
Barangkali tak banyak yang tahu seperti apa kisah ibu Nabi Musa as. Kalau kamu ingin tahu cerita tentangnya dan belajar bagaimana perjuangan seorang ibu, kami menyediakan informasi penuh inspirasi di artikel ini, lho. Daripada bengong, langsung saja simak keterangan lengkapnya!
Di dalam kisah nabi dan rasul terdapat pula riwayat singkat mengenai keluarga mereka, tak terkecuali ibu. Di artikel ini, kami membahas kisah tentang ibu Nabi Musa alaihissalam (as) yang mempunyai ketabahan luar biasa lantaran harus rela berpisah dari sang putra.
Ya. Ia berpisah dari Musa lantaran khawatir putranya akan dibunuh Raja Firaun, sehingga ia “membuang” bayinya ke Sungai Nil agar selamat. Beruntung perpisahannya dengan sang anak tidak berlangsung lama. Ia dipertemukan kembali tak lama setelah istri Firaun menemukan bayi itu.
Bagaimana kisah perjuangan ibu Nabi Musa as selengkapnya? Daripada penasaran, mending langsung saja kamu simak keterangan lengkap yang kami paparkan berikut ini! Baca sampai selesai, siapa tahu kamu bisa memetik pelajaran dari ceritanya.
Riwayat Yokhebed Saat Melahirkan Musa
Alquran tidak menyebut secara jelas nama ibu Nabi Musa. Akan tetapi, di dalam Alkitab disebutkan kalau nama ibu Musa adalah Yokhebed, yang tak lain merupakan cucu Nabi Yakub alaihissalam dan Lea dari putra ketiga mereka yang bernama Lewi.
Ia hidup pada zaman Raja Firaun yang kejam dan tak segan membunuh bayi-bayi laki-laki yang baru lahir. Hal ini disebabkan karena Firaun pernah bermimpi melihat api keluar dari Baitul Maqdis dan masuk ke rumah-rumah orang Qitbi di Mesir, kecuali rumah Bani Israel.
Oleh seorang penafsir mimpi, mimpi Firaun itu diartikan sebagai tanda bahwa kekuasaan Sang Raja akan segera berakhir. Ia semakin percaya akan ramalan itu lantaran ada laporan dari Bani Israel yang menyebut bahwa mereka tengah menanti kelahiran seorang putra terbaik yang nantinya bakal punya kekuasaan tinggi.
Tak heran jika Firaun panik dan tak ingin ada seorang bayi laki-laki pun lahir dari Bani Israel. Ia bahkan telah meminta kepada mereka yang biasa membantu persalinan, untuk langsung membunuh bayi yang lahir jika mereka laki-laki, hanya demi mempertahankan kekuasaannya.
Yokhebed ikut gelisah lantaran ia juga mengandung dan segera melahirkan. Setelah melahirkan dan tahu anaknya adalah laki-laki, ia merahasiakan kelahiran sang putra dan berusaha menyembunyikannya hingga bertahan selama beberapa minggu.
Ia semakin khawatir akan ketahuan, terlebih bayi itu dari hari ke hari semakin tumbuh besar. Di saat seperti itu, Allah SWT memberikan pertolongan-Nya dengan mengilhamkan kepada Yokhebed agar sang putra dihanyutkan ke Sungai Nil.
“Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, ‘Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul’.” (Surah Al Qashash: 7)
Baca juga: Cerita Nabi Ibrahim dan Ayahnya yang Menolak Beriman kepada Allah Taala
Bayi Musa Dihanyutkan ke Sungai Nil
Yokhebed merasa perlu berbuat sesuatu setelah Allah mengilhamkan sebagai mana tertulis dalam Surah Al Qashash ayat 7 di atas. Ia bahkan segera membuat sebuah peti tertutup dan memasukkan Musa ke dalam sana.
Peti itu diletakkannya di dalam keranjang, lalu ia hanyutkan mengikuti aliran sungai sementara air matanya terus bercucuran. Walau sedih dan khawatir, ia memasrahkan diri kepada Allah, biar Dia yang menyelamatkan putranya tercinta.
Ia yakin Allah akan menyelamatkan Musa seperti janji-Nya. Walau begitu karena terlalu cemas, ia meminta putrinya yang bernama Miryam untuk mengikuti ke mana peti tersebut hanyut terbawa aliran sungai.
“Dan hati ibu Musa menjadi kosong. Sungguh, hampir saja dia menyatakannya (rahasia tentang Musa), seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, agar dia termasuk orang-orang yang beriman (kepada janji Allah). Dan dia (ibunya Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, ‘Ikutilah dia (Musa)!’ Maka kelihatan olehnya (Musa) dari jauh, sedang mereka tidak menyadarinya.” (Al Qashash: 10–11)
Selagi hanyut bersama air, di tengah perjalanannya, bayi tersebut ditemukan oleh istri Firaun dan dayang-dayangnya. Istri Firaun bersimpati pada bayi yang tidak diketahui asalnya itu dan mengangkatnya sebagai anak.
Kisah Ibu Nabi Musa As Dipertemukan Lagi dengan Sang Putra
Saat sang adik ditemukan oleh istri Firaun, Miryam masih mengawasinya. Ia bahkan mengetahui bahwa adiknya menolak disusui istri Firaun, Asiyah, hingga ia mencari wanita-wanita di seluruh Mesir yang kiranya bersedia menyusui putra angkatnya.
Sayangnya, Musa tetap saja tak mau disusui sampai akhirnya Miryam mendatangi istri Firaun dan menawarkan bahwa di luar sana ada wanita yang mungkin bisa menyusui bayi tersebut. “Dan Kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah dia (saudaranya Musa), ‘Maukah aku tunjukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?'” (Al Qashash: 12)
Asiyah setuju dan meminta Miryam memanggil sosok yang dimaksud ke hadapannya. Dari sinilah ibu Nabi Musa as kemudian menyadari bahwa janji Allah adalah nyata, dan ia bahkan tak perlu menunggu kisah kesendiriannya berlalu hingga bertahun-tahun untuk dipertemukan kembali dengan anaknya, menyusui dan merawatnya sampai dewasa.
“Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” (Al Qashash: 13)
Baca juga: Inilah Cerita Nabi Ibrahim Mencari Tuhan yang Wajib Kamu Pahami Riwayatnya!
Hikmah dari Cerita tentang Nabi Musa As dan Sang Ibu
Dari kisah tentang ibu Nabi Musa as di atas, kita sebagai manusia dapat belajar untuk selalu bertawakal kepada Allah. Sama seperti Yokhebed yang berusaha menyelamatkan sang anak dengan tetap meminta putrinya untuk mengawasi peti tempat Musa seraya berdoa memohon agar Allah menjaga putranya.
Rasulullah Muhammad juga pernah berpesan, meminta supaya kita sebagai umat Islam senantiasa bertawakal sebagaimana yang tercatat dalam Hadis Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah. Riwayat tersebut berbunyi, “Andaikan kalian tawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian seperti memberi rezeki kepada burung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang.”