Provinsi Bengkulu mempunyai banyak dongeng populer yang berkembang di masyarakat, salah satunya adalah cerita rakyat Ular Ndaung. Apakah kamu familier dengan kisah ular besar itu? Kalau belum, mari simak ulasannya dalam artikel ini!
Cerita rakyat Ular Ndaung merupakan salah satu kisah yang dibagikan dengan cara turun-temurun. Legenda ini populer di Provinsi Bengkulu dan telah banyak diterbitkan dalam bentuk media cetak.
Dalam artikel ini, kamu akan menjumpai kisah lengkap tentang ular ajaib tersebut. Selain itu, ada juga pembahasan tentang pesan moral, unsur intrinsik, fakta menarik yang dapat menambah wawasan.
Bagaimana? Sudah tak sabar ingin mengetahui cerita rakyat Ular Ndaung dan pembahasan lengkapnnya? Kalau begitu, alangkah baiknya kamu menyimak informasinya secara lengkap dalam ulasan berikut. Yuk!
Cerita Rakyat Ular Ndaung
Pada zaman dahulu kala, hiduplah satu keluarga di bawah kaki sebuah gunung di Bengkulu. Keluarga itu terdiri dari seorang janda tua dengan tiga anak gadisnya. Mereka hidup di sebuah gubuk dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan hasil tanaman yang ada di kebun mereka.
Sayangnya, hanya sang ibu dan si Bungsu yang bekerja dengan giat setiap hari di kebun tersebut. Sementara ibu dan adik mereka yang paling muda mengeluarkan keringat dan bekerja dengan susah payah, dua anak perempuan lainnya hanya bermalas-malasan di rumah.
Hidup dalam ekonomi yang kekurangan, keluarga itu hanya bisa mengandalkan penjualan tanaman dari kebun mereka yang sempit. Maka dari itu, jika hasil panen dari kebun mereka gagal, keluarga ini terpaksa menahan lapar dan hanya mencari-cari bahan makanan di hutan dekat gubuk mereka berdiri.
Pada suatu hari, kabar buruk menimpa keluarga ini. Sang ibu jatuh sakit dan hanya bisa berbaring di atas dipan. Anak-anaknya pun segera pergi menemui tabib agar ibu mereka segera sembuh. Tabib itu pun mendatangi gubuk mereka dan mengecek kondisi sang ibu.
“Ibu kalian menderita sakit keras. Ia hanya bisa sembuh dengan meminum ramuan dari daun-daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib.” ucap sang tabib. “Sayangnya, bara gaib ini sulit untuk ditemukan dan kalian harus mencari di puncak gunung,” lanjutnya.
“Apakah tidak ada cara lain untuk bisa mendapatkan bara gaib itu, tabib?” tanya salah seorang anak. “Maafkan aku, tidak ada cara lain. Selain itu, kalian perlu tahu bahwa puncak gunung itu dijaga oleh seekor ular gaib yang besar dan menyeramkan yang dikenal sebagai ular n’Daung,” jelas sang tabib dalam cerita rakyat Ular Ndaung.
Mendengar penjelasan sang tabib, perasaan campur aduk menyelimuti ketiga anak perempuan tersebut. Mereka bingung karena di satu sisi ingin menyelamatkan ibu mereka, tapi di sisi lain juga tidak berani menghadapi si ular gaib. Rumor yang beredar di kalangan para penduduk desa mengatakan bahwa ular gaib itu akan memangsa siapa pun yang mendekati puncak gunung tersebut.
Si Bungsu Pergi Mencari Bara Gaib
Ketiga anak janda tua itu tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Hari pun berganti dan kondisi sang ibu semakin memburuk. Si Bungsu yang sudah tidak kuat melihat penderitaan ibunya pun memutuskan untuk pergi mendapatkan bara gaib.
“Kakak, aku tidak ingin berdiam diri di rumah. Aku akan pergi ke puncak gunung untuk mendapatkan bara gaib supaya ibu bisa segera diobati,” ucap si Bungsu kepada kedua kakaknya.
“Apa kamu bilang? Apakah kamu sudah gila? Kamu bisa mati karena menjadi mangsa ular gaib itu,” kata salah seorang kakaknya. “Tapi, kalau aku tidak mencobanya, ibu tidak akan sembuh. Kita tidak akan tahu bagaimana hasilnya kalau hanya berdiam diri di rumah,” balas si Bungsu dengan tekad yang bulat.
“Terserah apa yang ingin kamu lakukan saja. Yang jelas aku tidak sebodoh kamu yang rela mengorbankan diri sendiri untuk dimangsa ular gaib. Kita ini masih terlalu muda untuk mati,” ucap kakaknya yang lain dengan nada tidak peduli.
Meskipun tanggapan dari kedua kakaknya tak seperti yang ia harapkan, si Bungsu menguatkan hati dan berangkat mendaki gunung. Dalam perjalanannya, perempuan itu mengambil daun-daun yang di hutan yang bisa dimanfaatkan sebagai obat untuk ibunya. Ia terus mendaki untuk bisa mencapai puncak gunung walaupun kelelahan karena tenaganya yang terkuras.
Sebelum mencapai puncak, dikisahan dalam cerita rakyat Ular Ndaung bahwa si Bungsu mulai merasa takut karena ia mesti melewati goa kediaman ular besar tersebut. Area sekitar goa itu memberikan kesan yang menyeramkan karena banyaknya pohon besar berlumut. Selain itu, daun-daunnya membuat sinar matahari sulit untuk menembus sehingga minim cahaya.
Perjanjian antara Si Bungsu dengan Ular Ndaung
Tak lama kemudian, terdengarlah suara bergemuruh yang berasal dari gua tersebut. Tiba-tiba saja, keluarlah ular besar dan panjang yang kemudian bergerak mendekati si Bungsu. Ular itu berkali-kali menjulurkan lidahnya sembari menatap si Bungsu dengan pandangan yang tajam.
“Wahai ular yang agung, bolehkah saya meminta bara gaib yang berada di puncak gunung? Bara itu akan saya gunakan untuk mengobati ibu saya yang sedang sakit keras,” terang si Bungsu sambil menekan rasa takutnya.
Ular n’Daung yang mendengar permintaan si Bungsu terdiam. Hewan itu kemudian mulai membuka mulutnya. “Baiklah. Kamu boleh membawa pulang bara gaib untuk ibumu di rumah. Namun, kamu perlu berjanji bahwa kamu mau menjadi istriku.”
Si Bungsu yang tidak menduga akan mendapatkan bara gaib tanpa pikir panjang menyanggupi persyaratan ular n’Daung. “Baiklah. Saya bersedia menjadi istrimu. Namun, izinkanlah aku untuk pulang terlebih dahulu ke rumah untuk memberikan bara gaib pada ibuku. Aku berjanji akan kembali ke puncak gunung ini setelah itu,” ucap si Bungsu lebih lanjut.
“Baiklah, aku pegang janjimu. Kamu jangan sekali-kali mencoba untuk mengingkarinya karena kamu akan menanggung akibatnya,” kata ular n’Daung dengan nada mengancam. Hewan itu kemudian mengambilkan bara gaib dan memberikannya kepada gadis tersebut.
Si Bungsu menerima bara gaib pemberian dari ular n’Daung dengan sukacita. Ia mengucapkan terima kasih kepada ular besar itu dan segera beranjak pulang. Gadis itu dengan hati-hati menyimpan bara gaib bersama dengan dedaunan yang sebelumnya ia kumpulkan dalam perjalanan.
Baca juga: Kisah Sawerigading dari Sulawesi Selatan & Ulasan Menariknya, Penyemangat Agar Pantang Menyerah
Kesembuhan Sang Ibu dan Usaha untuk Menepati Janji
Sesampainya di rumah, si Bungsu segera menemui sang tabib supaya segera meracik ramuan untuk menyembuhkan penyakit ibunya. Sang tabib dan kedua kakak si Bungsu tidak percaya kalau gadis itu berhasil mendapatkan bara gaib dan pulang dengan selamat.
Mereka tidak ingin menyia-nyiakan waktu dan segera menyiapkan keperluan untuk meracik obat. Si Bungsu menumbuk dedaunan hutan dan merebusnya dengan api dari bara gaib sesuai dengan instruksi sang tabib. Setelah itu, ramuan obat itu segera diberikan kepada ibunya.
Setelah meminum ramuan itu, diceritakan dalam cerita rakyat Ular Ndaung bahwa kondisi sang ibu lama-kelamaan berangsur membaik. Ketiga anak perempuan itu menyambut kesembuhan ibu mereka dengan penuh kebahagiaan. Si Bungsu bersyukur karena usahanya tidak berakhir sia-sia.
Keesokan harinya, si Bungsu berangkat kembali ke puncak gunung untuk memenuhi janjinya kepada ular n’Daung. Ia sampai di gua kediaman sang ular besar pada malam hari. Namun, betapa terkejutnya gadis itu karena ia justru melihat kejadian ajaib di mana ular n’Daung berubah menjadi seorang ksatria muda yang tampan.
“Wahai ksatria, apakah kamu merupakan jelmaan dari ular n’Daung?” tanya si Bungsu dengan nada bertanya-tanya.
“Benar. Aku adalah ular n’Daung yang sebenarnya merupakan seorang pangeran. Namaku adalah Abdul Rahman Alamsjah. Sebenarnya, aku adalah seorang manusia yang disihir oleh pamanku untuk menjadi seekor ular besar menyeramkan yang menjaga bara gaib. Ia menyihirku karena ingin menguasai takhtaku dan memenuhi ambisinya sebagai seorang raja,” jelas sang pangeran.
Rencana Jahat dari Kedua Kakak Kandung
Sementara itu, kedua kakak si Bungsu yang ada di rumah merasa penasaran kenapa adik mereka bisa mendapatkan bara gaib itu. Mereka kemudian menyusul si Bungsu untuk pergi ke puncak gunung. Ketika adik mereka berhenti di depan sebuah gua.
“Apa yang ia lakukan di situ? Apakah itu adalah gua ular n’Daung? Bagaimana kalau ia tiba-tiba dimangsa ular besar itu?” tanya salah seorang kakaknya pada saudaranya. “Entahlah, aku tidak peduli jika ia akan dimangsa atau tidak. Aku hanya penasaran kenapa ia kembali ke gua yang menyeramkan itu,” balas kakak si Bungsu satunya.
Ternyata, mereka melihat pemandangan di luar dugaan karena si Bungsu justru bertemu dengan seorang ksatria tampan yang keluar dari gua itu. Rasa iri timbul dalam hati kedua kakak si Bungsu karena adik mereka bisa dekat dengan seorang pangeran.
“Pantas saja ia mau kembali ke gua itu. Ternyata ular n’Daung adalah jelmaan dari seorang ksatria tampan. Kalau begitu, aku juga mau tinggal dengan seorang pangeran walaupun harus hidup di gua yang gelap itu,” ujar salah seorang kakak si Bungsu.
“Lalu, apa yang mesti kita lakukan? Apakah kita akan membiarkannya begitu saja?” tanya saudaranya.
“Begini saja, aku punya sebuah rencana untuk memisahkan si Bungsu dengan pangeran. Bagaimana kalau kita curi dan membakar kulit ular sang pangeran dan membuatnya seolah-olah si Bungsu yang melakukannya?” ucap salah satu kakak si Bungsu.
“Benar juga. Si Bungsu akan terkena amarah dari sang pangeran karena telah menghancurkan kulit ularnya,” ucap saudaranya dengan nada menyetujui.
Kedua gadis itu segera menjalankan rencana jahat mereka dengan cara mengendap-endap masuk ke dalam gua. Si Bungsu ternyata sedang sibuk menata kayu bakar dan tidak menyadari kalau kedua kakaknya telah mengambil kulit ular sang pangeran.
Kedua kakak si Bungsu kemudian dengan segera keluar dari gua dan membakar kulit ular sang pangeran. Mereka lalu segera mengumpulkan abu dari pembakaran kulit hewan itu dan menaruhnya kembali di dekat si Bungsu.
Anugerah yang Tak Diduga
Tak lama, datanglah sang pangeran dan masuk ke dalam gua. Namun, bukannya teriakan kemarahan yang kedua kakak si Bungsu harapkan, mereka malah mendengar pernyataan penuh rasa gembira.
“Apakah ini abu dari kulit ularku?” tanya sang pangeran dengan tiba-tiba. Si Bungsu yang sedari tadi sibuk dengan kayu bakarnya hanya menggelengkan kepala. Sang pangeran kemudian mengecek ke seluruh cela-cela gua dan menyimpulka kalau abu tadi adalah bekas pembakaran dari kulit ularnya.
“Sekarang aku bisa menikahimu, adinda. Sihir dari pamanku hilang jika ada orang yang dengan sukarela membakar kulit ularku sehingga aku tidak lagi berubah wujud menjadi hewan besar melata itu,” jelas sang pangeran.
Pangeran Alamsjah kemudian memeluk si Bungsu dan mereka bersama-sama mengucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Sang pangeran lalu memboyong si Bungsu ke kerajaannya untuk mengambil takhtanya dari pamannya.
Sesampainya di kerajaan, sang paman yang melihat kedatangan Pangeran Alamsjah tidak bisa mengelak dan terpaksa mengembalikan kursi raja kepada ksatria tampan tersebut. Setelah itu, sang paman diberi hukuman dan akhirnya diusir dari istana.
Si Bungsu yang baik hati kemudian meminta izin kepada calon suaminya untuk mengajak keluarganya yang tinggal di kaki gunung pindah ke istana. Setelah mendapatkan izin dari suaminya, ia dibantu dengan para pengawal dan dayang istana untuk membantu kepindahan keluarganya.
Namun, ternyata hanya sang ibu yang bersedia ikut tinggal di istana bersama si Bungsu dan suaminya. Kedua kakaknya memilih untuk tinggal di gubuk mereka karena merasa bersalah dan malu karena pernah berbuat jahat pada adik mereka. Begitulah cerita rakyat tentang ular n’Daung yang berasal dari Provinsi Bengkulu.
Unsur Intrinsik Kisah Ular Ndaung
Setelah membaca legenda Ular Ndaung di atas, tampaknya kurang lengkap bila kamu belum mengulik ulasan seputar unsur intrinsiknya. Sebut saja tema, alur, hingga pesan moral. Berikut ulasan singkatnya;
1. Tema
Inti cerita atau tema dari dongeng asal Bengkulu ini adalah tentang sikap berbakti anak kepada orangtua. Meskipun dihadapkan pada ular besar dan menyeramkan, cinta kasih yang dimiliki si Bungsu untuk ibunya lebih besar dan berhasil mengalahkan ketakutannya.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh-tokoh yang memiliki peran penting dalam kisah ular ajaib adalah si Bungsu, dua kakak perempuan si Bungsu, sang ibu, tabib, dan Pangeran Abdul Rahman Alamsjah. Si Bungsu merupakan seorang gadis yang baik hati, rajin bekerja, dan berbakti kepada ibunya.
Sementara itu, kedua kakak si Bungsu digambarkan sebagai karakter yang pemalas, suka mengeluh, tidak mau berkorban, dan mudah iri dengan kebahagiaan orang lain. Sang ibu sendiri dijelaskan sebagai orangtua yang bertanggung jawab dan pekerja keras.
Pangeran Abdul Rahman Alamsjah dideskripsikan sebagai seorang laki-laki tampan yang disihir menjadi ular besar yang menyeramkan. Ia dapat dipercaya, berlaku adil, dan memiliki keberanian untuk memperjuangkan haknya. Untuk tokoh tabib sendiri dijelaskan sebagai seseorang yang peduli, berwawasan luas, dan bijaksana.
3. Latar
Lokasi tempat di mana dongeng ini terjadi diceritakan berada di gubuk tempat keluarga si Bungsu tinggal, hutan di sekitar pegunungan, gue dekat puncak gunung, serta istana tempat asal sang pangeran.
4. Alur
Legenda Ular Ndaung memiliki jalan cerita atau alur jenis maju. Dongeng ini diawali dengan perkenalan karakter si Bungsu beserta keluarganya. Masalah mulai muncul ketika sang ibu menderita sakit keras yang hanya bisa disembuhkan dengan ramuan yang dimasak dengan bara gaib.
Si Bungsu kemudian berjumpa dengan ular n’Daung yang merupakan penjaga dari puncak gunung tempat di mana bara gaib berada. Puncak konflik terjadi ketika kedua kakak si Bungsu membakar kulit ular untuk menjebak adik mereka karena perasaan iri.
Namun, niat jahat kedua kakak si Bungsu ternyata memberikan keberkahan karena sang pangeran justru bisa terbebas dari sihir dan tidak berubah wujud lagi menjadi seekor ular besar. Pada akhirnya, kisah yang populer di Bengkulu ini ditutup dengan si Bungsu yang hidup bahagia bersama sang pangeran dan ibunya di istana.
5. Pesan Moral
Pesan moral dari cerita rakyat Ular Ndaung adalah untuk menjadi seorang anak yang berbakti kepada orangtua dan berani mengambil risiko demi kebahagiaan orang terdekat. Selain itu, dongeng tersebut juga menyampaikan pesan bijak bahwa kamu tidak akan rugi karena membagikan kebaikan.
Sementara itu, niat jahat yang dimiliki oleh kedua kakak si Bungsu justru menjadi berkah tersendiri bagi sang adik dan pangeran. Meskipun begitu, kamu dapat belajar dari kedua tokoh itu karena mereka berani mengakui kesalahan dan memilih untuk introspeksi diri.
Selaun unsur intrinsik, ada juga unsur ektrinsik dari dongeng ular besar dari Bengkulu di atas yang dapat kamu ambil. Sebut saja nilai yang berlaku di masyarakat, contohnya adalah nilai budaya, moral, dan sosial.
Baca juga: Legenda Buaya Perompak dan Aminah yang Cerdik dari Lampung Beserta Ulasan Menariknya
Fakta Menarik
Jika sebelumnya telah menyimak cerita rakyat Ular Ndaung beserta pembahasan tentang unsur-unsur intrinsiknya, masih ada info lainnya yang dapat kamu baca. Yakni, adanya fakta menarik yang berkaitan dengan legenda ular besar itu. Beriku ini penjelasannya;
1. Ada Versi Lain
Kisah Ular Ndaung yang merupakan salah satu cerita turun-temurun sebenarnya ada beberapa versi. Ada yang mengatakan kalau ular besar itu sempat bersimpati dan mengeluarkan air mata mendengar cerita si Bungsu tentang ibunya yang sakit.
Selain itu, ada juga yang mengutarakan bahwa ketika kedua kakak si Bungsu membakar kulit ular nDaung, si Bungsu dan sang pangeran tengah tertidur. Sehingga, ksatria tampan itu baru menyadari kalau sihir pamannya telah hilang pada keesokan harinya.
Meskipun mempunyai beberapa versi, tapi legenda ular dari Bengkulu tersebut masih menyampaikan pesan bijak yang sama. Sebut saja menjadi anak yang berbakti kepada orangtua, terutama pada sang ibu.
Baca juga: Kisah Putri Tandampalik dan Ulasannya, Dongeng Putri Cantik Jelita dari Sulawesi Selatan
Cerita Rakyat Ular Ndaung yang Mengandung Pesan Bermakna
Begitulah kira-kira ringkasan legenda Ular Ndaung yang berasal dari Provinsi Bengkulu. Kamu bisa menjadikan kisah tersebut sebagai dongeng pengantar tidur untuk si buah hati ataupun keponakan yang masih kecil.
Selain artikel ini, masih banyak cerita-cerita menarik lainnya yang dapat kamu temukan di PosKata. Beberapa di antaranya adalah legenda Sungai Kawat, cerita rakyat asal mula Danau Sentani, dan asal usul Kota Malang. Selamat membaca!