Kalau berasal dari Jawa Tengah, kamu mungkin sudah tak asing lagi dengan Roro Mendut. Tapi, sudahkah kamu tahu cerita rakyat Roro Mendut? Kalau belum, simak langsung saja artikel ini.
Kamu mungkin sudah tak asing lagi dengan nama Roro Mendut atau yang juga disebut dengan Rara Mendut. Namun, sudahkah kamu tahu cerita rakyat Roro Mendut?
Secara singkat, legenda ini mengisahkan tentang seorang wanita yang cantik jelita. Para pria banyak yang mengejarnya, mulai dari orang biasa hingga pangeran. Akan tetapi, ia tak menerima cinta para pria tersebut.
Apa alasan wanita cantik itu menolak para pria yang mendekatinya? Bila penasaran dengan kelanjutan cerita rakyat Roro Mendut? Langsung saja baca artikel ini saja. Meski cerita rakyat Roro Mendut banyak disajikan dalam bahasa Jawa, di bawah ini kami paparkan kisahnya dalam bahasa Indonesia beserta unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya. Selamat membaca!
Cerita Rakyat Roro Mendut
Alkisah, pada zaman dahulu, ada desa nelayan bernama Teluk Cikal yang berlokasi di wilayah Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Di desa kecil itu, hiduplah seorang gadis bernama Roro Mendut yang merupakan anak dari seorang nelayan. Wajahnya sangatlah cantik dan rupawan. Ia juga senantiasa teguh pada pendiriannya.
Wanita cantik ini memiliki kekasih yang cukup tampan dari desa seberang. Pria itu adalah Pranacitra, putra dari Nyai Singabarong yang terkenal kaya raya.
Meski telah memiliki kekasih, masih banyak pria yang mencoba mendekati dan melamarnya. Namun, perempuan teguh ini tak segan-segan menolak para pria yang mendekatinya. Ia dengan lantang mengucapkan bahwa dirinya telah memiliki kekasih dan tak ingin mereka ganggu.
Pada suatu hari, kecantikan dan kemolekan wanita ini terdengar oleh penguasa Kadipaten Pati bernama Adipati Pragolo II. Ia pun tertarik untuk menjadikan Roro sebagai selirnya.
Oleh karena itu, ia mendatangi wanita itu untuk melamarnya. Meskipun dilamar oleh sang penguasa, wanita cantik ini sama sekali tak tertarik. Ia tetap menjaga kesetiaan pada kekasih yang dicintainya.
Adipati Pragolo II tak menyerah begitu saja. Ia terus-terusan datang ke Teluk Cikal untuk membujuk Roro menjadi selirnya. Tapi, wanita cantik tersebut terus-terusan menolaknya.
Adipati Pragolo II Menghalalkan Segala Cara
Hingga suatu hari, Pranacitra turun tangan. Ia kesal karena Adipati terus-terusan mengganggu kekasihnya. Tak ada rasa takut, Pranacitra menantang Adipati untuk bertarung dengannya. Karena merasa kesal, Adipati pun meminta beberapa pengawalnya untuk menculik Roro Mendut.
Pada suatu pagi, ketika perempuan berambut panjang ini menjemur ikan asin, datanglah pengawal Adipati. “Ayo gadis cantik, ikutlah kami keraton!” seru salah satu pengawal itu.
“Tak sudi aku menjadi selir tuanmu itu! Pengecut sekali dia. Melawan kekasihku saja tak berani. Cuih!” ucap Roro Mendut dengan lantang.
“Kami tak ingin mendengar celotehanmu. Tugas kami adalah memaksamu datang ke keraton!” ucap para pengawal sambil menarik kedua tangan perempuan itu dengan kasarnya.
“Lepaskan aku! Aku tak sudi jadi selir Adipati!” teriak wanita tersebut sambil meronta-meronta kesakitan.
Para pengawal tak mengindahkan rengekkan wanita ini. Mereka terus menarik tangannya dan memaksanya menaiki kereta kuda. Bahkan, mulutnya juga dibekap dengan kain sehingga ia tak sanggup berteriak.
Terjadi Keributan
Setibanya di keraton, Roro Mendut dipingit di dalam Puri Kadipaten Pati. Puri itu merupakan asuhan seorang dayang bernama Ni Semangka dan Genduk Duku.
Di sisi lain, selama masa pingitan Roro, ternyata Kadipaten Pati sedang mengalami perkara. Sultan Agung menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tak membayar upeti atau pajak pada Kesultanan Mataram.
Oleh karena itu, Sultan Agung melakukan penyerangan pada penguasa Kadipaten Pati. Sayangnya, Sultan Agung tak sanggup melakukan penyerangan pada Adipati yang mengenakan kere waja atau baju zirah yang konon sakti karena bisa menangkal serangan dari senjata apa pun.
Mengetahui hal tersebut, Ki Nayadarma, abdi pemegang payung Sang Sultan pun turun tangan. “Gusti Prabu, perkenankanlah hamba yang menghadapi Adipati Pragolo. Menyerangnya bukanlah hal mudah karena ia mengenakan baju zirah.” pinta Ki Nayadarma pada Sultan Agung.
“Baiklah, Abdiku! Tolong bantu aku mengalahkan pemberontak ini,” ujar sang sultan.
Berbekal tombak pusaka Baru Klinting, Ki Nayadarma melakukan penyerangan pada Adipati Pragolo II. Sayangnya, Adipati masih mampu menangkal serangan itu.
Saat Adipati lengah, dengan sigap Ki Nayadarma menyerang Adipati dengan pusaka Baru Klinting ke bagian tubuhnya yang tak terlindungi baju zirah. Seketika itu pula, Adipati tewas.
Tumenggung Wiraguna Meminta Roro Mendut Menjadi Selirnya
Usai pertarungan antara Sultan Agung dibantu Ki Nayadarma melawan Adipati Pragolo II, para prajurit merampas semua harta kekayaan Kadipaten Pati. Para prajurit itu dikomandani panglima perang Mataram, Tumenggung Wiraguna.
Saat itu pula, keberadaan Roro Mendut di Puri Kadipaten Pati diketahui oleh Tumenggung Wiraguna. Seketika, komando panglima ini jatuh hati pada Roro.
Ia pun menawarkan Roro untuk tinggal di Mataram dan menjadi selirnya. Dengan tegas, Roro menolak Tumenggung. Meski panglima itu membujuknya dengan segala penawaran menarik, Roro tetap menolaknya.
Bahkan, ia tak segan-segan mengatakan bahwa dirinya telah memiliki kekasih. Sikap keras kepala Roro membuat Panglima Tumenggung Murka dan mengancamnya.
“Baiklah kalau kamu tak mau menjadi selirku! Tapi, ada syarat yang harus kau penuhi. Seluruh upeti Adipati Pragolo II yang menunggak, harus kamu bayarkan. Yakin kau sanggup membayarnya?” bentak Panglima Tumenggung.
Roro Mendut tak gentar dengan ancaman tersebut, “Kau pikir aku takut dengan ancamanmu! Aku akan membayar upeti milik Adipati. Asalkan, jangan sampai kau muncul di hadapanku lagi! Tak sudi aku melihatmu!” ucap Roro dengan bentakan.
“Baiklah jika kau ingin melunasi upetinya. Namun, sebelum melunasinya, kau wajib tinggal bersamaku!” ucap Tumenggung.
Roro Mendut pun akhirnya tinggal di Keraton Mataram dan dijaga oleh para dayang dan pengawal Tumenggung. Dalam keraton itu, ia bertemu dengan dua selir Tumenggung lainnya, yaitu Putri Arumardi dan Nyai Ajeng.
Wanita Penjual Rokok
Roro Mendut memang memiliki pacar kaya raya, sehingga ia bisa saja meminta uang untuk membayar upeti pada Panglima Temenggung. Akan tetapi, Roro punya pendirian bahwa ia tak akan merepotkan siapa pun.
Demi membayar upeti, ia rela berjualan rokok tembakau. Ia menawarkan dagangannya dari satu orang ke orang lain. Beruntung, rokok yang ia jual laku keras. Hal itu lantaran para pria terpesona dengan kecantikan Roro. Tak sedikit pula pria-pria yang mau membayar banyak puntung rokok bekas isapan Roro Mendut
Suatu hari, Roro bertemu dengan kekasihnya, Pranacitra. Kekasihnya tersebut membawakan sebongkah uang untuk membayar upeti, tapi Roro menolaknya. Ia tak ingin menyusahkan kekasihnya itu.
Pranatacitra lalu memikirkan jalan keluar untuk membawa keluar kekasihnya dari Mataram. Roro Mendut pun mencoba berbicara pada para selir Tumenggung bahwa ia ingin keluar dari Mataram.
“Putri Arumardi, Nyai Ajeng, aku ingin mengatarakan sesuatu pada kalian. Sebenarnya, aku tak ingin menjadi selir Tumenggung. Aku telah memiliki kekasih dan aku ingin keluar dari pengawasan pengawal Tumenggung. Akan tetapi, aku tak tahu caranya,” ucap roro pada kedua selir Tumenggung.
Putri Arumardi dan Nyai Ajeng pun mendukung keputusan Roro. Mereka turut memikirkan cara untuk membebaskan Roro dari pengawasan para pengawal Tumenggung. Sebenarnya, mereka juga tak setuju bila Tumenggung memiliki selir baru.
Menyusun Rencana Kabur dari Mataram
Setelah semalaman memikirkan cara, Putri Arumardi dan Nyai Ajeng akhirnya menemukan jalan keluar. Mereka berencana akan membuat keributan saat pagi hari tiba, sehingga para pengawal yang mengawasi Roro fokusnya teralihkan.
“Roro, besok, saat hari sudah petang, aku dan Nyai Ajeng akan membuat keributan yang sangat hebat. Tugasmu adalah kabur saat para pengawal sibuk melerai kami. Mintalah kekasihmu untuk menunggu di luar keraton, sehingga setelah keluar dari sini ada yang menjagamu,” ucap Putri Arumardi.
“Baik, Putri dan Nyai! Aku besok pagi akan memberi tahu rencana ini pada kekasihku. Malamnya aku akan kabur dari sini. Aku sangat berterima kasih atas saran yang Putri dan Nyai berikan padaku,” ucap Roro sembari menangis karena terharu.
Keesokan harinya, dengan dalih berjualan rokok, Roro bertemu dengan kekasihnya. Sesuai pesan Putri Arumardi, ia meminta Pranacitra untuk menunggunya di luar keraton saat petang tiba.
Pada malam harinya, Putri Arumardi dan Nyai Ajeng pun pura-pura berseteru. Mereka pura-pura memperebutkan Panglima Tumenggung. Keributan itu memancing para pengawal untuk melerai mereka. Saat itu pula, Roro kabur dari pintu belakang dan menemui kekasihnya.
Mereka berdua lalu berlari menuju desa Teluk Cikal untuk menemui ayah Roro. Pranacitra berencana akan menikahi Roro sesampainya di desa Teluk Cikal, sehingga tak ada pria yang berani mengganggu kekasihnya lagi.
Sayangnya, dalam perjalanan ke Teluk Cikal, mereka ditangkap oleh pengawal Tumenggung yang ternyata sedari tadi telah mengikuti mereka. Secara paksa mereka membawa Roro kembali ke Mataram. Dengan sisa kekuatan yang tersisa, Pranacitra melawan para pengawal.
Namun, karena pengawal tumenggung jumlahnya cukup banyak, Pranacitra pun mengalami kekalahan. Para pengawal lalu membawanya ke suatu tempat. Lalu, Panglima Tumenggung meminta pengawalnya untuk membunuh Pranacitra.
Tumenggung Tetap Memaksa Roro Menjadi Selirnya
Panglima Tumenggung memaksa Roro lagi untuk menjadi kekasihnya. Namun, gadis cantik ini tetap menolaknya. “Cuih, tak sudi aku jadi selirmu,” ucap Roro sambil meludahi wajah Tumenggung.
“Hahahaha, berani-beraninya kau melawanku! Kau pikir kekasihmu itu akan datang menyelematkanmu seperti waktu itu?” ucap Panglima Tumenggung sambil menjambak rambut Roro.
“Tentu saja! Dia bakal menyelamatkanku! Dia tak akan ragu membunuhmu bila kau berani menyentuhku!” ucap Roro dengan tegas.
“Hahahaha, maafkan aku Roro! Tapi, kekasihmu itu telah tiada. Ia telah kubunuh terlebih dahulu. Itulah balasan buat orang yang keras kepala sepertimu!” ucap Tumenggung sambil tertawa licik.
“Aku tak percaya pada mulutmu itu! Aku yakin Pranacitra masih hidup. Ia bakal menyelamatkanku darimu!” lawan Roro dengan berani.
“Kalau kamu tak percaya, ayo, akan kubawa kamu ke makam kekasih yang sangat kau cintai itu,” ajak Panglima Tumenggung.
Roro menerima ajakan itu. Setibanya di makam kekasihnya, Roro Mendut jatuh dan tersungkur. Ia merasa sangat terpukul dan tak percaya kekasihnya telah tiada. Ia pun menangis histeris.
“Sudahlah, Gadis cantik! Buat apa kau menangisi seseorang yang telah tiada! Ayo, kita tinggalkan saja tempat ini dan jadilah selirku. Maka, hidupmu kan semakin bahagia,” ucap Tumenggung sembari tertawa.
“Kau pikir, dengan membunuh kekasihku, aku lantas mau menjadi selirmu? Sampai ajalku pun tak sudi aku menikah denganmu! Perbuatanmu akan kulaporkan pada Sultan Agung. Kau pikir dia bakal diam saja? Tunggulah pembalasanku!” ancam Rara Mendut.
Tumenggung tak memerdulikan kata-kata Roro. Ia lalu menyeret wanita yang lemah itu untuk kembali ke Mataram. Dengan sisa kekuatan miliknya, ia mengambil keris milik Tumenggung yang terselip pada celana.
Seketika itu pula, Roro mengarahkan keris ke arah Tumenggung. Ia lalu berlari kembali ke makam kekasihnya, “Kakanda, kenapa mereka tega sekali membunuhmu! Bagaimana aku bisa hidup tanpamu,” ucap Roro sambil menangis.
Memutuskan untuk Bunuh Diri
“Roro Mendut! Kesabaranku telah habis! Aku akan memaksamu untuk kembali ke Mataram meskipun harus melukaimu!” paksa Panglima Tumenggung.
“Lebih baik aku mati daripada harus menjadi selirmu! Keris ini akan menjadi saksinya,” ucap Roro sambil mengarahkan keris itu ke perutnya.
“Hentikan itu Roro! Tak ada gunanya kau bunuh diri! Buang kerisku dan aku tak akan memaksamu lagi!” bujuk Tumenggung. Namun, Roro Mendut tak mendengarkan Tumenggung. Ia lalu menusuk perutnya berulang kali dengan keris milik Tumenggung.
“Aku akan menyusulmu, Kakanda. Aku tak akan mau bersama orang lain, selain dirimu,” ucap Roro Mendut terakhir kalinya sebelum akhirnya tersungkur. Dalam waktu sekejap, Roro pun meninggal tepat di sebelah makam kekasihnya.
Melihat peristiwa itu, Tumenggung menyesali perbuatannya. “Oh, Tuhan. Seandainya aku tak memaksa Roro menjadi selirku, tentu ia tak akan nekad berbuat seperti ini,” sesal Panglima Tumenggung.
Untuk menebus kesalahannya, ia mengubur Roro Mendut satu liang dengan Pranacitra. “Kisah cintamu bersama Pranacitra kan abadi selamanya. Maafkan aku. Tenanglah kalian sekarang,” ucap Tumenggung.
Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Roro Mendut
Setelah membaca cerita rakyat asal Jawa Tengah berjudul Roro Mendut ini, kini saatnya untuk mengulik beragam unsur intrinsiknya. Berikut ulasannya;
1. Tema
Tema atau inti cerita dari kisah Roro Mendut ini adalah tentang kesetiaan cinta dan keteguhan hati seseorang. Meski pria-pria yang melamar punya jabatan tinggi, Roro tetap teguh pada pendiriannya, yaitu setia pada satu pria saja.
2. Tokoh dan Perwatakkan
Ada beberapa tokoh utama dalam kisah Roro Mendut. Sebut saja Roro Mendut, Pranacitra, Sultan Agung, Adipati Pragolo II, dan Panglima Tumenggung Wiraguna.
Roro dan Pranacitra adalah tokoh protagonis yang memiliki sikap saling setia satu sama lain. Selain itu, Roro juga merupakan wanita pemberani yang teguh pada pendiriannya. Ia bahkan berani menolak menjadi selir meski nyawa adalah ancamannya.
Dalam cerita rakyat Roro Mendut ini, Sultan Agung adalah penguasa yang bijak. Sementara Adipati Pragolo II dan Panglima Tumenggung Wiraguna adalah dua orang pemimpin yang jahat. Mereka bahkan menghalalakan segala cara hanya demi mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Beberapa tokoh yang mendukung dan turut mewarnai cerita rakyat Roro Mendut adalah Putri Arumardi, Nyai Ajeng, Ni Semangka, Genduk Duku, dan Ki Nayadarma.
3. Latar
Kisah Roro Mendut menggunakan beragam latar tempat. Pertama adalah desa Teluk Cikal yang berada di wilayah Kesultanan Mataram. Latar tempat berikutnya adalah di Kadipaten Pati. Terakhir adalah di makam Pranacitra yang kemudian juga menjadi makam Roro Mendut.
4. Alur Cerita Rakyat Roro Mendut
Bisakah kamu menebak alur cerita rakyat Roro Mendut? Kalau menyimak kisah Roro Mendut secara seksama, kamu mungkin bisa menebak jika alurnya adalah maju. Cerita bermula dari penguasa Kadipaten Pati yang tertarik pada Roro.
Namun, wanita tersebut selalu menolaknya. Alhasil, penguasa Kadipaten Pati memaksanya. Setelah itu, Sultan Agung mendapati penguasa Kadipaten Pati tak bertanggung jawab pada kepemimpinannya. Lalu, mereka pun bertarung dan berakhir pada kekalahan penguasa Kadipaten Pati.
Pada akhirnya, Roro Mendut dipaksa untuk menjadi selir dari Panglima Tumenggung Wiraguna. Hal itu membuat kekasihnya mati dan wanita itu pun memutuskan untuk bunuh diri. Kisah yang cukup tragis, kan?
5. Pesan Moral
Ada beberapa pesan moral dari kisah ini, salah satunya adalah jadilah wanita yang teguh pada pendirian. Roro sampai akhir hidupnya tetap menjaga kehormatannya dengan tak menjadi selir.
Selain itu, dari kisah cinta Roro Mendut dan Pranacitra, kamu juga bisa belajar pentingnya saling menjaga kesetiaan. Dari para tokoh antagonis, pesan moral yang dapat kamu petik adalah jangan menjadi orang yang suka memaksakan keinginan. Sebab, hal itu dapat menghancurkan kebahagiaan orang lain.
Selain intrinsik, cerita rakyat Roro Mendut ini juga memiliki unsur ekstrinsik. Seperti nilai-nilai moral, sosial, dan budaya yang sesuai dengan lingkungan sekitar.
Fakta Menarik
Kisah Roro Mendut ini memiliki beragam fakta menarik. Kira-kira, apa sajakah itu? Daripada penasaran, langsung saja simak ulasan lengkapnya berikut ini, yuk!
1. Ada Novel dan Film yang Mengadaptasi Kisah Ini
Kisah wanita kuat ini pernah diadaptasi menjadi sebuah film berjudul Roro Mendut yang disutradarai oleh Ami Prijono. Peran utama dalam film yang tayang pada kisaran tahun 1982 ini adalah Meriam Belina, Mathias Muchus, dan W.D. Mochtar.
Tak hanya film saja, cerita rakyat ini juga diangkat menjadi novel trilogi berjudul Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri. Novel trilogi ini pertama kali terbit pada tahun 2008.
2. Kerap Dikaitkan dengan Kisah Candi Mendut
Karena sama-sama bernama mendut, kisah wanita ini dan Candi Mendut kerap dikait-kaitkan. Ada pula yang mengatakan bila wanita tersebut dikuburkan di Candi Mendut.
Padahal, keduanya tidak memiliki keterikatan kisah sama sekali. Candi Mendut sendiri merupakan candi bercorak Buddha yang terletak di kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Lebih tepatnya, candi ini berada sekitar 3 kilometer dari Candi Borobudur.
3. Makam Roro Mendut Kerap Menjadi Tempat Pesugihan
Makam Roro Mendut dulu kerap menjadi tempat ritual. Namun, karena tak terurus, makam tersebut justru menjadi tempat melakukan hal-hal negatif oleh para pemuda sekitar.
Oleh karena itu, pengurus desa menutup akses menuju makam. Sejak saat itu, banyak orang dari luar kota yang justru datang ke makam untuk mencari pesugihan dan melakukan ritual berhubungan seks dengan lawan jenis yang tidak dalam ikatan suami istri.
4. Memiliki Beberapa Versi Cerita
Cerita rakyat Roro Mendut sebenarnya memiliki beberapa versi. Salah satu versi kisah menceritakan bila Roro Mendut bertemu Pranacitra saat ia berjualan rokok. Pranacitra sendiri adalah seorang pria yang biasa atau tidak kaya raya. Mereka lalu jatuh hati pada pandangan pertama.
Cerita lainnya mengisahkan bahwa wanita ini tak berada pada satu liang kubur dengan kekasihnya. Ia bunuh diri saat dipaksa kembali ke Mataram. Ada pula kisah yang menyebutkan bila hubungan asmara mereka tidak direstui sehingga mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama.
Sudah Puas dengan Cerita Rakyat Roro Mendut?
Inilah akhir dari kisah Roro Mendut beserta ulasan unsur intrinsik dan fakta-fakta menariknya. Apakah kamu sudah cukup puas dengan kisah yang kami sampaikan?
Kalau masih ingin baca kisah lainnya, langsung saja kepoin kanal Ruang Pena pada PosKata.com. Ada cerita rakyat Roro Jonggrang, legenda asal-usul Danau Toba, kisah terjadinya Gunung Merapi, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!