
Jangan hanya menikmati wisata di Tangkuban Perahu tanpa tahu legenda yang konon menjadi latar belakang terbentuknya gunung tersebut. Untuk menambah pengetahuan, tampaknya kamu perlu mengetahui cerita rakyat Sangkuriang yang kami paparkan di sini!
Kamu merasa cukup familier dengan tempat wisata Tangkuban Perahu yang terletak di Bandung, Jawa Barat? Akan tetapi, sudah tahukah kamu kalau Tangkuban Perahu sangat erat kaitannya dengan cerita rakyat Sangkuriang yang sudah melegenda secara turun temurun?
Barangkali, kamu sudah pernah mendengar tentang kisahnya semasa kecil. Namun, perlu kamu ketahui bahwa legenda Sangkuriang dan Tangkuban Perahu boleh jadi bukan sekadar cerita rakyat biasa, melainkan mengandung berbagai pesan moral dan sosial.
Ingin tahu seperti apa sinopsis, pesan, serta hal-hal menarik lainnya yang terdapat dalam cerita rakyat Sangkuriang? Daripada penasaran, simak ulasan lengkapnya yang kami paparkan dalam keterangan berikut! Baca sampai selesai, ya.
Cerita Rakyat Sangkuriang
Kisah ini didengar masyarakat sebagai legenda di mana seorang anak laki-laki jatuh cinta pada ibu kandungnya sendiri. Anak lelaki itu pun mengajukan lamaran dan rela melakukan apa pun untuk pujaan hatinya, termasuk membuatkan perahu yang konon amat besar.
Sebelum perahu rampung dibangun, sang ibu berbuat curang untuk membuat alasan menolak lamaran putranya. Mengetahui hal itu, sang putra murka dan membalikkan perahu hingga tertelungkup, yang saat ini dikenal sebagai Tangkuban Perahu.
Namun, cerita rakyat Sangkuriang yang sebenarnya bermula lebih jauh dari penggalan kisah di atas. Kalau kamu ingin mengetahui sinopsis lengkapnya secara runtut, di bawah ini kami sediakan kisahnya untukmu!
Sepasang Dewa Dewi Dihukum Turun ke Bumi
Alkisah, dahulu kala hiduplah sepasang dewa dan dewi yang berbuat kesalahan dan diusir dari kayangan. Tak hanya diusir ke Bumi, Sang Hyang Tunggal juga mengutuk keduanya menjadi binatang. Sang dewa berubah menjadi anjing yang bernama Si Tumang, sedangkan sang dewi menjelma babi hutan bernama Celeng Wayung Hyang.
Di Bumi, suatu ketika Celeng Wayung Hyang kehausan karena terlalu lama bertapa. Ia pun keluar dan tanpa sengaja meminum air seni seorang raja bernama Sungging Perbangkara yang tertampung di dalam tempurung kelapa (dalam versi cerita lain disebutkan dibuang di daun keladi). Sang Raja membuang air seninya di tempurung kelapa di tengah-tengah dirinya pergi berburu.
Usai meminum air seni Raja Sungging Perbangkara, Wayung Hyang hamil dan melahirkan seorang bayi manusia yang cantik jelita. Tak lama, Raja Sungging kembali ke hutan dan menemukan bayi tersebut, tetapi ia belum tahu kalau sang bayi merupakan putrinya.
Olehnya, sang bayi dibawa pulang ke keraton dan diberi nama Dayang Sumbi atau Rarasati. Seiring berjalannya waktu, Dayang Sumbi tumbuh jadi gadis yang sangat cantik sehingga banyak raja maupun pangeran datang untuk meminangnnya. Sayang, tidak satu pun dari mereka diterima.
Dayang Sumbi Menikahi Seekor Anjing
Lantaran tidak menerima lamaran para raja dan pangeran, timbullah perang di antara mereka. Hal itu membuat Dayang Sumbi pergi mengasingkan diri di sebuah bukit, di mana di sana ia ditemani seekor anjing yang tak lain adalah Si Tumang.
Suatu hari, Dayang Sumbi sedang menenun kain dan torak (alat tenun berupa tabung kecil yang dalamnya berisi kumparan benang pakan) yang dipakainya terjatuh ke bawah balai-balai. Lantaran ia malas turun mengambil, ia pun mengucap sebuah janji bagi siapa pun yang bersedia mengambilkan torak tersebut.
“Barang siapa yang mengambilkan torakku, jika ia laki-laki akan kujadikan suami, dan jika perempuan akan kujadikan ia sebagai saudariku,” tuturnya. Sesaat kemudian, datanglah Si Tumang membawa torak yang terjatuh untuknya. Sebab janjinya sudah terlanjur terucap, ia pun menikahi Si Tumang dan keduanya hidup bersembunyi di dalam hutan.
Di malam bulan purnama sewaktu Si Tumang kembali ke wujud aslinya yang seorang dewa dan sangat tampan, ia mencumbu Dayang Sumbi. Tak berapa lama, Dayang Sumbi mengandung dan akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang.
Perburuan dan Murka Dayang Sumbi terhadap Sangkuriang
Sangkuriang tumbuh menjadi remaja yang gagah dan tampan. Suatu ketika, ia diminta oleh Dayang Sumbi untuk pergi memburu kijang karena sang ibu sangat ingin sekali memakan hati binatang itu. Ia pun pergi berburu bersama Si Tumang.
Mereka berdua mencari-cari di hutan, tetapi tidak menemukan seekor pun kijang sampai akhirnya Sangkuriang melihat babi hutan melintas. Saat itu juga, ia meminta Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang, alias nenek Sangkuriang sendiri.
Lantaran tahu bahwa babi hutan itu adalah nenek dari putranya, Si Tumang menolak untuk memburu Wayung Hyang. Kesal akan penolakan yang diterimanya, ia menakut-nakuti Tumang dengan anak panah yang tanpa sengaja justru terlepas dan membuat Si Tumang terbunuh.
Bingung dengan kejadian yang menimpanya, ditambah kegagalannya mendapatkan hewan buruan, Sangkuriang menyembelih Si Tumang dan mengambil hatinya. Ia membawa hati itu pulang, menyerahkannya kepada Dayang Sumbi yang setelah itu memasak dan memakannya.
Beberapa saat kemudian, Dayang Sumbi menyadari Si Tumang tidak pulang dan akhirnya tahu bahwa hati yang dimakannya adalah milik anjing tersebut. Ia murka dan melemparkan sendok nasi ke kepala putranya sampai terluka sembari mengatakan, “Tumang adalah ayahmu sendiri!”
Seorang Putra yang Jatuh Cinta pada Ibunya Sendiri
Berdasarkan cerita rakyat yang beredar, setelah kejadian itu Sangkuriang pergi mengembara seorang diri. Di sisi lain, Dayang Sumbi menyesal telah mengusir putranya dan memohon ampunan dari Sang Hyang Tunggal. Ia juga berharap suatu hari dapat bertemu kembali dengan sang putra.
Sang Hyang Tunggal mengabulkan permintaan Dayang Sumbi, sekaligus menganugerahkan kecantikan abadi padanya. Syaratnya, ia harus memakan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan).
Sementara itu, putranya menimba ilmu pada pertapa selama beberapa tahun dan mengubah namanya menjadi Jaka. Ia pun tumbuh menjadi pemuda kuat, sakti, gagah perkasa, dan memiliki ketampanan yang membuatnya banyak diperebutkan wanita.
Hingga suatu hari, Jaka pulang kembali ke kampung halaman tempatnya menghabiskan masa kecil. Di sana, ia bertemu dengan sang ibu yang tidak dikenali lagi karena kecantikannya yang luar biasa. Demikian halnya dengan Dayang Sumbi yang juga tidak mengenali putranya yang telah dewasa.
Singkat cerita, keduanya menjalin cinta dan suatu hari mereka saling bersandar mesra. Dayang Sumbi menyisir rambut Jaka, lalu tanpa sengaja melihat bekas luka di kepala sang putra yang dulu terkena lemparan sendok nasi yang terbuat dari tempurung kelapa.
Dayang Sumbi pun mengaku, menceritakan yang sesungguhnya kepada sang putra tentang masa lalu mereka. Sayang, sang putra tidak menghiraukan hal itu dan tetap berniat untuk melanjutkan rencananya menikahi Dayang Sumbi.
Syarat Lamaran dan Cerita Asal Usul Tangkuban Perahu
Kesulitan menolak, Dayang Sumbi mengajukan syarat yang sekiranya mustahil untuk dipenuhi putranya. Ia meminta untuk dibuatkan perahu dan danau dengan membendung aliran air Sungai Citarum hanya dalam satu malam. “Sebelum fajar terbit, kedua permintaanku itu harus selesai kau kerjakan,” demikian katanya.
Tak disangka, Sangkuriang menyanggupi permintaan tersebut. Pria itu memulai aksinya dengan menebang pohon besar untuk membuat perahu. Sementara untuk membendung aliran Sungai Citarum, ia meminta bantuan kepada kaum jin.
Khawatir pekerjaan itu selesai sebelum fajar menyingsing, Dayang Sumbi berniat mencurangi putranya. Ia diberi petunjuk oleh Sang Hyang Tunggal untuk membentangkan kain putih sehingga tampak seperti fajar yang merekah dari ufuk Timur. Kemudian, ia berkeliling hutan dan memaksa ayam-ayam jantan berkokok meski hari masih sangat gelap.
Ayam pun berkokok dan para jin yang membantu ketakutan dan kabur mengira fajar telah tiba. Pembuatan bendungan pun gagal dan syarat yang diajukan Dayang Sumbi tak berhasil dipenuhi. Sangkuriang mengamuk karena tahu bahwa ia gagal lantaran dicurangi sang calon istri.
Perahu yang susah payah dibuatnya ditendang ke arah Utara dan jatuh tertelungkup, lantas jadilah Gunung Tangkuban Perahu sesuai legenda yang dikisahkan. Bukan hanya itu, ia juga menjebol dinding bendungan yang alirannya kemudian dikenal sebagai Sang Hyang Tikoro.
Di tengah kemarahannya, ia masih berusaha mengejar Dayang Sumbi yang sedang kabur. Di suatu tempat bernama Gunung Putri, wanita titisan dewi itu memohon agar Sang Hyang tunggal menyelamatkannya, lalu ia berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Sedangkan sang putra yang mengejar hingga ke Ujung Berung konon lenyap ke alam gaib.
Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Sangkuriang
Selain sinopsis cerita, di sini kami juga akan menjabarkan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita rakyat Sangkuriang dan legenda terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu. Unsur-unsur tersebut meliputi tema atau inti cerita, tokoh dan perwatakan, latar, alur, serta pesan moral yang terkandung di dalamnya. Berikut ulasannya!
1. Tema
Tema atau inti dari cerita ini adalah tentang cinta dan keluarga. Yaitu mengenai cara mendidik anak dan bagaimana kelak seorang anak harus berbakti kepada orang tuanya. Di akhir kisah pun terungkap bahwa malapetaka akan datang jika anggota keluarga tidak saling menyayangi dengan benar.
2. Tokoh & Perwatakan
Tokoh utama dalam kisah yang satu ini adalah Sangkuriang alias Jaka dan Dayang Sumbi atau Rarasati. Jaka adalah putra yang berbakti, tetapi diusir lantaran ketidaktahuannya membuatnya tanpa sengaja membunuh seekor anjing yang merupakan jelmaan dari sang ayah sendiri. Sedangkan Rarasati ialah seorang putri yang juga titisan dewi, wanita yang dianugerahi kecantikan abadi.
Ada pun tokoh lainnya, yaitu Si Tumang yang wujudnya adalah seekor anjing, ayah kandung Sangkuriang. Juga ada tokoh pendukung lain seperti Raja Sungging Perbangkara dan Celeng Wayung Hyang, yang masing-masing adalah kakek dan nenek dari tokoh utama pria dalam cerita ini.
3. Latar
Latar atau setting cerita merujuk pada sebuah tempat di daerah dataran tinggi di Jawa Barat. Konon, salah satu latarnya saat ini ialah yang dikenal sebagai Kota Bandung. Hal ini tampak dari beberapa tempat yang disebutkan dalam cerita, yaitu Gunung Tangkuban Perahu yang terletak di sebelah Utara Kota Parahyangan.
4. Alur Cerita
Alur atau jalannya cerita dari legenda Tangkuban Perahu tersebut menggunakan alur maju. Kisahnya dimulai sejak Dayang Sumbi dilahirkan, kemudian ia memiliki seorang putra yang saat dewasa malah jatuh cinta pada dirinya yang notabene merupakan ibu dari anak itu, hingga semuanya berakhir menjadi malapetaka.
5. Pesan Moral dari Cerita Rakyat Sangkuriang
Ada sejumlah pesan moral dan sosial yang dapat dipetik dari legenda ini. Oleh karena itu jika kamu berniat menceritakannya kepada anak-anak, ingatlah untuk menjelaskan pula tentang pesan penting yang ada kepada mereka.
Pesan pertama berkaitan dengan kejujuran. Bahwasanya, seseorang harus jujur kepada dirinya sendiri dan orang-orang yang ada di dekatnya. Seperti halnya Dayang Sumbi, yang mestinya jujur sejak awal memberi tahu putranya bahwa Si Tumang adalah ayah sang anak sekaligus suaminya.
Kedua, manusia sebaiknya tidak berbuat curang demi bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam hal ini, kedua tokoh utama bisa dibilang sama-sama melakukan kecurangan. Dayang Sumbi memalsukan waktu fajar, sedangkan putranya meminta bantuan kepada makhluk halus untuk memenuhi syarat yang diajukan ibundanya.
Terakhir ialah pesan yang mestinya tidak tabu untuk dibicarakan dengan anak-anak. Bahwasanya, dalam norma sosial yang ada di masyarakat, seorang anak tidak dibenarkan untuk jatuh cinta pada orang tua kandungnya sendiri, begitu pula sebaliknya.
Selain unsur intrinsik, ada pula unsur ekstrinsik dari legenda Sangkuriang dan Tangkuban Perahu. Unsur ekstrinsiknya ialah faktor-faktor lain di luar cerpen yang berkaitan dengan tempat yang diduga menjadi latar terjadinya, situasi dan kondisi masyarakat Sunda di masa lampau, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Fakta Menarik Seputar Sangkuriang & Tangkuban Perahu
Selain sinopsis yang sudah kamu baca beserta ulasan singkatnya, ternyata ada juga fakta menarik lain tentang cerita rakyat Sangkuriang dan asal usul Tangkuban Perahu. Mau tahu? Begini uraiannya!
1. Bukti Tertulis dalam Manuskrip ‘Bujangga Manik’
Semula, kisah ini diceritakan sebagai tradisi lisan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Akan tetapi, rupanya ditemukan pula bukti tertulis berisi semacam laporan mengenai latar cerita Sangkuriang dalam naskah kuno berjudul Bujangga Manik yang ditulis pada daun lontar.
Manuskrip berbahasa Sunda tersebut diperkirakan berasal dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Di dalam naskah itu, tertulis bahwa Pangeran Bujangga Manik melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Jawa dan Bali. Ia pun tiba di tempat yang sekarang menjadi Kota Bandung, dan menuliskan sesuatu sebagai berikut:
“Leumpang aing ka baratkeun (Aku berjalan ke arah Barat). Datang ka Bukit Patenggeng (tiba ke Gunung Patenggeng). Sakakala Sang Kuriang (tempat legenda Sang Kuriang). Masa dek nyitu Ci tarum (semasa akan membendung Citarum). Burung tembey kasiangan (tetapi gagal karena kesiangan).”
2. Kesesuaian Legenda dengan Fakta Geologi
Disebutkan bahwa legenda yang ada sesuai dengan fakta geologi terciptanya Danau Bandung dan Gunung Tangkuban Perahu. Dari situ, muncul dugaan kalau orang Sunda sudah hidup di dataran tinggi Bandung sejak ribuan tahun sebelum Masehi.
Kapan pastinya memang tidak diketahui, tetapi menurut penelitian di kawasan yang sama ditemukan sisa-sisa danau purba berusia sekitar 125 ribu tahun. Juga, pernah terjadi dua letusan Gunung Sunda purba dengan tipe letusan plinian yang masing-masing meletus pada 105 ribu dan 55 ribu tahun silam.
Kedua letusan tersebut meruntuhkan kaldera Gunung Sunda, sehingga menciptakan Gunung Tangkuban Perahu, Burangrang, dan Bukit Tunggul. Diperkirakan, kala itu orang Sunda zaman purba yang telah menempati kawasan di sana turut menyaksikan letusan plinian yang menyapu pemukiman mereka.
3. Diangkat Kembali ke Berbagai Media Karya Modern
Legenda dari Jawa Barat ini telah beberapa kali diangkat ke berbagai karya modern, semisal film. Salah satunya ialah film bertajuk Sangkuriang garapan sutradara Sisworo Gautama, yang kala itu menggandeng aktor Suzanna dan Clift Sangra sebagai tokoh utama.
Pada 2015, kisah serupa diangkat pula dalam salah satu episode di sinetron Legenda di Trans 7. Sosok aktor Guntur Hidayat dan Marissa Christina pun dipercaya membawakan peran sebagai ibu dan anak yang saling jatuh cinta.
Berikutnya di tahun 2020, cerita rakyat khas Sunda itu diadaptasi ke dalam pementasan teater musikal virtual yang diperankan Kikan Namara (eks vokalis Cokelat) dan Taufan Purbo. Kisahnya digarap lebih kekinian dalam sajian berdurasi 20 menitan dan telah tayang selama satu minggu di YouTube Indonesia Kaya sejak tanggal 13 Agustus 2020.
4. Lokasinya Terkenal sebagai Tempat Wisata
Seperti yang mungkin sudah kamu tahu, Gunung Tangkuban Perahu menjadi salah satu ikon pariwisata andalan Kota Bandung. Di sana banyak tumbuh pohon pinus dan kebun teh yang terhampar luas. Daya tarik lainnya adalah Kawah Ratu, Kawah Upas, dan Kawah Domas yang ketiganya cukup populer dijadikan tujuan wisata turis lokal maupun mancanegara.
Kawah di Tangkuban Perahu semuanya masih aktif. Gunung Stratovulcano ini memiliki pusat erupsi yang berpindah dari Timur ke Barat. Biasanya, material yang dikeluarkan saat erupsi adalah lava dan sulfur.
Cerita Rakyat Sangkuriang Ini Membuatmu Kagum, Bukan?
Demikian tadi kisah legenda asal usul Tangkuban Perahu yang perlu kamu tahu. Kamu bisa menceritakan kembali kisahnya kepada anak, adik, atau keponakanmu yang masih di usia sekolah dasar dan mengajarkan pesan-pesan moral untuk mereka.
Setelah puas membaca dan membagikan kisah ini, kamu dapat menceritakan legenda-legenda lainnya dari berbagai daerah di Indonesia, lho. Terlebih, di sini kami juga menyediakan kisah-kisah mengenai Bawang Merah Bawang Putih, Roro Jonggrang, Batu Menangis, dan masih banyak lagi.