
Cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi merupakan salah satu peninggalan kebudayaan sastra dari Tanah Sumatera. Apakah kamu familier dengan kisahnya? Kalau belum, simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini, yuk!
Bila berbicara tentang legenda dari Pulau Sumatera, kebanyakan orang mungkin menjawab tentang asal usu Danau Toba. Padahal, masih banyak dongeng lain yang tidak kalah menarik, salah satunya cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi.
Dalam artikel ini, kamu akan menyimak ulasan lengkap tentang dongeng salah satu hulubalang yang mitosnya memiliki warna darah berbeda dari manusia biasa. Selain itu, ada juga informasi mengenai unsur intrinsik dan fakta menarik yang barangkali bisa menambah wawasanmu.
Lantas, seperti apa cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi? Daripada semakin penasaran, lebih baik kamu langsung simak ulasannya dalam penjelasan berikut! Semoga saja setelah membaca kisah hidupnya, ada pesan moral yang bisa kamu jadikan sebagai inspirasi.
Cerita Rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi
Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang laki-laki bernama Datuk Darah Putih. Ia merupakan seorang hulubalang ternama dari sebuah kerajaan di negeri Jambi. Namanya sendiri berasal dari keunikan laki-laki itu yang ketika tubuhnya terluka, ia justru mengeluarkan darah putih, bukan darah merah.
Datuk Darah Putih dikenal sebagai seorang hulubalang yang jujur, berani, sakti, dan patuh dalam melaksanakan perintah raja. Setiap tugas yang diberikan oleh rajanya selalu berhasil ia selesaikan dengan hasil yang memuaskan. Maka dari itu, tidak heran bila hulubalang tersebut sangat dihormati oleh rakyat dan disegani oleh raja.
Pada suatu hari, dikisahkan dalam cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi bahwa sang hulubalang menerima perintah dari raja untuk membentuk pasukan inti kerjaan. Pasukan ini diharapkan bisa memberikan perlindungan tambahan untuk keamaan kerajaan.
“Datuk, kumpulkan beberapa prajurit pilihan yang memiliki ketangkasan perang di atas prajurit biasa. Carilah prajurit yang pantang menyerah, rela berkorban untuk kepentingan negeri, dan setia kepada raja. Latihlah mereka supaya menjadi prajurit yang tangguh sepertimu,” perintah Raja.
“Baik, hamba akan segera melaksanakan titah Baginda,” jawab Datuk Darah Putih sambil memberi hormat.
Datuk Darah Putih segera melaksanakan perintah raja dengan mengumpulkan prajurit-prajurit pilihan yang akan dimasukkan dalam pasukan inti. Hububalang ini dengan mudah mengumpulkan para prajurit yang memiliki kemampuan di atas rata-rata karena ia sendiri telah mengenal kepribadian dan mengetahui keahlian semua prajuritnya.
Tidak membutuhkan waktu lama, para pemuda yang dipilih dan dilatih di bawah bimbingan Datuk Darah Putih memberikan hasil yang memuaskan. Setelah melalui masa pelatihan selama kurang lebih satu tahun, para prajurit pilihan itu telah menjadi prajurit pemberani, tangguh, dan siap berkorban jiwa raga untuk negeri mereka.
Datangnya Ancaman dari Pasukan Belanda
Pada suatu hari, seorang mata-mata yang diutus oleh raja tiba-tiba datang kes istana. Laki-laki itu membawa kabar yang cukup membuat raja cemas dan takut.
“Maafkan atas kedatangan hamba yang tiba-tiba, Baginda. Namun, hamba membawa berita genting yang harus hamba sampaikan pada Yang Mulia,” ujar mata-mata itu dengan napas tersengal-sengal.
“Kabar apa itu? Tenangkan dirimu dan cobalah sampaikan beritanya dengan jelas, ” desak raja.
“Gawat, Baginda. Pasukan Belanda akan menyerang kerajaan kita. Mereka tengah dalam perjalanan menuju kemari melalui jalur laut,” lapor mata-mata itu.
Setelah mendengar laporan dari anak buahnya, raja terdiam dan tiba-tiba beranjak dari singgasananya. Pemimpin kerajaan itu mondar-mandir sembari mengelus-ngelus jenggotnya yang lebat.
“Ini adalah sebuah ancaman yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Aku yakin pasukan Belanda itu ingin menjajah dan mengeruk kekayaan negeri ini,” jelas sang raja.
Percakapan antara raja dan mata-mata itu ternyata juga disaksikan oleh Datuk Darah Putih. Sebagai hulubalang kerajaan, ia tentu ikut khawatir dengan keamanan negerinya.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia?” tanya si hulubalang.
“Karena pasukan Belanda memasuki negeri ini lewat jalur laut, itu tandanya mereka akan melalui Selat Berhala. Kita bisa menghadang pasukan itu sebelum benar-benar mendarat ke wilayah negeri ini,” terang sang raja.
“Aku ingin Datuk Darah Putih dan pasukan prajurit pilihan untuk berangkat ke Selat Berhala secepatnya. Datuk dan para prajurit tolong hadang dan serang pasukan Belanda itu di Selat Berhala. Kalau perlu, hancurkan saja kapal-kapal mereka sampai tidak bersisa,” perintah sang raja.
“Baik, hamba akan segera melaksanakan perintah Yang Mulia,” jawab Datuk Darah Putih sambil memberi hormat.
Persiapan Menuju Pulau Berhala
Tanpa membuang-buang waktu, Datuk Darah Putih segera mengumpulkan pasukan prajurit pilihan dan menyampaikan misi dari sang raja kepada mereka. Ia juga menyuruh para prajurit itu untuk menyiapkan beragam peralatan perang, seperti tombak, pedang, dan keris.
Selain peralatan perang, Datuk Darah Putih dan pasukannya menyiapkan makanan yang jumlahnya cukup untuk perbekalan mereka selama beberapa hari. Alasannya, pasukan Belanda diperkirakan baru akan tiba di Selat Berhala dua hari kemudian.
Datuk Darah Putih dan pasukannya berencana untuk sampai di Selat Berhala lebih awal agar bisa membangun benteng pertahanan di Pulau Berhala. Dengan begitu, mereka bisa menyerang pasukan Belanda dengan persiapan yang baik.
Setelah perlengkapan perang dan perbekalan selesai dipersiapkan, rombongan prajurit dan Datuk Darah Putih diminta beristirahat dahulu agar bisa memulihkan tenaga mereka. Hulubalang itu lantas memanfaatkan waktunya untuk menemui istrinya yang sedang hamil tua.
“Dinda, bagaimana keadaanmu dan anak kita? Apakah sehat-sehat saja?” tanya sang hulubalang sembari mengelus-ngelus perut besar istrinya.
“Aku dan si jabang bayi baik-baik saja, Kanda. Jangan khawatir,” jawab istrinya.
“Maafkan aku, Dinda. Besok aku bersama pasukan prajurit kerajaan harus berangkat ke medan perang untuk melawan penjajah Belanda. Tolong kamu jaga kesehatanmu dan anak kita dalam rahimmu dengan baik,” pesan Datuk Darah Putih.
“Tentu saja. Dinda akan selalu merawat anak kita dengan baik. Apabila anak kita laki-laki, semoga saja ia bisa menjadi seorang panglima yang pemberani dan sakti seperti Kakanda,” jawab istrinya dengan penuh harapan.
Baca juga: Kisah Asli Putri Duyung Versi Hans Christian Andersen Beserta Ulasan Menariknya
Menjalankan Perintah Raja untuk Menghalau Penjajah
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Datuk Darah Putih bersiap-siap dengan pasukannya untuk berangkat ke Selat Berhala. Rombongan itu menggunakan tiga buah jongkong (tongkang atau perahu) besar.
Keberangkatan rombongan itu dilepas oleh seluruh keluarga istana, termasuk istri Datuk Darah Putih. Ia sama sekali tidak menunjukkan wajah sedih saat suaminya berpamitan kepadanya.
“Dinda, Kakanda pamit dahulu. Tolong jaga kesehatanmu dan anak kita,” ujar Datuk Darah Putih.
“Tentu saja, Kakanda. Hati-hati. Doa Dinda senantiasa menyertaimu. Bila sekiranya Kakanda berhasil mengalahkan pasukan penjajah, segeralah pulang menemui Dinda,” pesan sang istri.
“Baik, Dinda. Kakanda berjanji akan membawa kemenangan untuk negeri ini,” ujar Datuk Darah Putih dengan penuh keyakinan. Laki-laki itu lalu mencium kening dan perus istrinya dan segera naik ke atas jongkong.
Ketiga jongkong itu lalu berlayar menuju ke Pulau Berhala. Para pasukan kerajaan dari kejauhan melambaikan tangan mereka. Salam perpisahan mereka dibalas oleh orang-orang yang berada di daratan dengan lambaian tangan pula. Orang-orang yang berada di pelabuhan akhirnya membubarkan diri setelah ketiga jongkong itu hilang dari pandangan mata.
Setelah menempuh perjalanan, rombongan Datuk Darah Putih dan pasukan kerajaan akhirnya tiba di Pulau Berhala. Mereka bergegas menyusun strategi dan membuat benteng-benteng pertahanan. Selain itu, para laki-laki itu juga mendirikan tempat pengintaian agar bisa mengamati gerak-gerik musuh.
Ketiga jongkong yang digunakan oleh Datuk Darah Putih dan pasukannya ditambatkan di balik batu karang besar yang ada di Pulau Berhala. Sembari menunggu kedatangan penjajah Belanda, sang hulubalang kembali melatih kemampuan para prajuritnya.
Penyerangan terhadap Kapal-Kapal Belanda
Pada keesokan harinya, para pasukan yang ditugaskan di tempat pengintaian melaporkan bahwa rombongan kapal pasukan Belanda sudah terlihat. Datuk Darah Putih pun segera memerintahkan para prajuritnya untuk mempersiapkan diri.
“Prajurit-prajurit pilihanku, musuh kita telah datang. Sekaranglah saatnya kita membuktikan diri kepada Raja dan negeri tercinta. Ambil posisi masing-masing dan kalahkan rombongan penjajah itu!” seru Datuk Darah Putih dengan lantang.
Para prajurit yang mendengar perintah sang hulubalang segera menaiki ketiga jongkong dan menempati posisi berdasarkan strategi yang telah mereka susun. Ketika kapal-kapal milik Belanda memasuki Selat Berhala, ketiga jongkong itu segera merapatkan diri ke kapal-kapal Belanda.
Datuk Darah Putih dan para pasukannya segera melompat masuk ke kapal-kapal Belanda sembari menusukkan keris dan menebaskan pedang ke arah musuh. Pasukan Belanda yang tidak siap dengan serangan dadakan itu panik dan tak sempat menembakkan peluru dari pistol mereka.
Pasukan Belanda kemudian mengambil pedang panjang untuk menangkis serangan para prajurit Datuk Darah Putih. Sayangnya, usaha pasukan penjajah itu sia-sia karena ketidaksiapan mereka menjadi keuntungan bagi para prajurit kerajaan. Alhasil, tak ada satupun prajurit Belanda yang selamat karena semuanya telah tewas akibat sabetan pedang dan tusukan keris.
Sementara itu, hanya beberapa prajurit yang terluka dari rombongan Datuk Darah Putih. Mereka lalu segera mengambil senjata dan membakar kapal-kapal Belanda itu tanpa sisa. Sang hulubalang dan para prajuritnya kemudian kembali ke Pulau Berhala.
“Datuk, kita harus segera melaporkan kabar gembira kepada raja atas kesuksesan kita mengalahkan pasukan Belanda,” ujar salah satu prajurit ketika rombongan mereka tiba di Pulau Berhala.
“Jangan menarik kesimpulan terlalu cepat. Ketahuilah bahwa perjuangan kita sebenarnya belum selesai,” jawab Datuk Darah Putih.
“Apakah kita masih harus menunggu di Pulau Berhala ini untuk berjaga-jaga kalau Belanda mengirimkan pasukan susulan?” tanya prajurit yang lainnya.
“Benar. Menurut perkiraanku, tiga hari lagi akan datang kapal-kapal Belanda dengan pasukan yang lebih banyak,” ujar sang hulubalang.
Pertarungan dengan Pasukan Susulan yang Dikirim oleh Belanda
Para prajurit itu dengan sigap melakukan persiapan untuk berhadapan dengan pasukan Belanda susulan. Mereka kembali menempati dan menjaga posisi pengintaian secara bergantian agar tanda-tanda kedatangan kapal-kapal Belanda bisa diketahui dengan cepat.
Benar saja, tiga hari kemudian datanglah iring-iringan tiga kapal Belanda dengan jumlah serdadu yang lebih banyak memasuki Selat Berhala. Meskipun begitu, Datuk Darah Putih dan pasukan prajuritnya tidak merasa gentar ataupun takut.
“Para prajurit andalan negeri, demi masa depan anak dan cucu kita, mari kita mengalahkan para penjajah sampai titik darah penghabisan,” seru Datuk Darah Putih.
“Hidup Raja! Hidup Datuk!” balas para prajurit dengan lantang.
Pasukan Datuk Darah Putih lalu bergegas menaiki jongkong-jongkong dan berlayar mendekati iring-iringan kapal Belanda. Ketika menyerang musuh, ternyata jumlah mereka tidak seimbang karena pasukan dari kerajaan itu lebih sedikit dibandingkan serdadu-serdadu Belanda.
Meskipun kalah jumlah, hal itu tidak membuat semangat pasukan Datuk Darah Putih padam. Mereka tetap melawan pasukan Belanda walaupun satu orang harus berhadapan dengan dua sampai tiga serdadu.
Datuk Darah Putih sebagai pemimpin pasukan menjadi sasaran utama dan ikut dikeroyok oleh tiga serdadu Belanda. Meskipun si hulubalang ahli dalam berperang, lama-lama ia juga tidak bisa menangkis semua serangan dari musuh.
Tak disangka, pedang dari serdadu Belanda berhasil melukai leher Datuk Darah Putih. Tak ayal, darah putih segar pun keluar dari sabetan pedang musuh itu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, si hulubalang tetap memberikan perlawanan terhadap musuh-musuhnya.
“Prajurit, leherku terkena sabetan pedang. Bawa aku mundur untuk menghentikan pendarahanku. Yang lainnya aku harap bisa melanjutkan perlawanan sampai akhir,” teriak Datuk Darah Putih sembari mengelak dari serangan serdadu Belanda.
Mendengar teriakan pemimpin mereka, beberapa prajurit segera menghampiri Datuk Darah Putih dan melawan tiga serdadu Belanda yang terus menyerangnya. Setelah ketiga serdadu itu tewas, dua prajurit tersebut membawa pimpinannya ke Pulau Berhala untuk mendapatkan perawatan.
Baca juga: Legenda Lutung Kasarung dan Putri Purbasari Beserta Ulasan Menariknya
Badan Terluka, Semangat yang Masih Membara
Sesampainya di daratan pulau, dikisahkan dalam cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi bahwa laki-laki itu disandarkan di tempat yang tersembunyi dari incaran musuh. Dua prajurit tersebut kemudian berusaha menutup luka pimpinannya, tapi darah putih terus saja mengalir keluar.
“Prajuritku, untuk menutupi luka di leherku, tolong kalian carikan aku anak batu sengkalan,” perintah Datuk Darah Putih.
“Baik, Datuk. Datuk jangan terlalu banyak bergerak dahulu agar darahnya tidak terus keluar,” jawab salah satu prajuritnya.
Sementara itu, prajuritnya yang lain segera mencari anak batu sengkalan sesuai dengan permintaan pemimpinnya. Setelah menemukannya, ia bergegas menghadap sang hulubalang dan menempelkan anak batu sengkalan itu ke luka lehernya.
Ajaibnya, darah dari luka leher Datuk Darah Putih langsung berhenti dan tidak keluar lagi. Begitu lukanya tertutup, sang hulubalang tiba-tiba bangkit dan menaiki jongkong.
“Terima kasih telah merawat lukaku, Prajurit. Ayo kita harus kembali lagi ke kapal-kapal Belanda dan membantu saudara-saudara kita untuk mengalah para penjajah itu,” seru sang hulubalang.
“Baik, Datuk!” jawab kedua prajurit itu dengan serempak.
Datuk Darah Putih dan kedua prajurit itu lalu segera berlayar ke arah iring-iringan kapal-kapal Belanda yang masih menjadi medan perang. Meskipun sempat terluka, gerakan sang hulubalang justru semakin lincah dalam menebas dan menyerang para serdadu Belanda yang melawannya.
Kemenangan Datuk Darah Putih yang Menuai Perasaan Duka
Setelah memakan waktu yang lama, peperangan antara pasukan Datuk Darah Putih dengan para serdadu dari Belanda pun berakhir. Kemenangan berada di tangan sang hulubalang dan para prajuritnya.
Pasukan Datuk Darah Putih pun segera membuang mayat para serdadu yang telah tewas dan membakar kapal-kapal Belanda tanpa sisa. Sayangnya, kemenangan mereka ternyata harus dibayar mahal dengan tubuh Datuk Darah Putih yang terluka parah.
Dikisahkan dalam cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi bahwa rombongan itu segera kembali ke Pulau Berhala untuk beristirahat sembari merawat sang hulubalang. Para prajurit memutuskan untuk bermalam di pulau sebelum kembali ke kerajaan keesokan harinya.
Sesuai dengan rencana, pasukan Datuk Darah Putih kembali berlayar pulang ke kerajaan asal. Selama perjalanan, kondisi sang hulubalang tidak menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Laki-laki itu bahkan perlu dipapah bila ingin pindah dari tempat satu ke tempat yang lain.
Sesampainya di pelabuhan kerajaan, rombongan prajurit itu segera membawa sang hulubalang ke istana. Kedatangan mereka disambut dengan perasaan yang campur aduk karena walaupun menang, hulubalang yang mereka hormati ternyata pulang dalam keadaan luka parah.
Kematian Sang Hulubalang yang Dihadapan Keluarga Tercinta
Istri Datuk Darah Putih yang melihat keadaan suaminya hanya bisa bersikap pasrah. Wanita itu lalu meminta tolong para prajurit untuk merebahkan sang hulubalang di atas tempat tidur.
Ternyata, ketika Datuk Darah Putih pergi berperang, wanita itu telah melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan dan sehat. Ia kemudian mendekatkan bayi mereka ke hadapan suaminya.
“Kanda, lihatlah. Anak kita adalah laki-laki. Dia terlahir dengan sehat dan wajahnya setampan Kakanda,” ujar istri sang hulubalang dengan nada menghibur.
Datuk Darah Putih yang masih terbaring lemas di atas kasurnya berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk bisa melihat putranya tercinta. Laki-laki ini kemudian mendekap dan mencium kening putranya dengan penuh kasih sayang.
Sang hulubalang itu lalu menempatkan putranya di pangkuan istrinya. Ia mencoba mengabadikan momen spesial itu ke dalam ingatannya.
“Maafkan aku, Dinda. Sepertinya, aku tidak bisa menemanimu merawat putra kita. Aku titipkan dia padamu, ya. Aku percaya kamu bisa membesarkannya sebagai laki-laki yang baik dan bijaksana,” ujar Datuk Darah Putih.
Setelah menyampaikan pesannya, Datuk Darah Putih kembali merebahkan diri ke atas kasur mereka. Tak lama kemudian, laki-laki itu menghembuskan napasnya yang terakhir. Istrinya menatap tubuh suaminya dengan tatapan pasrah sembari mendekap putranya.
Raja dan penduduk kerajaan itu melepas kepergian hulubalang kebanggaan mereka dengan perasaan duka. Begitulah akhir dari cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Provinsi Jambi.
Baca juga: Cerita Sang Kancil dan Cicak Badung yang Suka Mencuri Beserta Ulasan Lengkapnya
Unsur Intrinsik Dongeng Datuk Darah Putih
Setelah menyimak cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi, barangkali kamu ingin mengetahui lebih jauh mengenai apa saja unsur intrinsik yang ada dalam kisah tersebut. Kamu bisa menyimak informasinya dalam pembahasan berikut ini.
1. Tema
Tema atau inti cerita dari kisah hulubalang dari Jambi di atas adalah tentang kepahlawanan. Datuk Darah Putih menunjukkan kesungguhannya dalam melindungi kerajaan dengan mengalahkan pasukan Belanda hingga titik darah penghabisan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Beberapa tokoh yang memiliki peran dalam perkembangan legenda Datuk Darah Putih adalah Datuk Darah Putih, raja, istri Datuk, dan para prajurit pilihan. Datuk Darah Putih memiliki watak yang taat pada perintah raja, setia, bertanggung jawab, tangguh, dan ahli dalam berperang.
Sementara itu, karakter raja dalam cerita di atas digambarkan sebagai sosok yang pintar, bijaksana, dan berwibawa. Ia tidak bersikap arogan dan mau diajak berdiskusi dengan bawahannya.
Untuk para prajurit pilihan yang menemani Datuk Darah Putih saat berperang, mereka memiliki karakter pemberani, tangguh, kuat, dan setia terhadap pemimpinnya. Mereka juga membantu sang hulubalang untuk bisa sampai ke rumahnya dengan selamat.
Meskipun tidak disebutkan siapa namanya, istri Datuk Darah Putih digambarkan sebagai wanita yang kuat, mandiri, dan setia menemani suaminya sampai laki-laki itu menghembuskan napas terakhir. Meskipun sudah menjadi janda, ia merelakan kepergian suaminya karena percaya itu adalah rencana Tuhan yang terbaik.
3. Latar
Tempat kejadian atau latar cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi berada di istana kerajaan, rumah Datuk, dan tempat pelatihan para prajurit. Tempat lainnya adalah Pulau dan Selat Berhala di mana pasukan sang hulubalang berperang melawan para serdadu Belanda.
4. Alur
Alur dari dongeng hulubalang yang terkenal di Jambi itu termasuk dalam alur maju atau progresif. Awal cerita diawali dengan pengenalan karakter utama, Datuk Darah Putih. Lalu, jalan cerita berkembang dengan laporan datangnya pasukan Belanda.
Puncak konflik terjadi ketika pasukan sang hulubalang melawan para serdadu Belanda. Dalam penyerangan yang kedua, tak disangka bahwa pimpinan pasukan kerajaan itu terluka di bagian lehernya.
Namun, peperangan yang terjadi di Selat Berhala itu ternyata berhasil dimenangkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Datuk Darah Putih. Sayangnya, kemenangan itu dibayar dengan sang hulubalang yang terluka parah. Pada akhirnya, Datuk Darah Putih meninggal di hadapan istri dan putranya.
5. Pesan Moral
Pesan moral atau amanat yang bisa kamu ambil dari cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi adalah untuk pantang menyerah dalam meraih tujuan. Meskipun terluka, sang hulubalang dalam kisah di atas masih berusaha melawan para penjajah yang membahayakan kerajaannya.
Selain itu, kamu juga bisa meniru kesetiaan yang ditunjukkan oleh istri Datuk Dara Putih yang menunggu dengan sabar kedatangan suaminya. Meskipun pada akhirnya wanita itu kehilangan orang yang ia cintai karena mengemban tugas dari raja, ia tetap ikhlas menerima kematian suaminya.
Selain unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang dapat diambil dari dongeng asal Jambi di atas. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat, seperti nilai budaya, sosial, dan moral.
Baca juga: Kisah Hikayat Bayan Budiman yang Sarat dengan Nilai-Nilai Luhur beserta Ulasan Lengkapnya
Fakta Menarik
Sebelumnya, kamu telah menyimak ulasan tentang cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi dan unsur-unsur intrinsiknya. Namun, belum lengkap rasanya kalau kamu tidak sekalian menyimak informasi tentang fakta menarik seputar dongeng sang hulubalang tersebut. Berikut ini penjelasannya:
1. Pulau Berhala
Pulau Berhala yang dikisahkan dalam legenda Datuk Darah Putih di atas memang benar adanya. Lokasi pulau berada di dekat peraian Selat Malaka. Luas pulau dikelilingi dengan pantai indah berpasir putih ini diperkirakan sebesar 2,5 hektare.
Nama Pulau Berhala konon diambil dari nama raja yang dulu pernah berkuasa di kerajaan di Jambi, Datuk Paduke Berhala. Selain pemandangan yang indah, pulau ini juga kaya akan akar bahar dan menjadi tempat hidup beragam jenis terumbu karang.
Pada awal atau akhir tahun, para pengunjung bisa menyaksikan penyu-penyu yang menepi dan bertelur di sekitar pantai. Biasanya, para wisatawan perlu menyewa kapal motor kecil untuk bisa menjangkau lokasi tersebut.
2. Makam Datuk Darah Putih
Fakta menarik lainnya dari cerita rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi adalah makam sang hulubalang yang benar-benar ada. Makam itu terletak di Desa Kualo Penaso, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Masyarakat setempat memperkirakan bahwa Datuk Darah Putih meninggal pada tahun 1649 Masehi. Makam sang hulubalang dianggap sakral oleh warga setempat dan mereka percaya bahwa ia masih keturunan dari Suku Sakai asli.
Baca juga: Simak Kisah Menarik Asal-Usul Rawa Pening dan Ulasan Lengkapnya di Sini, Yuk!
Cerita Rakyat Datuk Darah Putih dari Jambi yang Inspiratif
Begitulah kira-kira ulasan lengkap tentang kisah Datuk Darah Putih. Semoga saja perjuangan sang hulubalang dapat menginspirasimu untuk tidak mudah putus asa dan tetap berjuang demi menggapai kesuksesan.
Tak hanya cerita rakyat, masih banyak dongeng menarik lainnya yang bisa kamu temukan di PosKata. Beberarapa di antaranya adalah tentang legenda Sungai Kawat, cerita rakyat Reog Ponorogo, dan asal usul Danau Toba. Selamat membaca!