Pernahkah kamu mendengar cerita legenda tentang Pangeran Serunting yang dijuluki Si Pahit Lidah? Kalau belum, langsung saja simak sinopsis beserta penjelasan seputar unsur intrinsik, pesan moral, beserta fakta menariknya di artikel berikut!
Tidak banyak orang yang familier dengan cerita legenda Si Pahit Lidah. Padahal, kisahnya bagus diceritakan kepada keponakan, adik, atau buah hati tersayang.
Kalau kamu juga belum tahu dan penasaran, kami sudah menyediakan kisahnya dalam artikel ini. Kami juga menjelaskan tentang unsur intrinsik dan fakta menarik serta pesan moral yang bisa diambil dari kisahnya dan kamu berikan kepada anak-anakmu.
Sudah semakin penasaran dengan cerita legenda Si Pahit Lidah agar kamu bisa menceritakannya pada buah hati tercinta? Tanpa perlu berlama-lama, langsung saja simak ulasan yang telah kami siapkan di artikel berikut!
Cerita Legenda Si Pahit Lidah
Pada zaman dahulu kala, di daerah Sumidang, Sumatera Selatan, hiduplah seorang pangeran bernama Serunting. Ia merupakan putra dari raksasa yang dikenal dengan nama Putri Tenggang.
Suatu hari, ia menikah dengan seorang kembang desa yang bernama Sitti. Setelah itu, ia berniat untuk menjalani hidup bersama sang istri di istana. Namun, Sitti merasa bingung karena meskipun ia harus mematuhi suaminya, tapi ia tak ingin berpisah dari adik laki-lakinya yang bernama Aria Tebing.
“Tak perlu bingung, istriku! Bagaimana jika kita ajak Aria Tebing untuk tinggal bersama di istana saja?” usul Pangeran Serunting. Saran tersebut diterima oleh Sitti dan ia langsung meminta sang adik untuk tinggal bersama. Namun, rupanya saran tersebut tidak diterima oleh Aria. Ia lebih memilih untuk hidup bebas di desa daripada di istana yang penuh aturan.
Akhirnya, Sitti dan Aria Tebing sepakat untuk membagi dua tanah warisan dari kedua orang tuanya. Untuk menghindari perseteruan, sang pangeran juga menyarankan agar tanah tersebut diberi pembatas.
Keesokan harinya, Serunting bersama Aria Tebing pergi ke kebun tersebut dengan membawa kayu pembatas. Kayu tersebut ditanamkan dalam-dalam di tengah-tengah ladang sebagai pembatas.
Cendawan Emas Pembawa Bencana
Beberapa hari kemudian, kayu pembatas tersebut ditumbuhi tanaman cendawan alias jamur. Menariknya, cendawan yang tumbuh di kedua sisi batang kayu tersebut sangat bertolak belakang. Cendawan yang mengarah ke ladang milik Serunting dan istrinya hanyalah cendawan biasa. Sementara itu, cendawan yang mengarah ke ladang milik Aria Tebing tumbuh sebagai emas.
Arya pun menjual cendawan tersebut dan menjadi jutawan. Hal tersebut membuat Serunting merasa iri hati atas nasib baik yang dialami sang adik ipar. Karena kesal, ia langsung menegur Aria Tebing yang tengah memetik cendawan emas itu di ladangnya.
“Aria Tebing! katakan sejujurnya padaku! Apa yang sudah kamu lakukan pada tanaman cendawanku?” tanya Serunting dengan penuh kekesalan.
“Apa maksudmu, Kanda? Aku tidak melakukan apa-apa!” jawabnya dengan bingung dan heran.
“Dasar pembohong! Kamu pasti telah berbuat curang padaku!” tuduh Pangeran Serunting, “Kamu pasti sudah membalik kayu pembatas itu agar cendawan emasnya mengarah ke ladangmu!”
Tuduhan itu semakin membuat bingung Aria Tebing. Ia tak pernah sekalipun merasa pernah membalik kayu pembatas itu. Meskipun begitu, ia tetap meminta maaf dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Namun, Pangeran Serunting tidak mau menerimanya dan justru menantang adik iparnya itu berkelahi.
Aria merasa bingung menjawab tantangan tersebut karena ia tahu dengan pasti bahwa ia tak akan bisa menang dari kakak iparnya yang sakti. Namun, ia juga tahu kalau menolak tantangan itu, bisa-bisa besok ia dibunuh.
“Baiklah, aku terima tantanganmu, Kanda. Namun, berikan aku waktu dua hari untuk mempersiapkan diri!” pinta Aria Tebing yang langsung disetujui oleh Pangeran Serunting.
Kelemahan Pangeran Serunting
Selama dua hari, Aria Tebing berusaha mencari cara untuk bisa mengalahkan Pangeran Serunting. Ia bahkan sampai menemui kakaknya untuk bisa mengetahui kelemahan sang pangeran. Namun, Sitti tidak mudah dibujuk untuk memberitahunya.
“Maafkan aku, adikku. Aku tidak bisa mengkhianati suamiku!” ucap Sitti saat itu. Sesungguhnya ia tak ingin adiknya mati, tapi hatinya bimbang karena tak bisa mengkhianati pria yang ia cintai.
“Tolonglah, kak!” pinta Aria tebing dengan penuh memohon, “Meskipun aku mengetahui kelemahannya, aku tak akan bisa membunuhnya. Sementara ia sendiri sudah pasti akan membunuhku. Memangnya kakak rela melihatku tewas di tangan suamimu sendiri?”
Mendengar hal itu, hati Sitti menjadi tersentuh. Tentu saja ia tak ingin adiknya dibunuh oleh suaminya. “Baiklah, Dik. Aku akan memberitahumu kelemahannya. Tapi berjanjilah untuk tidak membunuhnya!” ucap Sitti.
“Aku janji, kak! Aku tidak akan membunuhnya!” janji Aria Tebing.
Sitti kemudian memberitahukan kalau rahasia kesaktian Pangeran Serunting terletak pada rumput ilalang yang selalu bergetar meskipun tidak tertiup oleh angin. “Kalau kamu menombak rumput ilalang itu, kesaktian pangeran akan langsung menghilang,” jelas Sitti.
“Terima kasih atas bantuanmu, kak!” ucap sang adik dengan perasaan bahagia.
Baca juga: Dongeng Kancil dan Buaya Beserta Ulasannya yang Akan Membuatmu Terkesan!
Hari Pertarungan
Ketika hari yang telah ditentukan tiba, Aria Tebing dan Pangeran Serunting bertemu di sebuah padang ilalang. Setelah pertarungan itu dimulai, Aria Tebing langsung terdesak dengan serangan-serangan yang dilakukan Serunting.
Hal tersebut tidak membuat Aria Tebing merasa gentar. Pasalnya, ia merasa sudah mengetahui kelemahan sang pangeran. Apalagi, ia sudah menemukan ilalang yang terlihat bergetar ketika tak ada angin berhembus. Pada momen yang tepat, ilalang itu ditombaknya. Di waktu yang bersamaan, Serunting langsung jatuh tersungkur.
Pangeran Serunting pun menyadari kalau istrinya telah berkhianat. Dengan perasaan kesal, ia pergi meninggalkan kampung halamannya untuk menuju ke Gunung Siguntang. Di sana, ia bertapa setiap hari. Suatu malam, ia mendengar suara ghaib Sang Hyang Mahameru memanggilnya.
“Wahai, anak muda! Apakah engkau mau mendapatkan kekuatan sakti?” tanya suara yang belum berwujud itu.
“Tentu saja aku mau, Sang Hyang Mahameru!” jawab Pangeran Serunting.
“Baiklah! Tapi ada syarat yang harus kamu penuhi. Kamu harus bertapa di bawah pohon bambu sampai daunnya menutupi seluruh tubuhmu!” perintah Sang Hyang Mahameru.
Pertapaan Serunting
Tanpa berpikir panjang, Serunting langsung menyanggupi perintah itu. Ia pun menuju ke salah satu pohon bambu dan bertapa dengan penuh konsentrasi. Bahkan, segala bentuk kehidupan dunia seperti lapar dan dahaga tidak dirasakannya lagi. Tanpa dirasa, sudah dua tahun ia bertapa dan tubuhnya ditutupi daun-daun bambu yang berguguran.
Sesuai janji, sesudahnya Sang Hyang Mahameru mendatangi Pangeran Serunting. “Hai, anak muda! Karena kamu telah melaksanakan perintahku dengan baik, kini aku akan menurunkan ilmu kesaktianku padamu!”
“Kesaktian apakah itu, Sang Hyang Mahameru?” tanya pangeran penasaran.
“Apa saja yang akan kamu ucapkan akan berubah menjadi kutukan!” jawab Sang Hyang Mahameru.
Hal tersebut membuat Serunting bahagia. Ia pun segera kembali ke kampung asalnya. Dalam perjalanan pulang, ia mencoba kesaktian yang baru saja didapatkannya ke hamparan pohon tebu di tepi danau.
“Wahai pohon tebu, jadilah batu!” seru Pangeran Serunting. Sesudahnya, benar saja hamparan pohon tebu itu berubah menjadi batu. Tak hanya itu, ia juga mengutuk semua orang yang ia jumpai sepanjang tepi Sungai Jambi menjadi batu. Seiring berjalannya waktu, sang pangeran menjadi seseorang yang angkuh. Hingga akhirnya, orang-orang memberikan julukan si Pahit Lidah.
Menjadi Lebih Baik
Suatu hari saat berada di Bukit Serut yang gundul, Si Pahit Lidah mulai sadar akan kesalahannya. Ia pun mulai berpikiran untuk melakukan kebaikan untuk orang lain.
Ia menggunakan kesaktiannya untuk mengubah Bukit Serut menjadi hutan kayu yang rindang. Hal tersebut membuat masyarakat di sekitarnya merasa bahagia karena bisa menjual hasil kayu yang berlimpah itu demi mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Tak hanya itu, Si Pahit Lidah juga pernah membantu sepasang suami istri tua yang tinggal di sebuah gubuk tua di Desa Karang Agung. Pasangan yang sudah renta itu rupanya sudah lama ingin dikaruniai seorang anak.
Dengan kesaktiannya, Si Pahit Lidah mengubah sehelai rambut yang rontok di baju sang anak menjadi bayi. Pasangan tua itu pun langsung merasa terharu dan berterima kasih pada Serunting.
Sejak saat itu hingga akhir perjalanannya, Serunting berusaha dan belajar untuk terus membantu orang yang tengah kesulitan. Meskipun begitu, tetap saja orang-orang menjulukinya dengan panggilan si Pahit Lidah.
Baca juga: Kisah Asal-Usul Kesenian Populer Reog Ponorogo Beserta Ulasan Menariknya
Unsur Intrinsik Cerita Legenda Si Pahit Lidah
Setelah membaca sinopsis ceritanya, selanjutnya kamu bisa mengetahui unsur-unsur intrinsiknya. Di antaranya tentang tema, tokoh dan perwatakan, latar, alur, dan pesan moral yang ada di dalamnya.
1. Tema
Tema utama dari cerita ini adalah tentang iri hati dan kesombongan. Hal tersebut dapat dilihat dari sifat Pangeran Serunting yang menunjukkan kedengkiannya pada sang adik ipar. Selain itu, beberapa kali ia juga menunjukkan keangkuhannya, khususnya setelah ia mendapatkan kesaktian.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh utama dalam kisah ini adalah Pangeran Serunting dan Aria Tebing. Dalam ceritanya, tokoh Pangeran Serunting atau si Pahit Lidah memiliki sifat iri hati, pendendam, dan angkuh. Sementara Aria Tebing memiliki sifat pantang menyerah dan selalu bekerja keras.
Selain kedua tokoh utama tersebut, ada juga tokoh pembantu yang disebutkan di dalam cerita. Yaitu Sitti, istri dari si Pahit Lidah, dan Sang Hyang Mahameru, sang dewa yang menjadi guru dalam mengajarkan kesaktian.
3. Latar
Dalam kisah ini, ada beberapa latar cerita yang disebutkan. Seperti Sumidang, sebuah padang ilalang, Gunung Siguntang, Danau Ranau, tepi Sungai Jambi, Bukit Serut, dan desa Karang Agung. Tempat-tempat tersebut berlokasi di Sumatera Selatan.
4. Alur
Alur yang digunakan dalam cerita ini adalah maju. Ceritanya dikisahkan secara runtut sejak pernikahan Pangeran Serunting dan Sitti. Konflik dimulai ketika Sitti membagi tanah warisan kedua orang tuanya untuk adiknya, Aria Tebing, dan mendadak muncul cendawan emas di tanah sang adik. Kemudian dilanjutkan dengan perseteruan Serunting dan adik iparnya, yang akhirnya berakhir dengan kekalahan sang pangeran.
5. Pesan Moral
Ada satu pesan moral utama yang bisa dipetik dari kisah ini, yaitu seputar ilmu dan kesombongan. Apabila kamu merasa memiliki ilmu, manfaatkanlah untuk menolong atau berbuat baik kepada orang lain alih-alih menyombongkan diri. Karena bagaimanapun juga, tidak akan ada kebaikan yang bisa didapatkan dari kesombonganmu.
Di sisi lain, dongeng ini juga memiliki unsur-unsur ekstrinsik yang berasal dari luar cerita. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang masyarakat tempat kisah itu diperkirakan terjadi dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.
Baca juga: Cerita Asal Mula Telaga Warna dan Ulasannya yang Mengandung Pesan Bermakna
Fakta Menarik tentang Cerita Legenda Si Pahit Lidah
Setelah mengetahui kisah dan unsur intrinsiknya, kamu juga bisa mendapatkan fakta-fakta menarik seputar si Pahit Lidah. Berikut ini kami sediakan sedikit ulasannya:
1. Ada Kisah Lainnya Bersama Si Mata Empat
Selain kisah bersama Arya Tebing, ada juga kisah lain seputar si Pahit Lidah dan si Mata Empat. Si Mata Empat merupakan orang sakti yang konon memiliki empat mata di kepalanya. Dua matanya ada di depan, dan dua lainnya di belakang kepala.
Suatu hari, mereka memutuskan untuk beradu kesaktian. Secara bergantian, mereka menelungkup di bawah rumpun pohon aren dan siapa yang berhasil menghindari salah satu bunga yang dijatuhkan, maka akan menjadi pemenangnya.
Pada giliran si Mata Empat, dengan sigap ia bisa menghindari bunga aren tersebut karena memiliki dua mata di belakang kepalanya. Namun, ketika giliran si Pahit Lidah, ia tidak sempat menghindar dengan cepat sebelum terkena hantaman bunga aren. Seketika itu juga si Pahit Lidah tewas.
Si Mata Empat merasa puas melihat kematian lawannya. Namun, ia merasa penasaran apa yang membuat Serunting mendapatkan panggilan si Pahit Lidah. Sang jawara pun membuka mulut Serunting dan mengecek lidahnya. Ia kemudian menempelkan telunjuknya ke lidah Serunting dan mengecapnya. “Memang terasa sangat pahit,” pikirnya.
Namun, ia tidak mengetahui kalau rasa pahit itu rupanya adalah racun dan akhirnya membuat si Mata Empat tewas. Pada akhirnya, tidak ada lagi jawara yang sombong di sana. Si Empat Mata dan si Pahit Lidah kemudian dibuatkan makam di tepi Danau Ranau yang kini menjadi objek wisata dengan pemandangan yang indah.
2. Penemuan Arca Batu
Salah satu hal menarik seputar dongeng ini adalah bukti penemuan arca batu yang berbentuk manusia, kapal batu di laut, dan goa. Beberapa warga sekitar percaya kalau arca-arca tersebut merupakan hasil kesaktian si Pahit Lidah.
Arca pertama adalah batu macan yang terletak di Kecamatan Pulau Pinang, Desa Pagar Alam Pagun. Batu tersebut dijadikan sebagai simbol penjaga tersebut terdapat di empat daerah, yaitu Pagar Gunung, Gumai Ulu, Gumai Lembah, dan Gumai Talang.
Kabarnya, macan tersebut dahulunya adalah macan betina yang sering mengganggu masyarakat desa. Ketika sang macan tidak mengindahkan nasehat Si Pahit Lidah untuk berhenti mengganggu, macan itu dikutuk menjadi batu.
Selain itu, ada juga patung wanita pezinah yang tengah menggendong anak hasil perzinahannya. Kemudian ada juga patung seorang putri di dalam gua yang kini dikenal dengan nama Goa Putri. Alkisah, itu adalah Putri Balian yang nekat mandi di Muara Sungai Semuhun meskipun sudah ditegur oleh Serunting.
Patung-patung yang terletak objek wisata Bukit Batu atau Batu Gajah di Desa Bukit Batu, Kecamatan Panglan Lampam, Kabupaten OKI kabarnya juga hasil kutukan Pangeran Serunting.
Konon katanya, ia berkunjung ke wilayah Pampangan dan mendengar ada masyarakat yang melaksanakan perkawinan di seberang rawa. Sayangnya, saat itu ia tidak memiliki perahu. Ia meminta beberapa warga dan hewan yang ada di seberang rawa untuk menyeberangkannya. Sayangnya, tidak ada satu pun orang yang menggubrisnya. Karena kesal, akhirnya ia menyumpahi semua hal yang ada di seberang itu menjadi batu. Kini, tempat tersebut banyak dikenal sebagai tempat wisata Batu Kebayan.
Baca juga: Legenda Joko Kendil Beserta Ulasan Lengkapnya yang Menarik dan Seru untuk Disimak
Sudah Puas Membaca Cerita Legenda Si Pahit Lidah?
Demikianlah ringkasan cerita legenda si Pahit Lidah beserta pembahasan tentang unsur intrinsik dan fakta menariknya. Sudahkah kamu merasa puas membacanya?
Kalau masih belum puas, tidak perlu khawatir karena di PosKata masih ada dongeng atau cerita lain yang tak kalah kerennya. Di antaranya adalah Jaka Tarub, Sangkuriang, dan Timun Mas.