Banyak kisah putri-putri Nusantara yang tidak kalah bagus, salah satunya adalah cerita rakyat Putri Tandampalik. Apakah kamu sudah tahu ceritanya? Kalau belum, mari simak informasi lengkapnya dalam artikel ini!
Cerita rakyat Putri Tandampalik barangkali tidak sepopuler Putri Roro Jonggrang ataupun Putri Keong Mas. Namun, kisah perempuan dari kerajaan di Sulawesi Selatan ini sebenarnya tak kalah menarik untuk dibahas.
Nah, jika kamu belum familier dengan dongeng Putri Tandampalik, ulasan dalam artikel ini bisa menjadi jawabannya. Tak hanya cerita, ada juga penjelasan unsur intrinsik, pesan moral, serta fakta menarik.
Bagaimana? Sudah penasaran dengan cerita rakyat Putri Tandampalik? Kalau begitu, alangkah lebih baik kamu segera menyimak informasinya dalam pembahasan berikut ini, yuk!
Cerita Rakyat Putri Tandampalik
Alkisah, berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Luwu di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Kerajaan ini dipimpin seorang datu atau raja yang bernama La Busatana Datu Maongge dan kerap kali dipanggil Datu Luwu atau Raja Luwu.
Datu Luwu dikenal sebagai raja yang arif, bijaksana, dan peduli dengan penduduk kerajaannya. Tak hanya itu, ia juga mempunyai seorang anak perempuan yang cantik jelita bernama Putri Tandampalik.
Rakyat di Kerajaan Luwu hidup dalam keadaan makmur, damai, dan sejahtera. Mereka sangat mencintai raja dan putri kerajaan yang mengatur pemerintahan dengan baik dan tidak semena-mena.
Sementara itu, kecantikan Putri Tandampalik telah diketahui oleh orang-orang di seluruh negeri. Bukan hanya itu saja, sang putri juga memiliki kepribadian yang luhur. Tak heran kalau sang putri menjadi sosok calon istri idaman bagi para laki-laki.
Berita kecantikan Putri Tandampalik sampai ke Kerajaan Bone. Raja Bone yang kebetulan mempunyai seorang putra pun berniat untuk menikahkan anaknya dengan sang putri. Ia lalu mengirimkan utusan ke Kerajaan Luwu untuk melamar sang putri.
Setelah beberapa hari perjalanan di laut, kapal utusan Kerajaan Bone akhirnya tiba di dermaga Kerajaan Luwu. Para utusan segera berangkat menuju ke istana Datu Luwu untuk menyampaikan pesan Raja Bone.
Kedatangan para utusan Kerajaan Bone disambut dengan ramah oleh Datu Luwu. Meskipun begitu, sang raja merasa terkejut dan ingin tahu kenapa utusan dari negeri yang jauh datang ke istananya.
“Selamat datang, Tuan-tuan. Kalau boleh saya tahu, apa maksud kedatangan tuan-tuan sekalian ke istana kami?” tanya Datu Luwu.
“Ampun, Baginda Raja. Kedatangan kami ke sini hendak menyampaikan lamaran Raja Bone untuk putranya kepada putri Baginda yang bernama Putri Tandampalik,” balas sang utusan.
Setelah mendengar pernyataan dari utusan Kerajaan Bone itu, Datu Luwu terdiam sejenak. Ia bingung bagaimana akan menjawab lamaran tersebut, diterima atau tidak.
Cobaan yang Menimpa Putri Kerajaan
Kebimbangan Datu Luwu didasarkan pada adat yang berlaku di wilayah Luwu. Adat setempat mengatakan bahwa seorang wanita atau putri Luwu tidak boleh menikah dengan laki-laki dari negeri lain.
Jika Datu Luwu menolak lamaran dari Kerajaan Bone, ia takut akan terjadi perang antara dua kerajaan. Tidak hanya kerajaan yang akan hancur, tapi juga rakyat yang menderita karena peperangan akan menimbulkan korban jiwa.
Tak ingin membuat tamunya menunggu lama, Datu Luwu pun akhirnya menyatakan pendapatnya. “Sebelumnya saya ingin meminta maaf dulu kepada tuan-tuan. Sampaikan pesan saya kepada Raja Bone untuk memberikan waktu dahulu,” ujarnya.
“Alasanya, di Kerajaan Luwu sendiri terdapat adat yang tidak memperbolehkan wanita atau putri Luwu dinikahkan dengan laki-laki dari negeri lain. Oleh karena itu, berika saya waktu untuk mengambil keputusan,” jelas Datu Luwu.
Mendengar penjelasan Raja Luwu, para utusan Kerajaan Bone pamit untuk pulang ke daerah asalnya. Mereka kemudian menyampaikan pesan Datu Luwu kepada Raja Bone. Baginda Raja Bone memahami kebimbangan Datu Luwu dan menyetujui permintaannya.
Sementara itu, pada keesokan harinya, istana Kerajaan Luwu digegerkan dengan kondisi Putri Tandapamlik. Sang putri tiba-tiba saja terkena penyakit kulit yang menular. Di seluruh badan sang putri muncul bentolan-bentolan yang berisi cairan kental berbau anyir.
Datu Luwu segera memanggil para tabib istana untuk menyembuhkan putri kesayangannya. Sayangnya, meski sudah banyak tabib yang mencoba beragam ramuan untuk mengobati penyakit sang putri, usaha mereka tidak berhasil.
Demi keselamatan bersama, Datu Luwu terpaksa mengambil keputusan berat. “Putriku, ayah sepertinya harus mengasingkan dirimu ke pulau yang jauh dari kerajaan ini. Ayah takut jika penyakit yang kamu derita akan menular ke penduduk kerajaan,” ucap sang raja dengan berat hati.
“Tidak apa-apa, Ayahanda. Ananda mengerti dengan keputusan Ayah jika itu adalah satu-satunya jalan terbaik. Ananda juga tidak mau kalau penyakit ananda menulari rakyat,” jawab sang putri.
Perpisahan Datu Luwu dengan Putri Tandampalik
Datu Luwu kemudian menyuruh para pembantu istana untuk menyiapkan perbekalan untuk perjalanan putrinya. Sang raja juga memberikan satu kapal istana khusus beserta dayang dan pengawal istana pilihan.
Keberangkatan Putri Tandampalik untuk mengasingkan diri diiringi dengan isak tangis air mata para penduduk. Mereka sedih karena putri kerajaan tercinta mereka tak kunjung sembuh dan mesti meninggalkan istana.
Selain kapal dan perbekalan, Datu Luwu juga memberikan keris pusaka kepada Putri Tandampalik. Keris itu menyimbolkan bahwa Datu Luwu tidak akan pernah melupakan putri satu-satunya itu.
Putri Tandampalik menerima pemberian keris dari ayahnya dengan menahan air mata. Sang putri juga berjanji tidak akan pernah melupakan ayahnya yang telah merawatnya selama ini.
Kapal yang dinaiki oleh Putri Tandampalik berlayar selama berbulan-bulan di lautan. Rombongan ini pun kemudian berlabuh ke sebuah pulau yang sepi. Pengawal sang putri terlebih dahulu menginjakkan kaki dan mengecek keadaan pulau tersebut.
Di pulau itu, banyak tumbuh pohon wajao yang buahnya bisa dinikmati. Sang pengawal lalu memetik beberapa buah wajao dan memberikannya kepada sang putri.
Putri Tandampalik yang menerima pemberian dari pengawalnya kemudian berucap, “Karena di pulau ini terdapat banyak pohon wajao, maka pulau ini aku beri nama Pulau Wajo.”
Putri Tandampalik bersama dayang dan pengawal pribadinya lalu segera mendirikan rumah pondok sebagai tempat tinggal. Mereka hidup dalam kesederhanaan dengan cara mencari buah dan membuka lahan untuk bercocok tanam.
Meskipun dibesarkan dengan dilayani para dayang di istana, Putri Tandampalik tidak lantas berperilaku malas-malasan. Ia ikut membantu dayang dan pengawalnya dalam mencari bahan makanan dan bekerja di kebun.
Hadirnya Kerbau Putih dan Sang Pangeran Mahkota
Pada suatu hari, dikisah dalam cerita rakyat Putri Tandampalik ketika tengah mandi di mata air Pulau Wajo, tiba-tiba datanglah seekor kerbau putih. Mulanya, sang putri merasa ketakutan dan ingin mengusir kerbau putih itu.
Namun, si kerbau putih justru semakin mendekati tempat mandi Putri Tandampalik. Ketika sudah dekat dengan sang putri, tiba-tiba saja si kerbau putih menjilat kulit perempuan cantik itu.
Secara ajaib, bentolan-bentolan yang berisi cairan kental itu lenyap dari tubuh Putri Tandampalik. Si kerbau putih menjilat seluruh tubuh sang putri sehingga bentolan-bentolan itu hilang tanpa bekas.
Putri Tandampalik yang melihat kejadian ajaib itu merasa terharu dan bersyukur. Penyakit kulit yang ia kira akan diderita seumur hidup dengan begitu saja telah sembuh karena seekor kerbau putih.
Sang putri lalu dengan segera pulang ke rumah dan menemui dayang serta pengawalnya. “Mulai sekarang, aku minta kalian jangan menyembelih ataupun memakan daging kerbau putih yang ada di pulau ini. Hewan itu telah menyembuhkanku,” ujarnya.
Permintaan Putri Tandampalik dipatuhi oleh dayang dan pengawalnya. Sejak saat itu, tidak ada yang berani menyembelih ataupun memakan daging kerbau putih di Pulau Wajo. Oleh masyarakat setempat, kerbau putih disebut dengan nama sakkoli.
Pada suatu hari, datanglah rombongan pemburu dari Kerajaan Bone ke Pulau Wajo. Rombongan ini terdiri dari pangeran mahkota yang didampingi oleh panglima kerajaan bernama Anreguru Pakaranyeng beserta para pengawal.
Sang pangeran mahkota dengan bersemangat memburu hewan-hewan yang ada di hutan Pulau Wajo. Namun, karena terlalu asyik berburu, pemuda ini tidak sadar kalau ia terpisah dari rombongan dan tersesat di dalam hutan.
“Panglima!!!! Pengawal!!!! Kalian di mana? Aku tersesat di sini?” teriak sang pangeran mahkota. Ia berlari-lari mencari jalan dan berusaha keluar dari hutan sebelum matahari tenggelam.
Baca juga: Dongeng Anak-Anak, Kancil dan Musang yang Licik Beserta Ulasan Lengkapnya
Perjumpaan Putri Tandampalik dengan Pangeran Mahkota
Malam mulai datang dan sang pangeran mahkota masih mencari-cari apakah ada rumah penduduk di sekitar hutan itu. Beruntung, ia kemudian melihat sumber cahaya yang berasal dari rumah-rumah penduduk.
Sang pangeran mahkota langsung berjalan dengan tertatih-tatih dan berharap berjumpa dengan seseorang di salah satu rumah itu. Ketika ia menengok ke salah satu rumah, betapa terkejutnya ia karena mendapati seorang wanita cantik yang tengah memasak air.
Sang pangeran mahkota menatap dengan takjub akan kecantikan wajah wanita itu. Ia merasa baru pertama kali ini mendapati seorang perempuan yang kecantikannya bagaikan dewi di kahyangan.
Putri Tandampalik yang merasa ada seseorang yang menatapnya kemudian menengok ke arah pintu. Tak disangka, ia berjumpa dengan pemuda tampan yang terlihat kelelahan tapi matanya tidak pernah lepas darinya.
“Ada keperluan apakah Tuan datang kemari? Wajah Tuan terasa asing. Darimana asal Tuan?” tanya sang putri dalam cerita rakyat Putri Tandampalik.
Sang pangeran mahkota yang mulanya masih sibuk menatap wanita di hadapannya kemudian menundukkan kepala. “Maafkan atas kelancangan saya. Saya terpisah dari rombongan dan kemudian menemukan rumah ini. Saya berasal dari Bone,” jawab pemuda itu.
Putri Tandampalik kemudian mempersilakan sang pangeran mahkota untuk beristirahat di tempat duduk yang telah disediakan di depan rumah. Tak lama kemudian, datang dayang dan pengawal sang putri.
“Putri, siapakah laki-laki yang duduk di depan rumah tersebut?” tanya pengawal pribadi Putri Tandampalik.
“Pemuda itu terpisah dari rombongannya. Ia berasal dari Bone. Apakah kamu melihat ada rombongan yang berpakaian dan membawa peralatan yang sama dengan pemuda itu?” tanya sang putri.
“Maafkan hamba, Putri. Tapi hamba tidak melihat ada rombongan ataupun kapal yang berlabuh. Izinkan hamba mencari kebenarannya dengan pengawal-pengawal yang lain,” ucap sang pengawal.
Putri Tandampalik pun memberikan izinnya kepada sang pengawal. Sembari menunggu kabar, wanita ini kemudian berbincang dengan pemuda tampan itu. Ternyata, mereka dengan mudah akrab dengan satu sama lain.
Perpisahan Sementara dan Keinginan untuk Melamar Sang Putri
Pengawal yang diutus Putri Tandampalik kembali bersama para pengawal dan rombongan yang berpakaian mirip dengan pemuda yang berbincang dengan sang putri. Anreguru Pakanranyeng yang menjabat sebagai panglima itu segera mendekati sang pangeran mahkota.
“Syukurlah Yang Mulia dalam keadaan selamat. Saya dan para pengawal tidak bisa berpikir dengan tenang membayangkan Yang Mulia masih berada di hutan,” ujar Anreguru Pakanranyeng.
“Tidak apa-apa, Anreguru. Aku juga yang salah karena tidak memperhatikan keadaan sekitar dan bertintak seenaknya sendiri,” ujar sang pangeran mahkota.
“Baiklah kalau begitu. Yang Mulia, kita harus segera kembali ke kerajaan karena masih ada urusan yang perlu Yang Mulia lakukan,” lanjut Anreguru dalam cerita rakyat Putri Tandampalik.
Mendengar pernyataan panglimanya, timbul kesedihan dalam hati sang pangeran mahkota. Ia sebenarnya tidak mau berpisah lebih cepat dengan wanita di hadapannya. Namun, ia mesti bersikap bijak karena masih ada tanggung jawab yang perlu ia kerjakan.
Rombongan sang pangeran mahkota kemudian diantara oleh para pengawal Putri Tandampalik menuju tempat di mana kapal mereka berlabuh. Kapal yang dinaiki rombongan sang pangeran itu pun berlayar ke arah Kerajaan Bone.
Setibanya di Bone, sang pangeran tidak bisa melupakan kenangannya bersama Putri Tandampalik. Senyum cantik serta bahasanya yang luhur terus menyelimuti pikiran pemuda itu.
Anreguru Pakanranyeng yang melihat kondisi sang pangeran yang terlihat murung lalu menemui Raja Bone. Sang panglima menjelaskan duduk perkara kenapa akhir-akhir ini putra raja itu berperilaku tidak seperti biasanya.
Raja Bone yang mendengar penuturan Anreguru Pakanranyeng pun mengambil keputusan untuk melamar saja wanita yang telah mencuri hati putranya. Sang raja sudah merelakan balasan lamarannya dari Datu Luwu yang tak kunjung datang.
Anreguru Pakanranyeng lalu menemui sang pangeran mahkota dan menyampaikan pesan dari baginda raja. Sang pangeran mahkota yang mulanya terlihat murung, langsung berubah bahagia.
Permintaan Sang Putri tentang Lamaran Sang Pangeran
Bersama dengan Anreguru, sang pangeran mahkota mempersiapkan perjalanan mereka untuk kembali ke Pulau Wajo. Ia tidak sabar untuk segera menemui sang putri dan meminangnya sebagai calon istri.
Pelayaran rombongan sang pangeran mahkota menuju Pulau Wajo dikisahkan dalam cerita rakyat Putri tandampalik tidak terkendala halangan apa pun. Sesampai di Pulau Wajo, rombongan sang pangeran segera mendatangi tempat tinggal sang putri.
Para dayang dan pengawal yang tengah beraktivitas di sekitar rumah terkejut dengan kedatangan rombongan dari Bone itu. Mereka segera memanggil sang putri yang berada di dalam rumah.
“Apa maksud kedatangan tuan-tuan kemari?” tanya Putri Tandampalik ketika melihat rombongan itu. Ia bertanya-tanya apakah ia mengucapkan perkataan yang salah saat dulu berbincang dengan pemuda yang ada dalam rombongan itu.
“Mohon maaf atas kedatangan saya dan rombongan yang tiba-tiba, Adinda. Perjumpaan kita sangat membekas dalam benak saya dan saya tidak bisa melupakan Adinda,” ujar sang pangeran mahkota
“Di sini saya menghadap pada Adinda bermaksud untuk melamar Adinda sebagai calon istri saya. Saya cinta dengan Adinda dan bersedia melakukan apa pun demi kebahagiaan Adinda seorang,” lanjut pangeran itu.
Putri Tandampalik yang mendengar pernyataan tak terduga dari pemuda itu merasa terkejut. Ia tidak menyangka kalau ada seseorang yang datang melamarnya. Sang putri lalu menimbang-nimbang keputusan apa yang musti ia pilih.
“Terima kasih atas lamaran, Kakanda. Namun, maaf atar kelancangan Adinda karena untuk saat ini saya tidak bisa menerima lamaran Kakanda,” ujar Putri Tandampalik.
Wajah sang pangeran mahkota yang mulanya cerah berseri langsung berubah menjadi muram. Perasaan kecewa timbul dalam hati pemudia itu karena ia sangat berharap bisa meminang wanita di hadapannya.
“Jika Kakanda tidak keberatan, Kakanda bisa menemui ayah saya terlebih dahulu. Berikan keris pusaka ini kepada ayah saya dan sampaikan lamaran Kakanda untuk saya kepadanya. Bila ayah saya menerima keris pemberian Kakanda, itu tandanya saya juga menerima lamaran Kakanda,” lanjut sang putri.
Usaha Sang Pangeran demi Cintanya kepada Putri Tandampalik
Sang pangeran mahkota dikisahkan dalam cerita rakyat Putri Tandampalik dengan senang hati menerima keris pusaka pemberian wanita yang ia cintai. Ia lalu pamit dan berniat untuk segera berlayar ke Kerajaan Luwu agar bisa menemui ayah wanita pujaan hatinya.
Setelah menempuh pelayaran berhari-hari, sang pangeran tiba ke dermaga Kerajaan Luwu. Ia bersama rombongannya segera berangkat menuju istana Datu Luwu. Kabar kedatangan rombongan dari Kerajaan Bone itu pun sampai ke telinga Datu Luwu.
Datu Luwu khawatir kalau rombongan yang datang itu hendak menagih lamaran merek terdahulu. Namun, ketika sang pangeran mahkota menghadap Datu Luwu, betapa terkejutnya ia karena sang pangeran memberikan keris pusaka yang dulu ia berikan kepada Putri Tandampalik.
“Yang Mulia, kedatangan saya di sini adalah untuk melamar putri Yang Mulia. Saya diberi keris pusaka ini oleh tuan putri dan jika Yang Mulia menerimanya, maka Yang Mulia menerima lamaran saya karena tuan putri mengikuti keputusan Yang Mulia,” terang sang pangeran mahkota.
“Tapi, bukankah putriku sedang menderita penyakit kulit, Pangeran? Maka dari itulah aku mengasingkan putriku tersayang jauh dari pulau ini,” tanya Datu Luwu dengan kebingungan.
Sang pangeran mahkota yang mendengar penuturan Datu Luwu menatap raja itu dengan bingung. “Sang putri dalam keadaan sehat dan tidak menderita penyakit apa pun, Yang Mulia,” ujarnya.
Datu Luwu berpikir apakah penyakit kulit yang diderita oleh Putri Tandampalik telah benar-benar sembuh. Namun, melihat kesungguhan sang pangeran dan fakta kalau putrinya telah memberikan keris pusak itu membuat sang raja yakin kalau putrinya tidak salah memilih.
Datu Luwu menerima keris pusaka yang dibawa oleh sang pangeran mahkota dengan senang hati. Betapa gembiranya hati pemuda dari Bone itu karena harapannya untuk bisa meminang sang pujaan hati menjadi kenyataan.
Rombongan sang pangeran mahkota dan Datu Luwu kemudian berlayar ke Pulau Wajo untuk menjemput sang putri. Setibanya di Pulau Wajo, Datu Luwu bersama pengawal-pengawalnya mendatangi rumah putri tercintanya.
Pernikahan Sang Putri dan Sang Pangeran Mahkota
Putri Tandampalik yang kebetulan tengah berada di depan rumah segera berlari menemui ayahandanya. Pertemuan antara orangtua dan putri tunggalnya itu sangat mengharukan.
“Anakku, maafkan ayah yang telah mengasingkanmu di pulau ini. Ayah bersyukur kamu kembali sehat dan bisa kembali ke istana bersama ayah,” ujar Datu Luwu.
“Tidah, Ayahanda. Ini bukan salah, Ayah. Ananda mengerti. Sekarang yang penting kita bisa berkumpul lagi,” ucap sang putri dengan bahagia sembari mengusap air matanya.
Sang pangeran mahkota lalu mendekati Putri Tandampalik dan Datu Luwu. “Adinda, Kakanda sudah meminta restu kepada ayahmu dan beliau menerima lamaranku untuk menikahimu,” ujar pemuda itu.
Sesuai dengan perkataannya, Putri Tandampalik menerima niat sang pangeran mahkota yang ingin menjadi suaminya. Mereka lalu bersiap-siap untuk berlayar kembali ke Kerajaan Luwu.
Beberapa hari setelah kembalinya Putri Tandampalik di Kerajaan Luwu, upacara pernikahan sang putri dengan pangeran mahkota dari Kerajaan Bone pun digelar. Pesta pernikahan itu berlangsung dengan meriah.
Seluruh keluarga dari dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan itu menghadiri pernikahan Putri Tandampalik dan sang pangerang mahkota dari Bone. Rakyat juga ikut merasa senang karena putri kecintaan mereka telah sembuh dan menjadi istri dari seorang pangeran yang tampan dan baik hati.
Beberapa tahun setelah pernikahannya, sang pangeran mahkota lalu diangkat menjadi raja. Ia memimpin kerajaan dengan arif dan bijaksana didampingi permaisuri yang sangat ia cintai. Begitulah akhir dari cerita rakyat Putri Tandampalik yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Baca juga: Legenda Putri Mandalika dari NTB dan Ulasannya, Kisah Pengorbanan Sang Putri Kerajaan
Unsur Intrinsik Kisah Putri Tandampalik
Bagaimana cerita rakyat Putri Tandampalik dari Sulawesi Selatan ini? Menarik, bukan? Nah, selanjutnya kamu akan menyimak tentang pembahasan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita di atas. Yuk, simak!
1. Tema
Tema atau gagasan utama dari dongeng putri di atas adalah tentang percintaan. Meskipun awalnya terhalang karena adat istiadat, cinta Putri Tandampalika dengan sang pangeran tetap bisa bersatu.
2. Tokoh dan Perwatakan
Beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam cerita rakyat Putri Tandampalik adalah Putri Tandampalik, Datu Luwu, pangeran mahkota dari Bone, raja Bone, Anreguru Pakanranyeng, dan pengawal pribadi sang putri. Putri dari Kerajaan Luwu itu digambarkan sebagai sosok yang tak hanya cantik parasnya, tapi juga hatinya.
Sementara itu, Datu Luwu dijelaskan sebagai karakter pemimpin kerajaan yang bijaksana, cinta dengan keluarga, dan peduli dengan rakyatnya. Raja Bone sendiri juga menampilkan watak yang sama karena ia tidak memaksakan kehendak dan bisa mengampil keputusan dengan bijak.
Pangeran mahkota dari Kerajaan Bone digambarkan sebagai pemuda yang tampan, baik hati, tidak sombong, dan jago berburu. Ia juga merupakan sosok laki-laki yang setia karena tidak pernah mengingkari cintanya terhadap sang putri.
Anreguru Pakanranyeng adalah karakter yang memiliki watak pengertian, arif, dan seorang panglima yang bertanggung jawab. Pengawal pribadi Putri Tandampalik yang ditugaskan oleh Datu Luwu untuk menjada putri tunggalnya juga menampilkan karakter seseorang yang bertanggung jawab, setia, dan bisa dipercaya.
3. Latar
Latar atau tempat kejadian dimana dongeng di atas terjadi diceritakan berada di istana Kerajaan Luwu, rumah dan hutan di Pulau Wajo, serta istana Kerajaan Bone.
4. Alur
Alur atau jalan cerita Putri Tandampalik termasuk dalam alur maju atau progresif. Kisah diawali dengan perkenalan karakter Datu Luwu yang merupakan raja dari Kerajaan Luwu dan putri tunggalnya, Putri Tandampalik.
Cerita berkembang dengan datangnya utusan dari Kerajaan Bone yang hendak melamar sang putri. Konflik bertambah ketika sang putri tiba-tiba saja menderita penyakit kulit yang tidak bisa disembuhkan.
Puncak konflik terjadi ketika sang pangeran mahkota harus bertemu dengan Datu Luwu dahulu sebelum bisa meminang Putri Tandampalik. Pada akhirnya, dongeng putri dari Sulawesi Selatan di atas ditutup dengan hidup sang putri dan pangeran yang bahagia karena mencintai satu sama lain.
5. Pesan Moral
Pesan moral atau amanat dari cerita rakyat Putri Tandampalik adala untuk jangan pernah putus asa. Cobaan penyakit kulit yang diderita sang putri ternyata bisa disembuhkan walaupun sebelumnya tidak bisa diobati oleh ramuan dari para tabib di istana sekalipun.
Selain itu, sikap bijak yang ditujukan oleh Datu Luwu dan Raja Bone perlu kamu contoh ketika tengah menghadapi suatu permasalahan. Lebih baik mengambil keputusan dengan hati-hati dan jangan dilakukan ketika masih terbawa emosi.
Sementara itu, untuk kamu yang mungkin sedang jomblo dan jatuh cinta kepada seseorang, jangan malu-malu untuk menyatakan cintamu kepadanya. Meskipun mungkin jawaban sang gebetan tidak sesuai harapan, setidaknya kamu telah berusaha daripada hanya memendam cintamu dalam hati.
Bukan hanya unsur-unsur intrinsik, ada juga unsur ektrinsik yang dapat kamu simpulkan dari kisah putri asal Sulawesi Selatan di atas. Sebut saja nila-nilai yang berlaku di masyarakat setempat, yakni nilai moral, budaya, dan sosial.
Baca juga: Dongeng Abu Nawas Merayu Tuhan Beserta Ulasannya, Kisah yang Sarat akan Makna
Fakta Menarik
Sebelumnya, kamu telah menyimak informasi tentang cerita rakyat Putri Tandampalik beserta unsur-unsur intrinsiknya. Kali ini, kamu akan menjumpai pembahasan mengenai apa saja fakta menarik yang berkaitan dengan kisah putri dari Sulawesi Selatan tersebut.
1. Inspirasi Nama Wilayah
Nama Wajo yang disebut dalam kisah di atas menjadi inspirasi nama kabupaten di daerah Sulawesi Selatan. Kabupaten Wajo memiliki luas wilayah sekitar 2.056,19 km².
Jumlah penduduk yang menempati Kabupaten Wajo diperkirakan berjumlah sebanyak 400 ribu jiwa. Menurut catatan sejarah, di kabupaten ini dulunya juga berdiri kerajaan dengan nama yang sama dan rajanya memeluk agama Islam pada abad ke-15.
Baca juga: Cerita Nabi Daud As dan Kitab Zabur yang Diterimanya sebagai Wahyu
Cerita Rakyat Putri Tandampalik yang Bisa Menjadi Hiburan Seru
Begitulah ringkasan cerita rakyat Putri Tandampalik yang dapat kami rangkum. Semoga saja pesan bermakna yang terkandung dalam dongeng di atas dapat menginspirasimu untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Jika tertarik dengan kisa-kisah bagus lainnya, maka kamu perlu sering-sering mengunjungi PosKata. Beberapa artikel yang bisa kamu simak di antaranya adalah legenda Watu Maladong, asal usul burung Cendrawasih, serta dongeng tentang Serigal dan Tujuh Anak Domba. Selamat membaca!