
Pernahkah kamu mendengar tentang legenda Batu Ajuang Batu Peti yang berasal dari Sumatera Barat? Kisahnya jauh berbeda dengan Malin Kundang, lho! Daripada penasaran, langsung saja simak ulasannya berikut!
Kalau membicarakan cerita rakyat tentang batu dari daerah Padang Panjang, Sumatera Barat, biasanya yang teringat adalah Malin Kundang. Padahal, ada juga legenda lain seputar batu yang memiliki pesan moral tak kalah baik, yakni Batu Ajuang Batu Peti.
Kisahnya tentang seorang pria yang mengaku-aku sebagai seorang pangeran demi bisa menikahi putri raja. Kira-kira, akankah niatan itu bisa berjalan lancar? Bisakah sang pangeran palsu menikah dengan putri pujaannya?
Daripada terus penasaran, langsung saja simak ulasan yang telah kami siapkan di artikel ini, yuk! Selain ceritanya, kamu juga bisa mendapatkan sedikit ulasan seputar unsur intrinsik dan fakta menariknya! Selamat membaca!
Cerita Rakyat Legenda Batu Ajuang Batu Peti
Alkisah pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan kecil bernama Bukit Perasapan. Kerajaan yang terletak di kaki Bukit Perasapan, Pedalaman Nagari Pauh Limo, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat tersebut dipimpin oleh Raja Tuo. Oleh rakyatnya, sang raja dikenal memiliki sifat yang arif dan bijaksana.
Ia dianugerahi seorang putri semata wayang yang bernama Puti Lenggogeni. Saat usianya semakin beranjak dewasa, sang putri disukai oleh warga karena kecantikan, kecerdasan, dan kelembutan hatinya. Bahkan, ia sering memberikan masukan kepada ayahnya ketika Raja Tuo tengah terhimpit masalah yang berhubungan dengan rakyat atau kerajaannya. Tak ayal, banyak warga yang meyakini kalau Puti Lenggogeni akan menjadi penerus tahta untuk Kerajaan Bukit Perasapan.
Dengan kecantikan dan kecerdasannya, ada banyak laki-laki yang jatuh cinta pada Puti Lenggogeni. Sayangnya, tak ada seorangpun yang berani melamarnya karena menyadari kalau sang putri yang sempurna bak bidadari itu hanya pantas bersanding dengan pria yang gagah perkasa, tampan rupawan, dan merupakan putra mahkota dari sebuah kerajaan ternama.
Di sisi lain, ada seorang saudagar kaya raya dari Rupit, Portugis yang bernama Tuan Hendrik tengah tinggal di dekat Bukit Perasapan. Bersama kedua anak buahnya yang bernama Rajo Anggang dan Magek Labu, ia berdagang dari satu tempat ke tempat lain di sekitarnya.
Kedua anak buahnya yang kebetulan sedang memasarkan barang dagangan di Kerajaan Bukit Perasapan pun mendengar kabar tentang kecantikan Puti Lenggogeni yang memesona banyak laki-laki. Tanpa menunggu lama, mereka langsung kembali ke Pantai Cermin, tempat Tuan Hendrik melabuhkan kapalnya. Mereka berniat menjelaskan tentang keberadaan seorang putri cantik dari Kerajaan Bukit Perasapan kepada tuannya.
Ketertarikan Tuan Hendrik
“Rajo Anggang dan Magek Labu, kenapa kalian sudah pulang jam segini? Apakah dagangan kita sudah laku semua di Bukit Perasapan?” tanya Tuan Hendrik tampak terkejut.
“Puji syukur, tuan, semua dagangan kita laku terjual. Namun, sebenarnya ada kabar yang jauh lebih penting dari itu!” lapor Rajo Anggang.
“Kabar apa itu, Rajo Anggang? Apakah kita sebentar lagi akan menguasai perdagangan di wilayah Bukit Perasapan?” tanya Tuan Hendrik sembari mengambil cerutu, membakar, kemudian menghisapnya.
“Lebih dari itu, Tuan. Tuan tak hanya bisa menguasai perdagangan di Bukit Perasapan saja, tapi bisa berkesempatan menguasai kerajaannya,” jawab Magek Labu. “Ah, aku tidak paham dengan pembicaraan kalian,” sahut Tuan Hendrik lagi.
“Sudahkah Tuan mendengar tentang seorang putri cantik dan cerdas dari Kerajaan Bukit Perasapan? Namanya Puti Lenggogeni, ia adalah putri dari Raja Tuo. Saya bersama Magek Labu sudah menyaksikan kecantikannya. Kiranya Tuan hendak berkenan untuk melamarnya, kami siap membantu,” ucap Rajo Anggang.
Mendengarkan penjelasan tersebut, Tuan Hendrik hanya bisa tertawa terbahak-bahak. “Benarkah?” tanyanya setelah berhenti tertawa, “Kalian memang anak buahku yang paling cerdik dan tahu apa kemauanku. Baiklah, besok pagi kita berangkat ke sana dan melamar putri cantik itu.”
“Sebelum ke sana, sebaiknya Tuan Hendrik berpura-pura menjadi putra mahkota sebuah kerajaan,” usul Magek Labu. “Karena bagaimanapun juga, Puti Lenggogeni adalah seorang putri mahkota. Ia pasti hanya mau menerima lamaran dari seorang putra mahkota kerajaan.”
“Tenang saja, itu urusan gampang. Sekarang kalian siapkan saja segala keperluan. Jangan lupa siapkan satu peti emas sebagai tanda pertunanganku dengan Puti Lenggogeni,” ucap Tuan Hendrik yang langsung disetujui oleh kedua anak buahnya.
Baca juga: Legenda Asal-Usul Pulau Senua dan Ulasan Menariknya, Pulau yang Berbentuk Seperti Ibu Hamil
Lamaran untuk Puti Lenggogeni
Mereka pun melakukan beberapa persiapan agar bisa melamar Puti Lenggogeni. Salah satunya adalah menyiapkan sebuah peti yang berisi perhiasan emas. Setelah persiapan sempurna, mereka berangkat ke Kerajaan Bukit Perasapan.
Sesampainya di kerajaan, mereka bertiga disambut ramah oleh pengawal istana. Mereka juga langsung mendapatkan izin untuk menemui Raja Tuo. Dengan sombong, Tuan Hendrik menyampaikan maksud kedatangannya. Ia merasa yakin kalau Puti Lenggogeni, putri dari Kerajaan Bukit Perasapan yang kecantikannya menjadi buah bibir semua orang itu pasti akan menerima lamarannya.
“Wahai Raja Tuo, perkenalkanlah saya Hendrik, seorang putra mahkota dari Kerajaan Portugis. Maksud dari kedatangan saya kemari adalah untuk melamar Puti Lenggogeni, putri baginda. Kiranya saya harap baginda sudi menerima lamaran saya,” ucap Tuan Hendrik menyampaikan maksud kedatangannya dengan penuh kebohongan.
Siapa sangka kalau rupanya Raja Tuo tidak lantas menolak lamarannya. “Saya senang sekali dengan kedatangan Tuan Hendrik kemari. Namun, apakah benar Tuan adalah seorang putra mahkota dari Kerajaan Portugis?”
“Benar, Baginda,” jawab Tuan Hendrik kembali berbohong, “Saya berani bersumpah jika saya benar-benar putra mahkota dari Kerajaan Portugis. Jika saya berbohong, maka kapal saya beserta seluruh isinya pasti akan karam, bahkan hancur terhantam tombak hingga menjadi batu!”
“Baiklah. Kalau begitu kita akan menunggu selama tiga kali bulan purnama untuk membuktikan sumpahmu itu,” ucap Raja Tuo seraya meminta rombongan Tuan Hendrik pergi.
Penantian Tiga Purnama
Sejak saat itu hingga tiga kali bulan purnama kemudian, Tuan Hendrik selalu merasa gelisah. Ia berharap semoga tidak ada yang terjadi padanya atau kapalnya.
Beruntung, setelah tiga kali bulan purnama berlalu, tidak ada hal yang terjadi. Kapal Tuan Hendrik beserta seluruh isinya masih tetap utuh. Tentu saja hal tersebut membuat sang putra mahkota palsu merasa senang. Ia yakin akan berhasil meminang Puti Lenggogeni yang cantik.
Tuan Hendrik bersama kedua anak buahnya kemudian berencana untuk datang ke Kerajaan Bukit Perasapan. Mereka berniat menanyakan jawaban atas lamaran yang mereka ajukan beberapa bulan yang lalu. Bahkan, kali ini Tuan Hendrik mengenakan pakaian yang sangat mewah, agar membuatnya semakin terlihat seperti putra mahkota dari sebuah kerajaan ternama.
Namun, di tengah perjalanan menuju Kerajaan Bukit Perasapan, mendadak langit yang cerah berubah menjadi gelap gulita. Angin pun bertiup kencang diselingi petir yang silih berganti dan saling menyambar. Hal itu membuat ombak di tepi laut naik begitu tinggi.
Ombak berulang kali menghantam kapal Tuan Hendrik, hingga akhirnya oleng dan terbawa hingga karam di Bukit Koto Nan Tinggi. Segala sesuatu yang ada di dalam kapal tumpah ruah di lautan, termasuk Tuan Hendrik dan kedua anak buahnya. Tak berapa lama kemudian, ketika petir kembali menyambar, kapal yang karam itu berubah menjadi batu, sama seperti sumpah yang diucapkan oleh sang pangeran palsu kepada Raja Tuo.
Baca juga: Kisah Asal Mula Burung Ruai dan Ulasannya, Cerita Mengharukan dari Putri Bungsu Kerajaan
Unsur Intrinsik Legenda Batu Ajuang Batu Peti
Setelah mengetahui kisah legenda Batu Ajuang Batu Peti, kini saatnya kamu membaca ulasan tentang unsur intrinsik seputar ceritanya. Berikut adalah sedikit ulasannya.
1. Tema
Inti cerita dari legenda Batu Ajuang Batu Peti ini adalah tentang kejujuran. Ketika melakukan apa saja, jangan pernah berbohong hanya demi mendapatkan keuntungan untuk dirimu sendiri. Sama seperti yang dilakukan oleh Tuan Hendrik.
2. Tokoh dan Perwatakan
Secara umum, ada beberapa tokoh utama di cerita legenda Batu Ajuang Batu Peti ini. Di antaranya adalah Rajo Tuo, Puti Lenggogeni, Tuan Hendrik, Rajo Anggang, dan Magek Labu. Rajo Tuo merupakan seorang raja yang bijaksana. Meskipun ia mencurigai kebenaran status Tuan Hendrik, tapi ia tidak langsung menolak lamaran sang pangeran palsu. Ia membiarkan alam yang menunjukkan kebenarannya.
Puti Lenggogeni adalah anak dari Rajo Tuo yang dikenal cantik dan cerdas. Saking cantiknya, banyak orang yang memuja dan ingin menikahinya, termasuk Tuan Hendrik. Kecerdasannya diungkapkan bahwa ia sering memberikan masukan kepada Raja Tuo yang tengah terhimpit masalah dalam mengambil keputusan.
Sementara itu Tuan Hendrik, Rajo Anggang, dan Magek Labo memiliki sifat yang licik dan pembohong. Demi bisa menikahi sang putri yang cantik jelita, mereka berkomplot untuk membuat dusta dan menyebutkan kalau Tuan Hendrik adalah seorang pangeran dari Kerajaan Portugis.
3. Latar
Ada beberapa latar lokasi yang disebutkan dalam cerita legenda Batu Ajuang Batu Peti ini. Di antaranya adalah Kerajaan Bukit Perasapan yang terletak di kaki Bukit Perasapan, Pantai Cermin tempat Tuan Hendrik melabuhkan kapalnya, dan Bukit Koto Nan Tinggi tempat kapal tersebut karam setelah dihantam ombak.
4. Alur
Alur kisah legenda Batu Ajuang Batu Peti ini adalah maju atau progresif. Kisahnya dimulai dengan keberadaan seorang putri cantik anak dari Rajo Tuo, yakni Puti Lenggogeni. Kecantikannya itu sampai membuat Tuan Hendrik terpesona. Sang pria dari Portugis itu pun berpura-pura menjadi seorang pangeran dari Kerajaan Portugis agar mendapatkan restu dari Rajo Tuo.
Konflik mulai terjadi ketika Rajo Tuo meminta Tuan Hendrik menunggu selama tiga bulan purnama demi membuktikan status sang pangeran palsu. Meskipun awalnya tidak terjadi apa-apa, tapi ketika Tuan Hendrik akan mendatangi Rajo Tuo untuk melamar Puti Lenggogeni, mendadak kapalnya karam dihantam ombak, sama seperti sumpah yang diucapkan oleh sang pangeran palsu.
5. Pesan Moral
Pesan moral yang bisa didapatkan dari legenda Batu Ajuang Batu Peti ini adalah kebohongan pasti akan membawa kehancuran. Sama seperti yang terjadi pada Tuan Hendrik yang tidak jujur tentang statusnya yang bukan seorang pangeran, pada akhirnya kapalnya hancur diterjang angin badai.
Selain unsur intrinsik, dalam kisah ini juga terdapat unsur ekstrinsik. Yakni hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai di luar ceritanya, seperti nilai sosial, budaya, dan moral.
Baca juga: Dongeng tentang Tupai dan Ikan Gabus beserta Ulasannya, Kisah tentang Persahabatan Sejati
Fakta Menarik tentang Legenda Batu Ajuang Batu Peti
Setelah membaca kisah dan unsur intrinsiknya, jangan lupa mengetahui beberapa fakta menariknya. Berikut adalah sedikit ulasannya:
1. Puti Lenggogeni di Kisah Lain
Rupanya, kecantikan Puti Lenggogeni tidak hanya disebutkan di legenda Batu Ajuang Batu Peti saja. Namanya juga disebutkan di cerita rakyat Minang yang berjudul Cindua Mato. Bedanya, kali ini ia tidak lagi diperebutkan oleh banyak laki-laki.
Dalam kisah tersebut, Puti Lenggogeni dijodohkan oleh seorang pria yang dianggap bodoh. bernama Cindua Mato. Setelah melewati berbagai masalah, pada akhirnya Cindua Mato menjadi Raja Minangkabau. Dari pernikahannya dengan Puti Lenggogeni, ia dikaruniai seorang anak bernama Sutan Lenggang Alam. Apakah menurutmu Puti Lenggogeni dalam kisah tersebut adalah orang yang sama dengan putri dari Rajo Tuo?
Baca juga: Legenda Batu Gantung Danau Toba dan Ulasannya, Kisah Tragis Wanita Cantik dari Sumatera Utara
Legenda Batu Ajuang Batu Peti sebagai Dongeng Sebelum Tidur Penuh Amanat
Itulah kisah legenda Batu Ajuang Batu Peti yang berasal dari Padang Panjang, Sumatera Barat. Cocok sekali dijadikan sebagai dongeng sebelum tidur untuk adik, keponakan, atau buah hati tersayang, kan? Setelah membacakannya, jangan lupa sampaikan juga amanat yang bisa didapatkan dari kisahnya.
Kalau masih mencari cerita rakyat lain yang berasal dari Sumatera Barat, langsung cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa mendapatkan cerita rakyat Siamang Putih, legenda Ikan Sakti Sungai Janiah, atau kisah Sabai Nan Aluih.