Dari daerah Banten, ada banyak sekali cerita rakyat yang menarik dan seru untuk diikuti. Salah satunya adalah legenda asal-usul Gunung Pinang ini. Kalau ingin mengetahui selengkapnya, langsung saja simak kisahnya berikut ini, ya!
Kamu mungkin sudah familier dengan kisah rakyat yang mengangkat tema tentang anak yang durhaka dengan orang tuanya. Kalau di Sumatera Barat ada Malin Kundang, sementara itu di Banten ada Dampu Awang. Nah kisah Dampu Awang ini dikenal dengan legenda asal-usul Gunung Pinang.
Meskipun memiliki tema yang serupa, tapi ceritanya tetap seru untuk dibaca, kok. Setelah membacanya nanti, kamu tidak hanya akan merasa terhibur, tetapi juga bisa mengambil pelajarannya.
Selain kisahnya, di sini kamu pun akan menemukan ulasan unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menarik dari legenda asal-usul Gunung Pinang. Daripada kebanyakan basa-basi, langsung saja simak kisah lengkapnya di bawah ini!
Legenda Asal-Usul Gunung Pinang Asal Banten
Di daerah pesisir teluk Banteng, hiduplah seorang janda bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Dampu Awang. Ayahnya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Semenjak itu, ia membantu ibunya untuk bekerja memenuhi kebutuhan dengan mencari kerang di pantai.
Lama-kelamaan, Dampu Awang merasa bosan dengan pekerjaan yang dilakukannya. Ia bekerja keras dari pagi hingga petang, tetapi kehidupannya masih serba kekurangan. Karena itulah, timbul keinginannya untuk merantau dan mengubah nasib.
Berhari-hari dirinya memikirkan hal tersebut. Setelah tekadnya bulat, ia kemudian menyampaikan hal tersebut pada ibunya.
“Bu, bolehkah aku merantau ke Negeri Malaka? Aku ingin mengubah nasib menjadi lebih baik,” katanya.
Mendengar hal tersebut, tentu saja ibunya tidak mengizinkan anak semata wayangnya pergi. Katanya, “Ibu mengerti perasaanmu, Nak. Akan tetapi kalau kamu pergi, siapa nanti yang akan menemaniku? Ibu ini sudah tua.”
“Tolonglah, Bu, izinkan aku pergi. Setelah sukses nanti, aku janji akan kembali dan membahagiakan Ibu. Memangnya Ibu tidak mau memiliki rumah mewah seperti milik saudagar kaya di kampung sebelah?” katanya berusaha meyakinkan wanita tua itu.
Sayangnya, sang ibu tetap kekeuh untuk tidak mengizinkan anaknya pergi. Dampu Awang tentu saja merasa kecewa. Ia hanya bisa pasrah menerima keadaan itu karena dirinya juga memaklumi alasan ibunya melarang pergi.
Luluhnya Hati Sang Ibu
Setelah perbincangan dengan ibunya itu, Dampu Awang pergi menenangkan diri. Ia duduk di sebuah pohon rindang di tepi pantai tak jauh dari rumahnya. Dalam hati kecilnya, ia masih berharap kalau sang ibu memberinya restu untuk merantau.
Diam-diam, sang ibu memperhatikan anak lelaki satu-satunya itu. Melihat anaknya sedih, ia kemudian menangis karena merasa sangat bersalah. Ia mencoba memikirkan ulang keputusannya untuk merestui sang anak pergi merantau.
Keesokan harinya, wanita tua tersebut mengajak Dampu Awang untuk berbicara. “Anakku, maafkan Ibu sudah membuatmu kecewa. Aku sebenarnya tidak bermaksud melarangmu. Hanya saja, aku ini sudah tua dan mungkin kamu nanti tidak akan bertemu denganku setelah sukses.”
“Ibu jangan berpikir seperti itu. Aku pasti akan sukses dengan cepat! Aku janji akan kembali dan membahagiakan Ibu.”
Sang ibu tak kuasa menahan senyum saat mendengar jawaban tersebut. “Baiklah kalau itu membuatmu senang. Ibu akan mengizikanmu untuk pergi,” putusnya.
Dampu Awang tentu saja sangat bahagia. Semangat hidupnya yang kemarin hilang, kini langsung kembali penuh. Ia benar-benar tidak sabar untuk segera merantau.
Saat semua persiapan telah selesai, pemuda itu berpamitan kepada ibunya. Sebelum pergi, ia dititipi burung kesayangan milik mendiang ayahnya. Ia bisa menggunakan burung tersebut untuk mengirimi kabar di kampung. Setelah menerimanya, dirinya pun pamit dan pergi menuju ke pelabuhan.
Baca juga: Kisah Rapunzel Si Putri Rambut Panjang Versi Grimm Bersaudara dan Ulasan Lengkapnya
Bertemu dengan Saudagar Kaya
Setibanya di pelabuhan, Dampu Awang melihat ada kapal besar yang akan segera pergi ke kota. Ternyata, kapal tersebut adalah milik seorang saudagar kaya bernama Teuku Abu Matsyah. Dengan segala keberaniannya, pemuda tersebut meminta izin untuk menumpang di kapalnya.
“Tuan, bolehkah aku ikut berlayar sampai ke Negeri Malaka? Saya memang tidak memiliki uang untuk ongkos kapalnya. Namun, kalau Tuan mengizinkan, saya akan membayarnya dengan tenaga saya.” Melihat ketulusan dari pemuda tersebut, sang saudagar kaya pun mengizinkannya.
Selama berada di kapal, Dampu bekerja begitu rajin membersihkan semua bagian kapal. Ia juga tidak menolak jika diminta bantuan mengerjakan hal yang lain. Hal tersebut membuat Teuku Abu Matsyah semakin bersimpati padanya.
Hingga pada suatu hari, pemuda tersebut dipanggil oleh sang saudagar. “Ada apa Tuan memanggil saya? Apakah saya melakukan suatu kesalahan?” tanyanya sedikit takut.
“Oh tidak… Aku hanya ingin bertanya, apakah kamu sudah mendapatkan pekerjaan di Negeri Malaka?” tanya sang saudagar. “Belum, Tuan. Saya berencana untuk mencarinya setelah tiba di sana nanti,” jawabnya.
“Kalau begitu, kamu ikut saja denganku. Tenang saja, aku akan memberikanmu upah yang layak.” Dampu Awang tentu saja menerima tawaran itu dengan senang hati. Ia begitu bersemangat dan melakukan semua pekerjaannya dengan baik.
Dijadikan Menantu
Usaha yang dijalankan oleh Teuku Abu Matsyah semakin berkembang semenjak Dampu Awang turut bekerja dengannya. Keuntungannya meningkat pesat. Bahkan, ia bisa membeli sebuah kapal lagi.
Hingga pada suatu hari, saudagar itu mengajak Dampu Awang untuk bicara empat mata. Ia bermaksud untuk menjodohkannya dengan anak perempuannya yang bernama Siti Nurhasanah.
Pada awalnya, lelaki itu menolak perjodohan tersebut. Pasalnya, ia merasa tidak pantas untuk bersanding dengan putri sang saudagar. Namun setelah dibujuk lagi, akhirnya ia menerimanya.
Tak berapa lama kemudian, Dampu Awang dan Siti Nurhasanah menikah. Pesta pernikahan pun diadakan dengan begitu meriah. Keduanya juga menjalani pernikahan dengan bahagia.
Selang beberapa bulan, Teuku Abu Matsyah meninggal dunia karena sakit. Dampu Awang kemudian dipercaya untuk mengelola harta warisan peninggalan mertuanya.
Kehidupannya menjadi lebih makmur dan bergelimang harta. Ia benar-benar melupakan janjinya untuk menemui ibunya. Bahkan, sekadar mengirimkan kabar pun tak pernah dilakukannya.
Tak terasa, lima tahun sudah berlalu. Kebetulan, kapalnya sedang berlayar di sekitar Banten. Maka dari itu, Dampu Awang memutuskan untuk singgah sejenak di kampung kelahirannya tersebut.
Kapal mewahnya menarik banyak perhatian saat menepi di pelabuhan Banten. Banyak orang berkerumun untuk mengetahui siapa sebenarnya pemilik kapal tersebut.
Baca juga: Cerita Putri Serindang Bulan dan Ulasan Menariknya, Pelajaran tentang Menjaga Persaudaraan
Kembali ke Banten
Tak membutuhkan waktu yang lama, berita kedatangan kapal mewah itu pun menyebar hingga sampai ke telinga ibu Dampu Awang. Wanita tua tersebut bertanya-tanya apakah mungkin yang datang adalah anaknya yang sudah bertahun-tahun tak kembali. Maka dari itu, ia bergegas ke pelabuhan untuk memastikan.
Setelah berhasil menyibak kerumunan, barulah ibu Dampu Awang bisa mendekati kapal dan melihat lebih jelas. Dirinya melihat ada seorang laki-laki gagah dan perempuan cantik yang sedang berdiri di kapal tersebut.
Pada awalnya, ia tidak yakin kalau lelaki itu adalah anaknya. Namun, setelah melihat burung pemberiannya bertengger di bahu, barulah ia percaya.
Perempuan tersebut lalu berlari menghampiri sang anak sembari memanggil-manggilnya. “Dampu… Dampu Awang… Akhirnya kamu kembali, Nak.”
Dampu Awang mengenali benar suara tersebut. Ia kemudian menoleh ke arah ibunya. Namun saat melihat penampilan sang ibu yang begitu dekil dan compang camping, ia merasa begitu malu untuk mengakuinya.
Di sebelahnya, sang istri pun bertanya, “Jadi selama ini, ibumu masih hidup? Mengapa kamu tak pernah menceritakannya padaku?”
“Bukan, Sayang. Aku tak kenal siapa perempuan tua itu. Ibuku sudah lama meninggal. Sudahlah tak perlu menghiraukannya,” jawabnya.
Mendapatkan Kutukan
Meski tidak dihiraukan oleh Dampu Awang, sang ibu tetap saja tak berhenti memanggilnya. Hal tersebut membuat lelaki itu begitu jengkel.
Lalu serunya, “Diamlah kamu perempuan tua! Kamu bukan ibuku. Ibuku sudah lama meninggal.” Setelah berkata seperti itu, lelaki tersebut kemudian menyuruh orang-orangnya untuk beres-beres dan pergi dari sana.
Bagai tersambar petir, ibunya tentu saja terkejut mendengar perkataan Dampu Awang. Hatinya merasa begitu perih karena tak diakui oleh sang buah hati. Hingga tak terasa, air mata jatuh begitu saja di pipinya.
Wanita tua itu tak menyangka kalau harapan dan penantiannya akan menjadi pahit seperti ini. Ia lalu bersimpuh dan berdoa kepada Tuhan.
Katanya, “Tuhan, kalau benar pemuda itu bukan putraku, biarkanlah ia tetap hidup dan pergi dengan selamat. Namun, kalau ia memang benar putraku, berilah hukuman karena telah menyakiti hati ibunya.”
Sesaat setelah Dampu Awang meninggalkan pelabuhan, tiba-tiba angin bertiup begitu kencang dan langit menjadi gelap. Petir menyambar-nyambar dan turunlah hujan begitu deras.
Rombongan Dampu Awang terombang-ambing di lautan. Para penumpangnya pun panik dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Di saat seperti itu, tiba-tiba saja burung pemberian ibunya dapat berbicara. Katanya, “Dampu Awang, mengakulah! Cepat akuilah ibumu!”
Meski dalam keadaan terdesak seperti itu, lelaki tersebut tetap bersikeras tidak mengakui ibunya. “Tidak! Sampai kapan pun aku tidak akan mengakuinya. Dia bukan ibuku!”
Burung itu kembali berseru mengingatkan Dampu, tapi tetap ditolak mentah-mentah. Hingga pada akhirnya, kapalnya terseret ke dalam pusaran angin puyuh. Ia pun semakin panik dan terpaksa mengakuinya.
“Ibu… Ibu… Benar ini aku anakmu. Tolonglah anakmu ini, Bu!” serunya. Namun sayang sekali, semuanya sudah terlambat. Kapal beserta isinya tersebut kemudian terlempar begitu jauh dan jatuh tertelungkup. Kapal tersebut lalu berubah menjadi gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung Pinang.
Baca juga: Legenda Putri Aji Bidara Putih, Asal Usul Terbentuknya Danau Lipan Beserta Ulasan Lengkapnya
Unsur-Unsur Intrinsik Legenda Asal-Usul Gunung Pinang asal Banten
Setelah menyimak dongeng lengkapnya, selanjutnya kamu bisa menyimak ulasan singkat mengenai unsur-unsur intrinsik dari legenda Gunung Pinang. Berikut ini penjelasannya:
1. Tema
Seperti yang sudah kamu baca di atas, kisah ini mengangkat tema mengenai seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya. Kamu tentunya sudah familier dengan tema cerita seperti ini, kan? Nah, cerita lain yang menyerupai kisah Gunung Pinang adalah Malin Kundang, cerita Batu Menangis, dan legenda Gunung Batu Bangkai.
2. Tokoh dan Perwatakan
Pada artikel ini, akan ada beberapa tokoh yang diulas lebih dalam. Yang pertama tentu saja sang tokoh utama dalam cerita Gunung Pinang, yaitu Dampu Awang.
Laki-laki ini sebenarnya adalah anak yang baik dan rajin bekerja. Hanya saja, ia kemudian terlena dengan harta kekayaan yang dipunyainya. Ia juga merasa malu dan tidak sudi mengakui ibunya yang berpenampilan kumal.
Selanjutnya adalah ibu dari Dampu Awang. Ia adalah seorang ibu yang ingin sekali melihat anaknya bahagia. Ia juga menaruh harapan besar kepada anaknya itu. Namun pada akhirnya, ia harus menelan pil pahit karena tidak diakui oleh darah dagingnya sendiri.
Tokoh ketiga yang akan akan dibahas adalah Teuku Abu Matsyah. Lelaki ini merupakan seorang saudagar kaya yang baik hati. Maka dari itu, ia tak segan membantu Dampu dan mengangkatnya menjadi pegawainya.
3. Latar dari Legenda Asal-Usul Gunung Pinang
Konon, cerita legenda asal-usul Gunung Pinang ini terjadi di daerah Banten. Jadi, bisa dikatakan secara umum, latar tempat dari kisah ini adalah di Banten.
Sementara itu, latar spesifiknya juga sudah disebutkan dalam cerita. Beberapa di antaranya adalah rumah Dampu Awang, pelabuhan, pantai, kapal, dan laut.
4. Alur
Legenda asal-usul Gunung Pinang ini menggunakan alur maju. Kisahnya dimulai dari Dampu Awang yang ingin merantau untuk mengubah nasib dan berjanji membahagiakan ibunya. Awalnya sang ibu tidak menyetujuinya, tetapi akhirnya luluh juga.
Setelah sukses, laki-laki tersebut melupakan janjinya dan tida mengakui ibunya. Sang ibu kemudian sakit hati dan meminta Tuhan untuk menghukum anaknya.
5. Pesan Moral
Dari cerita rakyat Gunung Pinang ini, ada beberapa pesan moral yang bisa kamu petik. Salah satunya adalah jangan durhaka dengan orang tuamu. Mereka merawatmu sejak kecil, sudah sepatutnya kamu membalas kebaikan mereka.
Selain itu, jangan pernah mengingkari janji yang kamu buat. Karena kalau mengingkarinya, kamu akan menyakiti hati orang lain. Diberi harapan palsu itu tidak enak, lho.
Tak hanya unsur intrinsiknya saja, jangan lupakan juga unsur ekstrinsik yang membangun legenda asal-usul Gunung Pinang. Unsur-unsur tersebut biasanya meliputi nilai-nilai sosial, budaya, dan nilai moral
Baca juga: Fabel Burung Gagak dan Serigala Beserta Ulasannya untuk Kita Belajar Waspada
Fakta Menarik dari Legenda Asal-Usul Gunung Pinang
Selanjutnya, di bawah ini ada fakta menarik dari kisah tersebut yang sayang sekali jika dilewatkan.
1. Tempat Wisata
Gunung Pinang merupakan salah satu wisata alam yang bisa dijadikan alternatif destinasi liburanmu. Lokasinya terletak di Desa Pejaten, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.
Tiket masuknya pun cukup terjangkau. Kamu hanya perlu membayar 10 ribu rupiah saja per orang. Sembari menikmati udara segar, kamu bisa berfoto-foto dengan properti yang sudah disediakan.
Sementara itu, lokasi ini juga bisa dijadikan tempat untuk foto pre-wedding. Kamu cukup merogoh kocek sebesar Rp. 200.000,-
Baca juga: Cerita Rakyat Jambi, Ibu Kandungku Seekor Kucing Beserta Ulasan Lengkapnya
Sudah Puas Menyimak Cerita Rakyat Gunung Pinang?
Itulah tadi legenda asal-usul legenda Gunung Pinang asal Banten yang bisa kamu simak di PosKata. Tak hanya menghibur, semoga pesan moral yang didapat bisa dijadikan bahan renungan.
Selain kisah di atas, kamu pun dapat menyimak cerita lain yang nggak kalah seru, lho. Beberapa contohnya, yaitu kisah bunga mawar yang sombong, kancil dan buaya, serta cerita tentang nabi. Baca terus, PosKata, yuk!