Pernahkah kamu mendengar cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh? Kisah tersebut memiliki pesan moral yang cukup baik untuk buah hati tersayang. Kalau penasaran, cek artikel ini dan dapatkan juga unsur menariknya!
Kalau kamu sedang mencari cerita yang memiliki pesan moral yang baik untuk buah hati tercinta, cobalah baca legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh ini. Melalui kisahnya, kamu bisa mengajarkan si kecil untuk lebih berbakti kepada kedua orang tuanya.
Selain kisah dan pesan moralnya, akan lebih baik kalau kamu juga mengetahui unsur intrinsik lainnya. Sesudahnya, mengetahui beberapa fakta menarik di balik kisahnya bisa membuat pengetahuanmu bertambah.
Kamu jadi semakin penasaran, kan? Langsung saja simak cerita rakyat Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh di artikel ini dan dapatkan juga ulasan menariknya!
Cerita Rakyat Batu Belah Batu Bertangkup
Pada zaman dahulu kala, di sebuah dusun di Gayo, Aceh, hiduplah satu keluarga petani yang miskin. Mereka hanya memiliki satu petak kecil ladang yang tak bisa menghidupi mereka sepenuhnya. Meskipun mereka juga memiliki dua ekor kambing, ternak tersebut kurus dan sakit-sakitan.
Demi bisa menyambung hidup, mereka menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan. Hasil ikan atau burung yang terjerat dalam perangkap kemudian dijual di kota.
Pada suatu hari, terjadi musim kemarau dahsyat dalam kurun waktu yang lama. Hal tersebut menjadikan sungainya kering dan tanaman meranggas. Keluarga petani pun merasa sedih dan kebingungan. Tak hanya tanaman-tanaman di ladang mati, tapi mereka juga tak bisa mencari ikan di sungai.
Sang istri petani pun mencari cara untuk bisa membantu menghidupi keluarganya. Terkadang, ia membuat sebuah periuk dari tanah liat di pinggir sungai, lalu menjualnya ke kota. Namun, tetap saja penghasilannya tidak terlalu banyak.
Petani tersebut memiliki dua orang anak. Sang sulung berumur delapan tahun, sementara si bungsu masih berusia satu tahun. Sang sulung memiliki sifat sangat nakal dan tidak sopan. Ia sering merengek kepada kedua orang tuanya untuk meminta uang, tanpa mempedulikan apakah mereka memiliki uang lebih atau tidak.
Lebih parahnya lagi, ia tak pernah mau menjaga adiknya dan justru bermain sendiri tanpa memedulikan apa yang tengah dilakukan sang bungsu. Bahkan, si bungsu pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai karena tidak diawasi olehnya.
Menggembalakan Kambing
Suatu hari di musim kemarau, keluarga petani tersebut sudah tidak memiliki uang sama sekali. Mau tak mau, mereka harus menjual salah satu kambing ternak. Namun karena terlalu kurus, sang ayah khawatir tak akan ada orang yang mau membelinya.
Setelah dipikirkan baik-baik, ia pun berencana untuk menggembalakan kambing tersebut di padang rumput agar bisa makan banyak dan menjadi lebih gemuk. Ia lalu meminta putra sulungnya untuk melakukan tugas itu.
Sayangnya, si sulung adalah anak yang pemalas. Meskipun mengiyakan perintah sang ayah, bukan berarti ia akan melaksanakannya dengan baik.
“Untuk apa aku menggembala jauh-jauh sampai ke padang rumput?” pikir si sulung, “lebih baik aku di sini saja agar bisa tidur di bawah pohon!”
Benar saja, ia hanya membiarkan kambingnya berkeliaran bebas kemudian tidur di bawah pohon yang rindang sampai sore tiba. Ketika bangun dari tidurnya, kambing yang ia gembalakan sudah hilang. Bukannya berusaha untuk mencarinya, ia justru langsung pulang ke rumah.
“Mana kambingnya, Sulung?” tanya ayahnya. Tanpa berpikir panjang, si sulung berdusta. “Maafkan aku, Ayah! Kambingnya hanyut di sungai.”
Tentu saja ayahnya marah bukan main. Ia juga merasa sedih karena mereka sudah tak memiliki apa-apa untuk makan esok hari. Di tengah kebingungannya, ia pun memutuskan untuk berangkat ke hutan mengecek jeratan yang ia pasang hari sebelumnya.
Akhir Hayat Sang Ayah
Sesampainya di hutan, bukan main senangnya sang ayah ketika mendapati seekor anak babi hutan terjerat dalam jebakannya. Ia langsung berpikiran untuk menjual mahal babi hutan tersebut dan bisa membeli beras untuk keperluan makan selama satu minggu.
Ia lalu melepaskan jerat yang mengikat kaki si anak babi hutan. Namun, mendadak dari arah semak belukar muncul dua bayangan hitam yang menyerbu sang petani dengan penuh amarah. Belum sempat melakukan sesuatu, dirinya sudah terkapar di tanah dengan tubuh penuh luka.
Rupanya dua bayangan hitam itu adalah induk si anak babi hutan yang tengah marah karena anaknya ditangkap. Sang petani pun berusaha bangkit kemudian mencabut parangnya untuk melawan keduanya.
Namun, nasib sang petani begitu malang. Parangnya yang sudah aus justru patah menjadi dua. Babi hutan pun menjadi semakin marah dan bersiap menyeruduknya.
Petani tersebut pun lari tunggang langgang. Ketika melihat sebuah sungai kecil, ia berusaha untuk melompat. Namun, malang bagi sang petani, ia terpeleset dan akhirnya jatuh hingga kepalanya terantuk batu. Pada akhirnya, ia tewas tanpa diketahui oleh anak dan istrinya.
Baca juga: Legenda Gunung Kelud, Kisah Pengkhianatan Diah Ayu Beserta Ulasan Lengkapnya
Segenggam Beras dan Periuk Harapan
Di sisi lain, sang istri petani tengah memarahi putra sulungnya karena membuang segenggam beras terakhir yang mereka miliki ke dalam sumur. Hatinya pun diliputi kekecewaan. Ia tak menduga putra yang dikandungnya selama sembilan bulan itu kini tumbuh menjadi anak yang menyusahkan kedua orang tuanya.
Karena sudah tak memiliki simpanan beras lagi, sang istri berniat untuk menjual periuk yang baru saja ia buat ke pasar. Ia pun meminta putra sulungnya untuk mengambilkan periuk yang masih ia jemur di belakang rumah.
“Sulung, tolong ambilkan periuk tanah liat yang sudah ibu keringkan di belakang rumah! Nanti ibu akan menjualnya ke pasar. Ketika nanti ibu ke pasar, jagalah adikmu karena ayahmu belum pulang,” pinta sang istri petani.
Ketika mendengarnya, sang putra sulung merasa kesal. Bukannya menuruti perintah sang ibunda, ia justru menggerutu sendiri.
“Untuk apa aku mengambil periuk itu? Lagipula kalau nanti ibu pergi ke pasar, aku harus menjaga si bungsu dan nggak bisa pergi bermain! Malas sekali rasanya! Lebih baik aku pecahkan saja periuknya!” gerutu si sulung. Kemudian, ia pun membanting periuk tanah liat yang akan dijual sang ibunda.
Ketika mendengar suara periuk yang pecah, bukan main terkejutnya sang ibunda. Ia pun langsung pergi ke belakang rumah dan mendapati periuk yang telah pecah berkeping-keping di lantai.
“Astaga, sulung! Tidak tahukah kamu kalau kita semua butuh makan? Kenapa kamu justru menghancurkan harta terakhir kita?” tanya sang ibunda dengan penuh air mata.
Belum Ada Kapoknya
Namun, tak ada penyesalan sama sekali dari dalam diri si sulung. Ia bahkan menjadi semakin nakal. Karena makanan yang tersisa di dapur hanyalah pisang, maka sang ibunda pun menyajikannya untuk makan siang kedua buah hati.
Melihat pisang tersebut, si sulung marah dan menolak makan. “Aku kan bukan bayi lagi! Aku nggak mau makan pisang! Aku maunya nasi dengan gulai ikan!” teriak si sulung sambil membanting piringnya ke tanah. Mendengar hal itu, sang ibunda hanya bisa mengelus dadanya dengan penuh kesedihan.
Di waktu yang sama, mendadak seorang tetangga datang memberikan kabar buruk. Ia memberitahukan bahwa ayah si sulung dan bungsu ditemukan tewas di tepi sungai. Hal itu langsung membuat air mata istri petani mengalir lebih deras. Ia tak bisa membayangkan bagaimana nasib mereka selanjutnya tanpa keberadaan sang suami.
Namun, si sulung justru tidak terlihat sedih sedikit pun. Bagi si sulung, hidupnya kini terasa lebih tenang karena sudah tidak ada lagi ayah yang akan selalu menyuruhnya melakukan sesuatu yang tidak ia sukai.
Akhir Hidup Ibunda
Karena merasa kehidupan mereka sudah tak lagi bisa dipertahankan, istri sang petani pun hanya bisa memeluk putra sulungnya dan menangis kencang. Kemudian, di antara tangisannya, ia berbisik pada putranya.
“Sulung, ibu sudah merasa tak sanggup lagi hidup di dunia ini. Hati ibu terasa berat jika membayangkan hidup hanya bersamamu. Lebih baik ibu menuju ke Batu Belah saja untuk menyusul ayahmu. Jagalah adikmu baik-baik,” ucap sang ibunda.
Istri petani itu pun kemudian pergi meninggalkan kedua buah hatinya menuju ke batu besar yang disebut Batu Belah Batu Bertangkup di pinggir sungai. Sesampainya di sana, wanita itu mendendangkan sebuah lagu.
“Batu belah batu bertangkup. Hatiku alangkah merana. Batu belah batu bertangkup. Bawalah aku serta!”
Sesaat setelah lagunya selesai, angin kencang bertiup dan membuat batu itu terbelah menjadi dua. Istri sang petani pun masuk ke dalamnya kemudian batunya kembali rapat.
Setelah melihat hal itu, barulah muncul penyesalan di hati sang anak sulung. Ia langsung menangis keras dan memanggil-manggil ibunya. Bahkan, ia sampai berjanji akan menuruti semua perintah ibundanya dan tak akan nakal lagi. Namun, ia hanya bisa menangisi penyesalannya karena sang ibunda kini telah menghilang ditelan batu.
Baca juga: Dongeng tentang Kancil, Rusa, dan Harimau yang Seru Beserta Ulasannya
Unsur Intrinsik Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh
Menarik, kan, cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh yang kami siapkan di atas? Setelah mengetahui ceritanya, di artikel ini kamu juga bisa mengetahui beberapa unsur intrinsiknya, lho! Kalau penasaran, berikut ini ulasannya!
1. Tema
Tema atau inti cerita dongengnya adalah tentang anak durhaka yang tidak menurut kepada orang tuanya. Hal tersebut terlihat dari kelakukan si anak sulung yang selalu membangkang dan merugikan hidup kedua orang tuanya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Di dalam kisah ini, terdapat tiga tokoh utama yang banyak disebutkan. Mereka adalah petani, istri sang petani, dan anak sulung. Selain itu, ada beberapa tokoh pendukung di dalam kisahnya, yaitu anak bungsu dan tetangga yang menemukan jenazah sang petani.
Dari segi perwatakan, sang petani memiliki sifat pekerja keras dan selalu memikirkan keluarganya. Ia selalu berusaha sekuat mungkin untuk bisa menghidupi keluarganya. Istri sang petani pun memiliki sifat yang sama, ia juga bekerja keras membantu menafkahi keluarganya.
Sementara sang anak sulung memiliki sifat yang tak baik. Selain pemalas, ia juga tidak menuruti perintah kedua orang tuanya dan sering berbohong. Bahkan, ia sempat merasa senang ketika ayahnya meninggal, karena tidak perlu melakukan pekerjaan yang tidak ia sukai.
3. Latar
Ada beberapa latar tempat yang disebutkan di dalam cerita legenda Batu Belah Bertangkup dari Aceh ini. Di antaranya adalah dusun di Gayo, Aceh, hutan tempat sang ayah mengecek hewan tangkapan, sungai tempat sang ayah meninggal, kediaman sang petani, dan batu besar yang ada di pinggir sungai.
4. Alur
Alur yang digunakan dalam legenda Batu Belah Batu Bertangkup ini adalah maju. Kisahnya bermula saat ada keluarga petani miskin yang merasa hidupnya semakin sulit. Namun, anak sulung mereka memiliki sifat pemalas dan tidak suka membantu kedua orang tuanya. Bahkan, yang ada dia justru sering merepotkan.
Konflik mulai muncul ketika sang ayah meninggal dunia karena harus melarikan diri dari babi hutan. Belum lagi sang putra sulung justru semakin sering merepotkan ibunya. Hingga akhirnya, sang ibunda memutuskan untuk masuk ke dalam batu belah batu bertangkup.
5. Pesan Moral
Pesan moral yang bisa didapatkan dari cerita batu belah batu bertangkup ini adalah seorang anak sudah sepatutnya bersikap baik dan santun kepada kedua orang tuanya. Selain itu, jangan pernah membantah setiap perintah baik orang tua. Yakinlah bahwa mereka pasti ingin memberikan yang terbaik untuk buah hati tercinta.
Selain intrinsik, di dalam kisah ini juga bisa ditemukan unsur ekstrinsiknya. Di antaranya adalah norma sosial, budaya, dan moral yang berlaku di masyarakat sekitar.
Baca juga: Cerita Rakyat Asal-Usul Gunung Semeru Beserta Ulasan Menariknya
Fakta Menarik tentang Cerita Legenda Batu Belah Batu Bertangkup
Setelah mengetahui kisah dan unsur intrinsiknya, kamu bisa mengetahui fakta menariknya. Berikut ini kami sediakan ulasannya:
1. Ada Versi Lainnya
Selain berasal dari Aceh, rupanya ada beberapa versi cerita Batu Belah Batu Bertangkup dari daerah lain, seperti Riau atau Malaysia. Meskipun setiap versinya berbeda, tapi kurang lebih inti ceritanya masih tetap sama.
Pada cerita versi Riau, tokohnya adalah seorang ibu bernama Mak Minah dan tiga anaknya. Sementara versi Malaysia memiliki tokoh Mak Tanjong yang memiliki dua anak, Melor dan Pekan.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, kisah dari ketiga versi ini kurang lebih sama. Namun, tetap ada sedikit perbedaannya.
Salah satunya adalah pada versi Riau, sang ibunda dua kali masuk ke dalam batu belah. Alasannya karena ketika pertama kali masuk ke dalam batunya, ketiga anaknya sempat berjanji untuk menuruti perintah sang ibunda dan tak lagi nakal. Namun, karena janji tersebut tak ditepati, akhirnya Mak Minah kembali masuk ke dalam batu bertangkup dan tak keluar lagi.
Jika perbedaan dengan versi Riau terletak pada banyaknya sang ibunda masuk ke dalam batu, pada versi Malaysia perbedaannya terletak pada alasan masuk ke batu. Alasannya karena kedua buah hatinya selalu menghabiskan seluruh makanan, tanpa mempedulikan sang ibunda yang sudah bekerja keras untuk mendapatkannya. Mereka tak menyisakan sedikit pun telur ikan untuk sang ibunda. Dengan penuh kecewa karena merasa tak lagi disayangi, Mak Melor pun memilih untuk masuk ke dalam batu betangkup dan tak pernah kembali lagi.
Selain itu, perbedaan lainnya adalah, pada versi Malaysia, Batu Belah merupakan batu besar yang memiliki lubang menganga besar seperti gua. Batu tersebut kabarnya sering menelan manusia yang bersemedi di dekatnya.
2. Batu Belah Batu Bertangkup yang Asli
Karena ada banyak versi cerita, tidak ada yang mengetahui dengan pasti letak Batu Belah Batu Bertangkup yang asli. Di Taman Sentosa, Malaysia, sendiri sebenarnya terdapat replika batu belah. Namun, tak ada yang mengetahui dengan pasti apakah batu tersebut ada hubungan dengan ceritanya.
Selain itu, di kawasan hutan pinus Desa Peunaron, Gayo, Aceh juga terdapat lokasi wisata Batu Belah Batu Bertangkup. Namun, karena lokasinya yang jauh di tengah hutan, tidak banyak orang yang mengetahui lokasinya atau bahkan mengunjunginya.
Menariknya, di Pulau Pandang, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, terdapat sebuah tempat wisata yang diberi nama Batu Belah. Nama tersebut diberikan karena bentuk batu besar tersebut memang terbelah rapi seolah dipotong dengan benda tajam. Namun, tak ada yang mengetahui apakah ada kisah lain di baliknya.
Baca juga: Legenda Roro Mendut dan Ulasannya, Kisah Seorang Wanita Cantik Bernasib Tragis
Legenda Batu Belah Batu Bertangkup dari Aceh sebagai Cerita Sebelum Tidur
Itulah tadi cerita legenda Batu Belah Batu Bertangkup yang berasal dari Aceh. Bagus dan cocok dijadikan dongeng sebelum tidur, kan? Apalagi ada pesan moral yang baik di dalamnya pula.
Kalau masih ingin mencari kisah lain yang tak kalah baik, langsung saja cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa mendapatkan kisah hikayat Si Miskin, legenda Putri Hijau, atau cerita Kancil dan Siput.