Cerita rakyat Naga Erau merupakan salah satu legenda populer yang erat kaitannya dengan pelaksanaan festival di Kalimantan Timur. Apakah kamu familier dengan ceritanya? Kalau belum, mari simak kisah lengkapnya dalam artikel ini!
Secara lebih spesifik, cerita rakyat Naga Erau berasal dari Tenggarong, yakni ibu kota dari Kabupaten Kutai Kartanegara. Legendanya sendiri mengisahkan tentang dua sosok, yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti dan Putri Karang Melenu.
Dalam artikel ini, kamu akan menjumpai kisah lengkap dari dongeng legendaris tersebut. Selain itu, ada juga pembahasan mengenai unsur-unsur intrinsik dan fakta menarik yang bisa menambah wawasan.
Lantas, kira-kira seperti apa cerita rakyat Naga Erau serta pembahasannya? Daripada makin penasaran, lebih baik kamu langsung menyimak kisahnya dalam uraian berikut, yuk! Semoga saja setelah menyimak kisahnya, ada pesan moral yang bisa kamu ambil.
Cerita Rakyat Naga Erau
Pada zaman dulu kala, terdapat sebuah desa yang terletak di lereng sebuah gunung di daerah Kalimantan Timur bernama Jaitan Layar. Desa tersebut dipimpin oleh seorang petinggi dengan istrinya. Meskipun sudah berusia lanjut, tapi mereka belum juga dikaruniai seorang anak.
Pasangan suami istri itu tidak pernah putus asa dan tetap berusaha. Seringkali, mereka pergi bertapa jauh dari kerabat dan penduduk Jaitan Layar. Setiap bertapa, mereka tak henti-hentinya berdoa memohon kepada Dewata agar diberi keturunan.
Pada suatu malam, ketika seluruh penduduk di Desa Jaitan Layar tidur terlelap, terdengar bunyi gemuruh di halaman rumah pemimpin dusun. Lingkungan sekitar yang mulanya gelap gulita sekejap menjadi terang benderang.
“Cahaya apa itu, Pak?” tanya istri sang Petinggi yang terbangun dari tidurnya. Suaminya hanya menggeleng kepala karena sama-sama tidak tahu. Sang istri kemudian menyuruh suaminya untuk mengecek apa yang yang terjadi di depan rumahnya.
Sang Petinggi kemudian memberanikan diri untuk mengecek halaman rumahnya. Ia sangat terkejut melihat keberadaan sebuah batu raga mas di halaman rumahnya. Setelah dicek, ternyata di dalam batu itu terdapat seorang bayi laki-laki yang masih merah seperti baru lahir yang diselimuti kain berwarna emas.
Ketika diamati, ternyata tangan kanan bayi laki-laki tersebut memegang sebutir telur ayam. Sementara itu, tangan kirinya memegang sebilah keris emas. Sang bayi terlihat tertidur pulas sambil memegang dua benda di kedua tangannya itu.
Keinginan Mendapatkan Anak Dikabulkan Para Dewa
Sang Petinggi yang masih mencoba memproses apa yang tengah dialaminya kemudian dikejutkan dengan kehadiran tujuh dewa di hadapan matanya. Dikisahkan dalam cerita rakyat Naga Erau, salah satu dari dewa itu lalu berbicara kepada sang Petinggi.
“Berterimakasihlah kamu karena doamu telah dikabulkan oleh para dewa. Bayi ini adalah keturunan dari para dewa di kahyangan. Maka dari itu, kamu tidak boleh menyia-nyiakannya. Cara merawat bayi laki-laki itu juga berbeda dengan bayi-bayi pada umumnya,” ujar sang Dewa.
“Kamu jangan sampai meletakan bayi itu sembarangan di atas tikar. Ia harus dipangku secara bergantian oleh kaum kerabat sang Petinggi selama empat puluh hari empat puluh malam. Selain itu, ketika dimandikan, air yang dipakai untuk bayi tersebut haruslah dengan air yang diberi bunga-bungaan, bukan air biasa.”
Sang Dewa kemudian melanjutkan pesannya, ” Kelak jika bayi laki-laki itu sudah tumbuh besar, maka ia tidak boleh menginjak tanah sebelum diadakan Erau. Ketika melaksanakan acara Tijak Tanah (Menginjak Tanah), kaki anak itu harus diinjakkan pada kepala manusia yang masih hidup dan yang telah mati.”
“Selain itu, kaki anak tersebut juga perlu diinjakkan ke kepala kerbau yang telah mati dan yang masih hidup. Saat sang anak ingin mandi di sungai untuk pertama kali, kamu juga hendaknya menggelar Mandi ke Tepian, sama seperti pada upacara Tijak Tanah.”
Sang Petinggi menyimak pesan dari sang Dewa dengan seksama. Ia dipenuhi rasa kebahagiaan karena akhirnya bisa memiliki seorang putra. “Terima kasih, Dewa. Saya akan melaksanakan semua petuah Dewa dengan sebaik-baiknya,” ucap sang Petinggi.
Setelah selesai menyampaikan pesan kepada sang Petinggi, ketujuh dewa itupun tiba-tiba menghilang. Sang Petinggi lalu membawa bayi laki-laki itu ke rumah dan menceritakan kejadian yang baru saja ia alami pada istrinya.
Mendengar penuturan suaminya, sang istri Petinggi merasa sangat bahagia dan jatuh hati dengan bayi laki-laki itu. Bayi tersebut memiliki paras yang tampan bagaikan bulan purnama dengan tubuh yang sehat dan segar. Siapa pun yang memandangnya, akan tumbuh rasa kasih sayang untuk si bayi.
Timbul Masalah Soal Menyusui Bayi Keturunan Dewa
Sayangnya, bayi itu kemudian tiba-tiba menangis. Pasangan suami istri itu menebak bahwa si bayi merasa kelaparan. Mereka kebingungan karena payudara istri sang Petinggi tidak mungkin mengeluarkan air susu dikarenakan umurnya yang sudah tua.
Sang Petinggi kemudian membakar dupa dan setanggi sembari menebar beras kuning dalam cerita rakyat Naga Erau. Ia lalu memanjatkan doa kepada para dewa supaya bisa memberikan keajaiban pada istrinya untuk bisa memproduksi air susu yang harum baunya.
Tak disangka, terdengarlah suara dari Kahyangan setelah sang Petinggi selesai memanjatkan doanya. “Nyai Jaitan Layar, usap-usaplah payudaramu dengan tangan berulang kali sampai muncul air susu darinya, ” perintah suara itu.
Sang istri Petinggi segera melakukan perintah dari suara kahyangan tersebut. Ia mengusap-usap payudaranya sebelah kanan sebanyak tiga kali. Ajaibnya, air susu benar-benar keluar dari payudara sang istri Petinggi dan memiliki bau yang harum seperti wangi ambar dan kasturi.
Pasangan suami istri itu sangat gembira karena bisa memberikan asupan gizi kepada bayi laki-laki keturunan dewa itu. Sang bayi sendiri berhenti menangis dan dengan penuh semangat menyusu pada payudara istri sang Petinggi.
Sesuai dengan petuah dari para dewa, bayi laki-laki itu diberi nama Aji Batara Agung Dewa Sakti. Sang Petinggi dan istrinya merawat putra mereka sesuai dengan petunjuk para dewa. Mereka memandikan anaknya dengan menggunakan air bunga.
Tiga hari tiga malam kemudian, putuslah tali pusar Aji Batara Agung Dewa Sakti. Kejadian itu dirayakan oleh seluruh penduduk Jaitan Layar dengan sukacita. Mereka merayakannya dengan menembakkan meriam Sapu Jagat sebanyak tujuh kali.
Selama empat puluh hari empat puluh malam, Aji dipangku bergantian oleh penduduk desa Jaitan Layar. Mengingat latar belakangnya, mereka menjaga bayi itu dengan sebaik-baiknya karena tidak mau mengecewakan sang Petinggi dan para dewa di kahyangan.
Baca juga: Legenda Putri Aji Bidara Putih, Asal Usul Terbentuknya Danau Lipan Beserta Ulasan Lengkapnya
Pelaksanaan Tradisi Erau
Lima tahun telah berlalu. Aji telah menjadi anak kecil yang bisa berjalan ke sana dan ke mari. Sayangnya, sang Petinggi dan istrinya belum bisa membolehkan putra mereka untuk bermain dengan teman-temannya sebelum upacara Tijak Tanah dilakukan.
Beberapa hari kemudian, sang Petinggi dibantu dengan para penduduk Desa Jaitan Layar menggelar pesta Erau yang didalamnya juga dilaksanakan upacara Tijak Tanah dan Mandi ke Tepian. Dalam cerita rakyat Naga Erau, penyelenggaraan pesta Erau dilakukan selama empat puluh hari empat puluh malam secara meriah.
Sang Petinggi menyembelih kerbau sesuai dengan perintah para dewa dan menyediakan jenazah untuk upacara Tijak Tanah. Aji Batara Agung Dewa Sakti kemudian diarak dan kakinya dipijakkan pada kepala hewan dan manusia yang telah ditutupi dengan kain berwarna kuning.
Setelah upacara Tijak Tanahi selesai, para penduduk Jaitan Layar lalu membawa putra sang Petinggi ke sungai untuk upacara Mandi ke Tepian. Dalam upacara tersebut, Aji dimandikan dan kakinya dipijakkan pada batu yang ada di sungai. Selain putra sang Petinggi, semua warga desa ikut mandi, baik perempuan atau laki-laki, muda dan tua.
Selepasnya, Aji Batara Agung Dewa Sakti diarak pulang ke rumah orangtuanya. Oleh orang-orang, putra sang Petinggi itu kemudian dipakaikan baju kebesaran. Aji lalu kembali dibawa ke halaman dengan dilindungi payung agung dan diiringi lagu gamelan Gajah Perwata serta bunyi meriam Sapu Jagat.
Ketika penduduk Jaitan Layar sibuk meramaikan arak-arakan itu, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman guntur yang dahsyat. Suaranya membuat bumi seperti tergoncang disertai hujan panas turun merintik. Namun, kejadian itu rupanya tidak berlangsung lama karena cahaya cerah kembali menerangi langit desa Jaitan Layar.
Melihat kejadian itu, penduduk desa lalu menghamparkan kasur agung dan permadani kemudian membaringkan Aji Batara Agung Dewa Sakti di atasnya. Selanjutnya, upacara diteruskan dengan pengasahan gigi putra sang Petinggi yang kemudian diberi makan sirih.
Dimulainya Silsilah Raja Kutai Martadipura
Setelah itu, pesta Erau dalam cerita rakyat Naga Erau dimulai dengan berbagai macam pertunjukan permainan yang meriah. Para penduduk laki-laki dan perempuan silih berganti menari serta adanya adu binatang untuk hiburan. Beragam makanan dan minuman pun disajikan untuk dinikmati bersama.
Pesta itu dilaksanakan hingga tujuh hari tujuh malam dengan tidak putusnya-putusnya. Setelah pesta berakhir, sang Petinggi kemudian membagikan semua bekas bala-balai kepada penduduk yang kurang mampu. Hal yang sama juga dilakukan oleh istri sang Petinggi.
Ternyata, pesta Erau itu juga mengundang tamu dari berbagai penjuru negeri karena setelah acara selesai mereka beramai-ramai berpamitan pada sang Petinggi dan Aji. Saat berpamitan, mereka tiada hentinya memuji-muji Aji, “Tak ada seorang pun yang dapat menyamainya, baik wajah tampannya maupun sikapnya yang berwibawa.”
Seiring berjalannya waktu, Aji Batara Agung Dewa Sakti tumbuh menjadi seorang laki-laki yang tampan, gagah, cerdas, dan bijaksana. Ia kemudian diangkat menjadi raja pertama dari Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Marta Dipura (1300–1325). Ketika menjadi raja, Aji mempersunting Putri Karang Melenu.
Konon ceritanya, Putri Karang Melenu merupakan titisan dari para dewa di kahyangan yang mulanya berwujud ulat kecil. Ia dirawat oleh petinggi di salah satu desa yang berada di pinggir aliran Sungai Mahakam. Tak disangka, ulat kecil yang dirawat itu lama-kelamaan tumbuh menjadi seekor naga yang besar.
Melalui mimpi, naga itu menenangkan orangtua angkatnya supaya tidak takut dengannya karena ia tidak memiliki niat jahat. Ia hanya ingin dibuatkan tangga di depan rumah supaya bisa pergi ke Sungai Mahakam. Sang Petinggu kemudian menceritakannya mimpinya pada istrinya dan segera melaksanakan pesan yang ia dapat.
Ketika mengerjakan tangga, sang Petinggi mendapatkan wangsit dari seorang putri yang meminta laki-laki itu untuk mengikuti ke mana pun sang Naga merayap. Putri itu juga meminta agar sang Petinggi membakar wijen hitam serta menaburi tubuh sang Naga dengan beras kuning.
Latar Belakang Putri Karang Melenu
Benar saja, setelah tangganya selesai, sang Naga dalam cerita rakyat Naga Erau dikisahkan segera turun dari rumah panggung orangtua angkatnya dan merayap menuju Sungai Mahakam. Sesampainya di sunga, sang Naga berenang tujuh kali kali berturut-turut ke bagian hulu dan hilir sungai.
Sang Petinggi dan istrinya mengikuti pergerakan naga itu dengan menaiki perahu. Lalu, sang Naga menuju Tepian Batu dan berenang ke kiri serta ke kanan tiga kali sebelum akhirnya menyelam ke dalam sungai. Secara bersamaan, terjadilah peristiwa yang tak diduga di mana air sungai bergejolak dan lewatnya angin yang bertiup kencang.
Hujan deras turun bersamaan dengan munculnya guntur dan petir di langit. Sang Petinggi bersama istrinya yang masih terkejut dengan apa yang terjadi di sekitar mereka segera mendayung perahu ke tepian untuk menyelamatkan diri.
Namun, peristiwa itu ternyata tidak berlangsung lama karena cuaca tiba-tiba menjadi cerah kembali. Meskipun begitu, pasangan suami istri yang ada di tepian sungai bertanya-tanya keberadaan sang Naga. Ketika masih sibuk mencari, mereka kemudian melihat suatu pemandangan yang menakjubkan.
Air Sungai Mahakam di mana menjadi tempat sang Naga tenggelam keluar buih-buih. Selain itu, warna sinar pelangi juga menerpa buih-buih dan menampilkan cahaya yang kemilau. Sang Petinggi dengan istrinya mendekati buih-buih itu dan menemukan sebuah gong besar yang di dalamnya terdapat seorang bayi perempuan.
Pasangan suami istri itu segera mendayung perahu mereka untuk menyelamatkan bayi itu. Mereka lalu mengambil gong yang berisi bayi itu dan membawanya pulang ke rumah. Kebetulan, mereka memang telah lama ingin memiliki seorang anak.
Sang Petinggi dan istrinya merawat bayi perempuan itu seolah-olah seperti anak kandung mereka sendiri. Mereka sangat bahagia karena bisa membesarkan anak yang merupakan titipan dari kahyangan.
Pada suatu malam, sang Petinggi menerima wangsit dari para dewa dalam mimpinya untuk memberikan nama kepada bayi perempuan itu setelah tali pusarnya putus. Tiga hari setelah kejadian di Sungai Mahakam, tali pusar bayi perempuan itu putus dan akhirnya ia diberi nama Putri Karang Melenu.
Putri yang memiliki paras cantik dan kepribadian yang luhur itu kemudian dinikahi oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti dan menjadi permaisuri pertama Kerajaan Kutai Martapura. Dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang putra bernama Aji Batara Agung Paduka Nira. Begitulah ulasan cerita rakyat lengkap tentang Naga Erau yang berasal dari Kalimantan Timur.
Baca juga: Legenda Asal-Usul Cikaputrian, Kisah Putri yang Tamak dari Banten Beserta Ulasan Lengkapnya
Unsur Intrinsik Legenda Naga Erau
Sebelumnya, kamu telah menyimak informasi tentang cerita rakyat dari Kalimantan Timur di atas. Nah, sekarang saatnya kamu mengetahui unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam legenda tersebut:
1. Tema
Inti atau tema cerita dari kisah Naga Erau adalah tentang keluarga. Dongeng ini menggaris bawahi tentang pasangan suami istri yang dikaruniai oleh anak setelah sekian lama memanjat doa kepada para dewa di kahyangan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Berdasarkan uraian dari dongeng Naga Erau, terdapat beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam perkembangan ceritanya. Sebut saja sang Petinggi Dusun Jaitan Layar, istri, Aji Batara Agung Dewa Sakti, Putri Karang Melanu, serta sang Petinggi dan istrinya yang membesarkan Putri Karang Melanu.
Sang Petinggi Dusun Jaitan Layar dan ayah angkat Putri Karang Melanu adalah dua tokoh yang wataknya hampir sama. Sebut saja patuh terhadap perintah dewa, dipercayai oleh penduduk dusun yang mereka pimpin, dan menjadi mencintai anak angkat mereka dengan setulus hati.
Istri sang Petinggi Dusun Jaitan Lyar dan ibu angkat Putri Karang Melanu juga menampilkan karakter yang sama. Mereka sama-sama dua wanita yang sabar dan merasa berterima kasih pada para dewa yang telah menitipkan anak kepada mereka.
Sementara itu, Aji Batara Agung Dewa Sakti merupakan laki-laki keturunan dewa yang memiliki karakter bijaksana, berani, dan bertanggung jawab sebagai pemimpin. Untuk Putri Karang Melanu sendiri, ia digambarkan sebagai perempuan yang tidak hanya cantik wajahnya, tapi juga hatinya.
3. Latar
Pengambilan lokasi kejadian dalam cerita rakyat Naga Erau berada di beberapa tempat. Sebut saja kamar, rumah panggung, halaman rumah, dan Sungai Mahakam.
4. Alur
Kisah legendaris dari Kota Tenggarong di atas memiliki alur campuran, yakni maju dan mundur. Mulanya, dongeng itu menceritakan tentang Aji Batara Agung Dewa Sakti yang merupakan raja pertama dari Kerajaan Kutai Martapura.
Konflik terjadi ketika Aji yang ingin bermain tapi tidak diizinkan oleh orangtuanya karena mesti melakukan ritual Tijak Tanah, Mandi ke Tepian, dan Erau. Ketika sudah dewasa, ia kemudian menikah dengan Putri Karang Melenu.
Legenda itu diakhiri dengan lahirnya seorang putra bernama Aji Batara Agung Paduka Nira dari pasangan raja dan permaisuri tersebut. Keluarga ini menjadi keluarga kerajaan pertama dari Kerajaan Kutai Martapura.
5. Pesan Moral
Amanat atau pesan moral dalam legenda Naga Erau mengajarkan tentang pentingnya sikap untuk bertanggung jawab dan amanah ketika mendapatkan perintah. Selain itu, kisah ini juga menceritakan tentang kesabaran pasangan suami istri yang tak kunjung dikaruniai seorang anak.
Meskipun hanyalah dongeng, hadirnya anak laki-laki dan perempuan yang masing-masing diberikan kepada pasangan suami istri pimpinan desa adalah sebagai bentuk perwujudan untuk jangan putus harapan. Bukan hanya itu saja, kisah di atas juga mengajarkan bahwa tidak ada salahnya mengangkat anak apabila memang tidak bisa memiliki anak kandung.
Baca juga: Kisah Batu Rantai dari Kepulauan Riau yang Sarat Pesan Moral Beserta Ulasan Lengkapnya
Fakta Menarik
Sebelumnya, kamu sudah menyimak ulasan tentang unsur-unsur intrinsiknya, kan? Nah, berikut ini ada fakta menarik dari cerita rakyat Naga Erau yang tidak boleh kamu lewatkan:
1. Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia
Kerajaan Kutai Martapura merupakan kerajaan hindu tertua di Indonesia yang didirikan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti. Keberadaan kerajaan ini didapatkan dari peninggalan prasasti yupa yang ditemukan di Bukit Brubus, Muara Kaman, Kalimantan Timur.
Meskipun awalnya menganut agama Hindu, raja-raja Kerajaan Kutai Martapura menyambut baik adanya penyebaran agama Islam di wilayahnya. Hingga pada akhirnya, kerajaan ini kemudian melebur dengan Kesultanan Kutai Kartanegara yang menganut agama Islam pada tahun 1575.
2. Festival Erau
Festival Erau merupakan tradisi peninggalan dari Raja Aji Batara Agung Dewa Sakti yang sering dilaksanakan dalam acara penobatan raja-raja Kerajaan Kutai Kartanegara. Kata erau berasal dari bahasa Kutai, eroh, yang artinya adalah ramai atau riuh.
Pelaksanaan tradisi Erau menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara terakhir dilakukan pada tahun 1965. Namun, acara ini kemudian dihidupkan kembali pada tahun 1971 untuk merayakan peringatan ulang tahun Kota Tenggarong setiap 2 tahun sekali.
Tradisi Erau lalu berkembang menjadi pesta rakyat dan festival budaya yang diramaikan oleh para penduduk dari berbagai daerah Kota Tenggarong. Puncak dari festival ini ditandai dengan acara belimbur atau siram-siraman air antar penduduk.
Cerita Rakyat Naga Erau yang Memiliki Nilai Historis
Demikian rangkuman dari legenda naga yang ada di Sungai Mahakam. Dari kisah tersebut, kamu dapat menyimpulkan bahwa Erau merupakan tradisi yang memiliki sejarah panjang di Kalimantan Timur.
Kamu bisa menjadikan cerita rakyat tersebut sebagai dongeng pengantar tidur. Atau, kisah awal mula raja Kerajaan Kutai Martadipura itu juga bisa kamu sampaikan untuk menghibur para keponakan dalam acara kumpul keluarga.
Selain kisah ini, masih banyak legenda ataupun dongeng lain yang dapat kamu jumpai di PosKata. Beberapa di antaranya adalah cerita rakyat Nenek Luhu, kisah Pak Lebai, dan legenda Nyi Roro Kidul. Selamat membaca!