Asal mula burung Ruai menjadi salah satu cerita rakyat yang populer dari Kalimantan Barat. Jika belum tahu seperti apa kisah lengkapnya, kamu perlu simak ulasannya dalam artikel ini. Yuk, langsung cek saja!
Burung Ruai merupakan salah satu satwa khas dari Provinsi Kalimantan Barat. Namun, siapa sangka bahwa di balik kecantikan bulu-bulu burung itu, ternyata kisah asal mula burung Ruai sendiri menyajikan cerita yang menyedihkan?
Jika penasaran dengan kisah sedihnya, maka kamu perlu menyimak informasi lengkap cerita rakyat dari Kalimantan Barat itu dalam artikel ini. Selain uraian cerita, ada juga pembahasan tentang unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menarik.
Bagaimana? Tak sabar untuk segera mengetahui legenda asal mula burung Ruai dan ulasannya? Kalau begitu, alangkah baiknya kamu langsung simak pembahasannya di bawah ini, yuk!
Cerita Rakyat Asal Mula Burung Ruai
Konon pada zaman dahulu terdapat sebuah kerajaan kecil yang terletak tidak jauh dari kaki Gunung Ruai dan Gunung Bawang di pedalaman Kabupaten Sambas. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang mempunyai tujuh orang putri.
Sang raja diutarakan sebagai sosok pemimpin yang bijaksana dan peduli dengan kehidupan rakyatnya. Ia juga merawat ketujuh putrinya dengan penuh rasa sayang. Laki-laki ini merasa kasihan dengan putri-putrinya karena ibu mereka telah meninggal dunia.
Sayangnya, dari ketujuh putri itu, hanya si Bungsulah yang memiliki sikap baik hati, ramah, dan tak segan membantu untuk mengerjakan pekerjaan di istana. Sementara itu, keenam kakaknya adalah orang-orang pemalas dan hanya suka menyuruh orang lain untuk mengerjakan sesuatu.
Maka dari itu, tak heran kalau sang raja lebih sayang terhadap putri bungsunya dibandingkan putri-putrinya yang lain. Keenam putrinya yang lain pun juga menyadari perbedaan perlakuan ayah mereka jika dibandingkan dengan si Bungsu.
Terkadang, sang raja memarahi semua putrinya yang pemalas kecuali si Bungsu karena mereka tidak segera merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik. Melihat si Bungsu yang tidak terkena amarah sang ayah, timbullah iri dan dengki dalam hati keenam wanita itu.
Penganiayaan yang Diterima Si Bungsu
Pada suatu hari, raja pamit kepada putri-putrinya untuk pergi mengunjungi kerajaan tetangga. Kunjungan itu hanya dilakukan selama sehari untuk membicarakan masalah antara dua kerajaan yang berdekatan itu. Sang raja kemudian berpesan kepada para putrinya agar menjaga diri dan tidak berbuat yang sewenang-wenang.
Setelah ayah mereka pergi, dikisahkan dalam legenda asal mula burung Ruai bahwa keenam putri itu langsung menyuruh si Bungsu untuk mengerjakan berbagai pekerjaan istana. Mereka memerintahkan sang adik untuk membersihkan istana, mempersiapkan makanan, dan melayani keenam kakaknya.
Jika perintah keenam kakak itu tidak dilakukan, maka mereka akan memukul si Bungsu. Bahkan, pukulan-pukulan itu sampai membuat tubuh si Bungsu berwarna biru. Si Bungsu tak bisa melawan karena ia akan berhadapan dengan enam orang sedangkan dirinya hanyalah seorang diri.
Ketika sang raja sampai ke istana, ia melihat putri bungsu yang badannya berwarna biru. Laki-laki ini lantas bertanya apa yang terjadi kepada putri tercintanya. Si Bungsu yang tidak ingin tambah dibenci oleh kakak-kakaknya pun berbohong.
“Saya tidak apa-apa, Ayah. Luka-luka ini karena saya terjatuh di taman tadi karena mengejar kupu-kupu,” ucap si Bungsu. Tanpa menanyakan banyak hal lagi, sang raja hanya menerima penjelasan si Bungsu.
Mimpi Buruk Si Bungsu yang Tidak Ada Habisnya
Perlakuan keenam putri itu tidak berubah walaupun ayah mereka ada di istana. Mereka secara diam-diam masih menyuruh si Bungsu untuk melayani kakak-kakaknya. Si Bungsu tidak pernah melaporkan perlakuan kakak-kakaknya kepada sang ayah karena takut dengan pembalasan mereka.
Suatu hari, sang raja kembali memanggil ketujuh putrinya di singgasananya. Laki-laki ini menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa ia akan bepergian ke negeri tetangga untuk suatu urusan. Berbeda dengan perjalanan sebelumnya, sang raja berniat untuk pergi selama dua bulan.
Sang raja kemudian menunjuk si Bungsu sebagai pemimpin kerajaan sementara. Maka dari itu, sang raja meminta kepada keenam putrinya untuk menghormati dan menjalankan perintah si Bungsu. Rasa iri dan dengki keenam putri itu kepada si Bungsu semakin memuncak.
Setelah ayah mereka meninggalkan istana, keenam putri itu lalu berkumpul untuk berdiskusi bagaimana caranya menyingkirkan si Bungsu. Salah satu di antara mereka kemudian mengusulkan untuk membawa si Bungsu ke sebuah gua batu di kaki Gunung Ruai. Saudara-saudaranya yang lain pun menyetujui usul itu.
Baca juga: Kisah Putri Tujuh Dumai dan Ulasannya, Asal Usul Penamaan Kota Dumai yang Kaya Minyak
Si Bungsu Tersesat dalam Gua Batu
Keesokan harinya, keenam putri mengajak si Bungsu untuk menangkap ikan. Si Bungsu yang mengira kakak-kakaknya sudah tidak membencinya lagi, tidak mempunyai rasa curiga sama sekali. Ia pun membawa alak penangkap ikan dari rotan yang bernama tangguk.
Ketujuh putri itu lalu berangkat bersama menuju gua batu di kaki Gunung Ruai. Setibanya di pintu masuk gua, salah satu kakaknya menyuruh si Bungsu untuk masuk terlebih dahulu. Ia meyakinkan si Bungsu bahwa mereka akan menyusulnya dan mengikuti dari belakang.
Si Bungsu tanpa bertanya lebih jauh hanya menuruti perintah kakak-kakaknya. Wanita ini berjalan masuk ke dalam gua dengan membawa tengguknya. Tanpa sadar, ia terus berjalan jauh hingga ke perut gua yang tidak memiliki pencahayaan sama sekali.
Ketika si Bungsu memanggil kakak-kakaknya, ia tidak mendengar adanya jawaban. Wanita ini kemudian menengok ke belakang dan tidak menemukan kakak-kakaknya. Tanpa sepengetahuan si Bungsu, keenam kakaknya telah pergi meninggalkan adik paling kecil mereka dan kembali ke istana dengan hati penuh kegembiraan.
Si Bungsu yang tidak tahu jalan pulang hanya bisa duduk sambil menangis di dalam gua batu yang gelap itu. Tidak adanya cahaya dan jalanan dalam gua yang berliku membuat wanita ini tidak berani berpindah dari tempatnya.
Dipenuhi dengan rasa takut dan khawatir, si Bungsu hanya bisa terus mengeluarkan air mata sampai terisak-isak. Tak disangka, isakan tangis putri bungsu sang raja itu didengar oleh seorang kakek tua penunggu gua batu itu.
Pertemuan dengan Kakek Penunggu Gua Batu
Selanjutnya dalam kisah asal mula burung Ruai, kakek itu kemudian berjalan mendekati sumber suara isakan dan berjumpa dengan seorang wanita yang duduk menangis tanpa henti. Laki-laki tua ini lalu menanyakan apa yang dilakukan oleh sang putri di dalam gua.
“Sedang apa kamu di sini, cucuku?” tanya sang Kakek. Si Bungsu yang terkejut dengan kehadiran laki-laki tua dalam gua itu pun menjawab, “Saya ditinggalkan oleh kakak-kakak saya, Kek! Saya tidak tahu jalan pulang,” ujarnya sambil menangis tersedu-sedu.
Si Bungsu lantas menceritakan kejadian bagaimana ia bisa terdampar dalam gua batu. Ia juga mencurahkan isi hatinya kepada sang Kakek tentang penderitaan yang ia alami akibat ulah dari keenam kakaknya. Sang Kakek yang mendengar penuturan wanita itu menaruh rasa iba pada si Bungsu.
“Cucuku, aku akan membebaskanmu dari penderitaan. Namun, kamu nantinya akan berubah menjadi burung demi bisa mendapatkan kebahagiaan yang kamu inginkan. Air matamu akan berubah menjadi telur-telur yang kelak akan menemani keseharianmu,” ujar sang Kakek.
Si Bungsu yang mendengar penjelasan sang Kakek hanya memandang laki-laki tua itu dengan penuh tanda tanya. Tak lama kemudian, bulir-bulir air mata si Bungsu benar-benar berubah menjadi telur berwarna putih. Tubuhnya juga lama-kelamaan berubah bentuk menjadi seekor burung.
“Jagalah telur-telur ini dengan setulus hati. Nantinya, mereka akan menetas menjadi burung-burung yang akan setia menemanimu,” terang sang Kakek. Si Bungsu yang telah berubah menjadi burung dengan ekornya yang berbulu panjang hanya menjawab dengan suara “kwek kwek kwek”.
Akhir Kisah Si Bungsu yang Menjadi Burung Ruai
Sang Kakek kemudian pergi menghilang dan burung jelmaan dari si Bungsu menuruti perintah laki-laki tua itu. Setelah 40 hari mengerami telur-telurnya, menetaslah telur-telur peninggalan sang Kakek yang ternyata adalah burung-burung dengan jenis yang sama seperti burung jelmaan si Bungsu.
Gerombolan burung itu kemudian pergi terbang ke luar dari gua batu dan menuju istana tempat tinggal si Bungsu dulu. Burung-burung itu bertengger di ranting pepohonan yang berada di dekat taman istana. Mereka memperhatikan gerak-gerik orang-orang di tempat itu.
Lalu, mata si Bungsu tertuju ke arah pendopo istana di mana kakak-kakaknya duduk di hadapan ayahnya dengan kepala menunduk. Sang raja terlihat memarahi keenam kakaknya yang telah dengan sengaja meninggalkan si Bungsu di gua batu.
Si Bungsu yang telah menjadi burung itu kemudian pergi terbang dari istana bersama teman-temannya ke hutan. Masyarakat setempat lalu memberikan nama ruai kepada burung-burung itu. Begitulah akhir cerita dari asal mula burung Ruai yang berasal dari Kalimantan Barat.
Baca juga: Legenda Putra Lokan Asal Riau dan Ulasannya, Kisah tentang Seorang Pangeran Tampan yang Dibuang
Unsur Intrinsik Kisah Asal Mula Burung Ruai
Sebelumnya, kamu telah mengetahui bagaimana kisah penamaan burung Ruai. Selanjutnya, saatnya kamu simak pembahasan mengenai unsur intrinsik yang ada dalam ceritanya. Yuk, simak penjelasan berikut ini!
1. Tema
Tema dari cerita asal mula burung Ruai adalah tentang hubungan antar saudara kandung. Lebih tepatnya, kisah dari Kalimantan Barat ini membicarakan tentang penderitaan anak bungsu akibat rasa iri dan dengki yang dimiliki oleh kakak-kakaknya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh penting yang memiliki peran dalam jalannya dongeng penamaan burung Ruai. Sebut saja si Bungsu, sang Raja, keenam kakak si Bungsu, dan sang Kakek penunggu gua batu.
Putri Bungsu dari kerajaan dalam kisah di atas digambarkan sebagai wanita yang rajin bekerja, peduli dengan saudara-saudaranya, penyayang, baik hati, dan rendah hati. Sayangnya, ia juga adalah sosok yang penakut.
Sementara itu, karakter sang raja dijelaskan sebagai pemimpin kerajaan yang bijaksana, bertanggung jawab, dan peduli dengan anak-anaknya. Ia juga seorang suami yang setia karena memilih tidak menikah walaupun istrinya meninggal ketika putri bungsunya masih kecil.
3. Latar
Latar atau tempat kejadian cerita di atas terjadi di istana kerajaan, gua batu, dan taman istana. Hutan sendiri menjadi tempat terakhir yang disebutkan mengenai keberadaan burung Ruai jelmaan dari si putri bungsu.
4. Alur
Alur dari legenda penamaan burung Ruai termasuk dalam kategori alur maju atau progresif. Dongeng diawali dengan keberadaan istana kecil yang dipimpin oleh seorang raja yang hidup bersama ketujuh putrinya.
Selanjutnya, masalah muncul setelah keenam kakak si Bungsu merasa iri dan dengki terhadap adik mereka yang paling kecil. Puncak konflik terjadi ketika keenam putri meninggalkan adik bungsu mereka di gua batu sendirian.
Pada akhirnya, penderitaan yang dialami oleh si Bungsu mendorongnya untuk mengikuti arahan sang Kakek penunggu gua batu untuk menjadi burung. Dongeng ditutup dengan burung Ruai jelmaan si Bungsu yang menghabiskan waktunya bersama burung-burung lainnya.
5. Pesan Moral
Setidaknya ada dua pesan moral yang dapat kamu ambil dari legenda asal mula burung Ruai. Pertama, kebaikan yang kamu tanam nantinya akan mendapatkan balasannya.
Kedua, perasan iri dan dengki hanya akan merugikan diri sendiri. Perbaiki diri supaya mendapatkan kesuksesan yang kamu dambakan daripada hanya fokus kepada pencapaian orang lain.
Selain unsur intrinsik, ada unsur ekstrinsik yang bisa kamu simpulkan setelah menyimak cerita rakyat dari Kalimantan Barat ini. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat yang dapat dilihat dari sisi budaya, sosial, dan moral.
Baca juga: Kisah Sabai Nan Aluih dan Ulasan Menariknya, Sang Perempuan Pemberani dari Padang Tarok
Fakta Menarik
Bukan hanya kisah dan pembahasannya secara lengkap, ada juga fakta-fakta menarik yang dapat kamu jumpai dari legenda asal mula burung Ruai. Simak penjelasannya dalam uraian berikut!
1. Menjadi Hewan Endemik Kalimantan Barat
Burung Ruai diketahui merupakan sejenis burung merak yang hidup di daerah hulu Kapuas. Keberadaan burung ini hanya bisa ditemukan di pedalaman hutan rimba yang asri. Maka dari itu, bukan sebuah kebetulan kalau burung ini menjadi hewan endemik di Kalimantan Barat.
Menurut pengakuan orang-orang suku Dayak, burung Ruai adalah hewan yang lincah dan memiliki warna bulu yang indah. Bulu burung ini berwarna coklat muda dan kadang terdiri dari warna hitam dan putih. Sayangnya, populasi burung Ruai sudah langka dan terancam punah akibat dari perburuan satwa liar dan kerusakaan hutan yang menjadi habitatnya.
2. Makna Burung Ruai bagi Suku Dayak
Kecantikan bulu burung Ruai dimanfaatkan oleh suku Dayak sebagai penghias untuk pakaian adat. Bulu burung ini biasanya disematkan pada topi, ikat pinggang, gelang kaki, ikat kepala, dan lain sebagainya.
Burung Ruai juga dijadikan sebagai inspirasi untuk tarian tradisional dari suku Dayak. Tarian tradisional ini biasanya ditampilkan dalam acara penyambutan tamu. Gerakannya sendiri terdiri dari gerakan perlahan, gemulai, dan lembut untuk penari wanita. Terkadang, gerakan meloncat juga diperagakan oleh penari laki-laki.
Sampaikan Cerita Rakyat Asal Mula Burung Ruai kepada Si Kecil
Demikian ringkasan cerita dari asal muasal burung Ruai dari Kalimantan Barat. Kamu bisa menjadikan legenda burung ini sebagai dongeng pengantar tidur untuk si kecil ataupun sebagai cerita hiburan ketika berkumpul dengan para keponakan.
Selain artikel ini, masih banyak dongeng-dongeng menarik lainnya yang bisa kamu jumpai di PosKata. Beberapa di antaranya adalah asal usul Pulau Senua, kisah terbentuknya Danau Lau Kawar, dan legenda asal mula tombak Kyai Pleret. Selamat membaca!