Mau tahu cerita rakyat dari Banten seputar hikayat Tanjung Lesung? Kalau iya, kamu sudah berada di tempat yang tepat. Di sini kami memaparkan kisah singkatnya beserta ulasan tentang unsur instrinsik dan fakta menariknya, lho!
Berbagai cerita rakyat yang ada di seluruh penjuru tanah air memang menarik untuk dibahas. Tak terkecuali cerita rakyat tentang hikayat Tanjung Lesung dari daerah Banten yang barangkali tidak banyak diketahui generasi penerus.
Padahal sebagai generasi penerus bangsa, mengetahui cerita-cerita yang berkembang di masyarakat terbilang perlu dalam rangka menjaga dan melestarikan budaya Indonesia. Oleh karenanya, kamu juga mesti mencari tahu mengenai hikayat yang satu ini.
Bagaimana detail informasi lengkap seputar cerita hikayat Tanjung Lesung? Daripada semakin penasaran, langsung saja simak penjelasan yang dilengkapi dengan uraian mengenai unsur intrinsik cerita dan fakta menariknya yang kami rangkum di bawah ini! Selamat membaca.
Cerita Rakyat Hikayat Tanjung Lesung dari Banten
Ringkasan cerita hikayat Tanjung Lesung ini bisa dibilang telah dikisahkan secara turun-temurun oleh warga Banten. Terlebih, kisahnya disebut-sebut ada hubungannya dengan awal mula penamaan Pantai Tanjung Lesung.
Alkisah, di pesisir selatan Pulau Jawa, hiduplah seorang pengembara dari Laut Selatan bernama Raden Budog. Ia adalah sosok pemuda yang tampan dan gagah perkasa. Pemuda itu selalu ditemani seekor anjing dan kuda kesayanganya di manapun dan kapanpun.
Suatu ketika, Raden Budog sedang beristirahat di bawah pohon di tepi pantai karena kelelahan. Angin yang semilir pun membuatnya tertidur hingga bermimpir mengembara ke utara dan bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.
Raden Budog terpesona pada kecantikan gadis tersebut. Di dalam mimpinya, ia mendekati gadis itu dan mengulurkan tangan hendak memegang tangan si gadis. Sialnya saat tangannya hendak menyentuh tangan si gadis, sebuah ranting pohon jatuh mengenai dahinya, dan ia pun terbangun.
“Ranting pohon keparat!” Ujarnya kesal sembari berdiri, lalu membanting ranting pohon yang mengenainya tadi. “Kalau kau tidak jatuh mengenai dahiku, aku pasti masih bisa menikmati mimpi indahku bertemu dengan gadis cantik.”
Baca juga: Kisah Aladin dan Lampu Ajaib yang Diadaptasi ke Berbagai Karya Beserta Ulasannya
Mengembara ke Utara Demi Mengejar Gadis Impiannya
Sejak hari itu, siapa sangka Raden Budog selalu teringat akan mimpinya. Ia hampir selalu membayangkan paras cantik si gadis yang dalam mimpi ditemuinya di pantai utara Jawa. Oleh karenanya, Raden Budog pun memutuskan untuk mengembara ke sana.
Sebelum berangkat mengembara, ia menyiapkan perbekalan, termasuk memberi makan anjing dan kuda kesayangannya. “Kita akan pergi mengembara,” katanya kepada anjingnya. “Kita akan mengembara jauh. Bersiap-siaplah!” Tuturnya kepada kudanya.
Selain mempersiapkan bekal, Raden Budog juga tak lupa membawa golok dan batu asah yang memang sudah sering dibawanya ketika pergi mengembara. Begitu semua siap, ia mulai menunggang kuda dan pergi menuju utara. Anjing kesayangannya berjalan lebih dulu di depan, bertugas memberi tahu tuannya kalau-kalau di depan ada bahaya mengancam.
Perjalanan ke utara menghabiskan waktu sekitar lima hari perjalanan. Meski sudah lama berjalan, tetapi Raden Budog belum juga turun dari kudanya untuk beristirahat hingga membuat tunggangannya itu kelelahan. Sepanjang jalan, ia hanya bergumam, “Kapan dan di mana aku bisa bertemu dengan gadis itu?”
Baca juga: Dongeng Kancil dan Buaya Beserta Ulasannya yang Akan Membuatmu Terkesan!
Anjing dan Kuda yang Berubah Menjadi Batu Karang
Bukannya beristirahat, Raden Budog terus melanjutkan perjalanan tanpa peduli jalan yang terjal dan mendaki. Sesampainya ia di Kampung Cimahpar, tiba-tiba kudanya roboh. Ia dan kudanya kemudian jatuh terguling-guling hingga ke lereng gunung.
Di sanalah ia sempat mengistirahatkan diri, membuka bekal, dan makan dengan lahapnya. Tak lama setelahnya, ia langsung bangkit dan mengajak anjing dan kudanya untuk segera melanjutkan perjalanan kembali. “Ayo lekas berangkat!” Ucapnya.
Sayang saat hendak naik ke kudanya, ia melihat pelana sudah rusak akibat jatuh tadi. Ia pun menanggalkan pelana dari punggung kudanya dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Ia tidak menunggang kuda karena tak terbiasa tanpa pelana.
Raden Budog, anjing, serta kudanya kemudian sampai di sebuah tempat bernama Tali Alas. Di sana, Raden Budog terpukau melihat indahnya laut biru yang membentang dari barat ke timur. Sesudahnya, ia meneruskan lagi perjalanan sampai ke Pantai Cawar dan sempat mandi di sana.
Lalu setelah beberapa saat, ia mencari anjing dan kudanya untuk diajak segera menempuh perjalanan jauh lagi. “Ayo lekas berangkat!” Seru Raden Budog kepada hewan-hewan kesayangannya yang sedang duduk-duduk di tepi pantai.
Akan tetapi tak seperti sebelumnya, kali ini anjing dan kudanya tidak segera bangkit. Kedua binatang tersebut diam saja seolah tidak mendengar seruan tuannya. Kesal tak digubris, Raden Budog meninggikan suara, “Cepat berdiri! Kita harus berangkat lagi!”
Sayangnya, anjing dan kuda Raden Budog terlalu lelah untuk bangkit, apalagi melanjutkan perjalanan. Alhasil, ia pun pergi meneruskan perjalanan mencari gadis dalam mimpinya tanpa anjing dan kuda kesayangannya. “Aku harus segera menemukan gadis impianku. Kalau kalian tak mau berdiri, terpaksa kutinggalkan,” ucapnya.
Konon setelah ditinggalkan Raden Budog, anjing dan kuda itu tetap mematung hingga akhirnya berubah menjadi batu karang. Sekarang, di Pantai Cawar terdapat karang yang bentuknya menyerupai anjing dan kuda, sehingga dinamakan Karang Anjing dan Karang Kuda.
Baca juga: Cerita Dongeng Abu Nawas Berdoa Mencari Jodoh Beserta Ulasan Menariknya
Nyi Siti dan Suara Merdu dari Lesung
Dalam pengembaraannya seorang diri, Raden Budog tak peduli rasa lelah yang menggelayutinya. Ia sudah terobsesi untuk bisa menemukan gadis cantik yang muncul dalam mimpinya itu. Bahkan, ia tak sadar goloknya tertinggal dan hanya membawa tas kulit berisi batu asah.
Di jalan saat sedang lelah-lelahnya, ia masih enggan untuk sekadar duduk sebentar. Malahan, ia mengurangi isi tasnya dan mengeluarkan batu asah yang dirasa membuat bebannya menjadi semakin berat. “Batu ini rasanya sudah tak berguna. Lebih baik kutinggalkan di sini daripada membebani,” batinnya.
Ia berkata lagi, “Biarlah batu asah ini menjadi kenangan.” Lalu, konon batu asah yang ditinggalkan Raden Budog di sebuah tempat bernama Legon Waru itu masih ada di sana. Batu tersebut berubah menjadi karang yang dikenal dengan nama Karang Pengasahan.
Cerita hikayat Tanjung Lesung berlanjut dan Raden Budog masih meneruskan perjalanannya yang berat lagi melelahkan. Di tengah jalan, tiba-tiba hujan deras turun, lalu Raden Budog beristirahat di dalam gua sembari menanti hingga hujan reda.
Namun, karena tak sabar, Raden Budog melanjutkan lagi perjalanannya yang sempat tertunda. Ia menyeberangi sungai yang sangat deras alirannya karena banjir setelah hujan, dan tiba di pintu masuk sebuah kampung. Di sana, ia mendengar suara lesung yang merdu.
Rupanya di kampung itu, seorang janda bernama Nyi Siti dan putrinya yang bernama Sri Poh Haci kerap menumbuk padi menggunakan lesung. Cara mereka menumbuk padi sangat unik sehingga lesung yang digunakan mengeluarkan suara yang sangat indah. Setiap hari mereka melakukannya, kecuali hari Jumat yang dianggap keramat oleh penduduk setempat.
Baca juga: Kisah Menarik tentang Belalang dan Semut beserta Ulasan Lengkapnya
Pertemuan Raden Budog dan Sri Poh Haci
Raden Budog mencari sumber suara lesung dan mendekati sebuah rumah. Di sana, ia mendapati sekelompok gadis yang sedang memukul-mukul lesung, salah satunya ialah Sri Poh Haci. Namun, lantaran diperhatikan pria tak dikenal, ia mengajak teman-temannya yang lain untuk menyudahi permainan dan pulang ke rumah masing-masing.
Tak lama kemudian, Raden Budog mengetuk pintu sebuah rumah. Rumah tersebut ialah milik Nyi Siti yang ditinggalinya bersama Sri Poh Haci. Ia bermaksud menumpang menginap semalam. “Sampurasun,” Raden Budog mengucap salam.
“Rampes,” jawab Nyi Siti. “Maaf mengganggu. Bolehkah kiranya saya menginap di rumah ini?” Pinta Raden Budog. “Kisanak siapa? Mengapa ingin menginap di sini? Saya tidak bisa asal mengizinkan. Saya belum mengenal kisanak,” begitu kata Nyi Siti.
Raden Budog lalu memperkenalkan diri. Akan tetapi, Nyi Siti tidak lantas langsung mengizinkannya menginap. Nyi Siti tetap menolak lantaran di rumahnya ada anak perempuan. “Maaf, Kisanak. Saya ini janda yang tinggal dengan anak perempuan satu-satunya. Saya tidak berani menerima tamu laki-laki, apalagi sampai menginap,” tegas Nyi Siti.
Kecewa dengan tanggapan si empunya rumah, Raden Budog berlalu. Ia memilih beristirahat di balai-balai bambu yang letaknya tak jauh dari rumah Nyi Siti. Di situ, ia tertidur dan bermimpi melihat kembali gadis pujaannya. Saat ia terbangun, tak disangka hal yang mengejutkan terjadi.
Sosok gadis cantik jelita seperti yang pernah hadir dalam mimpinya datang menghidangkan segelas kopi padanya. Gadis itu adalah Sri Poh Haci. “Silakan diminum kopinya, Raden, mumpung masih panas,” ujar Sri Poh Haci sembari tersenyum.
Baca juga: Dongeng Ali Baba dan 40 Pencuri Beserta Ulasan Lengkapnya, Pelajaran tentang Ketamakan
Raden Budog Jadi Lutung dan Sri Poh Haci Jadi Dewi Padi
Sejak hari itu, Raden Budog dan Sri Poh Haci menjadi dekat. Keduanya pun telah saling jatuh cinta. Nyi Siti semula tidak merestui hubungan mereka mengingat Raden Budog yang tak jelas asal-usulnya. Akan tetapi karena terlalu sayang dengan putrinya, ia merestui agar Sri Poh Haci tidak bersedih hati.
Selama menikah dengan pemuda pengembara itu, Sri Poh Haci tetap diizinkan menabuh lesung bersama gadis-gadis lain di kampungnya. Bahkan, Raden Budog yang sangat menyukai suara lesung pun terkadang ikut memainkannya. Sampai pada suatu hari, kejadian yang tak menyenangkan pun terjadi.
Di hari Jumat, mestinya tidak ada suara lesung berbunyi. Tapi Raden Budog yang keras kepala tetap menabuhnya pada hari tersebut dan tak mengindahkan peringatan dari para sesepuh di kampung. Saking antusiasnya ia menabuh lesung, ia sampai melompat-lompat dan menari kegirangan.
Tanpa disadari, para penduduk kampung yang kebetulan melihatnya berteriak, “Lihat! Ada lutung yang memukul lesung! Hei, lihat! Ada lutung memukul lesung!” Mendengar itu, ia heran mengapa penduduk kampung memanggilnya lutung.
Lalu, ia menyaksikan sendiri bagaimana sekujur tubuhnya telah dipenuhi dengan rambut. Karena ketakutan dan panik, ia lari terbirit-birit masuk ke hutan yang terletak tak jauh dari kampung itu. Di sisi lain, Sri Poh Haci yang melihat kejadian itu merasa sangat malu, lalu ia pergi meninggalkan kampung.
Konon, Sri Poh Haci kemudian berubah menjadi Dewi Padi. Sementara itu, kampung yang ditinggalkannya setelahnya dikenal dengan nama Kampung Lesung. Lalu karena letaknya di sebuah tanjung, orang-orang pun mulai menyebut kampung tersebut dengan nama Tanjung Lesung.
Baca juga: Kisah Kancil dan Siput yang Inspiratif Beserta Ulasan Lengkapnya
Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema yang diusung dalam cerita hikayat tentang asal usul Tanjung Lesung di Banten ini adalah pengembaraan yang berujung petaka. Walau begitu, di dalamnya terselip pula tema lain yang menyinggung soal kegigihan dan perjuangan Raden Budog dalam mengejar apa yang dicita-citakan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Di dalam kisah di atas diceritakan ada satu tokoh utama dan sejumlah tokoh pendamping. Tokoh utamanya tak lain adalah Raden Budog, seorang pengembara gagah berani dan tangguh, tetapi ia terlalu keras kepala dan tidak mendengarkan orang lain.
Tokoh pendampingnya, yaitu Nyi Siti dan Sri Poh Haci. Nyi Siti digambarkan merupakan seorang ibu tunggal yang baik dan patuh terhadap aturan adat di kampungnya. Sementara Sri Poh Haci, ia gadis muda cantik yang gemar melakukan hal-hal yang disukainya, seperti menabuh lesung.
Selain ketiga tokoh tersebut, ada pula karakter pembantu lainnya, yakni anjing dan kuda milik Raden Budog. Kedua binatang itu digambarkan sangat setia kepada tuannya, tetapi ditinggalkan begitu saja oleh Radeb Budog hingga mereka berubah menjadi batu karang.
3. Alur
Alur cerita dari hikayat mengenai asal usul disebutnya tempat bernama Tanjung Lesung di Banten itu adalah alur maju. Kisahnya dimulai dengan pengenalan tokoh utama dan kehidupannya, lalu berlanjut ke pengembaraannya, hingga nasibnya berubah saat bertemu dengan wanita pujaannya.
Baca juga: Dongeng Lucu dan Menggelitik, Abu Nawas Menipu Gajah Beserta Ulasan Lengkapnya
4. Latar
Tempat terjadinya hikayat di atas ialah di sebuah daerah di sisi barat Pulau Jawa, tepatnya Banten. Tepatnya dimulai dari pantai selatan ke utara hingga ke pantai sebelah barat Pulau Jawa, di mana hal ini terungkap lewat pengembaraan Raden Budog yang mengejar gadis impiannya.
5. Pesan Moral
Ada beberapa pesan moral dan nilai kehidupan yang bisa kamu dapatkan setelah membaca cerita hikayat Tanjung Lesung. Di antaranya, yaitu agar tidak mudah menyerah mengejar cita-cita, senantiasa mendengarkan peringatan dari orang yang lebih tua dan lebih tahu, dan belajarlah menghormati adat istiadat di tempat di mana kamu sedang berada.
Seperti itulah kurang lebih cerita hikayat asal usul Tanjung Lesung beserta unsur intrinsiknya yang perlu kamu tahu. Untuk unsur ekstrinsiknya, sebuah kisah legenda biasanya juga dipengaruhi oleh budaya setempat dan kebiasaan masyarakatnya.
Fakta Menarik dari Cerita Hikayat Asal Usul Tanjung Lesung
1. Semua ‘Peninggalan’ Raden Budog Menjadi Batu Karang
Kamu mungkin juga sudah menyadari fakta menarik di balik cerita hikayat Tanjung Lesung yang kami paparkan di atas. Bahwasanya, segala sesuatu yang ditinggalkan oleh Raden Budog selama mengembara selalu berubah menjadi batu karang, tak terkecuali kuda dan anjingnya.
Bahkan, batu asah yang diletakkannya di suatu tempat pun berubah menjadi karang. Sampai-sampai, tempat yang diduga disinggahi Raden Budog itu hingga kini dikenal dengan nama Karang Pengasahan. Karang Anjing dan Kuda juga berada di sekitar Pantai Cawar yang pernah disinggahinya.
Baca juga: Dongeng Singa Sang Penguasa Hutan dan Tikus yang Penakut Beserta Ulasannya
Puas Membaca Cerita Hikayat Tanjung Lesung?
Itulah tadi riwayat asal mula nama sebuah tempat yang dikenal dengan Tanjung Lesung yang terletak di Provinsi Banten. Semoga informasi yang kami paparkan membantumu memperluas wawasan tentang cerita rakyat yang dipercaya orang Banten di Tanjung Lesung.
Jika kamu ingin membagikan informasi ini, jangan ragu untuk mengunggahnya melalui jejaring sosial. Atau kalau kamu tertarik dengan informasi lain seputar cerita rakyat, legenda, maupun asal usul suatu tempat, jangan lewatkan artikel-artikel kami, ya.