
Banyak legenda dari berbagai daerah di Indonesia yang menarik untuk disimak. Salah satunya adalah cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan. Bila penasaran, langsung simak ulasannya dalam artikel ini, yuk!
Cerita rakyat Nenek Pakande menjadi salah satu legenda yang populer di Provinsi Sulawesi Selatan. Kisah wanita tua ini sering diceritakan oleh para orangtua kepada anak-anaknya supaya jangan bermain di luar rumah pada malam hari.
Jika kamu belum familier dengan ceritanya, maka ulasan tentang legenda Nenek Pakande bisa kamu jumpai di artikel ini. Ada juga pembahasan mengenai unsur intrinsik, pesan moral, beserta fakta menarik dari kisah nenek tua itu.
Lantas, kira-kira seperti apa cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan beserta ulasan lengkapnya? Daripada semakin penasaran, lebih baik kamu langsung simak pembahasannya dalam uraian berikut, yuk!
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Nenek Pakande
Konon pada zaman dahulu kala, terdapat suatu desa yang makmur dan damai di daerah Soppeng, Sulawesi Selatan. Penduduk desa ini sebagian besar berprofesi sebagai petani.
Selain itu, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan pandai besi. Biasanya, suasana desa akan semakin ramai bila musim panen tiba karena banyaknya warga yang melakukan transaksi di pasar.
Sayangnya, suasana desa yang aman dan sejahtera itu terusik dengan kedatangan seorang nenek tua bernama Nenek Pakande. Ia memiliki perawakan badan yang setengah membungkuk, rambut berwarna putih, dan wajah yang sudah berkeriput.
Meskipun penampilannya seperti wanita-wanita tua kebanyakan, Nenek Pakande sebenarnya bukanlah manusia biasa. Wanita tua ini merupakan siluman pemakan manusia yang menjelma sebagai manusia untuk mencari mangsanya.
Menurut legenda, Nenek Pakande adalah pemakan daging manusia. Wanita tua ini akan menculik bayi ataupun anak-anak kecil yang akan menjadi santapannya. Oleh sebab itu, beberapa kali terdengar kabar bahwa ada anak-anak kecil dan bayi di desa-desa lainnya.
Nenek Pakande berkeliling ke desa di daerah Soppeng itu pada malam hari guna mencari mangsa baru. Ia diam-diam mengamati interaksi penduduk di desa di balik semak-semak yang mengelilingi desa tersebut.
Pada suatu malam, ada dua anak kecil bersaudara yang tengah asyik bermain di halaman rumah. Ibu dari kedua bocah itu telah berkali-kali meminta anaknya untuk segera masuk ke dalam rumah dan mandi.
“Ayolah anak-anak, turuti permintaan ibu. Ibu masih sibuk mempersiapkan makan malam untuk kalian dan ayah,” ujar ibu mereka. Karena anak-anak itu tetap mengabaikannya, sang ibu masuk ke dalam rumah dengan kesal karena harus cepat-cepat memasak.
Melihat situasi yang sudah sepi, Nenek Pakande dengan cepat menculik kedua anak itu dan membawanya ke tempat persembunyiannya. Sang ibu yang keluar dari rumah untuk mengecek anak-anaknya, wajahnya berubah pucat pasi karena ia kedua anaknya sudah tak ada.
Penculikan Anak dan Bayi yang Dilakukan oleh Nenek Pakande
Sang ibu mencari anak-anaknya di sekitar rumah, bahkan hingga di pelosok-pelosok desa. Namun, usaha si ibu tidak membuahkan hasil. Ia lalu meminta pertolongan orang-orang kampung.
Di bawah sinar bulan, warga desa berkumpul dan bertanya kepada ibu itu berteriak minta tolong. Sang ibu menjelaskan kalau kedua anaknya tiba-tiba menghilang padahal sebelumnya masih asyik bermain di pekarangan rumah.
Salah satu warga lalu berinisiatif untuk menemui pemimpin kampung mereka. Rombongan warga ini kemudian mendatangi rumah sang kepala desa. Kedatangan para warga tentunya membuat sang kepala desa terkejut.
“Ada apa kalian beramai-ramai ke sini di malam yang sudah larut ini?” tanya sang pemimpin desa. “Maafkan telah mengganggu waktu istirahat bapak. Tapi, ada warga kita yang kehilangan anak, pak” ujar salah satu warga.
“Kehilangan anak? Kok bisa?” tanya sang kepala desa dengan penuh kebingungan dalam cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan. Sang ibu yang kehilangan kedua anaknya kemudian menjelaskan kejadian tragis yang menimpa dirinya.
Kepala desa lalu meminta para warga untuk mencari lagi di seluruh pelosok desa dan sekitaran hutan yang mengelilingi kampung itu. Para warga melakukan pencarian dengan menggunakan obor-obor dari bambu sebagai sumber penerangan.
Sayangnya, sampai tengah malam sekalipun, pencarian itu hasilnya nihil. Sang kepala desa kemudian menyuruh para warganya pulang ke rumah untuk tidur dan mengumpulkan tenaga untuk pencarian di esok hari.
Keesokan harinya, para warga berkumpul di depan rumah sang kepala desa. Mereka berdiskusi tentang area mana saja yang perlu diperiksa kembali dalam pencarian. Tiba-tiba saja, datang seorang ibu-ibu yang melaporkan bahwa bayinya hilang.
Sang ibu menjelaskan bahwa bayinya hilang saat ia tidur padahal mereka tidur di ruangan yang sama. Kepala desa menanyakan kemana suami sang ibu ini, tapi ia mengatakan kalau suaminya tengah pergi ke kampung sebelah untuk menjenguk saudaranya yang sakit.
Diskusi Rencana untuk Mengalahkan Nenek Pakande
Para warga yang memiliki anak-anak kecil pun merasa ketakutan. Mereka khawatir kalau anak-anak mereka akan menjadi korban selanjutnya. Para penduduk di desa itu tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Ketika warga tengah sibuk berdiskusi untuk mencari solusi masalah penculikan itu, tiba-tiba seorang pemuda bernama La Beddu angkat bicara. “Sepertinya anak-anak dan bayi yang hilang diambil oleh Nenek Pakande,” ujar laki-laki ini.
“Minggu lalu tersiar juga kabar bahwa ada anak kecil dari kampung sebelah yang menghilang,” lanjut La Beddu. “Kita sepertinya perlu mengalahkan Nenek Pakande jika tidak ingin anak-anak kecil lainnya menjadi korban selanjutnya,” lanjut pemuda itu.
“Tapi, bukankah Nenek Pakande adalah seorang yang sakti?” tanya salah satu warga. “Benar! Aku dengar tak seorang manusia pun yang bisa mengalahkan Nenek Pakande. Kabarnya sang nenek hanya takut kepada sosok raksasa yang bernama Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale,” timpal warga lainnya.
“Keberadaan Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale sendiri juga tidak diketahui. Tidak ada seorang pun yang pernah berjumpa dengan raja raksasa ini,” ujar salah satu warga.
Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale adalah raja raksasa yang sebenarnya juga pemakan manusia. Namun, berbeda dengan Nenek Pakande, raksasa ini hanya memangsa manusia-manusia jahat yang perilakunya merugikan orang lain.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang untuk bisa mengalahkan Nenek Pakande?” tanya seorang warga dengan nada cemas. Para penduduk lainnya juga diam memikirkan solusi.
Baca juga: Legenda Asal Mula Sungai Kawat dan Ulasannya, Akibat Sifat Keserakahan Manusia
Rencana La Beddu untuk Melawan Nenek Pakande
Dalam keheningan itu, La Beddu mengangkat suaranya lagi. “Saya punya rencana untuk memusnahkan Nenek Pakande,” ucapnya dengan yakin. Sebagian penduduk menunggu penjelasannya, sementara sebagian yang lain hanya menatapnya dengan pandangan sebelah mata.
“Hei, La Beddu. Kamu jangan main-main, ya. Memangnya kamu punya kesaktian apa sampai memiliki kepercayaan diri untuk bisa mengalahkan Nenek Pakande?” tanya salah satu penduduk dengan nada merendahkan.
La Beddu tidak terpancing emosi dan hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Kesaktian tidak selamanya harus dilawan dengan kesaktian juga. Manusia diberi akal untuk bisa berpikir,” jelasnya.
“Lalu, kira-kira rencana apa yang kamu miliki untuk melawan Nenek Pakande?” tanya sang kepala desa. “Tuanku, saya butuh salaga (garu), busa sabun satu ember, kulit rebung yang sudah kering, batu-batu besar, dan beberapa ekor belut,” jawab La Beddu.
Para penduduk desa kemudian membubarkan diri dan segera mencari apa saja yang dipinta oleh La Beddu. Ada yang sibuk membuat salaga, mempersiapkan busa sabun satu ember, dan ada juga yang mencari belut di sawah serta kura-kura di pinggiran sungai.
Setelah semua hal yang diminta oleh La Beddu terkumpul, dikisahkan dalam cerita Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan bahwa para penduduk lalu kembali berkumpul di depan rumah sang kepala desa. La Beddu lalu mengecek kelengkapan benda-benda itu.
“Bagaimana? Apa masih ada yang kurang?” tanya sang kepala desa kepada La Beddu. “Sudah Tuanku, tapi bolehkah saya meminta seorang bayi yang nantinya akan saya letakkan di Balla Raja?” pinta pemuda itu dalam cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan.
“Boleh saja. Tapi, jelaskan dulu rencanamu kepadaku dan para penduduk desa,” ucap sang kepala desa. La Beddu lalu menjelaskan rencananya kepada para warga di situ. Ia berencana akan menyamar sebagai Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale.
Perjumpaan La Beddu dengan Nenek Pakande
La Beddu mengungkapkan bahwa ia akan menggunakan selaga sebagai sisir dan kura-kura sebagai kutu raksasa. Sementara itu, busa sabun akan digunakan seperti air liur dan kulit rebung akan dipakai sebagai terompet agar suaranya bisa menggelegar seperti seorang raksasa.
Rencananya, mereka akan menarik perhatian Nenek Pakande dengan menaruh bayi salah satu warga di Balla Raja yang merupakan rumah panggung paling besar di desa itu. Ia meminta bantuan para penduduk untuk menaruh belut di tangga pintu masuk Balla Raja dan batu-batu besar di sekitarnya.
Tibalah waktu pelaksanaan untuk mengalahkan Nenek Pakande. Di malam yang disinari cahaya bulan purnama, para warga bahu-membahu mempersiapkan jebakan mereka untuk sang nenek.
Lalu, setelah semua persiapan selesai, mereka bersembunyi di sekitar Balla Raja. Sementara itu, bayi yang diminta La Beddu telah di taruh di tengah-tengah ruangan rumah panggung tersebut. La Beddu sendiri mempersiapkan dirinya sebagai raksasa.
Tak lama kemudian, muncullah Nenek Pakande dari arah hutan. Wanita tua itu melihat kondisi setiap rumah desa yang gelap gulita kecuali rumah panggung yang paling besar. Sayup-sayup ia mendengar suara tangis seorang bayi dalam rumah itu.
Nenek Pakande dengan hati gembira berjalan ke arah Balla Raja dan diam-diam masuk ke dalam rumah. Namun, ketika ia akan mendekati sang bayi, tiba-tiba terdengar suara yang menggelegar.
“Jangan kamu dekati bayi itu. Aku sudah mengincar bayi itu sejak tadi. Pergi kamu!” ujar La Beddu yang sedang berpura-pura menjadi raksasa. “Siapa kamu?! Aku juga ingin mengambil bayi itu. Aku tidak takut denganmu!” ucap Nenek Pakande.
“Aku adalah Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale, dan aku ingin kamu pergi sekarang juga dari rumah dan desa ini. Wilayah ini sudah menjadi area kekuasaanku!” ujar La Beddu dengan nada mengancam.
“Ah, aku tidak percaya kalau kamu adalah Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale,” jawab Nenek Pakande. Dikisahkan dalam cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan, sang nenek tetap mengacuhkan ancaman si raksasa dan kembali mendekati bayi incarannya.
Kesuksesan Rencana La Beddu dan Matinya Nenek Pakande
La Beddu lalu menumpahkan seembur air busa yang telah ia siapkan. “Ah, lihatlah! Air liurku sudah mengalir kemana-mana! Kalau kamu tidak segera pergi dari sini, aku akan menjadikanmu sebagai mangsaku!” ucap La Beddu dengan lantang.
Kura-kura kecil yang ada di ember dekat La Beddu lalu ditumpahkan ke lantai ruangan itu. “Ah, kutu-kutu ini sangat menggangguku dan membuat kepalaku jadi gatal saja!” keluh La Beddu sambil menjatuhkan selaganya.
Melihat kejadian itu, nyali Nenek Pakande yang awalnya tak ingin kalah tiba-tiba menciut. Ia pun berlari ke arah pintu keluar dengan buru-buru untuk menyelamatkan diri.
Sayangnya, ketika Nenek Pakanda menuruni anak tangga, kakinya menginjak belut yang licin. Ia pun terpeleset dan kepalanya membentur batu-batu besar yang telah ditaruh oleh para warga di luar pintu.
Nyawa Nenek Pakande tak terselamatkan. Para warga yang berjaga-jaga di sekitar Balla Raja dengan rasa cemas bersorak penuh kebahagiaan karena rencana mereka berhasil. La Beddu yang berada di dalam ruangan ikut keluar bergabung dengan para penduduk yang menyelamati satu sama lain atas kesuksesan mereka.
Keesokan harinya, mayat Nenek Pakande dibakar dengan menggunakan api yang besar. Abu mayatnya juga ditebar ke berbagai penjuru agar tidak bisa hidup kembali. Begitulah akhir dari cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan.
Baca juga: Legenda Pangeran Biawak Asal Kalimantan Selatan Beserta Ulasan Menariknya
Unsur Intrinsik Kisah Nenek Pakande
Dalam uraian di atas, kamu telah mengetahui bagaimana dongeng Nenek Pakande. Selanjutnya, tak lengkap rasanya kalau kamu tidak sekalian menyimak tentang unsur-unsur intrinsik dalam ceritanya. Yuk, langsung cek saja!
1. Tema
Gagasan utama atau tema dari cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan adalah melawan kesaktian dengan kecerdikan. Dalam kisahnya, La Beddu berhasil mengalahkan Nenek Pakande menggunakan kecerdikannya dengan mendapatkan bantuan dari penduduk desa.
2. Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam dongeng yang populer di masyarakat Bugis ini. Pertama, Nenek Pakande yang memiliki watak licik, serakah, serta suka menculik anak dan bayi.
Selanjutnya, karakter kepala desa yang menjadi sosok pemimpin bijaksana, peduli dengan warganya, serta bisa diandalkan dalam berbagai situasi. Sementara itu, La Beddu adalah pemuda yang pandai, ramah, dan tidak mudah terpancing emosi.
Ada juga karakter ibu dari kedua bocah yang diculik yang memiliki watak peduli dengan anak-anaknya dan bisa mengambil keputusan dalam suasana genting. Kedua bocah yang diculik Nenek Pakande dijelaskan sebagai anak yang sedikit bandel dan tidak langsung mematuhi perintah orangtua.
Para warga digambarkan sebagai karakter-karakter yang mempunya beragam watak. Sebut saja peduli dengan kesusahan tetangganya, meremehkan anak-anak muda, serta suka memancing emosi.
3. Latar
Latar atau tempat kejadian cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan mengambil lokasi di sebuah desa yang berada di daerah Soppeng. Sementara itu, kejadian-kejadian di dalam kisahnya berlangsung di depan rumah ibu dua anak, rumah sang kepala desa, dan Balla Raja.
4. Alur
Dongeng dari masyarakat Bugis ini mempunyai alur maju atau progresif. Di awal kisah, terdapat perkenalan desa yang makmur yang kemudian kedamaiannya diusik oleh Nenek Pakande.
Puncak konflik terjadi ketika Nenek Pakande berhadapan dengan La Beddu yang berpura-pura sebagai raksasa Raja Bangkung Pitu Reppa Rawo Ale. Meskipun mulanya tidak percaya, sang nenek memilih untuk kabur karena takut dengan raksasa itu.
Sayangnya, Nenek Pakande justru menemui kematiannya setelah kepalanya terbentur batu besar yang disediakan oleh para penduduk desa. Dongeng ditutup dengan dibakarnya mayat sang nenek supaya tidak bisa bangkit lagi.
5. Pesan Moral
Pesan moral dari cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan adalah untuk tidak takut melawan kejahatan jika kamu memang berada di jalan yang benar. Keberanian La Beddu bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kamu juga belajar untuk tidak mudah putus asa. Permasalahan yang sedang kamu hadapi akan ada jalan keluarnya jika kamu berpikiran jernih dan bisa mengambil sikap bijak.
Bukan hanya unsur-unsur intrinsik, ada juga unsur ekstrinsik yang bisa kamu simpulkan dari dongeng di atas. Sebut saja nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat, seperti nilai budaya, sosial, dan moral.
Baca juga: Cerita Abu Nawas Mencari Cincin dan Ulasannya, Kisah Menggelikan yang Mengandung Pesan Bijak
Fakta Menarik
Setelah menyimak cerita rakyat Nenek Pakande dari Sulawesi Selatan, saatnya kamu mengetahui informasi menarik yang bersangkutan tentang dongeng tersebut. Simak ulasannya dalam penjelasan berikut:
1. Ada Versi Lain
Karena dikisahkan secara turun-temurun, bukan sebuah kebetulan kalau ada versi lain dari cerita Nenek Pakande di Sulawesi Selatan. Meskipun awalnya memiliki plot yang sama, akhir cerita bisa saja memiliki penutup yang berbeda.
Ada yang menceritakan kalau Nenek Pakande tidak benar-benar mati. Konon, dengan kesaktiannya, sang nenek terbang ke bulan sebelum sempat dibunuh oleh para penduduk desa.
Maka dari itu, ada beberapa orangtua dari suku Bugis yang masih percaya bahwa arwah Nenek Pakande masih hidup abadi. Karena kepercayaan itulah, beberapa orangtua melarang anak-anak mereka yang masih kecil untuk bermain di luar rumah ketika malam telah tiba.
Baca juga: Kisah Pangeran Sarif dari Betawi yang Sakti dan Bijaksana Beserta Ulasan Lengkapnya
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Nenek Pakande yang Legendaris
Begitulah ringkasan kisah Nenek Pakande yang merupakan salah satu dongeng populer dari kumpulan cerita rakyat dari Sulawesi Selatan. Kamu bisa menceritakan kembali legenda tersebut kepada si kecil ataupun keponakan-keponakan kesayangan.
Selain artikel ini, masih banyak dongeng keren lainnya yang bisa kamu temukan di PosKata. Beberapa di antaranya adalah kisah Abu Nawas Mencari Cincin, legenda Pulau Si Jangoi, dan cerita rakyat Telaga Alam Banyu Batuah. Selamat membaca!