
Penasaran dengan cerita rakyat tentang pria bernama Jaka Tarub yang menikah dengan seorang bidadari? Langsung cek artikel ini! Selain kisahnya, kamu juga bisa mendapatkan ulasan unsur intrinsik dan fakta-fakta menariknya, lho!
Di setiap daerah di Indonesia terdapat berbagai macam dongeng, legenda, atau mitos yang indah dibaca. Dari Jawa Tengah sendiri terdapat cerita rakyat Jaka Tarub dan tujuh bidadari yang cukup populer.
Kamu sendiri mungkin pernah mendengar dongeng ini ketika masih kecil. Entah dari guru, ibu, atau membacanya sendiri di buka cerita anak-anak. Nah, sekarang gantian menjadi kesempatanmu untuk membacakannya ke keponakan atau buah hatimu tersayang.
Tanpa menunggu lama, langsung saja bacakan cerita rakyat singkat Jaka Tarub yang telah kami siapkan di artikel berikut. Selain kisahnya, kami juga menyiapkan pembahasan tentang unsur intrinsik dan fakta menarik yang bisa kamu ketahui. Selamat membaca!
Cerita Rakyat Jaka Tarub
Pada zaman dahulu kala, ada seorang pemuda bernama Jaka Tarub. Putra dari Mbok Randa Tarub itu merupakan anak yang baik, sopan, dan rajin mengerjakan ladang dan sawahnya.
Ketika ia dewasa, banyak gadis yang ingin menikah dengannya. Akan tetapi, ia masih belum ingin beristri dan lebih memilih untuk terus berbakti pada ibunya. Hingga akhirnya, Mbok Randa pun memanggil sang putra dan menasehatinya.
“Putraku, Jaka Tarub. Mbok lihat kamu sudah dewasa dan sudah pantas meminang gadis. Lekaslah menikah karena simbok ingin segera menimang cucu!” pinta sang ibunda.
“Tarub masih belum ingin menikah, Mbok,” jawab Jaka Tarub singkat.
Simbok pun langsung menjawab, “Lalu nanti kalau simbok tiada, siapa yang akan mengurusmu, anakku?”
“Tenang saja, Mbok. Aku akan selalu mendoakan agar Simbok selalu sehat dan berumur panjang,” jawab sang putra. Sayangnya, tanpa diduga besoknya Mbok Randa meninggal dunia setelah demam seharian.
Hidup Tanpa Simbok
Sepeninggal sang ibunda, Jaka Tarub pun langsung sedih dan terpuruk. Ia jadi lebih sering melamun sehingga ladang dan sawahnya terbengkalai.
Suatu hari, Jaka Tarub terbangun dari tidurnya dan mendadak ingin makan daging rusa. Ia pun langsung mengambil senjata sumpitan miliknya kemudian pergi ke hutan. Namun, ia tak menemui seekor rusa pun hingga siang hari.
Karena lelah, ia kemudian beristirahat di bawah pohon tak jauh dari sebuah telaga. Berkat angin yang berhembus sepoi-sepoi, Jaka pun tertidur.
Para Bidadari di Telaga
Tak lama, Jaka Tarub terbangun karena mendengar derai tawa perempuan. Ia pun langsung mencari arah datangnya suara dan langsung memandang ke arah telaga. Di sana, ia melihat ada tujuh perempuan cantik yang tengah bermain air sembari bercanda ria.
Tak jauh dari sana, tergeletak tujuh selendang milik para gadis cantik yang rupanya adalah bidadari. Tanpa berpikir panjang, secara diam-diam Jaka Tarub mengambil salah satu selendang dan menyembunyikannya.
“Nimas, hari sudah sore! Ayo naik ke darat! Kita harus kembali ke kahyangan sekarang!” Salah seorang wanita tertua mendadak memanggil para bidadari. Dengan patuh, mereka langsung naik ke darat dan mengambil selendang masing-masing.
Saat itulah, salah seorang bidadari tidak bisa menemukan selendangnya. “Kakangmbok, aku tidak bisa menemukan selendangku,” ucapnya sedih.
Saudaranya yang lain berusaha untuk membantu mencarikan, tapi tidak menghasilkan apa-apa. Belum lagi, matahari sudah mulai terbenam dan jika para bidadari tidak segera kembali ke kahyangan, mereka akan terjebak di bumi.
“Nimas Nawang Wulan,” panggil bidadari tertua pada bidadari yang kehilangan selendangnya, “Kami tak bisa menunggumu lebih lama lagi. Mungkin ini memang sudah menjadi takdirmu untuk tinggal di Mayapada.”
Dengan ucapan tersebut, para bidadari selain Nawang Wulan pun terbang kembali ke kahyangan. Sementara Nawang Wulan hanya bisa menangis sendiri meratapi nasibnya.
Kebahagiaan
Mendapati Nawang Wulan yang terus menangis, Jaka Tarub pun keluar dari persembunyiannya. Dengan lembut ia menyapa sang bidadari dan menawarkan bantuan untuk tinggal di rumahnya.
Sejak saat itu, hidup Jaka kembali cerah dan diliputi kebahagiaan. Selendang yang sebelumnya ia curi kemudian disembunyikan di lumbung penyimpanan padi.
Tak lama kemudian, keduanya memutuskan untuk menikah. Kebahagiaan itu semakin sempurna ketika satu tahun kemudian, bidadari istri Jaka Tarub itu melahirkan seorang putri yang diberi nama Nawangsih.
Kesaktian Nawang Wulan
Sebagai seorang bidadari, ada banyak hal yang yang memudahkan kehidupan rumah tangga mereka. Namun, Nawang Wulan merahasiakan segala kesaktian dan kemudahan itu dari suaminya. Salah satunya mengenai nasi yang dimasak.
Suatu hari, Nawang Wulan berpesan kepada suaminya, “Kang, aku sedang memasak nasi. Aku hendak ke kali sebentar, jadi tolong jagakan apinya. Tapi jangan pernah membuka tutup kukusannya, ya!”
Jaka Tarub mengiyakan permintaan itu. Namun, karena merasa penasaran dengan larangan istrinya, ketika Nawang Wulan pergi, ia langsung membuka kukusannya.
Setelah dibuka, terlihat setangkai padi berada di dalam kukusan dan membuat Jaka takjub. “Pantas saja padi di lumbung tak pernah habis. Rupanya istriku dapat memasak setangkai padi menjadi nasi satu kukusan penuh,” gumamnya.
Namun, rupanya larangan yang dilanggar itu membawa sebuah petaka. Ketika Nawang Wulan pulang, ia membuka tutup kukusan dan mendapati setangkai padi tergolek di dalamnya. Ia pun langsung mengetahui kalau suaminya tadi membuka tutup kukusan. Akibatnya, kesaktian Nawang Wulan pun menghilang.
Penemuan Selendang
Sejak kesaktiannya menghilang, Nawang Wulan terpaksa harus menumbuk dan menampi beras untuk dimasak, seperti yang seharusnya dilakukan manusia pada umumnya. Hal tersebut membuat tumpukan padi yang disimpan di dalam lumbung semakin cepat berkurang.
Suatu hari, ketika akan mengambil padi untuk ditumbuk dan dimasak, Nawang Wulan menemukan selendang bidadarinya. Ia pun langsung menyadari kalau selama ini, suaminyalah yang menyembunyikan selendangnya.
Hal tersebut langsung membuat Nawang Wulan marah. Ia merasa kecewa karena sudah dikhianati oleh suaminya sendiri. Setelah kembali mengenakan selendang itu, ia kemudian pergi menemui suaminya.
Kembali ke Kahyangan
Jaka Tarub sangat terkejut ketika melihat istrinya mengenakan selendang yang ia sembunyikan di lumbung. Apalagi ketika istrinya menyatakan akan kembali ke kahyangan.
“Kakang, aku harus segera kembali ke kahyangan. Tolong jagakan Nawangsih untukku. Buatkan danau di dekat rumah dan bawalah Nawangsih ke sana setiap malam agar aku bisa menyusuinya. Namun, kakang tak boleh mendekat!” Nawang Wulan berpesan sebelum terbang menuju kahyangan.
Karena mengetahui kalau ia tak akan mendapatkan kebaikan jika kembali mengingkari janji kepada istrinya, Jaka Tarub pun menuruti permintaan itu.
Ia membuat danau di dekat rumahnya dan mengantarkan Nawangsih ke sana setiap malam. Jaka hanya bisa memandangi anaknya bermain-main bersama ibunya dari kejauhan. Kemudian setelah Nawangsih tertidur, Nawang Wulan kembali ke kahyangan dan Jaka membawa putrinya kembali pulang ke rumah.
Hal tersebut ia lakukan secara rutin hingga Nawangsih tumbuh besar. Selama itu, Nawang Wulan selalu menjaga dan melindungi mereka. Ketika Jaka Tarub dan putrinya mengalami kesulitan, bantuan yang tak terduga akan datang tiba-tiba. Mereka meyakini kalau bantuan itu berasal dari Nawang Wulan.
Unsur Intrinsik Kisah Jaka Tarub
Setelah membaca tentang cerita rakyat Jaka Tarub dan Nawang Wulan, sekarang saatnya menggali beberapa unsur intrinsik di dalam kisahnya. Berikut ini sedikit penjabarannya:
1. Tema
Tema atau inti ceritanya adalah tentang seorang bidadari yang terpaksa tinggal di dunia manusia sampai akhirnya bisa kembali ke kahyangan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh utama dalam kisah ini adalah Jaka Tarub dan Dewi Nawang Wulan. Jaka Tarub dikisahkan memiliki sifat yang egois, tamak, berpikiran pendek, dan gegabah. Hal tersebut dapat terlihat dari segala hal yang ia lakukan saat baru bertemu Nawang Wulan dan menyembunyikan selendangnya. Selain itu, dapat dilihat juga saat ia membuka tutup kukusan nasi.
Meskipun begitu, Jaka juga memiliki sifat baik. Dia adalah sosok pekerja keras dan berbakti kepada orang tuanya. Selain itu, ia juga sebenarnya seseorang yang bisa menepati janji, seperti yang ia lakukan kepada Nawang Wulan setelah istrinya itu kembali ke kahyangan.
Sementara Dewi Nawang Wulan adalah seorang bidadari yang memiliki sifat pemaaf, penyayang, dan bertanggung jawab. Bahkan setelah mengetahui kalau suaminya berkhianat sekalipun, ia tetap berusaha untuk mengurus buah hatinya.
Selain kedua tokoh utama tersebut, ada juga beberapa tokoh lain yang muncul dalam kisah ini. Di antaranya adalah para bidadari yang merupakan kakak-kakak Nawang Wulan, Mbok Randa Tarub atau ibu Jaka Tarub, dan Nawangsih.
3. Latar
Ada beberapa latar lokasi yang disebutkan di dalam cerita ini. Di antaranya adalah telaga di dalam hutan, rumah, lumbung padi tempat Nawang Wulan menemukan selendangnya, dan danau di dekat rumah. Sementara latar waktu yang digunakan adalah pagi hari, siang hari, dan malam hari.
4. Alur
Legenda ini menggunakan alur maju. Alasannya karena kisahnya diceritakan secara urut sejak Jaka Tarub mencuri selendang Dewi Nawang Wulan hingga mereka menikah dan menjalani rumah tangga, kemudian berakhir ketika Dewi Nawang Wulan kembali ke kahyangan.
5. Pesan Moral
Amanat yang bisa didapatkan dari kisah ini adalah hubunganmu dengan orang yang kamu sayang takkan bisa sepenuhnya bahagia jika didasari dengan kebohongan.
Kemudian, cobalah untuk menjadi seseorang yang pemaaf dan maafkanlah kesalahan yang sudah orang lain lakukan pada kita. Seperti halnya Dewi Nawang Wulan yang meskipun sudah dibohongi selama bertahun-tahun oleh Jaka Tarub, tapi ia tetap memaafkan suaminya itu.
Selain intrinsik, ada juga unsur-unsur ekstrinsik yang bisa ditemukan dalam cerita rakyat Jaka Tarub ini. Yakni nilai moral, sosial, budaya, dan ekonomi yang sesuai dengan masyarakat sekitarnya.
Fakta Menarik tentang Cerita Rakyat Jaka Tarub
Tak hanya memiliki kisah yang indah dan penuh pesan moral, ada juga beberapa informasi menarik yang bisa kamu dapatkan seputar Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Berikut ini sedikit ulasannya:
1. Lokasi Telaga
Menurut beberapa orang yang mempercayai legenda Jaka Tarub ini, lokasi telaga tempat ia pertama kali bertemu dengan Nawang Wulan adalah di Air Terjun Srambang. Tempat wisata yang terletak di tengah hutan pinus di Ngawi itu menawarkan keindahan taman yang dialiri sungai yang berasal dari air terjun.
Kabarnya, nama Srambang itu berasal dari kata menengok dalam bahasa Jawa, yaitu nyambangi. Istilah tersebut didasari dari Nawang Wulan yang sering menengok atau menyambangi putrinya setiap malam. Hal tersebut diperkuat adanya desa bernama Widodaren di daerah Gerih, Nama Ngawi sendiri pun yang berasal dari kata widodari. Kata tersebut merupakan bahasa Jawa dari bidadari.
Selain di Ngawi, ada juga tempat wisata bernama Air Terjun Sekar Langit di Kecamatan Grabag, Magelang, yang diyakini menjadi tempat pertemuan Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Air Terjun ini terletak di sebelah utara Gunung Merbabu dan Gunung Andong.
Meskipun sama-sama berbentuk air terjun, kedua lokasi tersebut agak berbeda. Jika Air terjun Srambang berbentuk taman di tengah hutan, Air Terjun Sekar Langit masih asli berupa kawasan hutan yang asri dan teduh.
2. Diabadikan di Babad Tanah Jawi
Kisah ini mulai dikenal setelah diabadikan dalam naskah populer Sastra Jawa Baru bernama Babad Tanah Jawi. Kabarnya, kisah tersebut berasal dari kisah nyata Ki Ageng Tarub yang menjadi leluhur dinasti Mataram.
Sementara itu, di dunia nyata juga ada perempuan bernama Nawangsih yang merupakan istri dari Bondan Kejawan, putra kandung Prabu Kerthabumi (Brawijaya V). Dari pernikahan mereka, Nawangsih melahirkan seorang putra yang dikenal dengan nama Ki Getas Pandawa.
Ki Ageng Getas Pandawa nantinya akan memiliki putra yang bergelar Ki Ageng Sela. Ia merupakan kakek buyut dari Panembahan Senapati, sang pendiri Kesultanan Mataram.
Sudah Puas Membaca Cerita Rakyat Jaka Tarub di Atas?
Demikianlah ringkasan cerita Jaka Tarub dan Nawang Wulan beserta pembahasan tentang unsur intrinsik juga fakta menariknya. Apakah kamu sudah puas membacanya?
Kalau masih ingin mencari dongeng atau legenda yang tak kalah keren lainnya, langsung saja cek artikel-artikel di PosKata. Di sini kamu bisa menemukan dongeng Batu Menangis, Malin Kundang, Roro Jonggrang, dan Timun Mas.