapur untuk suami dan anak-anaknya. Namun, karena ketujuh anaknya tidak berani protes dan langit juga sudah gelap, mereka langsung tertidur.
Anak-Anak yang Kelaparan
Putri Tangguk sendiri terus menenun hingga larut malam dan kecapaian. Karena lelah dan ketujuh anaknya sudah tertidur, ia kemudian ikut tidur di samping anak-anaknya.
Di tengah malam, si bungsu terbangun karena kelaparan. Ia pun menangis kencang dan meminta makan. Si ibunda yang juga terbangun karena suara tangis itu pun kemudian membujuk sang bungsu untuk kembali tidur.
Tak berapa lama kemudian, anak-anaknya yang lain terbangun satu per satu secara bergiliran. Dan sama seperti pada sang bungsu, Putri Tangguk hanya terbangun kemudian membujuk anak-anaknya untuk segera tidur lagi.
Namun, ketika sang sulung bangun kemudian meminta makan, bukannya membujuk, sang ibunda justru langsung membentak dan memarahi si sulung.
“Kamu itu sudah besar! Seharusnya kamu sudah tidak perlu lagi dilayani seperti anak kecil! Sana kamu ambil sendiri nasi yang ada di panci. Kalau tidak ada, ambillah beras yang ada dalam kaleng kemudian masak sendiri!” seru sang ibunda kepada anak sulungnya.
Karena sangat kelaparan, si sulung akhirnya menuruti kata-kata ibunda. Sayangnya, ia tak menemukan nasi di panci ataupun beras di kaleng.
“Bu, nasi dan beras sudah habis semua. Tolong tumbuk dan tampikan padinya,” pinta si sulung kepada ibunya.
“Apa kau bilang? Nasi dan berasnya sudah habis? Tidak mungkin! Ibu ingat masih ada nasi dingin di panci sisa kemarin. Beras di kaleng juga masih ada untuk dua kali tanak! Pasti ada pencuri yang sudah masuk ke rumah kita!” ucap sang ibunda yakin.
“Lalu bagaimana, Bu?” tanya si sulung menahan lapar.
“Sudahlah kalau begitu! Tahan saja laparnya hingga esok pagi. Ibu malas kalau harus menumbuk dan menampi beras malam-malam begini. Belum lagi kalau nanti mengganggu tetangga!” ucap sang ibunda kemudian kembali tertidur.
Lumbung Padi yang Kosong
Dengan terpaksa, sang sulung pun juga kembali tidur dan menahan lapar sampai pagi. Keesokan pagi harinya, ketujuh anak Putri Tangguk bangun dalam keadaan perut keroncongan. Bahkan, si bungsu sampai menangis merengek-rengek karena sudah tidak kuat menahan lapar. Begitu pula dengan keenam anaknya yang lain.
Sang ibunda pun kemudian menyuruh suaminya untuk mengambil padi di lumbung untuk ditumbuk. Dan seperti yang diminta oleh istrinya, sang suami pun segera menuju ke lumbung padi di samping rumah.
Namun, betapa terkejutnya sang suami ketika mendapati kalau salah satu lumbung padi mereka telah kosong.
“Lho, kemana padi-padi kita?” tanya sang suami. Sesudahnya, sang suami mengecek lumbung padi yang lain. Betapa terkejutnya ketika ia mendapati seluruh lumbungnya ternyata kosong semua.
Dengan perasaan panik, ia pun langsung mendatangi istrinya dan memanggilnya. “Dik! Cepatlah kemari!” ucapnya dengan panik kemudian menarik tangan sang istri untuk menuju ke lumbung padi mereka.
“Kenapa, Bang?” tanya sang istri tak kalah panik dan cemas.
“Coba lihat ini semua lumbung padi kita kosong! Pasti ada pencuri yang telah mengambilnya!” ucap sang suami. Putri Tangguk yang akhirnya melihat ke dalam setiap lumbung padinya pun hanya bisa terkejut hingga mulutnya ternganga. Ia benar-benar tak bisa mempercayai apa yang baru saja ia saksikan.
“Sudah kuduga!” ucap sang istri, “Tadi malam pencuri itu juga sudah mengambil nasi di panci dan beras di kaleng milik kita,” tambahnya.
“Tapi tak apalah, bBang! Setidaknya kita masih memiliki sawah kita. Kita masih memiliki harapan untuk hidup. Bukankah sawah kita adalah gudang padi yang tak akan ada habisnya?” lanjut sang istri dengan penuh percaya diri.
Baca juga: Legenda Asal Mula Anak Sungai Mahakam dan Ulasannya yang Mengajarkan Pentingnya untuk Menepati Janji
Penyesalan dan Perenungan
Sesudahnya, ia langsung menarik tangan suaminya kemudian berjalan ke arah sawahnya. Namun, sesampainya di sana, betapa terkejut dan kecewanya mereka ketika mendapati sawahnya tak lagi ditumbuhi padi.
“Bang, bagaimana ini! Pupuslah sudah harapan terakhir kita! Coba perhatikan sawah kita! Jangankan biji padi, batang padi pun sudah tak lagi ada. Sekarang yang ada hanyalah rumput tebal yang menutupi sawah kita!” ucap Putri Tangguk sedih.
Sayangnya, sang suami juga tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa tercengang penuh keheranan melihat sawah mereka hanya dipenuhi rumput tebal. Sesudahnya, dengan perasaan sedih ia mengajak istrinya untuk pulang ke rumah.
Dalam perjalanan pulang, dengan langkah berat mereka berusaha merenungi sikap dan perbuatan mereka selama ini. Apa yang membuat Tuhan menghukum mereka dengan membuat sawah mereka menjadi rerumputan.
Sebelum sampai di rumah, akhirnya mereka menyadari segala sikap dan perilaku yang telah mereka lakukan selama ini. Khususnya ketika mereka menganggap padi hanya seperti pasir hingga menyerakkannya di jalan yang becek agar tidak licin.
“Ya Tuhan! Itu adalah kesalahanku sendiri! Kenapa Kau memberikan kutukan itu kepada keluargaku?” keluh sang putri.
Sesampainya di rumah, Putri Tangguk merasa begitu lemas dan tak berdaya. Selama seharian ia hanya bisa duduk termenung meratapi nasib keluarga mereka. Kini mereka tak bisa lagi memanen padi sebanyak-banyaknya tanpa henti.
Mimpi tentang Kakek Tua Berjenggot
Malam harinya ketika terlelap, Putri Tangguk bermimpi didatangi seorang lelaki tua berjenggot panjang yang mengenakan pakaian serba berwarna putih. Sang kakek langsung menegur Putri Tangguk.
“Aku tahu kamu memiliki sawah yang luasnya hanya satu tangguk, tapi sebenarnya kamu bisa mengisi dasar Danau Kerinci sampai ke langit hanya dengan sawah itu saja. Sayangnya, kau justru menjadi orang yang sombong dan takabur. Kau meremehkan padi-padi itu dengan menyerakkannya ke jalan seperti pasir untuk melapisi jalan yang licin.” ucap sang kakek penuh amarah.
“Asal kau tahu saja, Putri Tangguk!” lanjut sang kakek, “Di antara padi-padi yang kau serakkan itu ada setangkai padi hitam yang menjadi raja kami. Kalau hanya kami yang kau perlakukan seperti itu, mungkin kami tak akan marah. Namun, karena kau juga memperlakukan raja kami seperti itu, maka kami tak bisa lagi memendam amarah ini. Kami tak akan lagi datang dan tumbuh di sawahmu.”
“Mulai dari sekarang, masa depanmu dan keluargamu akan menjadi sengsara. Rezeki yang kau dapatkan hanya akan seperti rezeki ayam. Hasil kerjamu dalam satu hari hanya akan cukup untuk dimakan sehari saja. Kau dan keluargamu tak akan bisa makan jika tidak bekerja sama sekali. Kalau kau tidak mau mengais seperti ayam, kau tak akan bisa makan!” ancam sang kakek.
Sebelum Putri Tangguk sempat berkata apa-apa, kakek tua berpakaian putih itu mendadak menghilang. Di waktu yang bersamaan, ia pun terbangun dari tidurnya.
Dengan penuh kesedihan, ia kembali merenungi ucapan sang kakek tua yang berada di dalam mimpi semalam. Kini ia benar-benar harus menjalani hidup dengan penuh kesengsaraan bersama keluarganya. Ia pun menyesali segala kesombongan dan ketakaburannya karena sudah menyerakkan padi untuk pelapis jalanan.
Namun, apalah arti dari penyesalannya itu. Menyesal sekarang pun tetap saja tak akan ada gunanya.
Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Putri Tangguk dari Jambi
Usai membaca cerita singkat Putri Tangguk dari Jambi di atas, apakah kamu penasaran dengan ulasan seputar unsur intrinsiknya? Jika ya, simaklah uraian singkat seputar tema hingga pesan moralnya berikut.
1. Tema
Inti cerita rakyat Putri Tangguk dari Jambi di atas adalah tentang putri yang tak bisa menjaga ucapannya sendiri. Ia meremehkan padi yang telah menyejahterakan keluarganya dan membuangnya begitu saja hingga akhirnya membuatnya terkena karma.
2. Tokoh dan Perwatakan
Setelah membaca kisahnya, tentu kamu sudah bisa menebak siapa tokoh utama dalam cerita rakyat berjudul kisah Putri Tangguk dari Jambi di atas. Tokoh utamanya adalah sang putri sendiri yang memiliki sifat sombong, takabur, pemarah, dan sering kali lalai dengan tanggung jawabnya. Meskipun begitu, Putri Tangguk sebenarnya juga memiliki sifat baik, yakni tekun, giat bekerja, dan melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati.
Selain tokoh utama itu, ada beberapa tokoh tambahan yang melengkapi kisahnya. Di antaranya adalah sang suami, tujuh anak mereka, dan kakek tua perwujudan dari padi ajaib.
3. Latar
Cerita rakyat Putri Tangguk ini memiliki latar lokasi di Negeri Bunga Tanjung, Kecamatan Danau Kerinci, Provinsi Jambi. Kebanyakan ceritanya berpusat di sawah, rumah, dan jalan di antara dua tempat tersebut. Sementara latar waktu yang digunakan adalah malam hari dan pagi hari.
4. Alur
Alur dari cerita rakyat Putri Jangguk ini adalah alur maju atau progresif. Kisahnya bermula dari seorang pasangan suami istri petani yang memiliki sawah seukuran tangguk atau keranjang rotan untuk menangkap ikan atau udang. Meskipun begitu, sawah tersebut bisa menghidupi kebutuhan sehari-hari keluarga petani tersebut.
Karena merasa kesibukan mereka dalam mengumpulkan padi membuat mereka tak bisa bersilaturahmi dengan tetangga, akhirnya sang putri memutuskan untuk tak lagi menuai padi. Di hari terakhir menuai, mereka mengumpulkan padi sebanyak-banyaknya ke lumbung. Namun, setelah terpeleset di jalan, dengan penuh kekesalan dan amarah, sang putri menyebarkan beberapa padinya di jalanan.
Anehnya, setelah itu seluruh padi yang mereka kumpulkan di lumbung mendadak menghilang. Ketika mereka kembali ke sawah, padi mereka sudah tak lagi tumbuh. Suatu malam, sang putri mendapat mimpi bertemu dengan seorang kakek tua. Kakek itu berkata bahwa sejak saat itu keluarga Putri Tangguk tak akan lagi bisa mendapatkan padi sebanyak-banyaknya.
5. Pesan Moral
Ada beberapa pesan moral yang bisa dipetik dari cerita rakyat Putri Jangguk dari Jambi ini. Salah satunya adalah tentang imbauan untuk tidak menjadi orang yang sombong dan takabur. Sikap tersebut dapat tercemin pada perilaku Putri Tangguk yang telah meremehkan padi kemudian menyerakkan di jalan yang licin sebagai pengganti pasir. Pada akhirnya hidupnya pun menjadi sengsara.
Selain itu, dapat juga dipetik pelajaran bahwa harta dan pekerjaan terkadang bisa membuat seseorang menjadi lalai, lengah, dan tidak waspada dalam melakukan sesuatu. Hingga pada akhirnya bisa menghadirkan malapetaka dalam hidupnya. Barulah ketika nantinya tertimpa musibah, orang tersebut akan menyesali segala perbuatannya.
Selain unsur intrinsik, kamu juga bisa mendapatkan sedikit unsur ekstrinsik dari cerita rakyat Putri Tangguk yang berasal dari Jambi ini. Yaitu hal-hal dari luar dongeng yang turut serta melengkapi kisahnya. Di antaranya adalah nilai-nilai budaya, moral, dan sosial yang berhubungan erat dengan masyarakat sekitar.
Fakta Menarik tentang Cerita Rakyat Putri Tangguk dari Kerinci, Jambi
Tak banyak fakta menarik yang bisa diulik dari ringkasan teks cerita Putri Tangguk yang berasal dari Jambi ini. Hanya ada satu fakta yang bisa disimak pada ulasan berikut.
1. Sering Diangkat menjadi Animasi Pendek
Cerita rakyat Putri Tangguk dari Jambi ini memiliki kisah yang mengandung pesan moral baik untuk buah hati. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kisahnya banyak diadaptasi menjadi video animasi.
Melalui video animasi tersebut, tentunya akan lebih mempermudah penyampaian kisahnya kepada buah hati atau keponakan tersayang karena disertai dengan gambar yang tak kalah menaik. Kalau mau, kamu bisa menayangkan video animasi tersebut melalui ponsel ataupun televisi.
Perluas Wawasan dengan Membaca Cerita Rakyat Putri Tangguk dari Jambi
Demikianlah cerita rakyat Putri Tangguk yang berasal dari Jambi beserta ulasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menarinya. Apakah kamu sudah cukup puas ketika membacanya?
Kalau masih ingin mencari cerita lain yang tak kalah menarik yang berasal dari Jambi, langsung saja cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa mendapatkan cerita rakyat dari Jambi tentang Putri Pinang Masak, Rangkayo Hitam, atau Ibu Kandungku Seekor Kucing beserta penjelasannya.