Kalimantan Tengah memiliki beragam cerita rakyat yang populer, salah satunya adalah asal usul Danau Malawen. Kalau kamu belum mengetahui seperti apa kisahnya, langsung saja simak legenda terbentuknya Danau Malawen di artikel ini, yuk!
Jika ingin membicarakan tentang asal usul Danau Malawen, kita harus mengetahui dahulu bahwa sebenarnya tempat itu awalnya adalah berupa sungai. Sungai tersebut terletak di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah.
Kabarnya, di tepi sungai tersebut terdapat berbagai macam anggrek yang tumbuh dan ditinggali beragam ikan. Namun, karena ada sebuah peristiwa, sungai tersebut mendadak berubah menjadi danau.
Kira-kira persitiwa apakah yang terjadi sehingga mengubah sungai tersebut? Daripada penasaran, langsung saja simak cerita rakyat asal usul Danau Malawen yang berasal dari Barito Selatan, Kalimantan Tengah. Tak lupa dapatkan juga ulasan seputar unsur intrinsik dan fakta menariknya, ya!
Cerita Rakyat Asal Usul Danau Malawen
Alkisah pada zaman dahulu kala, di tepi hutan di daerah Kalimantan Tengah hiduplah sepasang suami istri yang hidup serba berkekurangan. Meskipun miskin, tapi mereka benar-benar saling menyayangi dan selalu dilimpahi kebahagiaan.
Hanya saja, ada satu hal yang membuat mereka sedih. Setelah sepuluh tahun menjalin rumah tangga, mereka masih juga belum dikaruniai buah hati. Setiap hari mereka merindukan kehadiran anak untuk melengkapi kebahagiaan keluarga kecil mereka. Setiap malam mereka berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa agar impian mereka bisa menjadi kenyataan. Tak hanya itu, mereka pun juga melakukan puasa setiap hari dengan harapan bisa mempercepat terkabulnya harapan itu.
Pada suatu malam, setelah seperti biasanya memanjatkan doa, sepasang suami istri tersebut beristirahat. Malam harinya, sang istri bermimpi didatangi seorang lelaki tua.
“Kalau kalian ingin mendapatkan seorang keturunan, pergilah ke dalam hutan dan bertapalah!” ujar sang lelaki tua di dalam mimpi. Belum sempat sang istri bertanya, lelaki tua itu langsung menghilang begitu saja.
Keesokan harinya, sang istri menceritakan mimpi itu pada suaminya.
“Bang, semalam aku bermimpi. Ada seorang kakek tua yang berkata kalau ingin mendapatkan keturunan, kita harus bersemedi di dalam hutan. Apakah benar yang dikatakan kakek itu, Bang?” tanya sang istri.
“Aku tidak yakin, Dik,” jawab sang suami, “Namun, mungkin saja ini adalah petunjuk bagi kita agar bisa mendapatkan keturunan.”
“Apakah yang akan kita lakukan, Bang? Apakah kita akan mengikuti petunjuk dari si kakek tua?” istrinya kembali bertanya.
“Sepertinya begitu, Istriku. Bagaimanapun juga kita harus mencoba segala macam usaha. Siapa tahu yang diucapkan sang kakek itu menjadi kenyataan,” jawab sang suami.
Upaya Melakukan Pertapaan
Keesokan harinya, setelah menyiapkan bekal secukupnya, sepasang suami istri itu melakukan perjalanan jauh ke dalam hutan. Setelah melakukan perjalanan selama setengah hari, mereka sampai ke tengah hutan yang sangat lebat dan terasa sunyi. Di sana mereka membangun sebuah gubuk kecil untuk bertapa.
Ketika matahari mulai terbenam dan gubuk mereka sudah jadi, sepasang suami istri itu memulai pertapaan. Mereka berdua duduk bersila seraya memejamkan mata dan memusatkan konsentrasi mereka pada Yang Maha Kuasa.
Pertapaan itu mereka lakukan selama berminggu-minggu. Namun, tetap saja mereka masih belum mendapatkan petunjuk apa pun. Meskipun begitu, dengan menahan rasa lapar, haus, dan rasa kantuk, sepasang suami istri itu tetap saja melanjukan pertapaan mereka hingga berbulan-bulan lamanya.
Pada hari ke-99, sepasang suami istri itu mulai merasa gelisah. Mereka merasa kalau Tuhan Yang Maha Kuasa tengah menguji kesabaran mereka. Padahal, mereka sudah tak tahan lagi menahan rasa haus, lapar, dan juga kantuk.
Untungnya, pada hari ke-100, seorang kakek tua datang menghampiri sepasang suami istri itu kemudian berdiri di belakang mereka.
“Hentikan pertapaan kalian, karena kalian sudah lulus ujian!” ucap sang kakek yang membuat sepasang suami istri terkejut, “Sekarang kembalilah ke rumah dan tunggulah dengan sabar. Tak lama lagi kalian akan mendapatkan apa yang kalian inginkan!”
Sepasang suami istri tersebut langsung menghentikan pertapaan dan membuka kedua mata mereka. Namun, ketika mereka menolehkan kepala ke belakang, mereka tak lagi menemukan wujud kakek tersebut.
Baca juga: Cerita Rakyat Asal-Usul Ikan Pesut Mahakam dan Ulasan Menariknya, Sebuah Pelajaran Bagi Orang Tua
Penantian Penuh Kesabaran
Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Langkah kaki mereka terasa ringan karena dipenuhi dengan harapan bahwa usaha mereka pada akhirnya akan membuahkan hasil seperti yang sudah mereka inginkan.
Sesampainya di rumah, kehidupan sepasang suami istri itu kembali berjalan seperti biasa. Mereka melakukan pekerjaan sehari-hari mereka seraya menanti karunia dari Yang Maha Esa. Dan benar saja, beberapa hari kemudian, mereka mulai mendapatkan tanda-tanda kehadiran buah hati dalam kehidupan mereka. Pada suatu sore, sang istri merasakan kalau seluruh tubuhnya terasa pegal dan tak enak.
“Bang, kenapa pinggangku terasa pegal-pegal dan perutku mual?” keluh sang istri.
“Wah, mungkin itu adalah pertanda baik, Dik. Itu adalah pertanda kalau kamu tengah hamil!” ucap sang suami dengan wajah berseri.
“Benarkah begitu, Bang?” tanya sang istri yang tidak mengerti karena baru kali ini mengalami kehamilan.
“Benar begitu, Istriku!” jawab sang suami yakin.
Keyakinan itu semakin bertambah ketika sang istri selalu menginginkan makan buah-buahan yang asam dan makanan yang pedas. Dengan penuh syukur dan bahagia, sang suami selalu menuruti permintaan istrinya. Setiap malam ia pun selalu mengusap perut sang istri dan mengucap syukur.
“Jagalah baik-baik buah hati kita yang ada di dalam perutmu ini, Istriku,” pesan sang suami setiap malam.
Kelahiran Kumbang Banaung
Waktu terus berjalan dan usia kandungan sang istri pun akhirnya genap sembilan bulan. Pada suatu malam, sang istri melahirkan seorang anak laki-laki. Oleh sang ayah, anak laki-laki itu diberi nama Kumbang Banaung. Alangkah bahagianya sepasang suami istri itu karena akhirnya bisa mendapatkan buah hati yang selama ini mereka idam-idamkan.
Sepasang suami istri itu merawat dan membesarkan Kumbang Banaung dengan penuh kasih sayang. Ketika putranya mulai beranjak besar, setiap hari mereka juga memberikan nasihat dan petuah agar Kumbang Banaung tumbuh menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tuanya dan berlaku santun serta bertutur sopan pada siapa pun.
Tak hanya itu, sang ayah juga mengajarinya berburu menggunakan sumpit agar bisa bertahan hidup di tepi hutan.
Seiring dengan berjalannya waktu, Kumbang Banaung kini tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan rupawan. Sayangnya, harapan kedua orang tuanya agar ia tumbuh menjadi anak yang berbakti rupanya tak terwujud.
Kumbang Banaung justru tumbuh menjadi anak yang berperilaku buruk dan tak pernah mengindahkan seluruh petuah dan nasihat yang sering diberikan oleh kedua orang tuanya.
Pada suatu hari, sang ayah tengah sakit keras. Namun, Kumbang Banaung malah memaksa sang ayah menemaninya ke hutan untuk berburu.
“Maafkan Ayah karena tak bisa menemanimu, Anakku. Bukankah kamu tahu sendiri kalau Ayah sekarang tengah sakit?” ucap sang ayah dengan suara pelan.
“Kalau kau memang ingin berburu, berangkatlah terlebih dahulu. Biar ibu yang menyiapkan segala keperluanmu!” sahut sang ibunda. Meskipun merasa kesal, tapi Kumbang Banaung terpaksa hanya bisa menurut dan menunggu ibunya mempersiapkan segala keperluan berburu.
Piring Malawen untuk Kumbang Banaung
“Anakku,” ucap sang ayah ketika Kumbang Banaung tengah menunggu, “Ayah akan memberimu senjata pusaka. Ini adalah Piring Malawen yang bisa digunakan untuk keperluaan apa pun,” lanjut sang ayah seraya memberikan sebuah piring kecil kepada putranya.
Kumbang Banaung menerima piring pusaka itu kemudian langsung menyelipkan ke pinggangnya. Kemudian setelah semua keperluan berburunya sudah disiapkan oleh sang ibunda, ia pun berangkat ke hutan seorang diri.
Sesampainya di hutan, Kumbang Banaung langsung memulai perburuannya. Sayangnya, hingga hari menjelang siang, ia masih belum juga mendapatkan binatang perburuan satu pun. Namun, ia tak ingin pulang ke rumah tanpa membawa hasil.
Akhirnya, Kumbang Banaung memutuskan untuk berjalan menyusuri hutan lebih jauh lagi. Hingga tanpa sadar ia telah berjalan terlalu jauh dan tersesat di dalamnya. Karena khawatir kalau ia terus melanjutkan penyusurannya akan membuatnya semakin tak bisa keluar dari hutan, akhirnya Kumbang Banaung memutuskan untuk berusaha mencari jalan keluar.
Ketika sedang mencari jalan keluar, tanpa sadar Kumbang Banaung sampai di sebuah desa bernama Sanggu. Desa yang terlihat sangat ramai itu langsung menarik perhatian Kumbang Banaung.
Rupanya, desa tersebut tengah mengadakan upacara adat yang dipimpin oleh sang Kepala Desa. Upacara tersebut dilakukan untuk mengantarkan masa pingitan putri sang Kepala Desa menuju masa dewasa. Upacara adat itu diramaikan dengan pagelaran tari yang bisa disaksikan oleh setiap warga yang hadir, termasuk Kumbang Banaung.
Ketika tengah menyaksikan pagelaran tari tersebut, mendadak mata Kumbang Banaung tertuju pada seorang gadis yang duduk di kursi di atas panggung. Gadis itu tak lain dan tak bukan adalah Intan, putri sang Kepala Desa Sanggu.
Cinta Kumbang Banaung pada Intan
Melihat kecantikan Intan, mata Kumbang Banaung sama sekali tak berkedip. “Wow, sungguh cantik sekali gadis itu,” batin Kumbang Banaung merasa takjub.
Karena sebegitu takjub dengan sang gadis, tanpa sadar hari sudah sore dan matahari hampir tenggelam. Kumbang Banaung pun langsung panik dan teringat bahwa ia harus segera pulang. Untungnya, kali ini Kumbang Banaung berhasil menemukan jalan pulang hingga ke rumah.
“Kenapa kau baru pulang, Kumbang Banaung?” tanya sang ibunda yang terlihat cemas karena putranya baru sampai rumah ketika hari mulai gelap, “Kau dari mana saja?”
Kumbang Banaung kemudian menceritakan tentang perjalanannya di hutan hingga tersesat. Namun, ia tidak menceritakan kepada kedua orang tuanya tentang kedatangannya ke Desa Sanggu dan keberadaan Intan yang menarik perhatiannya.
Malam harinya, Kumbang Banaung tak bisa tidur nyenyak karena terus terbayang akan wajah rupawan Intan. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk kembali ke Desa Sanggu keesokan harinya.
Benar saja, ketika matahari terbit, Kumbang Banaung langsung meminta izin pada kedua orang tuanya untuk berburu ke hutan. Namun, bukannya benar-benar berburu, ia justru berjalan ke Desa Sanggu untuk menemui Intan yang jelita.
Bahkan, ia pun langsung mengajak Intan berkenalan. Setelah mengetahui bahwa si gadis tak hanya cantik, tapi juga ramah dan sopan, Kumbang Banaung semakin jatuh cinta pada sang gadis.
Siapa sangka kalau rupanya, diam-diam Intan pun merasakan perasaan yang sama kepada Kumbang Banaung. Hanya saja, mereka tidak pernah mengungkapkan perasaan itu dan menyimpannya di hati masing-masing.
Baca juga: Legenda Putri Ular dari Bengkulu dan Ulasannya, Kisah Seorang Putri Cantik yang Berubah Menjadi Ular
Perjodohan Intan
Sejak saat itu, Kumbang Banaung semakin sering menyambangi Desa Sanggu untuk bertemu dengan Intan. Hal tersebut membuat penduduk setempat mengawasi dan membicarakan gerak-gerik mereka berdua.
Para penduduk beranggapan bahwa mereka Kumbang Banaung dan Intan telah melanggar adat desa. Di mana, sebagai putri Kepala Desa, seharusnya Intan menjadi contoh yang baik bagi gadis-gadis sebayanya untuk tidak berduaan bersama laki-laki asing yang tidak jelas asal-usulnya.
Pergunjingan itu rupanya sampai ke telinga Kepala Desa. Karena tidak ingin putrinya menjadi pembicaraan lebih jauh lagi, sang Kepala Desa akhirnya memutuskan untuk menjodohkan putrinya dengan seorang juragan rotan terkenal di Desa Sanggu.
Pada suatu hari, Kumbang Banaung yang tak mengetahui tentang perjodohan itu mengungkapkan perasaannya kepada Intan. “Intan, maukah kau menjadi kekasih Abang?” tanya Kumbang Banaung dengan yakin.
Sayangnya, kebimbangan yang ada di hati Intan membuat sang gadis tak bisa langsung menjawab pertanyaan itu. Di satu sisi, ia sangat menyukai Kumbang Banaung. Namun, di sisi lain ia juga tak ingin mengecewakan sang ayah yang telah menjodohkannya dengan juragan rotan.
Sebenarnya Intan juga tak ingin menerima perjodohan itu. Karena bagaimanapun juga, sang juragan rotan sebenarnya sudah tua dan memiliki tiga orang anak. Namun, karena paksaan dari sang ayah yang berwatak keras, Intan terpaksa harus menerimanya.
Lamaran dari Kumbang Banaung
“Maafkan aku, bang,” ucap Intan merespon ucapan Kumbang Banaung setelah terdiam cukup lama.
“Ada apa, Intan? Coba ceritakan pada Abang!” desak Kumbang Banaung.
Setelah beberapa kali didesak oleh Kumbang Banaung, akhirnya Intan bercerita tentang perjodohannya dengans sang juragan rotan. Intan pun mengakui bahwa sebenarnya ia sangat mencintai Kumbang Banaung, tapi ia tak bisa melakukan apa-apa atas perjodohannya karena terlalu takut pada sang ayah.
Setelah mendengar penjelasan Intan, tanpa menunggu lama Kumbang Banaung langsung pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ia menceritakan tentang kisah cintanya bersama Intan. Selain itu, ia juga menyampaikan kepada kedua orang tuanya, bahwa ia ingin melamar Intan.
Sayangnya, kedua orang tuanya tidak memberikan restu kepada Kumbang Banaung.
“Kita ini orang miskin yang tidak memiliki apa-apa, Nak!” ucap sang ayah, “Kita tidak pantas melamar anak orang kaya.”
“Benar apa yang ayahmu katakan, Kumbang Banaung,” sahut sang ibunda, “Lagi pula, mana mungkin Kepala Desa akan menerima lamaran kita.”
“Tapi, Bu, aku dan Intan saling mencintai! Aku tak mau menikah kalau bukan dengan Intan! Intan harus menjadi istriku!” tukas Kumbang Banaung berapi-api.
“Tidak, anakku! Kau harus mengurungkan niatan itu! Kalau kau memaksakannya, nantinya kau akan mendapat petaka! Mulai sekarang kau tak diperbolehkan menemui Intan lagi!” perintah sang ayah.
Baca juga: Kisah Inspiratif Sapi dan Kerbau yang Bertukar Kulit Agar Terlihat Gagah Beserta Ulasannya
Kenekatan Kumbang Banaung
Meskipun sudah mendapatkan perintah dari sang ayah, tetap saja Kumbang Banaung tak menghiraukannya. Ia bersikeras ingin tetap menikahi gadis pujaannya itu. Ia mulai mengatur strategi.
Pada suatu malam ketika bulan purnama, secara diam-diam Kumbang Banaung pergi ke Desa Sanggu. Sesampainya di sana, ia langsung menemui Intan dan mengungkapkan keinginannya untuk mengajak sang gadis kawin lari.
“Intan, menurutmu bagaimana kalau kita kawin lari, saja?” tanya Kumbang Banaung tanpa banyak berbasa-basi. Siapa sangka rupanya pertanyaan itu justru langsung diterima oleh Intan.
“Aku setuju, Bang! Aku juga sebenarnya tidak mau menikah dengan orang yang sudah memiliki anak,” ucap Intan yakin.
Saat itu juga, mereka berdua membuat rencana melarikan diri dari Desa Sanggu. Setelah memastikan bahwa keadaan sekitar mereka cukup aman, Intan dan Kumbang Banaung berjalan mengendap-endap meninggalkan desa.
Sayangnya, baru saja berjalan beberapa langkah keluar dari desa, mereka berpapasan dengan beberapa orang yang sedang melakukan ronda malam.
“Intan? Kumbang Banaung? Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” tanya salah satu warga.
Karena terkejut dan tak sempat berpikiran untuk menjawab apa, Kumbang Banaung justru menarik tangan Intan untuk berlari menjauhi warga. Tanpa sadar, mereka berlari ke arah sungai.
“Si Kumbang membawa lari Intan!” teriak warga lainnya yang menyadari apa yang sedang terjadi. “Ayo, kejar!”
Pelarian Kumbang Banaung dan Intan
Mendengar teriakan warga, Kumbang Banaung dan Intan semakin mempercapat langkah mereka untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, ketika sampai di tepi sungai, mereka tak bisa menyeberang sungai tersebut. Kumbang Banaung mengedarkan pandangannya, berusaha mencari jembatan atau alat yang bisa membantunya menyeberangi sungai tersebut.
Dalam keadaan panik, mendadak Kumbang Banaung teringat akan pusaka sakti yang pernah diberikan sang ayah untuknya. Ia pun langsung mengambil piring pusaka bernama Piring Malawen itu kemudian melemparkannya ke tepi sungai.
Secara ajaib, piring pusaka tersebut berubah ukuran menjadi jauh lebih besar. Tanpa menunggu lama, Kumbang Banaung langsung menarik Intan untuk menaiki piring itu. Setelah keduanya berada di atas piring pusaka, mereka berdua tertawa gembira karena merasa akhirnya bisa selamat dari kejaran warga.
Namun, ketika piring pusaka itu berada tepat di tengah sungai, mendadak cuaca di langit berubah. Langit malam yang awalnya terang dan dipenuhi bintang mendadak gelap gulita.
Tak lama kemudian, hujan deras yang disertai langit kencang turun dari langit. Suara guntur terdengar bergemuruh dan kilat tak kalah menyambar-nyambar. Lebih parahnya lagi, gelombang air sungai mulai naik dan menghantam Piring Malawen dari berbagai sisi.
Setelah beberapa saat, karena terus digulung gelombang air sungai, piring sakti itu langsung terbalik. Kumbang Banaung dan Intan yang ada di atasnya pun langsung jatuh ke dalam sungai.
Tak berapa lama kemudian, cuaca buruk tersebut berubah menjadi normal kembali. Tak lagi ada hujan deras, angin kencang, petir yang menyambar, atau bahkan gelombang air sungai. Tak hanya itu, sungai itu pun mendadak berubah menjadi danau yang berbentuk seperti Piring Malawen.
Oleh warga sekitar, danau tersebut kemudian diberi nama Danau Malawen. Sementara Kumbang Banaung dan Intan, kabarnya telah menjelma menjadi dua ekor buaya putih yang menjaga Danau Malawen.
Baca juga: Legenda Danau Dendam Tak Sudah dari Bengkulu dan Ulasannya yang Menuai Tangis
Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Asal Usul Danau Malawen
Setelah membaca asal usul Danau Malawen di atas, jangan lupa simak ulasan tentang unsur-unsur intrinsiknya, ya! Berikut ulasannya:
1. Tema
Inti cerita atau tema dari cerita rakyat asal usul Danau Malawen adalah tentang menuruti nasihat orang tua. Kisah dari Kalimantan Tengah ini menggambarkan tentang Kumbang Banaung dan Intan yang sama-sama tak mengindahkan pesan dari kedua orang tuanya hingga akhirnya membuat Yang Maha Esa murka.
2. Tokoh dan Perwatakan
Di dalam dongeng asal usul Danau Malawen ini, terdapat lima tokoh yang memiliki peran penting dalam membangun alur cerita, yakni sang sepasang suami istri, Kepala Desa, Kumbang Banaung, dan Intan.
Sepasang suami istri digambarkan memiliki sifat yang sabar dan pantang menyerah dalam mendapatkan buah hati. Setelah mendapatkannya, mereka berusaha menyayangi dan mengajarkan kebaikan kepada buah hatinya sebisa mungkin.
Kumbang Banaung, sang putra dari suami istri tersebut sayangnya tumbuh menjadi anak yang manja dan seenaknya sendiri. Bahkan, ia sering tak menuruti nasihat yang diberikan oleh kedua orang tuanya.
Kepala Desa adalah seorang pemimpin di Desa Sanggu. Ia sangat menyayangi putrinya yang bernama Intan. Ia tak menginginkan putrinya melanggar adat desa karena terus bertemu dengan pria asing secara diam-diam. Oleh karena itu, ia akhirnya menjodohkan sang putri dengan seorang juragan rotan di Desa Sanggu.
Sang putri Kepala Desa yang bernama Intan merupakan gadis yang rupawan yang santun. Namun, karena cintanya pada Kumbang Banaung, ia jadi tak lagi menurut segala perintah sang ayah. Bahkan, ia bersedia melarikan diri bersama Kumbang Banaung begitu saja.
3. Latar
Latar atau lokasi di mana cerita rakyat asal usul Danau Malawen di atas diambil berada di rumah di pinggir hutan, gubuk pertapaan di tengah hutan, Desa Sanggu, dan pinggir sungai.
4. Alur
Alur atau jalan cerita asal usul Danau Malawen termasuk dalam jenis cerita progresif atau maju. Legendanya dimulai dari pengenalan tokoh sepasang suami istri yang tengah menantikan kedatangan buah hati dalam hidup mereka. Untungnya, tak berapa lama kemudian, harapan itu pun akhirnya terwujud.
Konflik mulai muncul ketika sang putra yang bernama Kumbang Banaung mulai tumbuh dewasa dan menjadi anak yang seenaknya sendiri. Apalagi, ketika ia tanpa sadar tersesat ke Desa Sanggu dan jatuh cinta dengan putri sang Kepala Desa. Kumbang Banaung pun sampai mengungkapkan pada kedua orang tuanya bahwa ia ingin meminang sang putri.
Namun, karena kondisi keluarga mereka yang tidak memungkinkan, kedua orang tuanya menasihati Kumbang Banaung untuk tak memaksakan diri. Meskipun begitu, tetap saja sang putra memaksa, bahkan akhirnya berniat untuk kawin lari dengan sang putri yang bernama Intan.
Sang putri yang sebenarnya sudah dijodohkan dengan seorang pengusaha rotan terkenal di Desa Sanggu itu pada akhirnya justru menerima tawaran Kumbang Banaung untuk kawin lari. Mereka berdua lari ke arah sungai tak jauh dari Desa Sanggu kemudian berusaha menyeberangi sungai tersebut menggunakan pusaka Piring Malawen pemberian kedua orang tua Kumbang Banaung.
Namun, siapa sangka kalau semesta menggagalkan niatan mereka menyeberangi sungai yang berubah menjadi danau itu. Kumbang Banaung dan Intan akhirnya berubah menjadi dua ekor buaya putih yang menjaga danau tersebut.
5. Pesan Moral
Ada sebuah pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita rakyat asal usul Danau Malawen ini. Pesannya adalah seputar dampak buruk dari sifat keras kepala dan tak mau mendengarkan nasihat kedua orang tua.
Hal tersebut bisa terlihat dari perilaku Kumbang Banaung dan Intan yang tidak mau mendengarkan pesan dari orang tua masing-masing. Pada akhirnya, Tuhan pun murka dan menghukum mereka menjadi dua ekor buaya putih.
Selain unsur intrinsik, dalam cerita rakyat asal usul Danau Malawen ini kamu juga bisa mendapatkan sedikit unsur ekstrinsik. Yakni, hal-hal dari luar cerita yang melengkapi keberlangsungan kisahnya, seperti nilai sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat sekitar Kalimantan Tengah.
Baca juga: Legenda Asal Mula Anak Sungai Mahakam dan Ulasannya yang Mengajarkan Pentingnya untuk Menepati Janji
Fakta Menarik tentang Cerita Rakyat Asal Usul Danau Malawen
Sudah puas menyimak ulasan tentang legenda asal usul Danau Malawen? Jangan lupa dapatkan juga informasi seputar fakta-fakta menarik yang berhubungan dengan cerita rakyat tersebut. Yuk, simak!
1. Menjadi Tempat Wisata
Danau yang terletak di Desa Sanggu, Kabupaten Barito Selatan, Kalimatan Tengah ini kini menjadi tempat wisata. Karena lokasinya itu, tak jarang masyarakat sekitar menyebutnya sebagai Danau Sanggu.
Padahal, sebenarnya kedua danau tersebut berbeda, tapi memang berdekatan dan nyaris menyatu. Di pinggir danau tersebut, terdapat tanaman anggrek yang indah dan juga tempat memancing. Selain itu, kalau kamu datang ke sana, kamu juga bisa bersantai di pinggir danau seraya menikmati air kelapa dingin yang menyejukkan.
Di dekat Danau Malawen juga terdapat objek wisata pemandian Rawen atau Rawa Wendu. Menariknya, air yang berada di objek wisata pemandian tersebut berasal dari aliran air Danau Malawen.
Baca juga: Dongeng Asal Usul Nama Kota Balikpapan di Kalimantan Timur beserta Ulasan Menariknya
Sudah Puas Menyimak Legenda Asal Usul Danau Malawen?
Demikianlah ringkasan kisah asal usul Danau Malawen. Menarik bukan kisahnya? Kalau mau, kamu bisa membagikan cerita rakyat yang berasal dari Kalimantan Tengah ini kepada keponakan atau buah hati tersayang.
Kalau masih ingin mencari cerita lain yang tak kalah menariknya, cek artikel-artikel di PosKata. Selain Danau Malawen, kamu juga bisa mendapatkan kisah asal-usul Danau Maninjau, Danau Singkarak, dan Danau Sentani Papua.