Kalau kamu pernah pergi ke objek wisata Putri Pukes di Aceh, mungkin penasaran dengan cerita rakyat di baliknya. Kalau ingin tahu kisahnya, langsung saja simak ulasannya yang telah kami siapkan di artikel berikut!
Di Indonesia ada banyak cerita rakyat tentang putri yang indah dan memiliki pesan moral yang baik. Salah satunya adalah cerita rakyat Putri Pukes yang berasal dari Aceh.
Kisahnya tentang seorang putri kerajaan bernama Putri Pukes yang mencintai pangeran dari negeri seberang. Namun, sayangnya kisah cintanya itu tidak direstui oleh kedua orang tuanya sendiri.
Kemudian apakah yang terjadi selanjutnya? Daripada penasaran, langsung saja simak cerita rakyat Putri Pukes yang telah kami siapkan di bawah ini, yuk! Selain kisahnya, kamu juga bisa mendapatkan ulasan seputar unsur instrinsik dan fakta-fakta menariknya lho! Yuk simak sekarang!
Cerita Rakyat Legenda Putri Pukes dan Danau Laut Tawar
Alkisah pada zaman dahulu kala, di Kampung Nosar yang terletak di dataran tanah Gayo, hiduplah seorang putri raja yang dikenal dengan nama Putri Pukes. Sang putri sangat disukai oleh warga kerajaannya, khususnya laki-laki karena kecantikan wajah dan kelembutan hatinya.
Meskipun begitu, cintanya hanya tertuju pada seorang pangeran dari kerajaan sebelah di negeri seberang, Bener Meriah. Sayangnya, perjalanan cinta sang putri dengan pangeran yang bernama Mude Suara itu sama sekali tak mudah.
Selain karena sang pangeran yang bertempat tinggal terlalu jauh dari kediaman sang putri, kedua orang tua Putri Pukes juga tidak memberikan restunya. Bagaimana tidak? Sang raja yang kesulitan mendapatkan keturunan itu harus merelakan satu-satunya putri yang ia miliki untuk seorang pangeran.
Untungnya, berkat kegigihan sang putri untuk mempertahankan hubungan, akhirnya hati kedua orang tuanya pun luluh. Bahkan, sang putri sampai hendak dinikahkan oleh sang raja dengan Mude Suara.
Pesta pernikahan antara Putri Pukes dan sang pangeran dari negeri seberang akhirnya diadakan. Setelah pesta berlangsung, kebahagiaan pun menyelimuti hati sang putri. Namun, di sisi lain ia juga merasa sedih karena setelah menikah ia harus meninggalkan kedua orang tuanya.
Sesuai dengan adat Gayo saat itu, pengantin tidak diperbolehkan melakukan perjalanan bergandengan atau bersama-sama. Oleh karena itu, sang pangeran berangkat terlebih dahulu ke kerajaannya. Barulah beberapa jam kemudian, sang putri akan menyusul.
Menuju Kerajaan Seberang
Setelah beberapa jam, tibalah waktu sang putri menyusul ke kerajaan suaminya. Sebelum berangkat, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya terlebih dahulu. Sang ayah dan ibu pun sebenarnya merasa sedih karena tak akan bisa melihat putrinya setiap hari. Namun, bagaimanapun juga mereka tetap harus rela melepas buah hatinya pergi.
Sebagai seseorang yang baik dan bijaksana, sang ayah tak lupa menitipkan sebuah pesan kepada Putri Pukes. “Pergilah bersama para pengawal, Nak,” pesan sang ayah. “Namun, ingatlah satu hal yang harus kau jaga! Setelah melangkahkan kaki keluar dari istana ini, jangan pernah sekalipun kamu menolehkan kepalamu ke belakang!”
Meskipun merasa bingung dan heran dengan pesan tersebut, Putri Pukes tetap mengiyakan kemudian berangkat bersama para pengawalnya. Tak lupa, sang ratu membawakan beberapa peralatan rumah tangga, seperti kuali, kendi, lesung, alu, piring, cawan, dan periuk.
Selama perjalanan menuju ke kerajaan sebelah, Putri Pukes selalu teringat akan kedua orang tuanya. Tak ayal, hatinya terasa berat dan sedih. Saking sedihnya, tanpa sengaja ia menolehkan wajahnya ke belakang.
Saat itu, datanglah petir yang menyambar disertai hujan lebat. Dengan terpaksa rombongan Putri Pukes itu harus berteduh di dalam sebuah goa. Agar tubuhnya yang kedinginan menjadi hangat, sang putri berdiri di sudut goa yang agak dalam. Namun, secara perlahan tubuhnya justru mengeras dan menjadi batu.
Baca juga: Legenda Batu Gantung Danau Toba dan Ulasannya, Kisah Tragis Wanita Cantik dari Sumatera Utara
Berubah Menjadi Batu
Putri Pukes pun hanya bisa menangis menyesal karena tidak mengindahkan pesan kedua orang tuanya. Seharusnya, ia tidak menolehkan kepalanya ke belakang selama perjalanan menuju ke kerajaan sebelah. Namun, kini ia hanya bisa meratapi penyesalannya itu tanpa bisa bergerak lagi.
Sementara itu, di luar goa hujan terlihat mulai reda. Rombongan pengawal pun merasa kalau mereka sudah cukup beristirahat dan ingin melanjutkan perjalanan. Mereka kemudian masuk ke dalam gua untuk memanggil sang putri.
“Tuan Putri, hujan telah reda! Mari kita lanjutkan lagi perjalanan kita!” sang pengawal memanggil berkali-kali. Sayangnya, tak ada jawaban sedikit pun dari sang putri.
Terpaksa, para pengawal pun pergi menghampiri tempat sang putri menghangatkan diri seraya memanggil namanya. Namun, tetap saja sang putri tidak memberikan jawaban. Para pengawal mulai merasa khawatir dan bergegas masuk ke gua lebih dalam. Ketika akhirnya menemukan sang putri, betapa terkejutnya mereka ketika mendapati Putri Pukes telah mengeras dan menjadi batu.
Pangeran Menjadi Batu Juga
Sang pangeran yang sudah berjalan terlebih dahulu mendengar kabar kalau putri pujaan hatinya telah berubah menjadi batu. Dengan penuh kesedihan, ia berdoa agar bisa diubah menjadi batu juga. Pada akhirnya, kisah cinta antara Putri Pukes dan Pangeran Mude Suara berakhir tragis.
Hingga kini, batu tersebut masih bisa dilihat. Bentuknya terlihat seperti orang bersanggul yang bagian bawah tubuhnya lebih besar. Konon menurut kepercayaan warga setempat, batu tersebut berukuran lebih besar di bawah karena Putri Pukes terus menangis dan air matanya yang mengalir di dekat kakinya turut mengeras menjadi batu.
Tak jauh dari lokasi gua, terdapat akses jalan yang dahulu kabarnya bisa tembus hingga ke Aceh Jaya. Di jalan itu, terdapat patung berukuran manusia yang kabarnya merupakan perwujudan dari sang pangeran.
Sementara itu, hujan yang terlampau lebat membuat kawasan di sekitar gua berubah menjadi danau. Oleh para penduduk setempat, danau itu disebut dengan nama Danau Laut Tawar.
Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Putri Pukes
Setelah mengetahui kisahnya, kini kamu bisa mengetahui sedikit ulasan seputar unsur intrinsiknya. Dengan begitu, kamu bisa memahami lebih lanjut detail-detail yang ada di dalam cerita rakyat Putri Pukes. Berikut adalah ulasannya:
1. Tema
Tema atau inti cerita dari legenda Putri Pukes ini adalah tentang ketidakikhlasan. Hal tersebut ditunjukkan dari sikap kedua orang tua sang putri yang terlihat tidak merelakan buah hatinya menikah dengan pria pujaannya. Di sisi lain, sang putri sendiri juga nampak tak ikhlas pergi jauh dari kedua orang tuanya hingga akhirnya menolehkan kepalanya dan berubah menjadi batu.
2. Tokoh dan Perwatakan
Secara umum, tokoh utama dalam cerita rakyat di atas adalah Putri Pukes sendiri. Ia memiliki sifat yang gigih dalam mempertahankan pendapat dan keinginannya. Selain itu, ia juga sangat menyayangi kedua orang tuanya. Sehingga ketika ia harus meninggalkan mereka agar bisa tinggal bersama suaminya, hatinya terasa berat.
Selain itu, ada beberapa tokoh tambahan yang mewarnai berlangsung cerita rakyat yang berasal dari Gayo, Aceh ini. Di antaranya adalah kedua orang tua sang putri, Pangeran Mude Suara suami sang putri, dan para pengawal yang mengawal hingga ke kerajaan di negeri seberang.
Kedua orang tua sang putri dan Pangeran Mude Suara digambarkan sama-sama menyayangi Putri Pukes. Bedanya, sang orang tua begitu sayang sehingga tak bisa merelakan kepergian buah hatinya, sementara sang pangeran justru lebih memilih tubuhnya berubah menjadi batu juga daripada harus hidup tanpa pujaan hatinya.
3. Latar
Tak banyak latar lokasi yang disebutkan dalam cerita rakyat Putri Pukes ini. Di antaranya adalah kerajaan di Gayo, Aceh dan gua tempat sang putri berteduh dari hujan bersama para pengawalnya.
4. Alur
Setelah membaca cerita rakyat Putri Pukes yang berasal dari Aceh ini, dapat diambil kesimpulan bahwa alur yang digunakan adalah maju atau progresif. Kisahnya dimulai dari seorang putri yang ingin menikah dengan pria pujaan hatinya yang berasal dari negeri seberang. Meskipun awalnya kedua orang tua sang putri tidak memberikan restunya, tapi akhirnya mereka membiarkannya menikah dengan pria pujaan hatinya itu.
Konflik mulai terjadi ketika sang putri harus keluar dari istana untuk tinggal bersama suaminya. Kedua orang tuanya berpesan agar sang putri tidak menolehkan kepalanya sama sekali ke belakang setelah pergi dari istana. Sayangnya, rasa rindu kepada orang tua membuat sang putri justru melanggar pesan tersebut. Pada akhirnya, ia pun berubah menjadi batu.
5. Pesan Moral
Ada sebuah pesan moral yang didapatkan dari cerita rakyat Putri Pukes di atas. Yakni turutilah perintah kedua orang tua. Yakinlah bahwa larangan yang mereka berikan padamu itu demi kebaikan untuk hidupmu sendiri.
Selain intrinsik, dalam kisah ini juga bisa ditemukan unsur ekstrinsik. Yakni, hal-hal di luar cerita yang memberikan dampak pada kisahnya, seperti nilai sosial, budaya, dan moral yang berlaku di masyarakat sekitar.
Baca juga: Kisah Ikan Sakti Sungai Janiah dan Ulasan Menariknya, Ketika Anak Tak Menuruti Perintah Ibunya
Fakta Menarik tentang Cerita Rakyat Putri Pukes
Sudah puas membaca unsur intrinsiknya? Kini jangan lupa juga ketahui beberapa fakta menarik seputar kisahnya, yuk!
1. Menjadi Objek Wisata
Meskipun cerita rakyat ini terdengar terlalu seperti dongeng, tapi rupanya kamu bisa mengunjungi gua yang diyakini menjadi tempat Putri Pukes berteduh hingga akhirnya berubah menjadi batu itu lho. Lokasinya terletak di kaki Bukit Kecamakan Kebayakan. Secara geografis Indonesia, letaknya berada di titik N 40 38’ 28’,4 “ E 960 52’ 59,9’. Jika berniat untuk mengunjungi goa tersebut, kamu harus melewati jalan di tepi Danau Laut Tawar.
Dari mulut goa, kamu masih harus turun melalui tangga sepanjang enam meter yang sudah disemen. Tidak perlu khawatir kalau goanya gelap karena sekarang sudah disediakan fasilitas penerangan listrik. nantinya, di dalam goa yang dalamnya 10 meter itu terdapat sebuah batu yang dipercaya sebagai Putri Pukes, sebuah sumur berukuran besar, sebuah batu berbentuk kendi, dan tempat duduk yang dahulu digunakan untuk bersemedi.
Tidak perlu takut nantinya akan tersesat di dalam gua tersebut. Karena akan selalu ada pemandu yang akan menunjukkan jalan dan menjelaskan kisah sang putri kepadamu. Dan mungkin saja, sang pemandu akan memberitahu kalau kamu sedang bersedih, kamu akan bisa melihat batunya mengeluarkan air mata. Kira-kira benar nggak ya?
2. Diteliti Arkeolog
Apakah kamu termasuk salah satu orang yang menganggap cerita rakyat Putri Pukes ini hanya sekadar dongeng sebelum tidur saja? Atau justru kamu termasuk yang percaya akan kebenarannya?
Percaya ataupun tidak, nyatanya beberapa peneliti dari Balai Arkeologi di Medan, Sumatera Utara pernah menemukan kerangka manusia yang diperkirakan berusia lebih dari 3.000 tahun di dalam goa. Hal itu tentunya membuat masyarakat sekitar mempercayai kebenaran dari legenda sang putri yang berubah menjadi batu.
Menariknya, DNA dari kerangka itu berbeda dengan kerangka manusia purba yang ditemukan di dekat Ceruk Mendale. Perbedaannya terletak pada jenis ras yang lebih tua. Kerangka yang ada di dalam goa merupakan ras austromelanesoid atau rumpun bangsa melanesoid yang banyak menetap di daerah negara kepulauan di Asia (Indonesia atau Filipina) dan Australia.
Sementara yang ditemukan di Ceruk Mendale termasuk ras Mongoloid yang biasanya banyak ditemukan di negara-negara Asia Timur, Tengah, atau Tenggara. Padahal, Ceruk Mendale yang sudah menjadi obyek penelitian prasejarah selama sepuluh tahun itu lokasinya hanya dua kilometer dari goa Putri Pukes.
Jadi bagaimana? Apakah menurutmu kerangka itu milik Putri Pukes?
Baca juga: Kisah Asal Mula Burung Ruai dan Ulasannya, Cerita Mengharukan dari Putri Bungsu Kerajaan
Cerita Rakyat Putri Pukes sebagai Dongeng Sebelum Tidur Penuh Amanat
Itulah tadi cerita rakyat Putri Pukes yang berasal dari Aceh. Kisahnya bagus dan penuh dengan pesan moral, kan? Cocok sekali kamu bacakan untuk keponakan atau buah hati tersayang.
Kalau masih mencari cerita-cerita rakyat lain yang berasal dari Aceh Gayo atau daerah Sumatera lainnya, langsung saja cek artikel di bawah ini. Di sini kamu bisa mendapatkan legenda Batu Belah Batu Bertangkup, Putri Hijau atau Putri Ijo, atau cerita rakyat Lubuk Emas.